"Karena saya takut mengecewakan Anda." Raihana langsung menjawab, tidak ingin membuang waktu, dia tidak bisa membiarkan Tuan Xavier tetap pada rencananya. "Penolakanmu membuatku lebih kecewa." Tuan Xavier mendengus. Raihana bangkit, membiarkan kompres di tangannya jatuh ke lantai. Dia berjinjit melingkar lengan ke leher Tuan Xavier, bergantung di sana. Mencium Tuan Xavier dengan lapar. Raihana jarang bersikap agresif, dia selalu hati-hati dan terkendali. Ini pertama kalinya dia duluan mencium Tuan Xavier. Tentu saja Tuan Xavier langsung menyambutnya mengambil alih ciuman, menaklukan Raihana seketika. "Saya mencintai Anda, Tuan Muda. Sangat mencintai Anda." Raihana terengah menyatakan cintanya pada sang Tuan Muda begitu bibirnya dilepaskan. "Tunggu dulu dengarkan saya dulu, Tuan Muda." Raihana menahan tangan Tuan Xavier yang akan menarik selimut yang masih melilit badannya, dia tahu apa yang Tuan Xavier inginkan. "Lagi-lagi kamu menolakku. Kamu semakin berani, apa karena k
Raihana didorong seperti dilempar ke tengah-tengah ruang kerja Tuan Xavier. Dia mencari pegangan supaya perutnya tidak membentur lantai atau pinggir meja. Raihana berbalik, segera berlutut melihat Tuan Xavier masuk berderap mendekatinya. Pistol Tuan Xavier terarah ke dada Raihana, wajah tampan itu terlihat mengerikan, tatapannya bisa menghanguskan apa pun. "Siapa kamu sebenarnya?" Suara Tuan Xavier parau bergetar menahan marah. Raihana bersimpuh saat Nona Adeline masuk, diiringi Pengawal William dan beberapa orang petinggi perusahaam. Tuan Xavier ikut melihat Adeline yang asli, amarahnya semakin memuncak. Dia menendang bahu Raihana, membuat wanita itu tergolek miring. "Jika kamu pikir aku tidak akan membunuhmu karena kamu tengah mengandung anakku, maka kamu salah besar." Tuan Xavier mengeram, menusuk ujung pedangnya ke lantai di depan wajah Raihana. Raihana lebih takut pada Tuan Xavier saat ini dibanding saat Tuan Xavier yang menghabisi orang keluarga Thanus . Dia segera duduk,
Raihana menepuk-nepuk pipinya yang pucat agar sedikit berwarna, tetapi warna kulitnya yang putih pucat tidak mau berubah. Padahal dia sudah berusaha keras, tidak pernah gagal menghabiskan makanan yang diantarkan padanya meskipun hanya berupa sayur dan nasi putih. Sesekali dalam tiga hari ini Salsa berhasil membawakan seiris daging untuknya. Raihana sulit menelan makanan, tetapi sebentar- sebentar perutnya terasa lapar, tidak ada yang bisa dilakukannya selain menahannya sambil merintih atau menangis, membujuk anaknya agar menjadi anak baik yang mengerti situasinya. Sekarang saja dia mondar mandir di dalam ruang kecil ini tidak sabar menunggu kedatangan Salsa membawakan sarapan untuknya yang dari subuh sudah menahan lapar. Karena berada di ruang doa, jadi jika dia mulai merasa gelisah, Raihana naik ke atas ranjang bambu duduk bersila dan merapalkan doa yang membuat hatinya lebih tenang, cara ini juga manjur untuk mengendalikan kerinduannya pada Tuan Muda, Raihana lebih banyak berdoa
Tuan Xavier menutup pintu, memasang palang kayu kecil supaya tidak ada yang mengganggunya, terhuyung dia kembali pada Raihana. Kini dengan kasar ditariknya lengan Raihana agar wanita itu berdiri. Kaki Raihana membeku mati rasa. Dia terhuyung mencengkeram baju Xavier, wajahnya terhempas ke dada sang Tuan Muda. Tuan Xavier menekan pinggangnya, perut bulat dan keras Raihana menekan miliknya yang keras. Tuan Xavier terlalu mabuk tidak waspada, dengan gampang Raihana melepaskan diri. "Pergilah, Tuan Muda," bisiknya makin gemetar, terhuyung mundur karena kakinya yang mati rasa. "Aku Tuan Muda Xavier, ke mana pun aku pergi tidak ada yang bisa melarang. Apa pun yang aku mau harus aku dapatkan." Raihana mengerti, dia paham apa yang Tuan Xavier mau. "Ada banyak wanita di rumah ini. Ada Nona Adeline yang asli yang tadi bersama Anda." Tuan Xavier maju selangkah, Raihana mundur dua langkah. Wajah Raihana tampak sayu, mati-matian menahan air matanya. Semakin lemah dirinya terlihat, semakin
"Hei Raihana, buka pintunya apa kamu tidak mau makan?" Tuan Xavier yang sedang mengikat sabuk celananya menoleh ke pintu, mendengar gedoran dan panggilan dari luar sana. Kening Tuan Xavier berkerut, dia tahu suara itu milik Rona yang kini melayani Adeline. Tuan Xavier melihat Raihana yang membungkus tubuh telanjangnya dengan selimut tipis, seperti anjing yang habis disiksa, gemetar, dan merintih pelan. Tuan Xavier harus melawan keinginan hatinya untuk meraih Raihana dan memeluknya di atas pangkuannya, menenangkan berjanji tidak akan ada yang menyakiti Raihana lagi setelah ini, tetapi kalau seperti itu namanya bukan hukuman dan Raihana tidak akan pernah jera. Suara Rona semakin keras, gedoran di pintu semakin kuat. Apa penjaga di luar sana tidak memberitahu Rona siapa yang ada di dalam sini? Tuan Xavier ingat ada pergantian jam jaga, mungkin yang tugas jaga malam tidak memberitahu penjaga pagi. Tuan Xavier berjalan, membuka palang pintu, menarik pintu terbuka. "Apa-apaan k
Dari kejauhan Tuan Xavier melihat asap hitam yang melayang ke atas, diterangi cahaya berwarna jingga di bawah sana. Api? Tuan Xavier bagai kesetanan memacu mobilnya melaju lebih kencang lagi, para penjaga yang berlarian membawa air langsung menyingkir saat melihat sang Tuan Xavier yang segera turun dan berlari dari mobilnya menerobos ke dalam kediamannya. "Di mana Raihana?" tanyanya pada para penjaga dan pelayan yang lalu lalang membawa air. "Terakhir kami mendengar suara jeritan di bawah reruntuhan, tapi sebelum kami sempat memberikan pertolongan, api sudah membesar menghalangi jalan masuk." Tuan Xavier mendorong kepala penjaga itu. Berlari menyingkirkan orang-orang yang menghalangi jalannya. Saat dia akan menerobos api beberapa penjaga menahannya. Tuan Xavier mengambil pistol dari balik bajunya. "Menyingkir," bentaknya mengayunkan pistol tidak peduli jika ada yang terkena tembakan, dia berlari menerobos api yang nyaris menutupi jalan masuk ke ruangan doa. "Raihana." Tu
Nona Adeline berjalan mondar-mandir meremas sapu tangannya. Kabar tentang Raihana yang selamat dari kebakaran membuatnya tidak bisa tidur semalaman apalagi tadi pagi beberapa prenjaga datang dan menangkap Rona, menjebloskannya ke dalam penjara sampai Tuan Xavier menjatuhkan hukuman yang pantas. Dia harus menemui Wilson sekarang juga. Dia harus bicara pada Tunangannya itu. Semua ini salah pria itu yang membuatnya menjadi salah strategi. Wilson terlalu licik dan kejam demi ambisinya. Baik dia ataupun Raihana si pelayan sama-sama menjadi korban manipulasi bajingan itu. Andai saja ayahandanya tidak termakan dengan omongan Wilson tidak mungkin nasibnya akan seperti ini. Ayahandanya benar-benar berambisi menjadikan Wilson menantunya, berharap saat Wilson menjadi seorang pewaris, perusahaan kecil mereka diperluas, mencaplok beberapa perusahaan kecil menjadikan mereka semua di bawah kepemimpinannya.Mungkin perusahaan itu sudah mendengar niat ayahandanya, hingga tidak ada satu pun dari mer
"Aku mencintaimu." Raihana pura-pura memejamkan mata, tidur kaku dalam pelukan Tuan Xavier yang terus membelai rambutnya. Dia bertanya-bertanya apakah mungkin Tuan Xavier benar- benar mencintainya sedalam ini? Bukan karena anak atau rasa bersalah, hanya karena dia tulus mencintainya. Sedikit demi sedikit hubungan mereka kembali seperti saat sebelum Nona Adeline muncul. Tuan Xavier terlihat lepas bahagia meski Raihana masih menahan diri, berusaha tenang tidak larut dalam permainan Tuan Xavier. Mereka yang melihatnya memberi hormat bukan karena siapa dirinya, tetapi karena sekarang dia berjalan di sebelah Tuan Xavier, ya itu karena Tuan Xavier, sebab saat Raihana berjalan dengan Salsa justru tatapan atau lirikan tidak suka yang dia terima. "Dia terus bergerak." Tuan Xavier mengusap punggung Raihana, merasakan gerakan perut Raihana karena menempel ke pinggangnya. "Bagaimana bisa kamu tidur dengan dia yang terlalu aktif begini?" "Saya sudah terbiasa dengan ini, Tuan Muda." Raiha
Sambil membuka (Gambar Plum Merah Salju Musim Dingin), Tuan Xavier menatap lukisan itu tanpa ekspresi. Sedetik kemudian, dia tersenyum dingin: "David menjadi malas dan emosional sekarang karena dia tidak menghadiri pengadilan." Dia pernah mendengar bahwa Tuan Max sangat pandai menggambar pemandangan. Namun lukisannya yang menampilkan orang-orang ini, juga sangat menyentuh. Asisten Hasim melihat ekspresi Tuan Xavier yang tidak baik. la teringat bahwa David telah mengirimkan lukisan ini, dan menduga bahwa Tuan Xavier masih memiliki perasaan buruk terhadap David sehingga ia tidak berani berbicara. la dengan patuh berdiri di satu sisi dan menunggu perintah Tuan Xavier."Kembalikan lukisan itu." Tuan Xavier mengerutkan bibirnya, sedikit rasa jijik terlihat. "Meskipun Nona Muda tidak suka melihat lukisan dan telah melupakan semua benda ini, para pelayan tetap harus menyimpannya dengan baik."Asisten Hasim menuju ke ruang belakang. Ketika dia melangkah masuk ke ruang tengah, dia bertemu deng
Tujuh tahun telah berlalu Xevo, Putra pertama Tuan Xavier, sudah tahu apa yang dimaksud dengan calon istri meskipun dia baru berusia tujuh tahun. Dia melihat adik perempuannya di belakangnya, dan ekspresi yang mendalam muncul di wajahnya: "Xava, bukankah kamu baru saja belajar membaca? Mengapa kita tidak bertanya pada pelayan? pelayan pernah mengajariku di masa lalu ketika aku belajar menulis." Raihana, yang berdiri di belakang mereka, mendengar perkataan putra sulungnya, dan tak kuasa menahan tawa. Dulu, bukankah baru dua tahun yang lalu? la melihat ekspresi serius di wajah putra sulungnya dan memanggil kedua anaknya kepadanya: "Xevo, Xava, kemarilah!" Xevo tidak menyangka bahwa ibunya mendengar perkataannya. Dia menuntun Xava dengan patuh ke depan Raihana dan berkata dengan suara kecil:" Ibu, mengapa kamu datang ke sini?" "Ibu hanya jalan-jalan saja," Raihana berjongkok untuk memeluk kedua anaknya dan tersenyum, "Aku akan pergi ke ruang kerja ayahmu untuk mengurus beberapa urus
Linda sekarang merasa sangat menyesal. Setelah meneguk teh dingin untuk menekan rasa takut di hatinya, saat cangkir teh meninggalkan bibirnya, Linda melihat pembantunya mendorong pintu hingga terbuka dan masuk dengan wajah penuh kepanikan untuk melapor: "Nona, Tuan Xavier memanggil Anda dan Tuan Median." Cangkir teh di tangannya jatuh ke lantai. Linda berdiri ketakutan. Melalui pintu, dia bisa melihat seorang penjaga berdiri di luar. Dia terhuyung dan memaksakan senyum: "Tunggu aku berganti pakaian..." "Nona, jangan buang-buang waktu. Tuan Muda dan Nona Muda sama-sama sangat sibuk. Nona harus segera menemui mereka." Asisten Hasim melangkah masuk, wajahnya tanpa ekspresi saat dia mengibaskan kain lap di tangannya, "Nona, kumohon." Linda mengenalinya sebagai pelayan pribadi Tuan Xavier dan tidak berani menyinggung perasaannya. Dia memaksakan senyum dan mengikuti Asisten Hasim keluar ruangan. Ketika dia keluar, dia melihat kakaknya juga mengenakan pakaiannya yang biasa, ekspresin
Perkataan Linda mengejutkan banyak orang. Terutama Tami. la merasa kakinya lemas. Jika ia tahu bahwa gadis ini begitu berani, hari ini, ia tidak akan melakukan ini. Jika Nona Raihana mengira bahwa ia sengaja mempermainkan orang di depannya, apakah ia akan memiliki hari-hari baik lagi untuk hidup?Raihana sedikit terkejut dengan tindakan Linda yang merekomendasikan dirinya sendiri ke ranjang suaminya, tetapi dia segera tenang. Dia pernah mendengar sebelumnya tentang sifat liberal gadis gadis masa kini. Meskipun dia tidak mengira bahwa Linda ini akan berbicara begitu datar tentang masalah ini, tetapi dia tidak akan kehilangan ketenangannya karena itu. Dengan elegan meletakkan cangkir teh di tangannya, dia menggunakan sapu tangan yang disulam dengan desain yang indah untuk menyeka bibirnya: "Dari mana kata-kata anda berasal? Jika kamu jatuh cinta dengan Tuan Muda, mengapa tidak mengatakannya kepadanya, daripada mengatakan kepada saya?""Saya mendengar bahwa Nona memiliki kekuasaan untuk
Peristiwa Linda yang menari di pesta ulang tahun dengan cepat menyebar ke seluruh mitra bisnis. Banyak orang yang suka bergosip mulai berspekulasi tentang bagaimana tarian wanita itu, betapa cantiknya dia. Bahkan ada orang yang mulai mengatakan bahwa Tuan Xavier akan membawa gadis itu ke kediamannya.Orang-orang telah melihat banyak hal dan tentu saja menduga bahwa gadis itu tidak hanya menawarkan tarian, melainkan, dia ingin memamerkan dirinya di hadapan Tuan Xavier. Seorang wanita berusaha keras untuk memamerkan atributnya di hadapan pria lain, jika dia tidak memiliki motif lain, itu agak mencurigakan.Pada suatu ketika, rumor tentang Linda semakin merebak. Ada yang mengatakan bahwa mereka melihat Linda membeli perhiasan di toko tertentu, lalu membeli pakaian di toko lain. Semua rumor itu memiliki satu kesamaan, Linda sangat cantik dan dapat mencuri hati orang hanya dengan sekali pandang.Rumor-rumor itu semakin kuat dan kuat. Secara bertahap diketahui betapa cantiknya Linda dari pe
Pada hari ulang tahun Tuan Xavier, semua pelayan membuat diri mereka seratus dua puluh persen waspada. Tidak ada yang berani melakukan kesalahan. Jika mereka berhasil mengacau di depan atasan mereka, bahkan jika mereka tidak mati, mereka akan dicabik-cabik hingga setengah tubuh. Para pelayan dan penjaga menata segala sesuatunya dengan sempurna, mulai dari pakaian hingga makanan. Bahkan Aula yang akan di pakai sendiri dicuci berulang kali. Tangga batu giok putih di luar dibersihkan sedemikian rupa sehingga setitik kotoran pun tidak dapat ditemukan. "Cuaca hari ini sangat bagus," Seorang penjaga berpakaian biru mengangkat kepalanya untuk melihat matahari yang tergantung di langit, dan dengan suara pelan, berkata kepada rekannya di sampingnya, "Hei, apakah kau sudah mendengar betapa cantiknya nona dari perusahaan Maxim? Dia berencana untuk mempersembahkan tarian di pesta." "Tidak ada yang aneh," rekannya menggunakan kain di tangannya untuk membersihkan pilar-pilar koridor dengan hati-
Lampu di aula barat tiba-tiba padam. Hanya mutiara bercahaya malam di panggung dan lentera bunga yang mengapung di atas air yang memberikan penerangan, seolah-olah di dunia ini, hanya ada wanita di atas panggung.Musik mulai berdenting pelan, dan orang di panggung bunga itu bergerak. Lengan baju merah itu seakan membelah malam yang gelap, terbang di udara seperti ríak-riak air. Panggung bunga itu sedikit bergetar dan wanita berpakaian merah itu ikut bergerak, tiba-tiba mulai berputar seolah-olah yang ada di bawah kakinya bukanlah panggung bunga yang goyah yang mengapung di atas air, melainkan tanah yang kokoh.Lonceng di pergelangan kakinya berdentang dalam kegelapan, menusuk jauh ke dalam jiwa, berulang kali menyampaikan rasa terima kasih Tuan Xavier,Raihana berpakaian serba merah. Warnanya merah tua murni. Tidak ada perhiasan, tidak ada batu giok, selain untaian lonceng di pergelangan kakinya, dia tidak mengenakan hiasan apa pun di tubuhnya. Angin malam bertiup masuk melalui jendela
Hari-hari Raihana akhir-akhir ini sangat riang. Setiap hari, ia bermain dengan putra putrinya dan menyantap makanan lezat. Hari-harinya terasa mudah dan nyaman.Hari ini, ketika Tuan Xavier datang ke aula belakang, dia melihat putranya mengenakan pakaian dalam sambil berusaha keras menggerakkan anggota tubuhnya di tempat tidur, lehernya berusaha keras untuk sedikit terangkat sebelum akhirnya jatuh dengan keras. Hal itu membuat ibunya tertawa terbahak-bahak."Apa ini?" Tuan Xavier duduk di tepi tempat tidur, memperhatikan putranya menggerakkan anggota tubuhnya seperti kura-kura. Hasilnya, dia tidak bergerak sedikit pun. Namun, dia tidak mengamuk, hanya mendorong kakinya dengan tegas."Tidak apa-apa, biarkan saja dia melatih kaki dan lehernya," Raihana dengan cekatan membalikkan badan putranya, menepuk pantatnya. Melihat putranya tersenyum lebar padanya, dia membungkuk untuk mencium pipinya. Mengambil kotak bedak dari tangan Salsa, dia mulai menaburkan bedak itu untuk mencegah ruam."Pa
"Karena David ingin kau hadir, maka kau harus tampil dengan baik," Dinda mengutak-atik kukunya yang baru saja dicat kemarin. la melirik Evie yang berdiri di depannya, "Kudengar bakat musikmu luar biasa. Jika ada kesempatan nanti, kau akan tampil di depan semua orang."Tangan Evie yang tersembunyi di balik lengan bajunya mengencang. Dia tahu bahwa Dinda sedang menghinanya, tetapi dia tidak punya pilihan selain bertahan, jadi dia menundukkan kepalanya. Dia membungkuk:" Saya akan mengingatnya.""Bagus," Dinda mengangguk dan mengangkat dagunya, "Hari ini, banyak tamu terhormat akan datang. Perhatikan perilakumu dan jangan mempermalukanku. Dia tidak melihat ke arah Evie saat dia memegang tangan seorang pelayan dan meninggalkan ruangan."Nyonya," seorang pelayan melihat ekspresi Evie yang tidak tepat dan bergegas maju untuk mendukungnya. Dia menghiburnya, "Jangan marah, nona Dinda hanya iri dengan betapa baiknya dirimu."Evie tersenyum pahit saat dia duduk di kursi. Dia menoleh untuk meliha