“Apa?! Menikah sekarang juga?!”Pekik kekagetan menggema di ruang tamu kediaman Lolita. Pekikan tersebut berasal dari mulut Kirana— mami Lolita.“Mbak, ini gimana juntrungannya kok tiba-tiba harus nikah sekarang?! Kita aja nggak pernah bahas apa-apa!”— yang Kirana maksudkan adalah tentang konsep pernikahan. Keluarga besannya baru datang sekali untuk melamar dan setelah itu, mereka menghilang bagai kentut yang tersapu angin.Sebulan berselang tanpa kabar berita, mereka justru datang membawa serta sang putri lengkap bersama penghulu. Siapa yang tidak akan shock. Jantung yang terpasang di dadanya tak copot saja sudah syukur Alhamdulillah.“Sebelumnya kami benar-benar meminta maaf, Mbak Karina.”“Kirana!” Sewot mami Lolita, membenarkan namanya yang salah sebut.Lihatlah! Mereka bahkan melupakan nama calon besannya sendiri, tapi mendadak ingin melangsungkan pernikahan detik ini juga.‘Pasti ada yang salah,’ pikir Kirana, membatin.“Lol! Kamu nggak lagi hamil kan?”“Buset!!” Tubuh Lolita te
Ting! Ting!Tiing!Suara notifikasi ditambah dengan getar pada ponsel yang dirinya letakkan di atas lantai, membuat tubuh Lolita gemetaran.Sejak akun pribadinya ikut disematkan dalam postingan terbaru Adnan, ia tak dapat menghitung banyaknya teror yang masuk ke Instagramnya.Ratusan direct message masuk silih berganti, bersama umpatan-umpatan kasar para fans bar-bar Adnan. Belum lagi mereka yang mendendangkan spekulasi tak masuk akal tentang waktu berlangsungnya pernikahan.Seharusnya ia tak perlu kaget karena sang mami pun sempat berpikir ke arah yang tidak masuk akal. Menuduhnya berbadan dua sehingga harus segera melaksanakan pernikahan. Hanya saja ini berbeda.Maminya— beliau hanya satu orang, sedangkan orang yang berpikir dirinya hamil di luar nikah ada banyak sekali. Jari-jarinya pun mulai lelah membalas komentar yang terus saja berdatangan.Percuma!Menjelaskan sampai ibu jarinya patah, mereka tak akan mempercayai penjelasannya— lebih tepatnya, mereka memang tidak mau p
“May I, Wife?”Keringat dingin mulai bermunculan pada wajah ayu Lolita. Air liurnya begitu sulit tertelan masuk ke dalam kerongkongan.Tatapan mata Adnan yang misterius membuatnya dilanda rasa gugup. Perutnya mulas, tapi hanya sebatas itu. Bukan sesuatu yang mengharuskannya untuk berlari menuju bilik toilet terdekat.“Lol, boleh?”Weh! Boleh apaan sih sebenernya?!— batin Lolita, bertanya-tanya.“Cium bibir kamu,” dan seolah-olah mengerti apa yang menjadi pertanyaan dalam benak sang istri, Adnan pun menyampaikan keinginannya secara gamblang.Kontan saja mata Lolita yang bulat, semakin membulat layaknya bulan purnama. Pemuda yang ia gilia dan menikahinya secara paksa ini, sebenarnya jenis manusia macam apa? Kok sikapnya jauh dari apa yang selama ini dirinya kenali sebagai Ketua BEM Universitasnya.Mungkin kah ini karena dirinya yang tak pandai menilai? atau memang dikarenakan Adnan yang terlalu lihai menutupi jati diri cabulnya?!‘Jawaban ke-2 sih kayaknya yang paling masuk akal. Mata g
“Woy, Bro!”Adnan bersikap siaga saat Argam melemparkan sebuah kotak ke arahnya. Tangannya dengan cepat menangkap kotak tersebut.“Kali aja lo udah nggak nahan!”“Gue nggak bakalan ngelarang, asal jangan sampe jadi aja. Kalau mau bikin ponakan buat gue, at least nunggu Loli lulus kuliah dulu.”“Ah, thanks,” hanya kalimat itu yang dapat Adnan sampaikan atas kepedulian kakak iparnya.Sebelumnya, ia tak memiliki banyak interaksi dengan Argam. Sekali pun mereka berada di dalam organisasi yang sama, pemuda itu cenderung membatasi diri terhadapnya.Ia mengerti. Alasannya pasti terletak pada perbuatan tak baiknya pada adik pemuda itu. Jika keadaan diputar, ia juga tak akan berteman dengan pemuda yang membuat Aulia selalu menjadi bahan tontonan orang lain.“Pintu depan kuncinya cabut aja. Gue balik pagi. Mau nongki bareng anak-anak.”“
“Lol.. Loli..”Lolita menggeliatkan tubuhnya. Gadis itu mengerang dalam tidurnya, merasa terusik dengan suara yang terus saja memanggil namanya.“Lolita..”“Mami, ih! Jangan gangguin Loli. Loli masih ngantuk!” Decaknya sebelum merubah posisi tidurnya.“Bangun dulu sebentar. Udah subuh loh, Lol.”“Heum.. Loli nitip aja shalatnya kayak biasanya, Mi.” Gumam Lolita. Gadis itu semakin mempererat pelukan pada gulingnya.“Pfff!” Dibelakang punggung Lolita, Adnan menawan tawanya agar tidak meledak.Benarkah ini gadis yang setiap dhuhurnya selalu berlomba-lomba, ingin berada di shaf terdepan masjid kampus mereka? Sepertinya itu hanyalah satu dari sekian banyak cara Lolita untuk mendekatinya.Lihatlah, aslinya! Gadis itu sama sekali tidak mau dibangunkan untuk shalat subuh.“Lucu banget dia,” gumam Adnan rendah.Tak ingin mengganggu tidur berkualitas istrinya, Adnan pun memilih menjalankan ibadah sendiri tanpa Lolita.Biasanya, jika dirinya berada di rumah, ia dan para lelaki akan bersama-sama
“Mi, ini apa sih!”Lolita mencengkram erat jeruji yang menjadi bahan utama pagar rumahnya. Gadis itu menahan bobot tubuhnya agar tidak terbawa oleh tarikan sang mami.“Kamu ini yang apa-apaan, Lol! Lepas cepetan tangan kamu! Keburu telat kalian berdua!”“Ya makanya suruh di Adnan berangkat duluan! Ngapain pake nungguin Loli. Loli mau naik motor aja ke kampusnya!”“ASTAGA!” Hela Kirana keras. “Batu banget kamu jadi anak ya! Mami krues mulut kamu lama-lama!”Kenapa harus berangkat terpisah jika bisa bersama-sama— begitulah pemikiran yang bersarang di otak Kirana selaku ibu Lolita.“Kamu kalau kebanyakan cingcong, Mami bakar motor kamu!” Ancam Kirana. “Cepetan pada berangkat! Heran Mami, apa kali yang buat kamu nggak mau berangkat bareng.”“Malu iya?”“Ck.. Ck.. Ck! Kebalik, Lol. Harusnya yang malu si Adnan. Ganteng-ganteng kok punya istri buluk. Buta emang mata mantunya Mami.”Lolita membenturkan keningnya pada jeruji pagar rumahnya. Tidak ada yang lebih parah dibandingkan dihina oleh i
Lolita membentur-benturkan kepalanya pada meja kelas. “Goblok! Goblok!” Racaunya membuat Melisa yang baru saja datang terheran-heran.“Kalau pinter bukan lo sih, Lol. Ada apaan lagi ini, Bestod?” tanya Melisa, ingin tahu kebodohan terbaru macam apa yang diciptakan oleh sahabatnya.“Huwaaa! Melkadot!!” Lolita membuka lebar-lebar tangannya, memeluk tubuh Melisa yang berdiri tepat disampingnya.“Perut gue, Mel! Perut gue nggak bisa diajakin buat pertahanin harga diri, hiks. Dasar cacing bangsat!”Masih segar dalam ingatan Lolita tawa renyah yang Adnan udarakan setelah mendengar demo para cacing diperutnya. Pemuda itu tertawa begitu lepas sembari menepuk-nepuk puncak kepalanya.Permulaan pagi yang sungguh menyebalkan. Meski sudah merasakan malu sampai ke ubun-ubun, para pendemo perutnya tetap tak bisa diajak untuk bekerjasama. Alhasil Lolita mengunyah makanan di mulutnya bersamaan dengan sumpah serapah yang terus saja hatinya lontarkan.“Buahahahaha! Anjing!” Melisa terpingkal. Ka
“MasyaAllah, kamu keren banget, Ay. Lanjutin! Aku dukung kamu buat speak up!”Kehadiran Adnan menyegarkan mood Lolita. Melupakan rusaknya hubungan mereka akhir-akhir ini, gadis itu menarik Adnan agar berdiri dikubunya.“Mumpung ada orangnya nih, gih protres Mbak! Cepetan! Pengen denger gue setebel apa nyali lo di depan Mas Junjungan!”Sebenarnya Lolita ingin muntah. Dulu ia juga pernah setidak-tahu malu itu. Ia bahkan ingin menyerang ibu mertuanya sendiri, mengira jika wanita yang Adnan bawa merupakan saingan terberatnya. Untung saja dirinya cepat disadarkan. Kalau tidak, sampai akhir hayat pasti masih tergabung dalam lembang kebodohan.“Lah, mendadak ceper, Mbak? Apa lagi pasang topeng jadi cewek alim di depan Idola?” Cibir Lolita, membabi buta. Setidaknya hal ini membuktikan jika dirinya memiliki perbedaan dengan fans-fans gila Adnan lainnya. Keorisinilannya tak perlu diragukan.No Fake-Fake Club, Bestie!“Njing..”“Dalem, Sayang..”Lolita terperangah. Wajahnya memerah mendengar bal