"Apa yang harus aku lakukan sekarang? Bagaimana kalau Rona akhirnya membuka mulutnya." Nona Adeline meremas sapu tangannya, berjalan mondar mandir, berkali-kali merapikan topi jubahnya, menutupi jauh ke bawah agar wajahnya tidak terlihat. "Kamu tidak perlu melakukan apa pun. Tunggu dan lihat saja." Adeline terdiam, berbalik melihat Wilson yang berada di balik jeruji besi. "Apa kamu gila? Bagaimana bisa kamu bicara segampang ini?" Diamatinya tangan dan kaki bajingan itu yang dirantai, membuatnya tidak bisa bergerak bebas. "Aku memang gila. Apa ada orang normal yang akan mencari masalah dengan si bajingan Xavier?" Tawanya meledak. "Tapi aku gila karenanya juga. Kalau bukan karena dia aku tidak akan gila." Nona Adeline menggeleng. "Kamu sungguh penipu ulung. Kamu sangat pantas bersanding dengan pelayan sialan itu. Apa yang dia pakai, apa yang dia lakukan sampai membuat Xavier tergila-gila padanya?" Tawa Wilson pecah. "Jadi kamu sekarang percaya pada kata-kataku. Seorang Xav
"Bagaimana kepala Anda, Tuan Muda?" Raihana memijat bahu Tuan Xavier. "Apa sebaiknya saya meminta asisten Hasim menyiapkan ramuan untuk menghilangkan mabuk Anda?" "Tidak perlu, ini salahku, belum makan apa pun sudah minum bersama William." Tuan Xavier mengerang memejamkan mata. Dia duduk di sofa panjang, Raihana berdiri di belakangnya hanya memakai selimut sebagai penutup tubuh. Setelah mereka bermesraan, menyatu beberapa kali, kemudian tiba-tiba Tuan Xavier merasa mual, muntah, dan merasa kepalanya sakit sekali. Raihana berjalan ke arah pintu, dari balik kain dia memanggil asisten Hasim, meminta dibuatkan ramuan untuk menghilangkan efek anggur yang Tuan Xavier minum. "Entah kenapa kalian para laki-laki sangat suka minum-minum. Kalian tahu efek setelahnya, tapi kalian tetap mengulanginya." Raihana mengomeli Tuan Xavier membantu Tuan Xavier memakai baju dalamnya. Dia sendiri mulai berpakaian. "Kenapa memakai bajumu?" Tuan Xavier bertanya memegang gelas dingin menekan ke ken
"Tuan Muda." Pengawal William mencoba bangkit saat melihat Tuan Xavier masuk ke dalam kamarnya. Begitu juga dengan Dokter Jimmy yang membungkuk memberi hormat. "Berbaring saja, William. Jangan paksakan dirimu." Tuan Xavier berjalan maju mendekat memperhatikan tubuh William yang penuh luka. Asisten Hasim yang setia berada persis di belakang Tuan Xavier bergidik ngeri merasakan luka itu. "Anda menyempatkan diri datang ke sini sungguh saya sangat berterima kasih pada Tuan Muda." Pengawal William masih bicara tersendat, tetapi melihatnya masih hidup, Tuan Xavier lega luar biasa. Pria yang dianggapnya teman tidak boleh mati semudah itu di tangan para pemberontak. "Terima kasihlah pada Dokter Jimmy. Karena dia kamu bisa selamat." "Ya, saya sangat senang karena Anda mengirim Dokter Jimmy merawat saya. Padahal di rumah Tuan mungkin ada yang lebih membutuhkankan seorang Dokter seperti Dokter Jimmy." Pengawal William memejamkan mata mengangguk pelan. "Saya hidup berkat kebaikan
Tuan Xavier meletakkan belati patah milik Wilson di atas dada pria itu, perlahan menutup mata Wilson yang membelalak menyambut ajal dan akhir yang mengerikan. "Tuan Muda, tolong saya." Nona Adeline merintih sambil merayap menggapai kain baju yang dikenakan Tuan Xavief. Tuan Xavier berdiri melihat sang Nona Muda yang tidak pernah mengatakan terima kasih pada Raihana yang telah menolongnya. Dia berpaling bergegas ke tempat Raihana yang sedang berjuang untuk dirinya sendiri dan untuk anak mereka. "Raihana." Tuan Xavier memegang tangan Raihana yang lembab. Mengambil alih dari Salsa yang langsung tergolek begitu Tuan Xavier datang membantu Raihana. "Tuan Muda," jerit Raihana mengernyit, mengenjan sekuat tenaga. "Maafkan saya. Maafkan saya," jeritnya meremas jemari Tuan Xavier, menancapkan kukunya hingga jari Tuan Xavier berdarah. "Raihana sayang, tidak apa-apa. Aku di sini semua akan baik-baik saja." Keringat dingin mulai muncul di wajah Tuan Xavier yang ketakutan bisa membay
Pagi-pagi di kediaman Tuan Xavier tidak berbeda dengan hari-hari lainnya. Di dapur, para pelayan bergerak ke sana kemari tanpa ada yang terlihat tergesa- gesa. Vinda,setelah mengantarkan kue-kue yang dibutuhkan ke ruang makan, kembali ke dapur dengan sekelompok pelayan muda tetapi wajahnya tidak terlihat begitu baik. "Hei, Vinda, ada apa? Kenapa wajah anda terlihat mengerikan?" Seorang pelayan lain, mengenakan baju pelayan berwarna biru muda berkancing gelap, menyerahkan secangkir teh kepada wanita lain dan berseru kaget. "Bukankah kamu baru saja pergi ke ruang utama untuk mengantarkan keju, bagaimana bisa......" "Jangan pernah sebut-sebut itu. Tuan Xavier baru saja bangun pagi ini. Para pekerja kasar seperti kita bahkan tidak bisa masuk ke halaman. Kita hanya melihat salah satu pelayan utama, Salsa," Ketika dia berbicara sampai di titik itu, Vinda meneguk tehnya dalam-dalam, melihat ke sekeliling dan merendahkan suaranya menjadi bersiul, "Saya melihat bahwa ekspresi orang-orang d
Para babysister itu tidak menyangka bahwa mereka akan melihat permainan kekuatan kasar yang indah begitu mereka melangkah ke kamar Nona Raihana. Mereka menatap curiga ke arah Nona Raihana dan kemudian ke arah para pelayan yang sudah kehabisan tenaga karena kesakitan tetapi tidak berani menunjukkannya dengan ekspresi mereka yang aneh. Apa yang terjadi di sini? Melihat Nona Raihana berjalan memasuki ruangan, keempat orang itu tidak peduli apakah itu sopan atau tidak dan mengikutinya. Hanya Salsa, ketika dia lewat, memerintahkan orang-orang untuk digendong kembali. Namun, ketika dia melihat tidak ada pelayan di sekitarnya yang bergerak, ekspresinya berubah dan dia tidak berbicara lebih jauh. Di depan, Salsa dan Gesha menundukkan kepala sambil menuntun yang lain dan membuka pintu agar terbuka untuk keempat babysister itu. Dari jauh, mereka melihat beberapa pelayan datang sambil membawa kotak makanan. Mereka berhenti berjalan dan menunggu keduanya mendekat. Melihat bahwa keduanya tidak
"Nona Raihana!" Wanda dengan wajah muram menghentakkan kakinya beberapa kali pada saputangan di tanah sebelum berjalan dengan penuh amarah kembali ke ruangannya. Nona Muda, kau benar-benar mempermalukan pelayan senior Wanda hari ini." Salsa merasa puas sekaligus khawatir, "Jika Tuan Muda tahu, dan menyalahkan anda... "Tidak perlu khawatir," Raihana tertawa ringan, tatapannya mengarah ke ruang kerja," Tuan Muda bukanlah orang biasa." Tipe pria seperti ini, dia tidak akan peduli dengan hal-hal kecil. Selama dia, sebagai istrinya, tidak melakukan apa pun yang merugikan kepentingan bisnisnya, pada titik ini, akan menghormatinya, sebagai istrinya. Meskipun Tuan Muda Xaviet tidak peduli dengan hal seperti ini, tetapi ayahnya Wanda yang mempunyai posisi penting di perusahaan sangat memperhatika putri kesayangannya. Perusahaan Tuan Xavier mungkin tidak perlu bergantung pada Raihana untuk menyelesaikan sesuatu, tapi memang benar dia tidak akan pernah memihak seorang pelayan daripada seora
Kamar Amanda terletak di sisi barat rumah itu. Letaknya agak terpencil, tetapi lingkungannya rapi dan tenang. Raihana memegang tangan Salsa saat dia berjalan melewati pintu berbentuk setengah bulan dan pintu masuk ke kamar itu sudah terlihat. Para penjaga yang menjaga pintu dan pengurus kamar itu telah menunggu di pintu. Melihat Nona Raihana, mereka segera tersenyum. Insiden dapur itu sudah menyebar ke seluruh rumah itu. Dalam sekejap, tidak ada yang berani menentang Nona Raihana. Tidakkah mereka melihat bahwa bahkan Tuan Muda Xavier ada di pihak Nona Raihana? Mereka hanya pelayan, siapa yang berani menyinggung seorang istri Tuan Muda? "Saya memberi salam pada Nona Muda," pelayan yang menjadi pengurus datang dan membungkuk penuh hormat. Dia kemudian menatap pelayan pribadi Nona Raihana dengan penuh kekaguman, "Makanan ringan telah disiapkan di dalam, Nona Muda dapat masuk dan beristirahat." "Saya harap hal itu tidak mengganggu Anda," Raihana menundukkan kepalanya sedikit. Mengaba