“Akal bulus apa? Kamu jangan kurang ajar, saya masih baik hati mengundang kamu ke rumah saya untuk bicara dengan kami sekeluarga,” kata Ayunda.“Papa dan Mama saya bukan orang yang nggak tau sopan santun, Mbak. Apa salahnya kalau Mbak masuk ke dalam rumah dan mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Nggak kayak gini caranya.”Mentari yang sedari tadi diam mulai membuka suara. Perlahan dia menarik tangan Gina. Gina yang melihat Mentari langsung mengerti. Ia pun segera melepaskan cengkramannya di pakaian Buana lalu menoleh pada Ayunda dan Suseno.“Om dan Tante orang tua Buana?” tanyanya.“Iya, saya papanya. Mari kita selesaikan semua ini di dalam rumah.”Dengan terpaksa, Ayunda mengizinkan Gina dan seorang temannya masuk ke dalam rumah mereka.“Silakan duduk dulu, biar saya buatkan minum. Kalian mau minum apa?” tanya Laura. Meski ia kesal dan emosi tetapi wanita itu masih tetap menghargai suami dan kedua mertuanya.“Saya bukan mau ngobrol! Kalian pikir saya mau ngajak ngopi-ngopi cantik,
"Ya, aku tau jika kamu mencintai kakakku. Tapi, aku tidak menyangka kamu senekad ini. Kamu sudah gila? Aku nggak pernah menyuruhmu benar-benar tidur dengannya. Aku hanya memintamu untuk ... Ah, sudahlah Gin. Aku tidak mau bertanggung jawab dengan kehamilanmu ini." "Tidak usah khawatir, Tari. Aku tidak akan melibatkanmu untuk ini. Aku sudah tau konsekuensinya dan aku akan menanggung semuanya sendiri," kata Gina mencoba menenangkan. Mentari hanya bisa menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Semua ini benar-benar diluar rencananya. Rencana Mentari hanyalah mengambil alih perusahaan sang ayah. Cukup sampai di situ, bukan menambah anggota keluarga baru. ** Meski tidak dirayakan dengan meriah, berita pernikahan Mentari langsung terendus oleh media. Mentari adalah artis yang sedang naik daun dan tentu saja menjadi sasaran para kuli tinta. Awalnya, Mentari mendapat hujatan. Tetapi, Aldo dengan berani mengadakan jumpa pers dan mengakui jika dua hari
Rembulan benar-benar tidak menyangka jika Ridwan datang ke rumahnya tepat pukul 6 sore bersama Dara dan asisten pribadinya. Wajah teduh dari pemuda itu benar-benar membuat Bulan merasa damai. Dan jujur saja ia merasakan getaran-getaran itu kembali hadir di hatinya. Hanya saja ia merasa bingung kenapa Dara dan asisten Ridwan juga ikut serta."Bulan, Mama sampai pangling loh sama Nak Ridwan ini," kata Ayunda saat Bulan keluar dari kamarnya untuk menemui Ridwan."Lan, Ridwan mau mengajakmu ke Yogya malam ini juga. Kalian ada pekerjaan di sana,bukan? Dara tadi sudah mengatakan kepada kami," kata Suseno seolah menjawab pertanyaan di benak Bulan sejak tadi.Bulan menatap Ridwan dan asisten pribadinya itu dengan tatapan mata tajam. Tetapi, yang ditatap hanya berpura-pura tidak tau. Ah, rupanya asisten pribadinya itu sudah bekerja sama dengan Ridwan."Mama sih nggak masalah, kan kalian bersama Dara dan juga asisten Ridwan. Kamu sudah membereskan keperluanmu?" tanya Ayunda. Bulan yang memang t
"Ah, sudahlah. Berdebat denganmu itu tidak ada habisnya. Sejak dulu aku mana pernah menang jika harus berdebat denganmu. Ada apa, Wan?”Ridwan tersenyum dan langsung menarik tangan Rembulan, Rembulan berusaha menghindar dan menarik tangannya. Namun, gerakan Ridwan rupanya lebih cepat, dalam satu gerakan dia mampu mengunci kedua tangan Rembulan hingga tidak dapat bergerak."Jangan galak-galak, Sayang. Aku hanya ingin mengajakmu ke suatu tempat. Dara, aku pinjam bosmu dulu sebentar," kata Ridwan sambil menutup pintu kamar Rembulan dengan satu tangannya sementara tangannya yang lain merangkul bahu Rembulan dengan lembut."Kau ini menyebalkan sekali, lepaskan tanganmu dari bahuku!""Ya sudah, kau tidak mau di rangkul. Aku gendong atau aku gandeng?"Rembulan melotot, Ridwan tertawa kecil dan langsung menurunkan tangannya dari bahu Rembulan, kemudian menggandeng gadis itu. Rembulan hanya cemberut, mau melawan sudah jelas Ridwan juga menguasai beladiri dengan baik. Bahkan dalam sekali geraka
"Awas loh, Mbak jangan terlalu benci. Nanti malah jadi cinta. Terlebih jika dulu kalian memang dekat. Siapa yang tau jika dia adalah jodoh yang Tuhan kirimkan untuk Mbak.”"Ish, kamu ini...""Tapi, nggak apa-apa sih Mbak. Dia tampan loh, pengusaha sukses, hartanya tidak akan habis tujuh turunan dan dia juga kelihatannya sangat memujamu, Mbak.”“Tapi, kamu lupa aku ini janda?”“Memang kalau janda kenapa? Tidak ada satu pun wanita yang mau menjadi janda, Mbak. Dan Mbak menjadi janda bukan karena Mbak yang salah. Tetapi karena Mbak dikhianati. Mbak berhak untuk bahagia, Mbak.”"Ta-""Nggak ada tapi, Mbak. Selama ini kamu banyak sekali mengalah untuk Mentari. Sekarang nggak lagi.Tidak peduli statusmu apa, Mbak.""Kamu yakin?" tanya Rembulan."Yakin, tentu saja Mbak."Rajasa cukup bangga melihat perusahaan justru semakin berkembang di tangan Ridwan. Anaknya itu memang sangat pintar. Dan, sejak Ridwan remaja Rajasa selalu berpesan untuk mencari istri yang pintar dan juga sepadan.Sepadan da
"Kalian naik apa? Aku antar saja ya. Kebetulan supirku sudah menunggu di luar. Ayolah, saat ini kita berada di jam macet. Jadi jangan keras kepala. Lebih baik aku mengantarkan kalian berdua," kata Ridwan saat mereka sudah mengambil barang-barang yang ada di bagasi mereka. Rembulan yang memang merasa lelah langsung menerima ajakan Ridwan. Terlebih ia juga kasihan melihat Dara."Baiklah, kami ikut jika tidak merepotkan," kata Rembulan.Ridwan menggelengkan kepalanya. Ia tersenyum dan langsung membantu membawakan travel bag milik Rembulan karena ia sendiri hanya membawa ransel saja."Kau pulang ke rumahmu atau ke rumah orang tuamu?" tanya Ridwan kepada Rembulan."Dari mana kau tau aku memiliki rumah selain milik orang tuaku?""Jika aku mencintai seseorang, maka aku akan tau apa pun tentangnya. Aku tau, saat ini rumah milikmu sebagai hadiah pernikahanmu dulu kamu kosongkan. Bahkan kamu berencana untuk menjualnya, bukan?”Rembulan menatap Ridwan, ia tidak menyangka jika lelaki itu ternyata
Melihat Rembulan keluar dari mobil orang lain tentu membuat security yang berjaga di pintu kantor mengerutkan dahinya. Terlebih saat ia melihat Ridwan membukakan pintu untuk Rembulan. Beberapa yang melihat pun hanya tersenyum- senyum kecil.Semua tau, bahwa Rembulan adalah gunung es yang sulit untuk didekati. Dan, saat melihat Rembulan diantarkan oleh pria tampan tentu akan menjadi sedikit bahan untuk berghibah ria.Rembulan berjalan dengan tenang seperti biasa. Meski ia merasa sedang menjadi pusat perhatian pagi itu. Tapi, wanita itu paling pintar untuk menguasai diri dengan baik. Sampai di meja Dara, dia kembali harus mengerutkan dahi saat melihat bunga mawar merah segar ada di atas meja kerja Dara."Bagus bunganya, Ra. Dari siapa? Pasti penggemar beratmu," komentar Rembulan. Dara menghela napas dan langsung tersenyum."Silahkan Mbak masuk dulu ke ruangan, Mbak pasti akan lebih berbunga," jawab Dara.Rembulan hanya mengembuskan napas, dan ia hanya bisa menepuk dahinya saat melihat k
Dania menggebrak meja kerjanya dengan kesal. Jika tidak ingat ponselnya adalah ponsel mahal dan baru saja ia beli dua hari lalu, tentu ponsel itu sudah ia buang. Perasaan cemburu mulai menyusup, dan ia merasa kesal setengah mati.Baru saja sahabatnya mengirimkan foto seseorang.“Ridwan? Ah, manusia es itu sudah kembali ke Indonesia?” kata Dania bermonolog."Besok, aku harus kembali ke Indonesia!" Dania berseru dengan geram. Ia langsung melangkah dan mengemasi barangnya membuat managernya tersentak kaget."Mau kemana Dania? Pemotretan belum selesai," teriak Syalita managernya."Heh, kau mau ke mana? Jangan macam-macam kalau tidak mau karirmu sebagai model hancur!" bentak Syalita dengan suaranya yang melengking. Dania mendelik kesal."Aku sudah tidak mood!""Kalau begitu, siap-siap jadi gembel. Siapa yang mau membiayai skincare mahalmu? Perawatan, salon, baju, sepatu. Kau pikir jatuh dari langit?! Hanya tinggal satu kali lagi. Lagi pula, besok juga kita sudah bisa pulang ke Indonesia ka