Share

PELAYAN KESAYANGAN MAFIA PEWARIS
PELAYAN KESAYANGAN MAFIA PEWARIS
Penulis: Sun flower

PENYERANGAN

Raihana berlari, suara nafasnya semakin pendek, ia mengangkat bagian bawah roknya agar bisa lebih cepat lagi, di saat orang-orang berlari keluar, dia justru masuk semakin jauh ke dalam.

"Nona muda," panggil Raihana setelah mendorong pintu dengan semua sisa tenaganya.

"Mereka sudah masuk ke halaman, bersiap mendobrak pintu rumah. Kita kalah, kita tidak bisa bertahan disini,Nona."

Terlihat gadis cantik dengan raut wajah sedih hanya terdiam, berbalik ke arah bawah jendela yang terbuka, melihat kekacauan di halaman rumahnya.

"Apakah ini akhir dari hidupku?" lirihnya yang selalu lemah lembut.

"Tidak. Tidak Nona.Mereka tidak akan menyakiti para pelayan. Mereka hanya akan menyakiti para keluarga Nona. Mereka memusnahkan keturunan dan keluarga Nona saja."

Raihana menutup jendela, memaksa Nona muda yang bermata sayu itu melihat matanya. "Anda tidak akan mati. Saya tidak akan membiarkan Nona mati di tangan mereka."

Raihana tidak akan pernah membiarkan majikannya itu mati meski nyawanya sendiri yang menjadi taruhannya.

"Apa yang akan kamu lakukan?"

Adeline menatap bingung pada sang pelayan yang lebih muda tiga tahun darinya, pelayan yang sudah seperti adik baginya. Mereka tumbuh bersama, tidak terpisahkan. Raihana selalu menjaganya apa pun kondisinya dan dimanapun ia berada.

"Pergilah, Nona Adeline."

Raihana membuka bajunya dan menelanjangi dirinya, mengumpulkan pakaiannya, lalu menyerahkan pada Adeline.

"Pakai ini, mereka tidak akan menangkap Nona."

Raihana melihat lurus ke arah pintu kamar.

"Para pelayan sudah menyelamatkan diri. Keluarga yang lain sudah berangsur pergi, tapi saya tidak yakin mereka bisa keluar dengan mudah mengingat mobil dan pakaian serta barang yang mereka pakai."

"Ayah ibu semuanya? Bagaimana dengan mereka?" Adeline mulai menangis.

"Apa mereka meninggalkanku?" Raihana menggeleng. "Jangan takut, Nona. Saya masih di sini, Nona pasti akan aman dan selamat."

Raihana mulai membuka kancing baju yang dikenakan Adeline.

"Apa yang kamu lakukan,Hana?" Sang Nona bertanya meski dia tidak melarang Raihana membuka pakaiannya.

"Nona bisa keluar dari rumah ini pergi ke luar kota bersama Tuan Wilson, hiduplah bahagia bersamanya." Raihana mulai memakaikan bajunya untuk sang Nona muda.

Adeline melihat baju yang Raihana kenakan padanya, hidungnya mengernyit.

"Kainnya kasar sekali, kulitku terasa perih."

Raihana menepuk-nepuk rok yang dipakai Adeline,membersihkan debu debu yang menempel di baju usang itu.

"Sebentar saja, Nona. Tahan sebentar, Sampai di Stasiun. Saya sudah mempersiapkan agar Anda bisa hidup tenang setelah ini selama Anda tidak mengatakan pada siapa pun nama Anda yang sebenarnya. Jangan pernah memperkenalkan diri Nona sebagai Adeline Thanus. Jadilah Raihana Lukito.

"Lalu bagaimana denganmu?" Mata Adeline memancarkan kebingungan.

"Saya tetap di sini, Nona. Tuan Xavier bukan orang bodoh. Kita tahu tujuannya menghancurkan perusahaan dan keluarga Nona untuk apa. Jika dia menemukan Nona dan Tuan Wilison, dia akan membunuh kalian berdua."

Raihana mulai melepas kalung berlian yang menghiasi leher Nona Muda itu.

"Harganya sangat mahal, tapi ini tidak bisa Anda bawa. Ini akan membuat identitas Anda ketahuan. Saya akan tetap di sini, memastikan semuanya lancar bagi Anda."

Adeline menggeleng. "Tidak. Kamu tidak boleh tinggal. Bagaimana dengan aku, siapa yang akan melayaniku?"

"Saya sudah menyiapkan semuanya, Nona. Anda ikuti jalan ini. Di sana Tuan Wilson sudah menunggu anda. Ada banyak harta dan simpanan yang sudah disiapkan oleh Tuan Wilson. Anda tidak akan kesusahan sampai kapan pun. Kelak akan ada banyak pelayan lain yang menggantikan saya."

Raihana menyerahkan kertas yang diambil dari balik baju dalamnya.

"Pergilah. Pergilah. Kita tidak punya banyak waktu lagi."

Raihana memeluk Gadis cantik itu, untuk pertama dan terakhir kalinya.

"Jangan tinggalkan jejak apapun. Hiduplah, berbahagialah bersama Tuan Wilson." Air mata Raihana jatuh ke bawah pipinya.

Adeline kebingungan melihat kertas di tangannya, saat itu juga Raihana memasangkan masker berwarna hitam menutupi wajahnya.

"Jangan biarkan ada yang mengenali atau melihat wajah Nona sampai Nona mendengar semuanya telah usai. Jangan pernah mengungkapkan identitas asli Anda pada siapa pun. Anda dan Tuan Wilson harus hidup dan bahagia di tempat lain. Pergilah, pergilah yang jauh."

Raihana menarik lengan sang Nona keluar kamar. Dia meraih bungkusan yang ada di dekat pintu, meletakkan dalam dekapan sang majikannya.

"Bawa ini, ada makanan dan pakaian sampai Anda menemukan tempat baru." Air mata Raihana semakin deras.

"Selamat tinggal, Nona Adeline," bisiknya menutup pintu mengurung dirinya di dalam kamar.

"Raihana, berjanjilah kamu akan mencariku jika semuanya telah usai. Aku akan terus menunggumu. Hanya kamu yang paling bisa kupercaya. Aku mau selamanya dilayani olehmu." Adeline bicara dari balik pintu yang tertutup.

"Nona Muda, cepat pergilah," tekannya menutup telinga mendengar suara tembakan di luar sana.

Raihana tidak bisa berjanji, dia sudah tahu bagaimana akhir hidupnya. Hingga beberapa detik kemudian akhirnya Raihana mendengar suara derap kaki Adeline yang meninggalkannya. Dan dia baru berani bernapas lega. Dari jendela dia melihat majikannya itu berlari kencang menembus taman belakang. Di ujung sana suara benda benda terjatuh semakin mendekat, Raihana mulai mempersiapkan diri dengan apa yang akan terjadi . Para kaki tangan Tuan Xavier sudah masuk ke dalam rumah.

Raihana membersihkan air mata dari wajahnya. Dia mulai memakai pakaian yang ditinggalkan Nona Adeline, memakai make up dan memakai kalung berlian sebagai lambang identitas sang Nona Muda dalam keluarga Thanus yang sebelumnya penuh dengan kedamaian dan suka cita.

Dia membuka jendela, duduk bersimpuh menatap keluar dalam hening. Raihana mempertanyakan keadaan saat ini. Jika Tuan Wilson tidak melamar Nona Muda yang terkenal akan kecantikannya, mungkin hidup mereka sekarang tetap akan berjalan baik seperti biasa.

Namun, rasanya tidak adil jika menyalahkan Tuan Wilson yang malang. Tuan Wilson dengan lugunya mungkin berpikir Keluarga Thanus yang terkenal akan keberhasilan dan kejayaan perusahaannya bisa melindunginya selamanya dari sang kakak tiri Tuan Xavier Logan.

Mungkin juga Tuan Wilson berpikir jika dia menikahi Nona Kedua, maka otomatis dia akan menjadi Pimpinan di perusahaan mengingat Ayah Nona muda tidak punya putra yang akan mewarisi perusahaannya sedangkan putri pertama telah meninggal, semenjak dilahirkan. Tuan Wilson hanya ingin membantu Nona muda, di mana salahnya? Dia tidak melakukan cara yang salah, kan?

Apa pun tujuan awal Tuan Wilson tidak penting selama Tuan Xavier bukanlah orang yang kejam dan pendendam. Harusnya Tuan Xavier melepaskan dan membiarkan adiknya menjadi pemimpin di tempat lain.

Perusahaan ini terlalu kecil, pemasukannya tidak banyak di banding dengan bisnis kakak tirinya, sekali tebas juga habis seperti yang terjadi sekarang, tidak mungkin Tuan Xavier akan melakukan penyerangan dengan begitu kejam ke dalam kediaman Keluarga Thanus.

Tuan Xavier yang bersalah. Seharusnya dia sudah puas dengan mengusir Tuan Wilson. Akan tetapi, hanya karena mendengar sang adik akan menikahi sang Nona kedua lalu menjadi pewaris perusahaannya kebenciannya jadi tidak terbendung.Namun, apakah ayah dan ibu dan keluarga Nona Adeline ikut bersalah?

Andai saja mereka memutuskan pertunangan antara Tuan Wilson dan Nona Adeline, tidak bertahan dengan kekeraskepalaan hanya karena mereka yakin perusahaan mitra mereka akan membantu jika Tuan Xavier bertindak. Mereka lupa betapa ganas dan mengerikan Tuan Xavier yang mendengar namanya saja sudah membuat gentar para perusahaan perusahaan kecil.

Sudah berapa kali Tuan Xavier mengirim utusan meminta agar adiknya Tuan Wilson diusir dari tempat ini, tetapi malah Tuan Thanus mengabaikan dan terkesan menantang.

Raihana tidak mengerti apa yang dipikirkan oleh Ayah sang Nona muda. Kalau sudah begini apa lagi yang bisa mereka lakukan untuk mencegahnya. Percuma saja mereka mencoba lari atau bersembunyi meminta bantuan pada perusahaan sahabat, mereka semua menutup pintu, memutuskan kontak begitu tahu orang orang Tuan Xavier menyerang dengan dipimpin langsung oleh Tuan mereka.

Raihana tahu besok pagi Perusahaan Thanus hanya tinggal nama, Rumah ini hanya akan menjadi puing hitam dan abu belaka. Barang barang akan berserakan, dibakar dan semuanya tidak akan tersisa lagi.

Lima puluh tahun kemudian mungkin tidak akan ada yang mengingat bahwa pernah ada Perusahaan jasa yang bernama Thanus Insurance.

Raihana tidak ingin berdoa untuk keselamatannya. Dia berdoa untuk keselamatan Tuan Thanus dan Nyonya Melisa meski itu terasa mustahil. Dia berdoa untuk keselamatan Nona Muda Adeline dan Tuan Wilson semoga mereka bisa menjalani hidup bahagia di luar sana. Raihana yakin semua yang sudah diatur dan direncanakannya dengan baik bersama Tuan Wilson tidak akan sia-sia.

Kemarin malam saat bertemu dengan Tuan Wilson untuk terakhir kalinya, Raihana terus menolak ajakan Tuan Wilson yang memintanya ikut melarikan diri bersamanya. Raihana menolak karena dia tahu jika Nona Adeline tidak ditemukan, Tuan Xavier pasti akan mengobrak-abrik semuanya sebab dia pasti tahu kedua orang itu melarikan diri, tetapi kalau Raihana tinggal dan menggantikan sang Nona, kemungkinan Tuan Xavier tidak akan terganggu sebab sang adik terlunta-lunta dan sendirian tanpa teman dan tujuan.

Setelah membaca, mendengar, dan melihat semuanya. Raihana menyimpulkan Tuan Xavier tidak pernah berniat membunuh adik tirinya itu, Tuan Xavier ingin terus melihat sang adik menderita. Selagi nama Tuan Wilson Logan tidak terdengar, selagi itu pula Tuan Xavier tidak akan menggila. Suara tembakan semakin terdengar dekat, semakin jelas. suaranya terasa menakutkan apalagi sekarang Raihana mulai mendengar suara jeritan dan bentakan amarah.

Apakah dia akan tetap bersembunyi di kamar ini, lalu mati kehabisan udara, lebih baik daripada ditemukan lalu disiksa dan di bunuh?

Kalau dia tidak ditemukan, meskipun hanya mayat itu akan membahayakan posisi Nona Muda yang pasti akan mati jika ditemukan. Tuan Xavier ingin mempermainkan perasaan adiknya, siapa pun yang berani menyambut dan berteman dengan sang adik tirinya akan dibunuh, apalagi sampai bertunangan dan menikah, hanya tiga hari lagi, pernikahan akan terlaksana dan Tuan Xavier tidak menemukan alasan untuk memberi adiknya kesempatan untuk berbahagia.

Raihana terperanjat, hampir tergolek saat pintu kamar tersebut ditendang dan di robohkan, didobrak dengan kasar hingga hancur berantakan. Beberapa orang pria berpakaian Formal berwarna hitam masuk, mendekatinya. Dan salah satunya maju mendekati dirinya. "Kamu Adeline?"

Dia tidak bertanya, tetapi menegaskan saja saat melihat kalung berlian yang Raihana pakai.

Raihana mengangguk. "Ya, saya adalah Adeline."

Raihana terpekik saat pria itu merenggut lengannya, menyeret Raihana keluar dari kamar tanpa menunggu kaki Raihana memijak lantai. Dia terus diseret ke ruang utama di mana biasanya pelayan perempuan tidak diizinkan bahkan untuk melewatinya, ruangan itu khusus untuk acara yang hanya dihadiri para pria dari kaum keluarga besar Tuan Thanus.

Terlalu banyak darah yang tersapu bajunya, terlalu banyak benda pecah belah yang berhamburan dilantai yang Raihana lewati. Dengan bertelanjang kaki ia tidak memperdulikan lagi kakinya yang terluka menginjak beberapa serpihan kaca.

Dalam posisi masih diseret, Raihana terperangah melihat seluruh anggota keluarga Thanus sudah berlutut di sana, dengan tangan terikat ke belakang menyambung ke leher. Tatapan Raihana fokus pada Tuan Thanus dan Nyonya Melisa yang sudah compang camping dengan luka di sana sini. Tidakkah sedikit saja orang-orang ini punya hormat? rasa belas kasihan?

Mereka terlihat kaget melihat tampilan Raihana, memperhatikan tampilan Raihana, tidak perlu dijelaskan lagi mereka semua tahu apa yang Raihana lakukan. Wajah sedih dan terima kasih terpancar dari wajah Tuan Thanus dan Nyonya Melisa, mereka senang Raihana menggantikan putri mereka untuk mati. Yang lain bingung, tetapi memilih diam, setidaknya ada satu di antara mereka yang selamat.

Raihana dihempaskan ke lantai marmer yang keras, memakai lengan dan sikunya sebagai tumpuan. Dia mengerang kesakitan dalam usahanya melindungi diri.

"Semuanya sudah berkumpul."

Pria yang menyeret Raihana memperhatikan semua orang yang sudah dikumpulkan di ruangan tersebut. Dia memberi kode, Raihana terperangah melihat di seberang sana ada puluhan pria berbadan kekar yang mengarahkan pistol pada mereka.

Apa mereka yang jumlahnya belasan ini akan dihabisi dengan cara di tembaki?

Ada beberapa keluarga dan sepupu Nona Adeline dan wanita wanita muda yang menjerit memohon ampunan?

Sayangnya meski sudah menjatuhkan harga diri, mereka tidak diperlakukan dengan baik, mereka menerima tendangan dan hantaman yang menyakitkan.

Si pria kejam tidak punya belas kasihan sedikitpun.

Nyonya Melisa mencari kesempatan saat itu untuk mendekati Raihana. Meski tangannya terikat, dia tetap menempelkan tubuh mendekatkan bibirnya ke telinga Raihana.

"Apa Adeline ku selamat, di mana dia?" bisiknya di telinga Raihana.

"Dia pergi bersama Tuan Wilson. Aku berharap dia selamat sampai ke tujuan," bisik Raihana tidak mau ada yang mendengar takut ada yang akan langsung membuka rahasianya demi menyelamatkan diri mereka.

Kepala pengawal memberi tanda, pasukan penembak langsung melepaskan tembakan, menancap menghujani mereka yang tidak bisa pergi ke mana-mana.

"Terima kasih. Aku akan membalas kebaikanmu di kehidupan akan datang."

Nyonya Melisa terus menghalangi Raihana dari peluru yang turun seperti hujan. Raihana membelalak saat beberapa peluru menembus bagian belakang tubuh Nyonya Melisa, darah tersembur dari mulut wanita paling berkuasa itu saat satu peluru menancap di punggung belakangnya.

Nyonya Melisa tergolek di atas pangkuan Raihana di saat yang sama ia melihat satu tembakan peluru meluncur menancap di bahunya. Raihana menjerit rebah, dengan tangan yang bebas Raihana memegang bahunya yang dibakar rasa sakit. Gelombang kedua tembakan peluru siap ditembakkan, saat itu suara pintu terbuka terdengar. Pengumuman kedatangan Tuan Xavier, menghentikan semua tangis dan permohonan menyedihkan juga hujan tembakan peluru.

"Tuan besar." Pria kejam tanpa perasaan itu maju segera berlutut.

"Sesuai perintah Anda, saya tidak akan menyisakan satu pun di antara mereka."

Raihana menyentuh Nyonya Melisa, terisak tangis sedih untuk wanita yang tidak pernah menganggapnya selama ini, kini mati untuk melindunginya.

"Bawa putri mereka padaku."

Suara itu menghentikan tangis Raihana yang langsung mengangkat kepala melihat ke asal suara dingin itu.

Xavier Logan, sebelum kematiannya, Raihana akhirnya bisa melihat laki-laki yang terkenal kejam tanpa ampun dan ditakuti ataupun lawan. Tuan Xavier dari wajah dan tampilannya orang tidak akan percaya betapa kejam dan dingin hatinya. Wajah itu biasanya hanya dimiliki oleh para pangeran, seperti yang dikatakan para penyair, dalamnya lautan bisa diukur, tetapi dalamnya hati siapa yang bisa menebak. Rambut sama hitam, tetapi pikiran jelas berbeda. Raihana kembali terpekik saat ditarik diseret secara paksa, melewati tumpukkan tubuh tidak bernyawa serta pecahan pecahan kaca di lantai yang terus menggores kulitnya. Dia dihempaskan ke bawah kaki sang Penguasa yang menunduk menatapnya dengan sorot mata dingin mengerikan.

Raihana bukan prajurit gagah berani, dia ketakutan dan itu wajar. Apalagi jika Tuan Xavier tahu dia hanya pengganti, pasti siksaannya akan sangat menyakitkan, dia berdoa semoga sekuat apa pun siksaan yang akan diterimanya nanti, dia tidak akan pernah mengkhianati Nona Adeline dan Tuan Wilson.

"Jadi, ini calon adik iparku."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status