Share

APA AKU MERINDUKANNYA

"Kamu manusia yang sangat kejam." Raihana menunjukkan ekspresi jijik.

Tuan Xavier berjalan mendekat, sebelum Raihana menghindar dia mencengkeram bahu Raihana yang terluka, menahan tubuh sang nona muda yang ringkih.

"Kamu adalah piala kemenanganku jika kamu mati, aku tidak akan sempat menunjukkan pada Wilson keberhasilanku ini. Sampai aku menemukan Wilson atau sampai kamu memberitahuku di mana bajingan itu bersembunyi, kamu tidak boleh mati." Jemari Tuan Xavier menekan kuat.

Raihana meringis sambil membungkuk untuk menahan sakit di bahunya. Kini dia punya tanggungjawab tambahan, bukan hanya memastikan Nona Adeline dan Tuan Wilson tetap hidup, tetapi kini dia juga harus menjaga agar Rona atau siapa pun tidak akan mati olehnya. Tuan Xavier terlalu kejam, menekan Raihana dengan nyawa orang yang tidak bersalah.

"Kalau aku tetap memilih mati, tidak ada gunanya kamu menghukum orang lain."

"Itulah tugas para pelayan itu dan para penjaga. Jika mereka tidak bisa mengawasi dan menjagamu, mereka semua akan dihukum mati."

"Penjaga?" Raihana makin tercengang mendengar hukum di rumah ini yang sesuka Xavier.

"Ya, para penjaga di luar sana." Tuan Xavier mengangguk.

"Jika kamu baik, kamu tidak akan membiarkan mereka semua mati. jika kamu sama kejamnya denganku, kamu pasti tidak peduli dengan hidup mati mereka."

"Hadiah kemenangan?" Raihana mengulang.

"Begitu Tuan Wilson melarikan diri, aku dan dia tidak punya ikatan lagi. Jika aku mati sekalipun tidak ada yang hilang dari hidupnya." Raihana menghapus air matanya yang jatuh di pipi.

"Aku sudah cukup dihukum karena membelanya. Apa lagi yang kamu inginkan dariku?"

Tuan Xavier mencengkeram dagu Raihana, menekan

jempolnya ke gigi bawah Raihana yang rapi. Raihana langsung menggigit jari Tuan Xavier sekuat tenaganya. Tuan Xavier hanya mengernyit, tidak berusaha menarik jarinya yang mulai luka. Dia membiarkan memahami dengan kondisi tubuh Raihana yang lemah, wanita itu tidak akan bisa melukainya dengan serius.

Akhirnya Raihana mengalah, membuka bibirnya yang belepotan darah dari luka di jari Tuan Xavier. Raihana

menarik napas panjang saat Tuan Xavier menarik jarinya. Raihana terpaku ketika Tuan Xavier mengusap darahnya ke leher dan wajah Raihana.

"Semua luka yang aku dapatkan karena perbuatan Wilson, tidak akan cukup dibayar dengan nyawa orang-orangnya. Aku ingin dia merasakan juga sakitku lukaku, berkali-kali lipat." Tuan Xavier mencengkeram rahang Raihana, mewarnai bibir Raihana dengan darahnya.

"Apa pun yang menjadi miliknya akan kurampas dan kuhancurkan."

Raihana menggeleng. "Saya bukan milik Tuan Wilson."

"Sudah terlambat untuk mengatakannya."

Tuan Xavier menekan bibir Raihana, ingin menyakiti perempuan itu dengan caranya. "Di mana keberanianmu saat bilang cinta dan sampai mati pun tidak akan mengkhianati Wilson?"

Cengkeraman Tuan Xavier semakin kuat. "Di mana cinta yang kamu puja itu?"

Amarah Tuan Xavier memuncak. "Dasar perempuan, kalian semua sama saja." Raihana menelan ludah. Sudah terlambat, tidak ada gunanya lagi dia mengakui semuanya. Tuan Muda Xavier akan semakin marah, membabi buta menghabisi orang-orang yang ingin Raihana selamatkan. Raihana bahkan tidak bisa menjamin orang-orang yang tidak bersalah akan selamat dari amukan Tuan Muda Xavier.

Niat awal Raihana hanya ingin menolong satu nyawa, tetapi kini ada banyak nyawa yang ikut bergantung padanya. Entah bagaimana nasib mereka jika Tuan Xavier tahu semua tipu dayanya.

"Aku akan mengambil semuanya darimu hingga tidak ada yang tersisa lagi untuk diberikan pada Wilson." Sedikit tekanan lagi Tuan Xavier akan mematahkan rahang Raihana.

"Menghancurkan saya, membunuh Tuan Wilson tidak akan membuat Anda puas. Yang harus Anda hancurkan adalah dendam dan kemarahan yang ada di hati Anda, Tuan Muda." Raihana memejamkan mata menahan sakit. Kaisar menekan Raihana, membuatnya terbaring di atas ranjang. Tuan Xavier naik, mengurung Raihana dengan lututnya.

"Kamu milikku, Adeline. Kamu milikku." Tuan Xavier menarik ikatan baju tidur yang hanya terdiri dari satu lapis kain, merenggutnya terbuka.

"Jika kamu bisa menyenangkanku, mungkin aku tidak akan membuangmu begitu saja. Aku akan memberimu cukup uang dan harta benda yang bisa kamu pakai untuk menyambung hidup di luar sana, tapi sekarang selagi aku memakaimu, kamu akan mendapatkan semua yang kamu inginkan di rumah ini." Tuan Xavier membungkuk, perlahan menelanjangi Raihana.

Raihana tahu bagaimana sang Pencipta terkadang sangat kejam mengatur jalan hidup manusia. Jika dulu dia tidak dibeli Nona Adeline, mungkin sekarang dia adalah wanita penghibur yang sudah sangat berpengalaman. Syukurlah, saat itu Nona Adeline memaksa membawanya pulang ke rumahnya.

Sejauh apa pun atau selama apa pun dia melarikan dirinya dari takdir yang sesungguhnya, pada akhirnya takdir itu sendiri yang mendatanginya. Dia bukan wanita penghibur di rumah bordil, sekarang dia wanita pemuas nasfu di dalam rumah Tuan Xavier.

Tuan Xavier mencumbu sekujur tubuh Raihana yang berkeringat, bagian favoritnya adalah dada sang putri yang indah dan padat. Dia suka aroma Raihana yang seperti embun di pagi hari, menyejukkan. Dia suka sentakan halus yang Raihana tahan, setiap kali dia menyentuh bagian terpeka Raihana. Tuan Xavier mulai menelanjangi dirinya.

"Kamu akan menjadi wanita favoritku, untuk pertama kalinya aku tidak bosan dan ingin melakukannya terus denganmu, tidak berpikir untuk menggantimu dengan wanitaku yang lain."

Tuan Xavier tidak pernah bicara manis saat dia menyetubuhi perempuan sebelum ini. Dia bahkan tidak bicara, tidak merasa perlu.

"Saya bukan wanita Anda."

Tuan Xavier yang sedang mencumbu leher Raihana mengangkat wajahnya, memperhatikan wanita itu yang menatap lurus ke atas, sudut matanya tidak berhenti mengalirkan air mata. Tuan Xavier meletakkan tapak tangannya di kepala Raihana, memaksa perempuan itu menatap matanya. "Tidak kamu tidak akan pernah menjadi wanitaku. Perempuan yang rela mati untuk musuhku, aku menganggapnya musuhku. Aku mencari kesenangan

bersama wanita-wanitaku, tapi denganmu ini adalah hukuman, penghinaan untukmu. Lihat apa yang bisa kamu banggakan saat aku mempertemukanmu dengan Wilson."

Mata Raihana menatap Tuan Muda Xavier yang begitu dekat dengannya.

"Kita belum pernah bertemu sebelum ini. Saya tidak pernah menyakiti Anda. Anda tidak punya alasan untuk membenci saya. Siapa yang Anda benci? Tuan Wilson atau diri Anda sendiri?"

Tuan Xavier meremas kewanitaan Raihana, badan Raijama langsung kaku, menggigit bibir untuk menahan suara kesakitan agar tidak terlepas.

"Tapi kamu pasti membenciku. Aku membunuh seluruh keluargamu. Aku memusnahkan rumahmu, aku melenyapkan perusahaan milik keluargamu."

Tuan Xavier membuka paha Raihana, perlahan menyatukan dirinya dengan Raihana yang meremas seprai, menggigit bibir sampai Tuan Xavier takut Raihana akan membuat bibirnya yang indah itu koyak.

"Kalau itu semua masih belum cukup. Aku sekarang sedang memberimu alasan lain untuk membenciku." Tuan Xavier mulai bergerak, mengayunkan pinggulnya. Raihana merintih terisak, sesekali mendorong Tuan Xavier agar berhenti sejenak memberinya waktu untuk bernapas.

"Jika kamu melawan, rasanya akan semakin sakit. Diam dan rasakan," geram Tuan Xavier yang sudah pasti tidak menghiraukan permohonan Raihana.

Raihana bukannya mematuhi Tuan Xavier, dia hanya sedang mencari cara untuk mengurangi rasa sakit yang menyiksa. Memang rasanya tidak sesakit yang pertama, tetapi tetap saja sakit.

Dengan mengikuti saran Tuan Xavier, Raihana mulai merasakan ada rasa lain yang mengiring rasa sakit. Sesuatu yang tidak Raihana pahami, membuatnya gamang dan gelisah. Semakin kuat dan cepat gerakan Tuan Xavier semakin dominan rasa itu. Raihana mencari pegangan saat sesuatu di dalamnya terasa meledak, ada terlalu banyak warna cahaya di balik kelopak mata Raihana yang tertutup.

Melihat respons Raihana, nafsu Tuan Xavier semakin membesar. Gairahnya tidak terbendung, gerakan Tuan Xavier semakin tak terkendali, tidak beraturan, mati-matian mengejar Raihana yang hampir mencapai puncak.

Raihana menjerit puas, Tuan Xavier melenguh menembakkan maninya yang panas dan kental. Raihana menggeliat, kalang kabut menyambut rasa aneh yang menjalar di luar dan dalam dirinya. Tuan Xavier kaku mencengkeram paha Raihana, menuntaskan pelepasannya. Tuan Xavier terengah, tetapi dengan cepat mengendalikan napasnya. Sedangkan Raihana masih kesulitan bernapas normal, bibirnya terbuka, menelan ludah berulang kali membasahi tenggorokannya yang kering.

"Adeline."

Tuan Xavier yang masih menyatu dengan Raihana menyapukan jemarinya di atas perut Raihana yang kembang kempis merasakan sentuhannya. Tuan Xavier menunduk dan melumat bibir Raihana yang bulat, lidahnya menundukkan perlawan lidah Raihana, dia menekan, mendorong, dan menggelitik langit-langit Raihana. Di bawah sana Tuan Xavier kembali bergerak.

Raihana kelabakan mencari pegangan, kukunya yang tidak terlalu panjang menancap ke punggung Tuan Xavier yang dipeluknya sebagai pegangan saat gelombang kenikmatan kedua menyapunya. Raihana menangis terisak kuat tidak mengerti apa yang terjadi pada tubuhnya yang di luar kendalinya.

Tuan Xavier tidak membiarkannya berpikir, laki-laki itu bergerak makin cepat dan kuat menyapu Raihana ikut terbang melayang bersamanya. Tuan Xavier menuntaskan pelepasannya, mencabut kejantanannya keluar dari kewanitaan Raihana yang sempit dan panas. Tuan Xavier mengerang pelan merasakan cengkeraman oleh kewanitaan Raihana yang tidak mau dipisahkan dari kejantanannya. Kalau saja dia tidak ingat kondisi kesehatan dan tubuh Raihana, Tuan Xavier rasa dia tidak akan berhenti meski tambah sepuluh kali putaran lagi.

Raihana meringkuk seperti bayi, memeluk lututnya ketika akhirnya sensasi yang membuatnya gila itu berkurang dan menghilang.

"Kamu mulai menikmatinya."

Tuan Xavier mengurai pelukan Raihana pada lututnya, laki- laki yang jauh lebih besar dan tinggi darinya itu memeluk Raihana erat, menekan wajah Raihana ke dadanya, mendengar detak jantung yang sama cepat dan kerasnya dengan jantung Raihana.

"Lepaskan," parau Raihana.

Tuan Xavier tertawa, getaran tubuhnya menjalar ke tubuh Raihana membuat Raihana meremang.

"Kamu masih jual mahal setelah aku memberimu kepuasan. Padahal dari banyak perempuan yang kunikmati, tubuhmulah yang paling peka."

yang mencari kepuasan bukan saya. Berhenti menekankan bahwa saya harus senang dan berterima kasih pada apa yang sudah Anda lakukan." Raihana kehabisan tenaga, tubuhnya dibanjiri keringat, demamnya tiba-tiba hilang begitu saja.

"Aku tidak keberatan jika kamu merayuku. Aku tidak akan menolak jika kamu mengajakku melakukan ini, kapan saja di mana saja." Tuan Xavier tidak ingin merusak momen ini dengan cara bertengkar dengan Raihana yang keras kepala dan terlalu memakai otak, sangat bertolak belakang dengan wanita pada umumnya yang lebih memakai hati dan tubuh mereka untuk menjalankan hidup.

"Kalau rayuan dan ajakan saya bisa membuat Anda melepaskan saya ataupun Tuan Wilson, mungkin saya akan melakukannya." Raihana langsung mematahkan rasa percaya diri Tuan Xavier yang kelewat tinggi.

Tuan Xavier mencengkeram rambut Raihana dan menariknya hingga dagu Raihana terangkat, lidah sang Tuan Muda menjilat keringat yang mengalir di bawah rahang Raihana.

"Kamu bisa meninggalkan rumah ini dalam dua situasi. Yang pertama saat aku merasa tidak membutuhkanmu lagi. Yang kedua jika kamu mati dan membawa serta para pelayan dan penjaga bersamamu."

Tuan Xavier meninggalkan beberapa bekas cumbuannya di leher Raihana. "Aku pria sangat pembosan, bisa saja besok aku tidak tertarik lagi padamu. Jadi, tunggu dan lihat saja apa yang terjadi padamu nanti. Jangan mengambil keputusan sendiri atas hidupmu. Semenjak kita bertemu, hidup dan matimu ada di bawah kendaliku. Kamu tidak akan mati jika tidak kuizinkan."

"Anda takut saya mati padahal dengan kematian saya Anda tidak akan punya masalah, setidaknya satu masalah lenyap dari hidup Anda."

"Hidup justru lebih menyenangkan saat ada tantangan. Aku lebih suka kekerasan menghadapi para musuh daripada duduk di kursiku mendengarkan laporan para asisten dan pejabat."

Raihana sangat lelah, kantuknya tak tertahankan. Dia memilih memejamkan mata daripada melanjutkan perdebatan yang tidak akan pernah dimenangkan olehnya.

Rona dengan wajah bersemu merah dan mata berbinar binar masuk ke dalam ruangan mencari Raihana yang sehari-hari menghabiskan waktunya membaca buku- buku yang ada di ruangan ini.

"Ada apa?" Raihana tersenyum lembut pada gadis muda yang sudah dianggap seperti adiknya sendiri. Sosok Rona yang luar biasa cantik mengingatkannya pada sosok Nona Adeline.

Tuan Muda Xavier baru saja kembali dari perjalanan luar kota, bertemu para asisten dan pejabat." Rona manyun. "Padahal saya sangat yakin Tuan Muda Xavier tidak sabar untuk kembali ke sini menemui anda nona." Raihana tersenyum. "Dia seorang Pemimpin, apa pun Perusahaan dan bawahannya adalah yang nomor satu."

"Apa Anda tidak merindukan Tuan Muda,Nona?" Rona menyidik terlalu dalam ke mata Raihana.

"Sudah tiga hari tidak melihat dan mendengar suaranya." Apakah Raihana merindukan Tuan Muda Xavier yang telah pergi keluar kota selama tiga hari, membawa beberapa wanita bersamanya?

Raihana menghitung setiap hari yang dilaluinya semenjak masuk kedalam rumah ini. Sudah hampir tiga bulan dia terkurung di rumah ini berperan sebagai Nona Muda, Adeline Thanus.

Raihana ingat setiap harinya dari perannya itu. Sepuluh hari pertama Tuan Muda bahkan tidak mengizinkannya keluar dari kamar sampai kondisinya benar-benar pulih seperti sedia kala. Dalam tiga puluh hari Tuan Xavier tidak mengizinkannya keluar dari kediaman utama. Setelah enam puluh hari Raihana bisa berjalan di sekitaran rumah ini dan tentu saja dengan ditemani Rona yang terus mendesak agar Raihana mengadukan pada Kaisar bagaimana sikap para wanita wanita simpanan Tuan Xavier yang terang-terangan memusuhinya.

Sekarang sudah lebih seratus hari, tidak ada kemajuan apa pun, Raihana tetap tidak diizinkan keluar dari rumah ini tanpa sosok pelayan atau penjaga yang menjaganya. Jika dia pernah keluar mengelilingi rumah, saat itu Tuan Xavier ada di sebelahnya.

Apakah Raihana merindukan laki-laki yang menjadikannya tahanan? Apa Raihana merindukan sang Tuan Muda yang setiap malam tidur memeluknya setelah berhubungan badan hingga kehabisan tenaga? Apa Raihana merindukan pria yang tidak pernah lagi memperlakukannya dengan kasar? Apa Raihana merindukan Tuan Xavier yang terus memanjakannya, memberinya baju mahal dan perhiasan yang berharga? Apa Raihana merindukan pria yang mulai sering tertawa dan bermain-main dengannya? Apa Raihana merindukan tatapan Tuan Xavier yang dalam dan membuatnya gelisah? Apa Raihana merindukan sikap Tuan Xavier yang jahat yang membuat hidupnya kacau balau tak tentu kejelasannya ini? Apa Raihana merindukan sang Tuan Muda yang memiliki puluhan atau mungkin ratusan wanita penghibur itu pergi keluar kota meninggalkan Raihana, tetapi membawa beberapa orang beberapa wanita sementara dia pergi hanya selama tiga hari?

"Nona Muda Adeline." Rona menyentuh punggung tangan Raihana.

"Ada apa? Kenapa Anda melamun, dahi Anda berkerut dalam? Anda jadi terlihat menakutkan."

Raihana mengembuskan napas panjang.

"Sebaiknya kamu temui Asisten Hasim pastikan dia menyiapkan air mandi, anggur, dan buah kesukaan Tuan Muda, setelah itu pastikan dia menyiapkan makanan terbaik untuk Tuan Muda Xavier." Dalam seratus hari Raihana mulai berbakti pada Tuan Xavier. Mungkin karena nalurinya yang seorang pelayan. Jika dia benar Nona Muda, Raihana pasti lebih punya harga diri yang tinggi.

Rona mengangguk, tetapi dia masih berdiri di tempatnya. Rona bangkit, merapikan pakaiannya.

"Ada apa lagi?" tanyanya menyentuh dagu Rona yang runcing.

"Anda belum menjawab pertanyaan saya. Apakah Anda merindukan Tuan Muda, Nona?"

Raihana tersenyum, menyembunyikan luka hatinya setiap kali dipanggil Nona. Itulah sebabnya dia tidak ingin terlibat hubungan hati dengan Tuan Xavier. Statusnya di rumah ini adalah tawanan. Hubungannya dengan Tuan Xavier dimulai dengan cara yang tidak baik. Gila rasanya jika sampai dia memendam rasa pada Tuan Xavier. Namun, entah kenapa semakin hari semakin sulit baginya untuk menolak pesona Tuan Muda Xavier.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status