Share

MENEBAK PIKIRANNYA

Tuan Xavier tidak pernah memilih wanita mana yang akan menemaninya, dia tidak punya tipe kesukaan. Dia tidak punya kekasih kesayangan, kedudukan dan posisi mereka sama tingginya. Dia merasa masih muda dan sehat, masih belum butuh penerus. Dia mengatur agar tidak ada satu pun yang akan hamil di antara puluhan wanita-wanita yang menemaninya itu.

Kalaupun nanti dia mati muda, dia tidak takut perusahaannya yang tidak punya penerus akan hancur sebab baginya Jabatan yang kini didudukinya tidaklah berharga, kalau jabatan ini hancur setelah kematiannya tidak masalah. Sejujurnya dia benci dengan perusahaan dan intrik licik dalam perusahaan ini.

Perusahaan ini membuat ayahandanya manjadi jauh dengan keluarganya. Perusahaan ini membuat ibunya nyaris gila karena difitnah dan dijadikan seperti tahanan rumah. Perusahaan ini membuatnya tidak kenal mana teman mana musuh. Perusahaan ini menjauhkannya dari semua yang dicintainya. Perusahaan ini merenggut masa kecilnya, kebahagiaan bersama Ibunda. Perusahaan ini adalah yang paling dibencinya dalam hidup.Sekarang dia duduk di atas Kursi tertinggi di perusahaan ini, memperhatikan wajah para Kepala Divisi, Pejabat, dan pemimpin Wilayah yang semua terlihat keculasan di raut wajahnya, lidah manis yang selalu menekankan merekalah yang paling mencintai perusahaan, tetapi setiap kali ada masalah tidak ada satu pun di antara mereka yang menawarkan diri untuk ikut turun ke lapangan .

Ya, mungkin mereka berharap ada Pimpinan baru yang bisa lebih lunak menangani masalah yang bisa diatur dan bisa membuat mereka semakin kaya.

Jika harus memberi kekayaan, Tuan Xavier lebih memilih memberikannya pada para para buruh yang berjuang mempertaruhkan nyawanya. Semakin pemurah dirinya, semakin loyal mereka padanya.

Rapat rutin yang tidak berguna ini hanya menghabiskan anggaran, ini berlangsung setiap harinya. Setiap Direktur Divisi atau Pejabat yang datang akan mendapat banyak bonus sebagai tambahan hadiah di luar gaji pokok mereka.

Tuan Xavier duduk di sana, mendengarkan semua laporan dan keluhan mereka satu per satu, ada yang berdebat dan saling menyokong demi kesenangan mereka.Satu-satunya yang Tuan Xavier suka adalah mereka takut padanya hingga tidak berani berbohong dan memanipulasinya. Siapa yang berani melakukannya, kepalanya akan siap oleh tembakannya .

Sebenarnya dia lelah, tetapi dia tidak mau ada yang tahu. Tuan Xavier lebih memilih duduk di sana dengan Bajunya yang masih terdapat bercak darah dibanding menuju ruang pribadi untuk beristirahat sejenak.

Dia hanya perlu diam mendengarkan, lagi pula dia tidak punya kewajiban untuk melaporkan apa yang dilakukannya selama pergi membereskan semua masalah perusahaan, mereka akan mendapatkan laporan dari Asisten kepercayaannya.

Pertemuan itu bubar lebih cepat dari biasanya, mungkin mereka melihat raut kesal dan bosan darinya. Dia beranjak dari kursinya, melewati mereka semua tanpa menatap satu orang pun, tatapannya lurus ke depan dengan dagu terangkat dan wajah dingin.

Tuan Xavier berjalan diiringi beberapa pengawal menuju ruangan pribadi. Asisten pribadinya yang sudah tua bernama Hasim menyambut di depan Pintu besar kamarnya, ditemani beberapa orang pelayan lainnya yang terlihat lebih muda.

Berita kepulangannya tentu sudah sampai ke setiap sudut rumah. Hasim tahu setiap kali pulang dari perjalanan di luar kota, dia paling suka berendam air hangat ditemani anggur dan aroma terapi jika tidak lelah, akan ditambah satu atau dua orang wanita penghibur."Panggil dua orang wanita." Tuan Xavier memerintah Asisten Hasim yang pasti berpikir dia tidak ingin ditemani saat ini melihat pakaiannya yang banyak dengan noda darah, kemungkinan Tuan Xavier lelah setelah membunuh sekian banyak orang.

Hasim langsung memberi kode pada pelayan lainnya, yang sigap bergegas menuju ke arah tempat tinggal para wanita . Dia tinggal menunjuk apa yang dirasanya akan disukai Tuan Xavier, sebab Tuan Xavier sendiri tidak pernah mau jika disuruh memilih.

Pria gagah seperti Tuan Xavier sungguh menarik, pikir si Asisten yang memang lebih suka tubuh berotot dibanding tubuh berlekuk sebelum dia dikebiri.

"Katakan pada Pengawal Wiliam, aku memintanya datang makan malam bersamaku." Tuan Xavier kembali memberi perintah.

Dia terus melangkah menuju ke ruang mandi, dibantu dua orang pelayan yang membantu menanggalkan bajunya yang tidak akan digunakan lagi. Baju yang terkena darah itu tidak akan dicuci, tetapi akan dibakar.

Xavier masuk ke dalam bathup yang terbuat dari batu marmer terbaik, dia duduk bersandar meletakkan kedua lengannya di pinggir, memejamkan mata untuk mengendurkan ketegangan di ototnya.

Kilas bayangan membuat mata Xavier terbuka. Dia memperhatikan sekeliling memastikan di mana dia berada. Xavier menarik napas panjang, kembali bersandar memejamkan matanya. Lagi-lagi kelebat bayangan gadis itu mengganggunya.

Xavier membuka mata, keningnya berkerut mengingat bagaimana gadis muda itu bertahan tidak mau buka mulut, memilih mati daripada mengkhianati adiknya, Wilson.

Setahunya, wanita adalah makhluk yang paling cepat berkhianat, saling menikam demi kesenangan masing-masing, apalagi perempuan yang sudah biasa ada di puncak kekuasaan.

Semenjak penjadi pewaris satu satunya lima tahun yang lalu, dia telah menyingkirkan ratusan orang, menghancurkan perusahaan perusahaan yang bertentangan dengannya, dan memusnahkan apa yang tidak dia suka. Selama lima tahun ini dia tidak pernah merasa kalah.

Gadis muda itu bukan orang pertama yang tidak tunduk di bawah kakinya, tetapi Gadis itu adalah yang pertama menebak jalan pikirannya, seperti membaca isi hatinya. Gadis itu bilang dia mencintai Wilson.

Xavier meninju pinggir bathup.

Mencintai Bajingan licik itu? Kenapa ada yang mencintai bangsat pengecut yang tidak punya perasaan itu? Pasti cinta gadis itu membuat Wilson bangga. Apa bajingan itu bahagia karena dicintai? Apa Wilson akan merasa kehilangan dan menderita jika gadis itu diambil darinya? Apa dengan membunuh gadis itu akan membuat Wilson menderita?

Tidak. Bajingan pengecut itu pasti sudah tahu resikonya. Nyatanya dia lari meninggalkan gadis menyedihkan yang rela mati deminya. Bahkan dengan menggantung mayat gadis itu di depan matanya tidak akan membuat Wilson sedih. Dia justru akan merasa bangga karena ada yang rela mati untuknya.

Xavier menoleh saat dua orang wanita muda cantik masuk, tersenyum berlenggak-lenggok gemulai terlihat lemah lembut. Dia bertanya-tanya adakah di antara mereka yang berani memegang pistol, siap untuk mati?

"Tuan muda, kenapa Anda lama sekali? Saya tidak bisa makan dan tidur karena merindukanmu."

"Tuan muda, izinkan malam ini saya menemani Anda. Biarkan saya melepas rindu, mengobati lelah Anda."

Keduanya berebut menarik perhatiannya, berhias secantik mungkin dan harum. Apakah mereka mencintainya?

Xavier marah pada dirinya yang memaksa gadis itu menjawab pertanyaannya. Sekarang jawaban gadis itu malah membuatnya kesal, menjadi beban di otaknya. Dia tahu tidak ada yang mencintainya. Satu- satunya orang yang mencintainya dengan tulus hanyalah Ibundanya yang telah tiada.

Padahal dia berjuang untuk mereka semua yang ada di rumah ini, membuat mereka bisa bersenang-senang sepanjang hari, makan enak, tidur nyaman, dan memakai pakaian bagus. Lalu apakah pelayan yang dia lindungi mencintainya?

"Tuan muda, kenapa Anda diam saja. Apa Anda lelah, biar saya pijat, ya?"

"Tuan muda, apa Anda ingin minum? Saya akan menuangkannya untuk Anda."

Xavier menatap kedua gadis muda itu, tiba-tiba merasa muak pada sikap mereka yang dibuat-buat. Terlalu mengikuti pendidikan yang mereka terima sebelum masuk ke rumah ini. Tidak bisa menjadi diri sendiri.

"Keluar tinggalkan aku," hardiknya.

"Tuan muda, mohon ampun. Maafkan kami, kami tidak bermaksud membuat Anda marah."

"Tuan muda, tolong redakan kemarahan Anda. Maafkan kami yang gagal menyenangkan Anda."

Xavier meraih pistol yang tidak pernah jauh dari jangkauannya. Dia mengarahkan pada kedua wanita itu yang jatuh bersujud ke lantai.

"Keluar," hardiknya.

Kedua wanita itu dalam posisi merangkak langsung meninggalkannya sendirian.

"Tuan muda, ada apa?" Asisten Hasim terbungkuk-bungkuk masuk.

"Apa mereka membuat Anda marah? Apa ada yang salah?" Hasim membungkuk merasa takut.

"Saya akan meminta yang lain datang."

"Tidak. Berhenti," hardik Xavier. "Jangan panggil siapa pun dari kamar para wanita itu."

Asisten Hasim mundur kembali mendekati majikannya yang terlihat mulai tenang, memberanikan diri berdiri di sebelah bathup, tahu akan ada perintah lanjutan yang harus dilaksanakannya.

"Temui kepala pengawal William, katakan padanya aku memerintahkan agar gadis tahanan itu dibawa ke hadapanku sekarang juga."

Kepala pelayan itu membungkuk dalam. "Baik, Tuan Muda."

Dia segera berundur diri meninggalkan sang Majikan. Di luar dia berpesan pada pelayan pelayan lainnya untuk menjaga agar air mandi Tuan muda tetap hangat karena menjalankan perintah Tuan muda butuh waktu yang tidak sebentar. Tuan muda bisa sakit jika berendam terlalu lama di air dingin.

Kepala Pengawal William bingung mendengar perintah Tuan Muda. Biasanya Tuan Muda tidak pernah mengurus atau bertemu dengan para tawanan, dia selalu menyerahkan sepenuhnya pada dirinya.

Mereka baru sampai sehari di kediaman itu setelah melakukan perjalanan kembali selama lima jam, kali ini mereka tidak membawa tawanan selain Putri dari keluarga Thanus yang kondisinya mulai membaik karena langsung di tangani dan dirawat oleh dokter ahli yang bekerja pada mereka.

William tidak mengatakan pada Tuan muda tentang gadis itu karena selama perjalanan Tuan muda tidak bertanya atau peduli pada wanita keras kepala yang terus mencoba melarikan diri setiap ada kesempatan sekecil apa pun padahal kondisinya masih lemah.

"Baiklah, aku akan membawa gadis itu ke sana sekarang juga."

Sang pengawal segera meninggalkan kepala pelayan yang bersiap untuk kembali ke Rumah utama begitu mendapatkan jawaban dari kepala pengawal kepercayaan sang Tuan muda.

Terus terang keinginan Tuan muda bertemu gadis yang bernama Adeline Thanus cukup aneh. Apa Tuan muda ingin mendapatkan pengakuan langsung dari bibir gadis itu?

Biasanya Tuan muda tidak mau repot-repot ikut menginterogasi, dia hanya menginginkan laporannya saja. Lagi pula aneh rasanya jika Tuan muda begitu mencari keberadaan sang adik. Biasanya Tuan muda memberi waktu dulu untuk sang adik tiri merasa aman dan santai sebelum kembali memulai perburuan. Tuan muda hanya ingin bersenang-senang mempermainkan sang adik yang menjadi anak kesayangan ayahnya dulu.

William sebenarnya juga tidak paham kenapa Tuan Thanus membiarkan dirinya meninggal dan putrinya di biarkan tetap hidup, sebenarnya dia tidak benar-benar penting bagi Wilson. Buktinya pria itu lari begitu saja meninggalkan sang calon istri demi menyelamatkan dirinya sendiri.

"Siapkan gadis itu, aku akan membawanya bertemu Tuan muda."

William memberi instruksi pada pelayan wanita yang bertugas menjaga gadis itu yang statusnya belum jelas akan dibagaimanakan. Si pelayan masuk menuruni ruang bawah tanah di mana gadis itu dikurung sekaligus merawat lukanya. Cukup memerlukan waktu yang lama hingga akhirnya si pelayan terlihat setengah mendorong gadis yang masih pucat keluar dari ruang tersebut.

Raihana menyipitkan mata, dia baru beberapa jam dikurung di ruang bawah tanah, tetapi sekarang cahaya matahari langsung membuat matanya sakit. Dia melihat pada pria kejam yang menyeretnya keluar dari ruangan itu, tahu orang-orang memanggil pria itu Pengawal William.

"Nona Muda, mari ikut saya."

William memberi instruksi pada Raihana, mempersilakan wanita yang memakai baju tahanan itu berjalan di sebelahnya. Si pelayan mendorong Raihana, memastikan Raihana mengikuti perintah sang pengawal.

Raihana memperhatikan sekeliling, mencari tahu apakah ada jalan untuknya melarikan diri. Melihat sekilas seperti ini, dia tidak akan menemukan jawabannya. Masih terlalu awal, dia tidak tahu jalan dan wilayah sini. Seumur hidup Raihana belum pernah keluar dari wilayah tempat kelahirannya di Samara, inilah pertama kalinya.

"Tidak ada gunanya Tuan Xavier ingin bertemu denganku. Aku sungguh tidak tahu ke mana Wilson bersembunyi."Dia bicara pada pengawal yang tatapan lurus ke depan, siap menyerang kapan saja.

"Cepat atau lambat, kami pasti tahu keberadaan Tuan Wilson." Pengawal William menjawab datar.

"Sekarang hidup Anda bergantung pada kemurahan hati Tuan Muda Xavier. Jadi, jaga sikap dan tutur kata Anda."

"Aku memang ingin mati, kalian saja yang terus menahanku," ketus Raihana yang menerima dorongan kasar dari pelayan wanita yang mengikutinya, jelas pelayan itu tidak suka dengan sikapnya.

Tidak peduli Raihana tetap melanjutkan omongannya, "Disiksa bagaimanapun, aku tidak akan buka mulut."

Pengawal William tidak merespons, dia mengarahkan Raihana naik ke dalam mobil hitam yang lebih mirip mobil tahanan yang di desain dengan jeruji besi di dalamnya dan kaca jendela yang gelap sehingga tidak bisa melihat keluar. Begitu Raihana naik dan duduk di dalamnya, pintu mobil langsung ditutup dengan keras.

" Orang-orang ini pasti tidak mau dia hafal jalan lalu melarikan diri."

Perjalanan ternyata lumayan lama. Ketika mobil berhenti pintu mobil hitam itu tidak langsung dibuka. Seseorang pelayan wanita menutup mata Raihana dengan kain hitam dan membawanya berjalan menuju satu tempat.

Tuan Muda Xavier menatap tajam pada kepala pelayan Hasim yang sedang menuangkan air panas untuk menjaga air tetap hangat. Tuan Muda mulai bosan menunggu, emosinya hampir meledak.

"Berapa lama lagi William akan datang?" desisnya mencengkeram kerah baju sang pelayan..

Saat itu salah satu seorang pelayan muda masuk memberi kabar yang membuat pelayan tua itu merasa lega.

"Kepala pengawal William datang membawa Nona Muda. Dia meminta izin pada Tuan Muda untuk membawa sang Nona Muda masuk."

Tuan Xavier melepaskan sang pelayan yang hampir pingsan saking takutnya.

"Bawa dia masuk," geram Xavier kembali bersandar seketika merasa santai.

Empat orang masing-masing memegang tubuh sang Nona Muda dengan mata yang ditutupi kain hitam, di belakangnya sang kepala pengawal dengan segera menyingkirkan kain hitam begitu sampai di depan Tuan Muda agar bisa melihatnya dengan jelas.

Tuan Muda menatap sosok Nona Muda yang duduk bersimpuh di lantai, tidak langsung menyadari sosok Tuan Muda karena dia malah menoleh ke semua arah melihat di mana dia, hingga akhirnya dia terpaku pada Tuan Muda yang duduk dalam bak mandinya.

Rambut sang Tuan Muda terurai basah, wajah Tuan Muda Xavier sedikit memerah mungkin karena air yang mengepulkan uap atau mungkin karena Tuan Muda mabuk, dilihat dari gelas anggur yang ada di tangannya.

Meski menjadi pelayan pribadi Nona Adeline, terkadang dia melayani Tuan Wilson juga, tidak terkecuali saat Tuan Wilson berendam dan butuh bantuannya. Tubuh telanjang pria dewasa tidak mengagetkannya yang terlahir sebagai pelayan dan nyaris dijual ke rumah bordil.

"Buka," titah Tuan Muda tidak melepaskan pandangan dari Raihana.

Wanita itu kini tanpa riasan dan perhiasan, baju tahanan yang dipakainya membuatnya seperti rakyat jelata. Rambut hitamnya sangat panjang terurai lantai.

Begitu tali yang mengikat tangannya dibuka, Raihana didorong maju oleh sang pengawal.

Apa ini hobi pria itu? pikir Raihana. Alis Tuan Muda menyatu melihat sikap gadis itu yang begitu tenang tidak panik melihat ada pria berendam tanpa pakaian di depannya. Sebagai seorang gadis yang terlahir dari golongan terpelajar yang belum menikah, harusnya wanita ini punya rasa malu, menjerit menutup wajah atau reaksi apa pun yang menunjukkan bahwa dia punya harga diri dan martabat yang tinggi.

Satu pikiran muncul di benak Xavier. Gadis itu pasti sudah menjadi milik adiknya Wilson. Meski pernikahan belum dilaksanakan, tetapi Wilson dan gadis itu pasti sudah menjadi suami istri.

Apa karena itu gadis itu begitu setia pada adiknya Hanya karena tubuhnya diserahkan pada pria itu, maka dia menjadi mencintai sang adik dan rela mati untuknya? Lalu bagaimana dengan gadis simpanannya dan para pelayan, apakah mereka juga akan rela mati untuknya?

Xavier akan melakukan segala cara demi menjadi yang terbaik. Dia akan berbuat apa saja untuk membuktikan dirinya tidak akan kalah dari saudara- saudaranya yang pecundang. Dia akan membuat Nona Muda ini patuh padanya dan melupakan Wilson. Pengabdian Nona Muda ini kemudian akan ditujukan padanya. Bahkan cinta sang gadis untuk Wilson harus beralih padanya.Tidak ada satu pun yang tersisa untuk sang adik tercinta. Tidak ada apa pun yang bisa membuat sang adik bangga.

Dia Tuan Muda Xavier akan menuntut balasan untuk setiap air mata yang dikeluarkan oleh sang Ibunda tercinta yang telah tiada diakibatkan oleh adik tirinya,Wilson. Dia bersumpah akan menjadikan sang adik gila sebelum menjemput ajalnya sama seperti yang terjadi pada Ibundanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status