Kali ini Aditya tidak tahan lagi ketika Indra menghina ibunya. Meskipun tidak sampai memukul, Aditya hanya mendorong kasar tubuh Indra untuk menjauh darinya. Dia menatap nyalang ke arah pria itu yang justru membalas tatapannya dengan pandangan meremehkan. Indra sepertinya sudah cukup puas melihat Aditya marah padanya. "Jangan pernah sekalipun mulut kotormu itu menghina ibuku!" "Nyatanya memang seperti itu. Ah, entahlah! Apakah sekarang aku harus merasa bersyukur karena kau dekat dengan anakku atau tidak, jika kau tidak pernah dekat dengan Catrina, mungkin aku tidak akan pernah mengetahui kebenaran yang mengejutkan ini." Aditya terdiam dalam beberapa detik, membiarkan Indra berbicara sesuka hatinya. Padahal dalam hatinya dia sangat berharap pria itu langsung saja menjelaskan semua alasannya melakukan hal mengerikan itu. "Aku mengajakmu bertemu kemari juga bukan untuk membuang waktu. Aku hanya ingin menyadarkanmu tentang di manakah posisimu di sini. Sebenarnya sudah seharusnya sejak
"Maafkan aku, Aditya, ternyata kaulah yang tidak tahu diri di sini. Aku tidak pernah mengira bahwa ternyata kau sudah merencanakan semua ini. Kau dan tangan kananmu itu membawa sebuah pistol yang jelas saja ditujukan untuk membunuh. Kau memang orang yang penuh kejutan, Aditya. Kau lebih agresif daripada ayahmu sendiri." Mereka masih saling menodongkan pistol dengan pandangannya nyalang. Indra masih dengan senyumannya, sedangkan Calvin di belakangnya juga menodongkan pistol pada Jonathan. Udara terasa membeku dan terasa sangat dekat. Tak ada sedikit pun kesejukan di rumah tua itu. Membuat suasananya semakin mengerikan dan semakin gelap. Sama halnya dengan yang dirasakan oleh Aditya, seperti perkataannya tadi, Indra juga tidak menyangka bahwa ternyata Aditya membawa pistol yang sudah disediakan untuk membalas serangannya. Itu berarti anak tersebut sudah mengetahui rencana Indra. "Siapa pun yang akan mati hari ini, percayalah bahwa salah satu orang tersebut adalah kau, Indra. Jika kau
Catrina merasa kalangkabut ketika harus membayangkan apa yang terjadi sekarang pada Aditya, ayahnya, dan juga Calvin. Ia tahu bahwa perselisihan ketiga orang itu sangat kacau. Bahkan dia bisa menebak apabila dia tidak datang tepat waktu, semuanya akan jauh lebih fatal daripada yang dia bayangkan selama ini. Mungkin akan ada nyawa yang melayang di sana. Karena itulah disini Catrina berusaha membuang perasaannya sebagai seorang anak maupun sebagai seorang kekasih karena sebenarnya dia tidak mau memihak siappun apalagi memihak yang salah. Memang sangat sulit ketika dia memutuskan untuk mendatangi kantor polisi dan melaporkan ayahnya sendiri. Bukan sesuatu yang mudah ketika dia menyadari bahwa saat ini dia dihadapkan pada dua pilihan. Dia harus memilih antara orang yang dia cintai dan juga ayah yang dia sayangi. Sebagai seorang wanita yang lebih menggunakan perasaan di segala situasi, berada dalam keadaan semacam ini dan dipaksa untuk menggunakan logika, tentu merupakan suatu hal yang sa
Indra, Calvin, Aditya, bahkan juga Jonathan sangat terkejut begitu melihat kehadiran Catrina yang didampingi pula oleh beberapa polisi di sana yang langsung menodongkan pistol pada mereka. Namun hal tersebut tidaklah cukup membuat Indra menyerah dengan keinginannya membunuh Aditya hari ini juga. Tekadnya sudah terlanjur bulat dan tidak bisa diundur lagi hanya karena kedatangan anaknya sendiri bersama beberapa petugas tak diundang itu.Dalam hatinya, tentu saja dia merasa sangat terkejut juga marah pada Catrina yang entah dengan cara apa telah mengetahui rencananya dan juga lokasi mereka saat ini. Berani sekali Catrina membawa serta polisi ke sana dan membuat mereka membeku di tempat, tak tahu harus melakukan apa. "Turunkan senjata kalian!" Salah satu polisi itu berkata tegas yang langsung membuat keempat orang itu menurunkan pistol mereka. Indra langsung menatap tajam pada putrinya sendiri yang saat ini menunduk dan tidak berani menatap matanya. Catrina yang merasa bahwa tindakannya s
"Aku tidak peduli apakah menurut Ayah itu adalah sesuatu yang benar untuk dilakukan, namun dari apa yang aku ketahui selama ini, pembunuhan tidaklah dibenarkan apalagi dengan alasan yang Ayah buat. Ayah harus tetap menyerahkan diri dan membiarkan para petugas polisi untuk mengadili semua tindakan Ayah selama ini. Kami sudah terlalu muak dengan apa yang Ayah lakukan." Indra semakin menatap marah pada putrinya. Mereka terdiam sejenak dengan beberapa polisi yang masih saja menodongkan pistol dan mengepung mereka. Keempat pria itu masih waspada, namun juga berusaha untuk tetap tenang ketika dikepung oleh polisi. Pistol mereka belum mereka jatuhkan ke lantai. "kau memang pengkhianat Catrina!" dengus Indra masih tak bis menerimanya."Apakah kamu sungguh darah dagingku Cat_""Tak perlu banyak basa-basi! Ayo, ikut kami segera!" potong salah satu petugas polisi.Para polisi itu mulai semakin tegas dan menggertak. Namun hal itu tetap saja tidak membuat Indra bergerak dari tempatnya, seakan saa
"Cat bangun Cat, apa yang kamu lakukan?""Bangunlah… bangunlah Cat, jangan buat aku merasa bersalah. Jangan tinggalkan aku.""Cat, Cat, Cat!"Lidah Aditya amat kelu, hanya itu yang bisa dia katakan. Hanya memanggil nama wanita yang kini sudah tak tahu masih bernapas atau belum.Ambulans datang, saat tubuh Catrina direbut dari tangannya. Aditya benar-benar tidak sadar jika tubuh yang lemah dan hampir kehabisan darah itu harus segera diselamatkan. Tangan Aditya sangat erat memegang tubuh Catrina, hingga beberapa paramedis harus memisahkan keduanya dengan penuh tenaga."Aditya sadar, sadar!"Jonathan yang tadi sudah diamankan para petugas polisi itu segera kembali untuk menyadarkan kondisi Aditya yang tiba-tiba saja begitu, pria itu terlihat amat trauma dengan kejadian yang telah terjadi tepat di hadapannya itu."Sadarlah, Catrina pasti akan selamat. Kalau kamu begini terpuruk, kamu akan menyesalinya Aditya."Jonathan terus memberikan kata-kata semangat agar temannya itu segera bangkit."
Jonathan yang sadar akan situasi segera menarik lengan petugas tersebut, petugas itu tampak sangat kesal dengan tindakan Aditya yang kabur begitu saja."Ah Pak tolong biarkan dia pergi, nanti juga dia akan menyusul kalau wanita tadi kondisinya aman." Cegah Jonathan."Ini pelanggaran, gak boleh kayak gini. Memangnya siapa wanita tadi, bukankah dia hanya anak dari Indra?" tanya petugas itu."Ya, anak Indra itu adalah kekasih Aditya."Mata kedua petugas polisi itu membulat, mulutnya juga monyong hingga membentuk hurup O. Terlihat sangat terkejut.Akhirnya mau tidak mau petugas itu pun mengerti, toh Aditya bersama mobilnya juga sudah jauh dan hilang dari pandangannya. Hanya saja dia merasa sia-sia karena sudah menunggu cukup lama tapi malah ditinggalkan begitu saja."Apa temanmu itu tahu dimana kekasihnya dirawat?" tanya petugas polisi saat dia dan Jonathan kini sudah berada di dalam mobil yang sedang melaju menuju tempat tujuan mereka, yaitu kantor polisi.Jonathan menggelengkan kepalanya
"Ah maaf Pak saya terburu-buru, calon istri saya_""Pak tolong maafkan dan mengertilah dia, calon istrinya yang kritis tadi. Yang dibawa para polisi, yang ditembak itu." Potong perawat tersebut sekaligus menjelaskan.Kedua petugas rumah sakit itu sekarang mengerti kenapa pria itu bisa cepat-cepat masuk tanpa tahu kondisinya. Tapi yang namanya aturan tidak bisa dilanggar begitu saja, yang nantinya akan didisiplinkan malah para petugas itu sedangkan Aditya hanya akan diberi peringatan saja."Begini saja bagaimana kalau kuncinya bapak bawa dan bantu bapak ini untuk memarkirkan mobilnya?""Kenapa pada bingung begitu? Bukankah yang senang adalah kalian karena mendapat mobil? Sedangkan bapak ini kasihan sekali kalau calon istrinya kenapa-napa."Perawat itu terus berusaha bernegosiasi dengan para petugas yang memang sudah dikenalnya sejak lama, dia juga tidak bermaksud menjerumuskan keduanya dalam masalah jika ketahuan. Toh dia sendiri juga bakalan kena imbasnya.Aditya sudah tidak tahan lagi
"Aditya kamu gak apa-apa?" teriak Jonathan panik dan segera melindungi Aditya jika saja ada serangan lagi dari Indra."Indra apa kau ingin mati!" seru Jonathan ke arah Indra."Ayolah kita sebaiknya mati bersama-sama." Balas Indra sambil bersiap kembali menarik pelatuk.Jonathan tidak bisa membiarkan Aditya, anak buahnya maupun dia mati begitu saja, akhirnya dengan spontan tanpa sengaja menarik pelatuk dan tembakan itu mendarat tepat di dada Indra yang langsung terpental hingga jatuh ke dalam air laut di belakangnya.Semua orang terdiam, Aditya tampak terperanjat kaget saat Indra terjatuh dan tak terlihat lagi berdiri di depannya."Aditya ayo pergi." Ajak Jonathan sambil menarik lengan temannya itu, dia tak peduli keadaan Indra."Kamu yakin dia sudah mati?" tanya Aditya, lalu berdiri dan melihat laut.Wajah Aditya tersenyum puas kala melihat tubuh Indra yang tersangkut oleh jaring, pria itu tampak masih berusaha bertahan sambil menahan rasa sakit."Belum mati rupanya." Dengus Jonathan
Aditya tampak tak peduli dengan perkataan temannya itu, dia segera pergi dan berjalan lebih dulu. Sedangkan Jonathan sepertinya kini tak bisa mencegah Aditya lagi, dia menebak jika Aditya tahu kalau dia memiliki rencana terselubung."Maafkan aku kawan, aku tahu kamu berbuat begini karena ingin membuatku tetap aman." Batin Aditya mendesah saat dia menebak-nebak rencana yang dibuat temannya itu.Aditya berjalan semakin jauh menuju sebuah pelabuhan yang disana sudah mulai dipadati beberapa orang, mereka tampak bersiap untuk menurunkan barang dari kapal besar yang baru saja berlabuh.Kedua mata Aditya berkeliling mencari seseorang di sekitar sana, dengan wajah yang tegas dan pandangan yang tajam akhirnya tatapan matanya berhenti pada seseorang yang sedang duduk sambil melihat ke arah kapal di depannya.Jonathan mengawasi tatapan Aditya dan dia juga melihat sosok itu, Aditya akan melangkah pergi tapi Jonathan segera mencegahnya."Tunggulah disini, serahkan dia padaku." Kata Jonathan.Adity
Tidak ada manusia normal manapun yang akan baik-baik saja kalau dalam waktu dekat kehilangan dua orang yang paling dicintai dalam hidupnya. Begitulah kiranya perasaan Aditya dan Jonathan dapat memahaminya, makanya dia harus waspada serta menyerahkan penangkapan Indra pada para pengikutnya agar keselamatan Aditya lebih terjamin daripada dia sendiri yang menangkapnya.Jonathan berusaha sebisa mungkin berkomunikasi dengan para pengikutnya untuk memberikan perintah tanpa sepengetahuan Aditya.Waktu sudah sangat larut, keadaan dermaga juga tidak terlalu ramai seperti saat siang. Mungkin karena di siang hari banyak kapal-kapal kecil yang singgah, sedangkan malam tidak ada.Suara klakson kapal feri yang baru datang terdengar nyaring dan menggema, Aditya mulai waspada."Ayo cepat kita kesana, mungkin pria itu akan menaiki kapal feri itu." Ajak Aditya sambil menunjuk."Tenanglah ada pengikut kita di depan, pergerakan mereka lebih smooth dibanding kita berdua." Jawab Jonathan disertai senyuman
Jonathan melajukan kendaraannya dengan cepat, adrenalinnya benar-benar terpacu saat dia tahu akan menangkap penjahat itu. Penjahat yang sudah mengambil nyawa penolong keluarganya yaitu tuan Fajar, dia juga memiliki dendam bukan hanya Aditya saja."Aku juga sudah menghubungi ayahku, biarkan anak buahnya berjaga di pelabuhan agar penjahat itu tidak bisa pergi kemanapun.""Good job." Puji Aditya.Jonathan melirik sebentar, dia sangat senang ketika temannya itu bersemangat lagi.Perjalanan cukup jauh meskipun Jonathan sudah memacu kendaraannya dengan cepat, mereka berangkat dari pusat kota dan menuju ke pesisir pantai dimana Indra terlihat. Sementara Aditya tidak mau hanya diam saja dan menyia-nyiakan waktu berharganya itu, dengan cekatan dia terlihat merakit senjata api yang sudah disiapkan oleh Jonathan di kursi penumpang."Kamu memilih senjata kecil itu?" tanya Jonathan disela-sela memacu kendaraannya."Hem." Jawab Aditya pendek."Aku ingin membunuhnya perlahan dari jarak terdekat kami
Sementara Aditya belum cukup puas memandangi wajah Catrina untuk terakhir kalinya, namun kini paramedis seakan memaksanya harus segera berpisah dengan wanita itu. Benar saja apa kata teman-temannya dan Sandra, kalau dia akan menyesalinya."Tolong, biarkan aku sebentar lagi. Tolonglah…." Pinta Aditya memohon."Maafkan kami tuan Aditya, jasadnya harus segera kami bersihkan sebelum terlambat." Kata-kata paramedis itu benar-benar menyakiti hati Aditya, "bukankah memang sudah terlambat? Dia sudah mati, apalagi yang membuat semua ini tidak terlambat?""Dia tidak akan hidup lagi, bukankah semuanya sudah terlambat?""Ya beliau memang sudah tiada, tubuhnya kaku dan kulitnya mulai membiru. Apa Anda akan puas saat tubuh ini mulai membusuk? Apa itu yang Anda inginkan?" balas paramedis tersebut.Rasanya jantung Aditya berhenti berdetak, dia menyesali segalanya tapi dia juga masih ingin melihat wajah Catrina untuk beberapa saat lagi."Sudahlah ikhlaskan dia, kasihan tubuhnya." Kata Jonathan sambil
Sandra terus berbicara agar anak sambungnya itu sadar dari sikap omong kosongnya itu."Aditya dengarkan saya sekali ini_""Sejak kapan saya tidak pernah mendengarkanmu? Bukankah selama ini saya selalu menurut?" potong Aditya bertanya.Sandra menghela napas, dia juga tahu kalau putra sambungnya ini sedang dalam proses depresi akut. Hanya saja tingkat depresinya sangat mengkhawatirkan, yang lain bisa menangis, bersedih, menyalahkan diri sendiri atau marah-marah untuk meluapkan emosinya. Tapi Aditya hanya diam saja tanpa melakukan apapun, masalahnya jika dia tidak menghalangi orang-orang untuk mengurus mayat Catrina tidak jadi masalah mau bersikap begini, tapi Aditya menghalangi dan mengacaukan segalanya."Maksud ibu, apa harus ibumu yang langsung bicara padamu? Ibumu sekarang masih lemah dan terbaring di rumah sakit, tapi ibumu masih baik-baik saja. Sementara Catrina… dia sudah tiada, tubuhnya butuh segera diurus.""Lalu… apa kamu juga menganggap aku sehat sampai bisa datang kesini? Tid
"Jo kamu harus hubungi seseorang." Kata Jhon setelah dia ingat sesuatu."Siapa?" tanya Jo penasaran."Orang tuanya, siapa tahu dia mau nurut." Jawab Jhon."Ah_"Jonathan akhirnya teringat seseorang yang mungkin saja bisa membujuk Aditya yang keras kepala itu. Akhirnya dia segera menghubungi orang tersebut agar segera datang, untungnya orang itu tidak sulit untukdia hubungi."Sudah, kita tunggu saja semoga nyonya besar cepat datang." Kata Jonathan pada Jhon.Jhon tampak mengelus-elus dadanya, sepertinya pria itu merasa sedikit lega. Tidak ada yang bisa dia lakukan, dia juga tidak bisa melihat Catrina secara langsung selain dari balik kaca ruangan tersebut karena Aditya duduk tepat di depan pintu ruangan itu dan menghalangi siapapun yang akan memasuki ruangan itu.Sedangkan Jonathan dengan perlahan tampak berjalan mendekati Aditya."Hey ayolah, kasian dia." Masih berusaha membujuk.Jonathan lalu berjongkok agar bisa berbicara lebih dekat dengan atasan sekaligus sahabatnya itu."Tuan Adi
Aditya tidak menjawab, bahkan dia enggan untuk masuk dan melihat wajah Catrina yang terakhir kalinya. Dia memilih berdiam diri dan duduk di luar ruangan tempat tubuh tak bernyawa Catrina terlentang dengan tenang."Tolong beri aku ruang Jo, tinggalkan aku sendirian bersama Catrina. Siapapun yang masuk cegahlah, jangan biarkan siapapun mengganggu kami." Pinta Aditya terdengar lesu.Jonathan mengangguk lalu menjauh, dari kejauhan itu dia menghubungi para penjaga Aditya juga teman satu gengnya agar datang ke rumah sakit dan menjaga Aditya yang sedang sedih.Namun tampaknya Aditya masih belum masuk untuk menemui Catrina, para dokter dan staf rumah sakit sudah sangat khawatir dengan jasad Catrina yang tidak mungkin dibiarkan begitu saja karena bagaimanapun juga Catrina sudah meninggal."Bagaimana ini? Jasad tidak bisa dibiarkan begitu saja. Setidaknya berilah kami waktu untuk memandikannya, semakin kaku jasadnya akan semakin sulit kita urus." Celetuk seorang paramedis di rumah sakit tersebu
"Kami tahu, teman saya ini hanya asal bicara saja." jawab Aditya sedikit ketus."Oh iya Jo, dia kabur dimana?" lanjutnya bertanya pada Jonathan."Di rumah sakit, tadi di lobby." Jawab Jonathan.Aditya terdiam, jarak antara ruangan dia dan Lobby memang sangat jauh karena dia berada di gedung yang berbeda dan berada di atas beberapa lantai dari Lobby utama rumah sakit tersebut."Bilangnya mau ke toilet dulu, mau membersihkan diri sebelum bertemu putrinya. Eh siapa sangka kalau itu hanya akal bulus untuk mengelabui semua petugas." "Lagipula para petugas bodoh ini benar-benar terlalu meremehkan si tua bangka itu."Jonathan menjelaskan semua yang terjadi di bawah tadi, karena kebetulan dia mengikuti mobil para petugas yang membawa Indra. Siapa tahu apa yang dia pikirkan benar-benar terjadi, Indra benar-benar kabur. Hanya saja Jonathan pikir kalau Indra akan kabur di perjalanan, tapi rupanya orang itu lebih nekad lagi.Tepat setelah Jonathan berbicara demikian, terdengar ada pengumuman cod