"Kamu manusia yang sangat kejam." Raihana menunjukkan ekspresi jijik.
Tuan Xavier berjalan mendekat, sebelum Raihana menghindar dia mencengkeram bahu Raihana yang terluka, menahan tubuh sang nona muda yang ringkih. "Kamu adalah piala kemenanganku jika kamu mati, aku tidak akan sempat menunjukkan pada Wilson keberhasilanku ini. Sampai aku menemukan Wilson atau sampai kamu memberitahuku di mana bajingan itu bersembunyi, kamu tidak boleh mati." Jemari Tuan Xavier menekan kuat. Raihana meringis sambil membungkuk untuk menahan sakit di bahunya. Kini dia punya tanggungjawab tambahan, bukan hanya memastikan Nona Adeline dan Tuan Wilson tetap hidup, tetapi kini dia juga harus menjaga agar Rona atau siapa pun tidak akan mati olehnya. Tuan Xavier terlalu kejam, menekan Raihana dengan nyawa orang yang tidak bersalah. "Kalau aku tetap memilih mati, tidak ada gunanya kamu menghukum orang lain." "Itulah tugas para pelayan itu dan para penjaga. Jika mereka tidak bisa mengawasi dan menjagamu, mereka semua akan dihukum mati." "Penjaga?" Raihana makin tercengang mendengar hukum di rumah ini yang sesuka Xavier. "Ya, para penjaga di luar sana." Tuan Xavier mengangguk. "Jika kamu baik, kamu tidak akan membiarkan mereka semua mati. jika kamu sama kejamnya denganku, kamu pasti tidak peduli dengan hidup mati mereka." "Hadiah kemenangan?" Raihana mengulang. "Begitu Tuan Wilson melarikan diri, aku dan dia tidak punya ikatan lagi. Jika aku mati sekalipun tidak ada yang hilang dari hidupnya." Raihana menghapus air matanya yang jatuh di pipi. "Aku sudah cukup dihukum karena membelanya. Apa lagi yang kamu inginkan dariku?" Tuan Xavier mencengkeram dagu Raihana, menekan jempolnya ke gigi bawah Raihana yang rapi. Raihana langsung menggigit jari Tuan Xavier sekuat tenaganya. Tuan Xavier hanya mengernyit, tidak berusaha menarik jarinya yang mulai luka. Dia membiarkan memahami dengan kondisi tubuh Raihana yang lemah, wanita itu tidak akan bisa melukainya dengan serius. Akhirnya Raihana mengalah, membuka bibirnya yang belepotan darah dari luka di jari Tuan Xavier. Raihana menarik napas panjang saat Tuan Xavier menarik jarinya. Raihana terpaku ketika Tuan Xavier mengusap darahnya ke leher dan wajah Raihana. "Semua luka yang aku dapatkan karena perbuatan Wilson, tidak akan cukup dibayar dengan nyawa orang-orangnya. Aku ingin dia merasakan juga sakitku lukaku, berkali-kali lipat." Tuan Xavier mencengkeram rahang Raihana, mewarnai bibir Raihana dengan darahnya. "Apa pun yang menjadi miliknya akan kurampas dan kuhancurkan." Raihana menggeleng. "Saya bukan milik Tuan Wilson." "Sudah terlambat untuk mengatakannya." Tuan Xavier menekan bibir Raihana, ingin menyakiti perempuan itu dengan caranya. "Di mana keberanianmu saat bilang cinta dan sampai mati pun tidak akan mengkhianati Wilson?" Cengkeraman Tuan Xavier semakin kuat. "Di mana cinta yang kamu puja itu?" Amarah Tuan Xavier memuncak. "Dasar perempuan, kalian semua sama saja." Raihana menelan ludah. Sudah terlambat, tidak ada gunanya lagi dia mengakui semuanya. Tuan Muda Xavier akan semakin marah, membabi buta menghabisi orang-orang yang ingin Raihana selamatkan. Raihana bahkan tidak bisa menjamin orang-orang yang tidak bersalah akan selamat dari amukan Tuan Muda Xavier. Niat awal Raihana hanya ingin menolong satu nyawa, tetapi kini ada banyak nyawa yang ikut bergantung padanya. Entah bagaimana nasib mereka jika Tuan Xavier tahu semua tipu dayanya. "Aku akan mengambil semuanya darimu hingga tidak ada yang tersisa lagi untuk diberikan pada Wilson." Sedikit tekanan lagi Tuan Xavier akan mematahkan rahang Raihana. "Menghancurkan saya, membunuh Tuan Wilson tidak akan membuat Anda puas. Yang harus Anda hancurkan adalah dendam dan kemarahan yang ada di hati Anda, Tuan Muda." Raihana memejamkan mata menahan sakit. Kaisar menekan Raihana, membuatnya terbaring di atas ranjang. Tuan Xavier naik, mengurung Raihana dengan lututnya. "Kamu milikku, Adeline. Kamu milikku." Tuan Xavier menarik ikatan baju tidur yang hanya terdiri dari satu lapis kain, merenggutnya terbuka. "Jika kamu bisa menyenangkanku, mungkin aku tidak akan membuangmu begitu saja. Aku akan memberimu cukup uang dan harta benda yang bisa kamu pakai untuk menyambung hidup di luar sana, tapi sekarang selagi aku memakaimu, kamu akan mendapatkan semua yang kamu inginkan di rumah ini." Tuan Xavier membungkuk, perlahan menelanjangi Raihana. Raihana tahu bagaimana sang Pencipta terkadang sangat kejam mengatur jalan hidup manusia. Jika dulu dia tidak dibeli Nona Adeline, mungkin sekarang dia adalah wanita penghibur yang sudah sangat berpengalaman. Syukurlah, saat itu Nona Adeline memaksa membawanya pulang ke rumahnya. Sejauh apa pun atau selama apa pun dia melarikan dirinya dari takdir yang sesungguhnya, pada akhirnya takdir itu sendiri yang mendatanginya. Dia bukan wanita penghibur di rumah bordil, sekarang dia wanita pemuas nasfu di dalam rumah Tuan Xavier. Tuan Xavier mencumbu sekujur tubuh Raihana yang berkeringat, bagian favoritnya adalah dada sang putri yang indah dan padat. Dia suka aroma Raihana yang seperti embun di pagi hari, menyejukkan. Dia suka sentakan halus yang Raihana tahan, setiap kali dia menyentuh bagian terpeka Raihana. Tuan Xavier mulai menelanjangi dirinya. "Kamu akan menjadi wanita favoritku, untuk pertama kalinya aku tidak bosan dan ingin melakukannya terus denganmu, tidak berpikir untuk menggantimu dengan wanitaku yang lain." Tuan Xavier tidak pernah bicara manis saat dia menyetubuhi perempuan sebelum ini. Dia bahkan tidak bicara, tidak merasa perlu. "Saya bukan wanita Anda." Tuan Xavier yang sedang mencumbu leher Raihana mengangkat wajahnya, memperhatikan wanita itu yang menatap lurus ke atas, sudut matanya tidak berhenti mengalirkan air mata. Tuan Xavier meletakkan tapak tangannya di kepala Raihana, memaksa perempuan itu menatap matanya. "Tidak kamu tidak akan pernah menjadi wanitaku. Perempuan yang rela mati untuk musuhku, aku menganggapnya musuhku. Aku mencari kesenangan bersama wanita-wanitaku, tapi denganmu ini adalah hukuman, penghinaan untukmu. Lihat apa yang bisa kamu banggakan saat aku mempertemukanmu dengan Wilson." Mata Raihana menatap Tuan Muda Xavier yang begitu dekat dengannya. "Kita belum pernah bertemu sebelum ini. Saya tidak pernah menyakiti Anda. Anda tidak punya alasan untuk membenci saya. Siapa yang Anda benci? Tuan Wilson atau diri Anda sendiri?" Tuan Xavier meremas kewanitaan Raihana, badan Raijama langsung kaku, menggigit bibir untuk menahan suara kesakitan agar tidak terlepas. "Tapi kamu pasti membenciku. Aku membunuh seluruh keluargamu. Aku memusnahkan rumahmu, aku melenyapkan perusahaan milik keluargamu." Tuan Xavier membuka paha Raihana, perlahan menyatukan dirinya dengan Raihana yang meremas seprai, menggigit bibir sampai Tuan Xavier takut Raihana akan membuat bibirnya yang indah itu koyak. "Kalau itu semua masih belum cukup. Aku sekarang sedang memberimu alasan lain untuk membenciku." Tuan Xavier mulai bergerak, mengayunkan pinggulnya. Raihana merintih terisak, sesekali mendorong Tuan Xavier agar berhenti sejenak memberinya waktu untuk bernapas. "Jika kamu melawan, rasanya akan semakin sakit. Diam dan rasakan," geram Tuan Xavier yang sudah pasti tidak menghiraukan permohonan Raihana. Raihana bukannya mematuhi Tuan Xavier, dia hanya sedang mencari cara untuk mengurangi rasa sakit yang menyiksa. Memang rasanya tidak sesakit yang pertama, tetapi tetap saja sakit. Dengan mengikuti saran Tuan Xavier, Raihana mulai merasakan ada rasa lain yang mengiring rasa sakit. Sesuatu yang tidak Raihana pahami, membuatnya gamang dan gelisah. Semakin kuat dan cepat gerakan Tuan Xavier semakin dominan rasa itu. Raihana mencari pegangan saat sesuatu di dalamnya terasa meledak, ada terlalu banyak warna cahaya di balik kelopak mata Raihana yang tertutup. Melihat respons Raihana, nafsu Tuan Xavier semakin membesar. Gairahnya tidak terbendung, gerakan Tuan Xavier semakin tak terkendali, tidak beraturan, mati-matian mengejar Raihana yang hampir mencapai puncak. Raihana menjerit puas, Tuan Xavier melenguh menembakkan maninya yang panas dan kental. Raihana menggeliat, kalang kabut menyambut rasa aneh yang menjalar di luar dan dalam dirinya. Tuan Xavier kaku mencengkeram paha Raihana, menuntaskan pelepasannya. Tuan Xavier terengah, tetapi dengan cepat mengendalikan napasnya. Sedangkan Raihana masih kesulitan bernapas normal, bibirnya terbuka, menelan ludah berulang kali membasahi tenggorokannya yang kering. "Adeline." Tuan Xavier yang masih menyatu dengan Raihana menyapukan jemarinya di atas perut Raihana yang kembang kempis merasakan sentuhannya. Tuan Xavier menunduk dan melumat bibir Raihana yang bulat, lidahnya menundukkan perlawan lidah Raihana, dia menekan, mendorong, dan menggelitik langit-langit Raihana. Di bawah sana Tuan Xavier kembali bergerak. Raihana kelabakan mencari pegangan, kukunya yang tidak terlalu panjang menancap ke punggung Tuan Xavier yang dipeluknya sebagai pegangan saat gelombang kenikmatan kedua menyapunya. Raihana menangis terisak kuat tidak mengerti apa yang terjadi pada tubuhnya yang di luar kendalinya. Tuan Xavier tidak membiarkannya berpikir, laki-laki itu bergerak makin cepat dan kuat menyapu Raihana ikut terbang melayang bersamanya. Tuan Xavier menuntaskan pelepasannya, mencabut kejantanannya keluar dari kewanitaan Raihana yang sempit dan panas. Tuan Xavier mengerang pelan merasakan cengkeraman oleh kewanitaan Raihana yang tidak mau dipisahkan dari kejantanannya. Kalau saja dia tidak ingat kondisi kesehatan dan tubuh Raihana, Tuan Xavier rasa dia tidak akan berhenti meski tambah sepuluh kali putaran lagi. Raihana meringkuk seperti bayi, memeluk lututnya ketika akhirnya sensasi yang membuatnya gila itu berkurang dan menghilang. "Kamu mulai menikmatinya." Tuan Xavier mengurai pelukan Raihana pada lututnya, laki- laki yang jauh lebih besar dan tinggi darinya itu memeluk Raihana erat, menekan wajah Raihana ke dadanya, mendengar detak jantung yang sama cepat dan kerasnya dengan jantung Raihana. "Lepaskan," parau Raihana. Tuan Xavier tertawa, getaran tubuhnya menjalar ke tubuh Raihana membuat Raihana meremang. "Kamu masih jual mahal setelah aku memberimu kepuasan. Padahal dari banyak perempuan yang kunikmati, tubuhmulah yang paling peka." yang mencari kepuasan bukan saya. Berhenti menekankan bahwa saya harus senang dan berterima kasih pada apa yang sudah Anda lakukan." Raihana kehabisan tenaga, tubuhnya dibanjiri keringat, demamnya tiba-tiba hilang begitu saja. "Aku tidak keberatan jika kamu merayuku. Aku tidak akan menolak jika kamu mengajakku melakukan ini, kapan saja di mana saja." Tuan Xavier tidak ingin merusak momen ini dengan cara bertengkar dengan Raihana yang keras kepala dan terlalu memakai otak, sangat bertolak belakang dengan wanita pada umumnya yang lebih memakai hati dan tubuh mereka untuk menjalankan hidup. "Kalau rayuan dan ajakan saya bisa membuat Anda melepaskan saya ataupun Tuan Wilson, mungkin saya akan melakukannya." Raihana langsung mematahkan rasa percaya diri Tuan Xavier yang kelewat tinggi. Tuan Xavier mencengkeram rambut Raihana dan menariknya hingga dagu Raihana terangkat, lidah sang Tuan Muda menjilat keringat yang mengalir di bawah rahang Raihana. "Kamu bisa meninggalkan rumah ini dalam dua situasi. Yang pertama saat aku merasa tidak membutuhkanmu lagi. Yang kedua jika kamu mati dan membawa serta para pelayan dan penjaga bersamamu." Tuan Xavier meninggalkan beberapa bekas cumbuannya di leher Raihana. "Aku pria sangat pembosan, bisa saja besok aku tidak tertarik lagi padamu. Jadi, tunggu dan lihat saja apa yang terjadi padamu nanti. Jangan mengambil keputusan sendiri atas hidupmu. Semenjak kita bertemu, hidup dan matimu ada di bawah kendaliku. Kamu tidak akan mati jika tidak kuizinkan." "Anda takut saya mati padahal dengan kematian saya Anda tidak akan punya masalah, setidaknya satu masalah lenyap dari hidup Anda." "Hidup justru lebih menyenangkan saat ada tantangan. Aku lebih suka kekerasan menghadapi para musuh daripada duduk di kursiku mendengarkan laporan para asisten dan pejabat." Raihana sangat lelah, kantuknya tak tertahankan. Dia memilih memejamkan mata daripada melanjutkan perdebatan yang tidak akan pernah dimenangkan olehnya. Rona dengan wajah bersemu merah dan mata berbinar binar masuk ke dalam ruangan mencari Raihana yang sehari-hari menghabiskan waktunya membaca buku- buku yang ada di ruangan ini. "Ada apa?" Raihana tersenyum lembut pada gadis muda yang sudah dianggap seperti adiknya sendiri. Sosok Rona yang luar biasa cantik mengingatkannya pada sosok Nona Adeline. Tuan Muda Xavier baru saja kembali dari perjalanan luar kota, bertemu para asisten dan pejabat." Rona manyun. "Padahal saya sangat yakin Tuan Muda Xavier tidak sabar untuk kembali ke sini menemui anda nona." Raihana tersenyum. "Dia seorang Pemimpin, apa pun Perusahaan dan bawahannya adalah yang nomor satu." "Apa Anda tidak merindukan Tuan Muda,Nona?" Rona menyidik terlalu dalam ke mata Raihana. "Sudah tiga hari tidak melihat dan mendengar suaranya." Apakah Raihana merindukan Tuan Muda Xavier yang telah pergi keluar kota selama tiga hari, membawa beberapa wanita bersamanya? Raihana menghitung setiap hari yang dilaluinya semenjak masuk kedalam rumah ini. Sudah hampir tiga bulan dia terkurung di rumah ini berperan sebagai Nona Muda, Adeline Thanus. Raihana ingat setiap harinya dari perannya itu. Sepuluh hari pertama Tuan Muda bahkan tidak mengizinkannya keluar dari kamar sampai kondisinya benar-benar pulih seperti sedia kala. Dalam tiga puluh hari Tuan Xavier tidak mengizinkannya keluar dari kediaman utama. Setelah enam puluh hari Raihana bisa berjalan di sekitaran rumah ini dan tentu saja dengan ditemani Rona yang terus mendesak agar Raihana mengadukan pada Kaisar bagaimana sikap para wanita wanita simpanan Tuan Xavier yang terang-terangan memusuhinya. Sekarang sudah lebih seratus hari, tidak ada kemajuan apa pun, Raihana tetap tidak diizinkan keluar dari rumah ini tanpa sosok pelayan atau penjaga yang menjaganya. Jika dia pernah keluar mengelilingi rumah, saat itu Tuan Xavier ada di sebelahnya. Apakah Raihana merindukan laki-laki yang menjadikannya tahanan? Apa Raihana merindukan sang Tuan Muda yang setiap malam tidur memeluknya setelah berhubungan badan hingga kehabisan tenaga? Apa Raihana merindukan pria yang tidak pernah lagi memperlakukannya dengan kasar? Apa Raihana merindukan Tuan Xavier yang terus memanjakannya, memberinya baju mahal dan perhiasan yang berharga? Apa Raihana merindukan pria yang mulai sering tertawa dan bermain-main dengannya? Apa Raihana merindukan tatapan Tuan Xavier yang dalam dan membuatnya gelisah? Apa Raihana merindukan sikap Tuan Xavier yang jahat yang membuat hidupnya kacau balau tak tentu kejelasannya ini? Apa Raihana merindukan sang Tuan Muda yang memiliki puluhan atau mungkin ratusan wanita penghibur itu pergi keluar kota meninggalkan Raihana, tetapi membawa beberapa orang beberapa wanita sementara dia pergi hanya selama tiga hari? "Nona Muda Adeline." Rona menyentuh punggung tangan Raihana. "Ada apa? Kenapa Anda melamun, dahi Anda berkerut dalam? Anda jadi terlihat menakutkan." Raihana mengembuskan napas panjang. "Sebaiknya kamu temui Asisten Hasim pastikan dia menyiapkan air mandi, anggur, dan buah kesukaan Tuan Muda, setelah itu pastikan dia menyiapkan makanan terbaik untuk Tuan Muda Xavier." Dalam seratus hari Raihana mulai berbakti pada Tuan Xavier. Mungkin karena nalurinya yang seorang pelayan. Jika dia benar Nona Muda, Raihana pasti lebih punya harga diri yang tinggi. Rona mengangguk, tetapi dia masih berdiri di tempatnya. Rona bangkit, merapikan pakaiannya. "Ada apa lagi?" tanyanya menyentuh dagu Rona yang runcing. "Anda belum menjawab pertanyaan saya. Apakah Anda merindukan Tuan Muda, Nona?" Raihana tersenyum, menyembunyikan luka hatinya setiap kali dipanggil Nona. Itulah sebabnya dia tidak ingin terlibat hubungan hati dengan Tuan Xavier. Statusnya di rumah ini adalah tawanan. Hubungannya dengan Tuan Xavier dimulai dengan cara yang tidak baik. Gila rasanya jika sampai dia memendam rasa pada Tuan Xavier. Namun, entah kenapa semakin hari semakin sulit baginya untuk menolak pesona Tuan Muda Xavier.Bohong saat suatu malam Tuan Xavier bilang tidak ada yang mencintainya karena Raihana melihat bagaimana para wanita wanita itu menatap Tuan Xavier, beberapa dari mereka mencintai Tuan Xavier sampai rela mati. Mereka cemburu dan marah pada Raihana yang membuat kehadiran mereka menjadi tidak berguna lagi, jasa mereka seperti tidak dibutuhkan oleh Tuan Xavier yang terus berkurung diri memadu kasih dengan si tawanan yang sebenarnya adalah pelayan dari calon istri Tuan Wilson. Angin segar datang bagi para wanita penghibur saat Tuan Xavier tiba dan jelas sebagai tawanan Tuan Xavier tidak mungkin membawa Raihana keluar dari rumah, masih takut Raihana akan mencari jalan melarikan diri. Tuan Xavier tidak pernah benar-benar percaya pada Raihana. Padahal setelah tiga puluh hari pertama tidak lagi terlintas di benak Raihana untuk melarikan diri atau menyakiti dirinya. Raihana terima kenyataan kalau dia harus melayani Tuan Muda Xavier agar pria itu tidak lagi mencari tahu keberadaan Tuan Wil
"Tuan Muda, cukup jangan minum lagi." Raihana memperhatikan Tuan Xavier yang terus menuang anggur dari botol ke mulutnya, meluber keluar dari sudut bibir pria itu, mengalir dari dagu hingga ke dada tercampur dengan air mandi. Tuan Xavier berhenti saat isi botol ketiga habis dia memberikan botol kosong itu pada Raihana, segera menarik Raihana begitu Raihana selesai meletakkan botol. "Kenapa kamu hanya meletakkan tiga botol? Apa kamu tidak tahu selama perjalananku di luar kota aku tidak pernah minum sekali pun, aku ingin minum sepuas-puasnya ditemani olehmu." Tuan Xavier mengelus wajah Raihana dengan jari jarinya. "Aku takut jika aku mabuk aku akan melepaskan hasratku pada wanita lain yang aku anggap sebagai dirimu. Ini semua karena dirimu. Lalu sekarang kamu melarangku untuk minum lagi. Apa kamu tidak tahu aku menderita karenamu?" Raihana meraih jemari Tuan Xavier, menekan ke pipinya. Tuan Xavier menarik lepas, memilih meremas dada yang bulat milik Raihana. "Kamu belum menjaw
Tuan Xavier mengusap tulang punggung Raihana yang masih bergetar, basah oleh keringat. Meskipun masih menginginkan Adeline, Tuan Xavier mulai belajar mengendalikan hasrat, sadar bahwa fisik Raihana kini berbeda dari sebelumnya. Padahal beberapa hari ini dia dihantui kegelisahan, mimpi yang membuatnya takut untuk tidur. Jika saja dia bisa bercinta sampai kehabisan tenaga lalu tertidur tanpa takut didatangi mimpi mengerikan itu. Namun, Dokter Jimmy sudah memberi peringatan di awal kehamilan Raihana. Dia bahkan sempat melarang Tuan Xavier menyentuh Raihana, mengusulkan agar Tuan Xavier memindahkan Raihana keluar dari kamar pribadinya agar waktu istirahatnya lebih maksimal. Disarankan juga agar Tuan Xavier memilih para wanita simpanannya untuk menyalurkan gairahnya saat dia membutuhkan perempuan. Bagaimana dia bisa menyentuh wanita lain kalau yang membuatnya bergairah dan tempat yang diinginkan untuk menyalurkan hasrat adalah Raihana itu sendiri. Akhirnya setelah ujung pistol Tuan Xav
Upacara memperingati kematian wanita yang telah melahirkan sang Tuan Muda diadakan secara besar-besaran. Ratusan karangan bunga berdatangan. Doa dan dan ucapan duka di berikan diberikan. Para pelayan dan semua orang yang bekerja dengannya bisa makan dan minum sepuasnya , mendapatkan bingkisan dan hadiah yang tentu saja dibalas dengan doa dari mereka untuk ketenangan arwah mendiang Ibunda Tuan Muda. Di atas tembok kediamannya yang diberi kain putih sebagai tanda berkabung, untuk pertama kalinya Tuan Xavier membawa Raihana, ditunjukkan pada pegawainya yang bersorak gembira menyambutnya, bagi mereka adalah calon istri masa depan karena mengandung anak sulung dari Tuan Muda Xavier. Raihana dikelilingi para pelayannya, duduk di tempat terbaik, di sebelah Tuan Xavier. Menonton berbagai atraksi, mulai dari seni tarian dan nyanyian sedih. Para wanita wanita lainnya berada di belakangnya, berbisik satu sama lain menggunjingkan sikap Raihana yang menurut mereka terlalu berlebihan, saat Raiha
"Karena saya takut mengecewakan Anda." Raihana langsung menjawab, tidak ingin membuang waktu, dia tidak bisa membiarkan Tuan Xavier tetap pada rencananya. "Penolakanmu membuatku lebih kecewa." Tuan Xavier mendengus. Raihana bangkit, membiarkan kompres di tangannya jatuh ke lantai. Dia berjinjit melingkar lengan ke leher Tuan Xavier, bergantung di sana. Mencium Tuan Xavier dengan lapar. Raihana jarang bersikap agresif, dia selalu hati-hati dan terkendali. Ini pertama kalinya dia duluan mencium Tuan Xavier. Tentu saja Tuan Xavier langsung menyambutnya mengambil alih ciuman, menaklukan Raihana seketika. "Saya mencintai Anda, Tuan Muda. Sangat mencintai Anda." Raihana terengah menyatakan cintanya pada sang Tuan Muda begitu bibirnya dilepaskan. "Tunggu dulu dengarkan saya dulu, Tuan Muda." Raihana menahan tangan Tuan Xavier yang akan menarik selimut yang masih melilit badannya, dia tahu apa yang Tuan Xavier inginkan. "Lagi-lagi kamu menolakku. Kamu semakin berani, apa karena k
Raihana didorong seperti dilempar ke tengah-tengah ruang kerja Tuan Xavier. Dia mencari pegangan supaya perutnya tidak membentur lantai atau pinggir meja. Raihana berbalik, segera berlutut melihat Tuan Xavier masuk berderap mendekatinya. Pistol Tuan Xavier terarah ke dada Raihana, wajah tampan itu terlihat mengerikan, tatapannya bisa menghanguskan apa pun. "Siapa kamu sebenarnya?" Suara Tuan Xavier parau bergetar menahan marah. Raihana bersimpuh saat Nona Adeline masuk, diiringi Pengawal William dan beberapa orang petinggi perusahaam. Tuan Xavier ikut melihat Adeline yang asli, amarahnya semakin memuncak. Dia menendang bahu Raihana, membuat wanita itu tergolek miring. "Jika kamu pikir aku tidak akan membunuhmu karena kamu tengah mengandung anakku, maka kamu salah besar." Tuan Xavier mengeram, menusuk ujung pedangnya ke lantai di depan wajah Raihana. Raihana lebih takut pada Tuan Xavier saat ini dibanding saat Tuan Xavier yang menghabisi orang keluarga Thanus . Dia segera duduk,
Raihana menepuk-nepuk pipinya yang pucat agar sedikit berwarna, tetapi warna kulitnya yang putih pucat tidak mau berubah. Padahal dia sudah berusaha keras, tidak pernah gagal menghabiskan makanan yang diantarkan padanya meskipun hanya berupa sayur dan nasi putih. Sesekali dalam tiga hari ini Salsa berhasil membawakan seiris daging untuknya. Raihana sulit menelan makanan, tetapi sebentar- sebentar perutnya terasa lapar, tidak ada yang bisa dilakukannya selain menahannya sambil merintih atau menangis, membujuk anaknya agar menjadi anak baik yang mengerti situasinya. Sekarang saja dia mondar mandir di dalam ruang kecil ini tidak sabar menunggu kedatangan Salsa membawakan sarapan untuknya yang dari subuh sudah menahan lapar. Karena berada di ruang doa, jadi jika dia mulai merasa gelisah, Raihana naik ke atas ranjang bambu duduk bersila dan merapalkan doa yang membuat hatinya lebih tenang, cara ini juga manjur untuk mengendalikan kerinduannya pada Tuan Muda, Raihana lebih banyak berdoa
Tuan Xavier menutup pintu, memasang palang kayu kecil supaya tidak ada yang mengganggunya, terhuyung dia kembali pada Raihana. Kini dengan kasar ditariknya lengan Raihana agar wanita itu berdiri. Kaki Raihana membeku mati rasa. Dia terhuyung mencengkeram baju Xavier, wajahnya terhempas ke dada sang Tuan Muda. Tuan Xavier menekan pinggangnya, perut bulat dan keras Raihana menekan miliknya yang keras. Tuan Xavier terlalu mabuk tidak waspada, dengan gampang Raihana melepaskan diri. "Pergilah, Tuan Muda," bisiknya makin gemetar, terhuyung mundur karena kakinya yang mati rasa. "Aku Tuan Muda Xavier, ke mana pun aku pergi tidak ada yang bisa melarang. Apa pun yang aku mau harus aku dapatkan." Raihana mengerti, dia paham apa yang Tuan Xavier mau. "Ada banyak wanita di rumah ini. Ada Nona Adeline yang asli yang tadi bersama Anda." Tuan Xavier maju selangkah, Raihana mundur dua langkah. Wajah Raihana tampak sayu, mati-matian menahan air matanya. Semakin lemah dirinya terlihat, semakin
Sambil membuka (Gambar Plum Merah Salju Musim Dingin), Tuan Xavier menatap lukisan itu tanpa ekspresi. Sedetik kemudian, dia tersenyum dingin: "David menjadi malas dan emosional sekarang karena dia tidak menghadiri pengadilan." Dia pernah mendengar bahwa Tuan Max sangat pandai menggambar pemandangan. Namun lukisannya yang menampilkan orang-orang ini, juga sangat menyentuh. Asisten Hasim melihat ekspresi Tuan Xavier yang tidak baik. la teringat bahwa David telah mengirimkan lukisan ini, dan menduga bahwa Tuan Xavier masih memiliki perasaan buruk terhadap David sehingga ia tidak berani berbicara. la dengan patuh berdiri di satu sisi dan menunggu perintah Tuan Xavier."Kembalikan lukisan itu." Tuan Xavier mengerutkan bibirnya, sedikit rasa jijik terlihat. "Meskipun Nona Muda tidak suka melihat lukisan dan telah melupakan semua benda ini, para pelayan tetap harus menyimpannya dengan baik."Asisten Hasim menuju ke ruang belakang. Ketika dia melangkah masuk ke ruang tengah, dia bertemu deng
Tujuh tahun telah berlalu Xevo, Putra pertama Tuan Xavier, sudah tahu apa yang dimaksud dengan calon istri meskipun dia baru berusia tujuh tahun. Dia melihat adik perempuannya di belakangnya, dan ekspresi yang mendalam muncul di wajahnya: "Xava, bukankah kamu baru saja belajar membaca? Mengapa kita tidak bertanya pada pelayan? pelayan pernah mengajariku di masa lalu ketika aku belajar menulis." Raihana, yang berdiri di belakang mereka, mendengar perkataan putra sulungnya, dan tak kuasa menahan tawa. Dulu, bukankah baru dua tahun yang lalu? la melihat ekspresi serius di wajah putra sulungnya dan memanggil kedua anaknya kepadanya: "Xevo, Xava, kemarilah!" Xevo tidak menyangka bahwa ibunya mendengar perkataannya. Dia menuntun Xava dengan patuh ke depan Raihana dan berkata dengan suara kecil:" Ibu, mengapa kamu datang ke sini?" "Ibu hanya jalan-jalan saja," Raihana berjongkok untuk memeluk kedua anaknya dan tersenyum, "Aku akan pergi ke ruang kerja ayahmu untuk mengurus beberapa urus
Linda sekarang merasa sangat menyesal. Setelah meneguk teh dingin untuk menekan rasa takut di hatinya, saat cangkir teh meninggalkan bibirnya, Linda melihat pembantunya mendorong pintu hingga terbuka dan masuk dengan wajah penuh kepanikan untuk melapor: "Nona, Tuan Xavier memanggil Anda dan Tuan Median." Cangkir teh di tangannya jatuh ke lantai. Linda berdiri ketakutan. Melalui pintu, dia bisa melihat seorang penjaga berdiri di luar. Dia terhuyung dan memaksakan senyum: "Tunggu aku berganti pakaian..." "Nona, jangan buang-buang waktu. Tuan Muda dan Nona Muda sama-sama sangat sibuk. Nona harus segera menemui mereka." Asisten Hasim melangkah masuk, wajahnya tanpa ekspresi saat dia mengibaskan kain lap di tangannya, "Nona, kumohon." Linda mengenalinya sebagai pelayan pribadi Tuan Xavier dan tidak berani menyinggung perasaannya. Dia memaksakan senyum dan mengikuti Asisten Hasim keluar ruangan. Ketika dia keluar, dia melihat kakaknya juga mengenakan pakaiannya yang biasa, ekspresin
Perkataan Linda mengejutkan banyak orang. Terutama Tami. la merasa kakinya lemas. Jika ia tahu bahwa gadis ini begitu berani, hari ini, ia tidak akan melakukan ini. Jika Nona Raihana mengira bahwa ia sengaja mempermainkan orang di depannya, apakah ia akan memiliki hari-hari baik lagi untuk hidup?Raihana sedikit terkejut dengan tindakan Linda yang merekomendasikan dirinya sendiri ke ranjang suaminya, tetapi dia segera tenang. Dia pernah mendengar sebelumnya tentang sifat liberal gadis gadis masa kini. Meskipun dia tidak mengira bahwa Linda ini akan berbicara begitu datar tentang masalah ini, tetapi dia tidak akan kehilangan ketenangannya karena itu. Dengan elegan meletakkan cangkir teh di tangannya, dia menggunakan sapu tangan yang disulam dengan desain yang indah untuk menyeka bibirnya: "Dari mana kata-kata anda berasal? Jika kamu jatuh cinta dengan Tuan Muda, mengapa tidak mengatakannya kepadanya, daripada mengatakan kepada saya?""Saya mendengar bahwa Nona memiliki kekuasaan untuk
Peristiwa Linda yang menari di pesta ulang tahun dengan cepat menyebar ke seluruh mitra bisnis. Banyak orang yang suka bergosip mulai berspekulasi tentang bagaimana tarian wanita itu, betapa cantiknya dia. Bahkan ada orang yang mulai mengatakan bahwa Tuan Xavier akan membawa gadis itu ke kediamannya.Orang-orang telah melihat banyak hal dan tentu saja menduga bahwa gadis itu tidak hanya menawarkan tarian, melainkan, dia ingin memamerkan dirinya di hadapan Tuan Xavier. Seorang wanita berusaha keras untuk memamerkan atributnya di hadapan pria lain, jika dia tidak memiliki motif lain, itu agak mencurigakan.Pada suatu ketika, rumor tentang Linda semakin merebak. Ada yang mengatakan bahwa mereka melihat Linda membeli perhiasan di toko tertentu, lalu membeli pakaian di toko lain. Semua rumor itu memiliki satu kesamaan, Linda sangat cantik dan dapat mencuri hati orang hanya dengan sekali pandang.Rumor-rumor itu semakin kuat dan kuat. Secara bertahap diketahui betapa cantiknya Linda dari pe
Pada hari ulang tahun Tuan Xavier, semua pelayan membuat diri mereka seratus dua puluh persen waspada. Tidak ada yang berani melakukan kesalahan. Jika mereka berhasil mengacau di depan atasan mereka, bahkan jika mereka tidak mati, mereka akan dicabik-cabik hingga setengah tubuh. Para pelayan dan penjaga menata segala sesuatunya dengan sempurna, mulai dari pakaian hingga makanan. Bahkan Aula yang akan di pakai sendiri dicuci berulang kali. Tangga batu giok putih di luar dibersihkan sedemikian rupa sehingga setitik kotoran pun tidak dapat ditemukan. "Cuaca hari ini sangat bagus," Seorang penjaga berpakaian biru mengangkat kepalanya untuk melihat matahari yang tergantung di langit, dan dengan suara pelan, berkata kepada rekannya di sampingnya, "Hei, apakah kau sudah mendengar betapa cantiknya nona dari perusahaan Maxim? Dia berencana untuk mempersembahkan tarian di pesta." "Tidak ada yang aneh," rekannya menggunakan kain di tangannya untuk membersihkan pilar-pilar koridor dengan hati-
Lampu di aula barat tiba-tiba padam. Hanya mutiara bercahaya malam di panggung dan lentera bunga yang mengapung di atas air yang memberikan penerangan, seolah-olah di dunia ini, hanya ada wanita di atas panggung.Musik mulai berdenting pelan, dan orang di panggung bunga itu bergerak. Lengan baju merah itu seakan membelah malam yang gelap, terbang di udara seperti ríak-riak air. Panggung bunga itu sedikit bergetar dan wanita berpakaian merah itu ikut bergerak, tiba-tiba mulai berputar seolah-olah yang ada di bawah kakinya bukanlah panggung bunga yang goyah yang mengapung di atas air, melainkan tanah yang kokoh.Lonceng di pergelangan kakinya berdentang dalam kegelapan, menusuk jauh ke dalam jiwa, berulang kali menyampaikan rasa terima kasih Tuan Xavier,Raihana berpakaian serba merah. Warnanya merah tua murni. Tidak ada perhiasan, tidak ada batu giok, selain untaian lonceng di pergelangan kakinya, dia tidak mengenakan hiasan apa pun di tubuhnya. Angin malam bertiup masuk melalui jendela
Hari-hari Raihana akhir-akhir ini sangat riang. Setiap hari, ia bermain dengan putra putrinya dan menyantap makanan lezat. Hari-harinya terasa mudah dan nyaman.Hari ini, ketika Tuan Xavier datang ke aula belakang, dia melihat putranya mengenakan pakaian dalam sambil berusaha keras menggerakkan anggota tubuhnya di tempat tidur, lehernya berusaha keras untuk sedikit terangkat sebelum akhirnya jatuh dengan keras. Hal itu membuat ibunya tertawa terbahak-bahak."Apa ini?" Tuan Xavier duduk di tepi tempat tidur, memperhatikan putranya menggerakkan anggota tubuhnya seperti kura-kura. Hasilnya, dia tidak bergerak sedikit pun. Namun, dia tidak mengamuk, hanya mendorong kakinya dengan tegas."Tidak apa-apa, biarkan saja dia melatih kaki dan lehernya," Raihana dengan cekatan membalikkan badan putranya, menepuk pantatnya. Melihat putranya tersenyum lebar padanya, dia membungkuk untuk mencium pipinya. Mengambil kotak bedak dari tangan Salsa, dia mulai menaburkan bedak itu untuk mencegah ruam."Pa
"Karena David ingin kau hadir, maka kau harus tampil dengan baik," Dinda mengutak-atik kukunya yang baru saja dicat kemarin. la melirik Evie yang berdiri di depannya, "Kudengar bakat musikmu luar biasa. Jika ada kesempatan nanti, kau akan tampil di depan semua orang."Tangan Evie yang tersembunyi di balik lengan bajunya mengencang. Dia tahu bahwa Dinda sedang menghinanya, tetapi dia tidak punya pilihan selain bertahan, jadi dia menundukkan kepalanya. Dia membungkuk:" Saya akan mengingatnya.""Bagus," Dinda mengangguk dan mengangkat dagunya, "Hari ini, banyak tamu terhormat akan datang. Perhatikan perilakumu dan jangan mempermalukanku. Dia tidak melihat ke arah Evie saat dia memegang tangan seorang pelayan dan meninggalkan ruangan."Nyonya," seorang pelayan melihat ekspresi Evie yang tidak tepat dan bergegas maju untuk mendukungnya. Dia menghiburnya, "Jangan marah, nona Dinda hanya iri dengan betapa baiknya dirimu."Evie tersenyum pahit saat dia duduk di kursi. Dia menoleh untuk meliha