Ridwan dengan tenang menatap dua wanita dan satu makhluk jadi-jadian yang menyapanya. "Kalian dari mana? Oya, Sayang ini adik bungsuku Lalita. Yang itu Dania dan Salita teman Lalita," kata Ridwan. Rembulan mengangguk dan tersenyum pada gadis cantik yang disapa Lalita itu. Lalita baru berusia 25 tahun, putri bungsu Rajasa itu sedikit arogan dan angkuh jika dibandingkan dengan Ridwan dan Annisa kakaknya. Tapi, saat melihat penampilan Rembulan yang begitu elegan dan juga berkelas, Lalita pun langsung tersenyum manis.Dania seorang model majalah dewasa berusia 25 tahun. Orangtua Dania memiliki kebun teh yang besar di kota Bandung. Karena dunia modeling nama Dania Wardhani terkenal dan ia pun menjadi salah satu model papan atas dengan bayaran yang cukup mahal. Dania mengenal Ridwan karena ia satu kelas sejak SMA dengan Lalita. Dania sudah berusaha mengejar cinta Ridwan. Tapi, dilirik pun tidak. Sejak saat itu juga Dania makin gencar mengejar cinta Ridwan.Salita adalah manager Dania. Ia se
"Kamu ini, kenapa sih suka sekali menggodaku? Lagi pula menikah itu bukan hal yang bisa dilakukan semudah membalikkan telapak tangan. Perlu persiapan ini dan itu. Mana mungkin bisa terlaksana dalam waktu cepat."Ridwan tertawa, "Kamu lupa? Aku pernah mengatakan kepadamu kan, kalau aku sudah mempersiapkan semua? Hanya tinggal undangan saja. Kamu tidak percaya?" tanya Ridwan."Kamu tidak main-main ya saat mengatakan hal itu?" tanya Rembulan."Tentu saja. Ya sudah, nanti malam kita dinner."**Malam itu mereka memutuskan untuk makan di sebuah restoran yang menyediakan menu makanan Eropa. Kedua orang tua Rembulan sengaja membiarkan Rembulan dan Ridwan keluar bersama untuk makan malam.Malam itu Rembulan tampak cantik mengenakan gaun malam berwarna hitam dan make up tipis di wajahnya. Rembulan tampak cantik dan elegan. Saat mereka sedang makan, tiba-tiba saja..."Aduh, Mas kok nggak bilang-bilang sih, mau dinner di sini?"Ridwan dengan tenang menatap dua wanita dan satu makhluk jadi-jadia
Ridwan baru saja masuk rumah saat Gita menyambutnya dengan senyuman."Mama kenapa?" tanyanya heran."Kau bersama Rembulan tadi? Bagaimana, apa kalian sudah bicara soal bagaimana hubungan kalian ke depannya? Kapan kau akan melamarnya?" tanya Gita dengan penuh semangat. Ridwan tertawa kecil, "Tadi, kami baru saja makan malam bersama.""Bersama keluarganya?" tanya Gita lagi.“Hanya kami berdua, tapi tadi sempat terjadi hal yang tidak mengenakkan. Ini semua gara-gara teman baikmu si Dania itu,Lit,” kata Ridwan kepada sang adik yang sedang asik menonton televisi.“Loh, kenapa dengan Dania?” tanya Lalita.Ridwan pun menceritakan semua yang terjadi di restoran tadi kepada sang adik.“Duh, temanmu itu meresahkan sekali, Lit. Itu sebabnya mama nggak terlalu suka kepada Dania. Kamu jangan terlalu dekat dengannya lah. Anak gadis kok nggak punya harga diri begitu,” kata Gita.“Maafkan temanku, Mas. Nanti aku akan menegurnya. Kamu kan tau sendiri kalau dia itu sejak dulu memang suka kepada Mas Rid
_5 BULAN KEMUDIAN_Sejak pagi keluarga Rembulan sudah sibuk. Tenda sudah terpasang dengan rapi, makanan sudah tersedia. Ayunda sengaja memesan catering untuk menjamu calon besannya. Ayunda tau bahwa keluarga Ridwan bukanlah orang sembarangan melainkan seorang pengusaha besar. Meski ini akan menjadi pernikahan kedua bagi Rembulan tetapi Ayunda dan Suseno ingin yang terbaik bagi anak mereka. Rembulan berhak bahagia setelah semua yang terjadi.Jadi, ia tidak ingin ada kekurangan. Laura bahkan menyiapkan kue-kue andalan dari toko kue langganannya untuk si hidangan para tamu. Sementara Rembulan duduk manis sambil membiarkan perias wajah yang khusus ia panggil dari salon langganannya mendandaninya.Sudah seminggu Rembulan bekerja dari rumah atas permintaan Suseno dan Buana. Ia ingin Rembulan tampak segar pada saat acara lamaran.Pagi itu Rembulan mengenakan gaun off shoulder berwarna pink yang membuatnya terlihat anggun dan elegan. Penata rambut Rembulan memilih gaya sanggul chignon menging
"Setidaknya kamu datang nanti ke pesta pernikahanku, Tari. Tidak ada yang namanya bekas kakak atau adik. Kamu adalah kakakku, jadi aku ingin kamu datang di hari pernikahanku dan mas Ridwan." Mentari menghela napas menatap saudari kembarnya. Sebenarnya dalam lubuk hatinya yang paling dalam ia pun tidak ingin melakukan hal ini. Ia cukup mengerti jika selama ini kendali ada di tangan ibu tirinya Ayunda. Ia tidak mau Ayunda menguasai harta ayahnya untuk anaknya. Anak yang malah tidak pernah ia akui kepada dunia. Untungnya sekarang ia pun sudah mulai bekerja di perusahaan sang ayah selagi ia hamil dan tidak bisa syuting. "Aku nggak janji datang, Lan. Tapi, aku doakan kamu dan Ridwan bahagia. Dia lelaki yang baik, Lan. Aku minta maaf sudah merebut Aldo darimu. Tapi, kelak kalian semua akan mengerti jika apa yang aku lakukan adalah untuk kebaikan kita semua," kata Mentari. Ia merasa memang saatnya sudah hampir tiba. Orang yang ia suruh untuk memata-matai semua aktivit
Aldo dengan tergesa menuju ke ruang operasi. Pasien yang baru saja ia operasi mengalami koma. Dengan cepat ia memeriksa kondisi pasien dan langsung bicara dengan keluarga pasien yang sedang menunggunya."Apakah anak saya bisa kembali sadar, Dok?" tanya ibu si pasien dengan wajah memelas. Aldo tersenyum dan menepuk bahu wanita setengah baya di hadapannya itu. "Kami akan berusaha semaksimal mungkin, Bu. Tetapi semua kembali lagi Tuhanlah yang menentukan." "Apa anak saya akan lumpuh?""Kita harus menunggu dia sadar kembali." "Bailklah Dokter, kami akan menunggu anak kami sadar kembali." "Dibantu doa saja, Bu," kata Aldo. Setelah selesai dengan pasien dan keluarganya, Aldo pun kembali melangkah menuju ke kamar perawatan Mentari. Tetapi, tiba-tiba seseorang mencekal lengannya. Dokter muda itu pun sontak menoleh dan saat melihat siapa yang mencekalnya ia langsung mengerutkan keningnya."Mama?" ujarnya dengan suara tertahan saat melihat Ayunda. "Pasien yang kamu tangani it
Mendengar pertanyaan Mentari, Ayunda tampak sedikit gugup. Namun, dengan cepat ia pun segera menguasai keadaan."Iya, anak sahabat mama sakit. Jadi, tadi mama menengoknya." Mentari hanya tersenyum tipis tetapi matanya menatap tajam kepada Ayunda."Mas, jika kondisiku dan anak kita baik aku mau pulang. Lagi pula proses kelahirannya kan normal," kata Mentari. "Jangan dipaksakan, Sayang." Mentari hanya tersenyum manis sambil menggelengkan kepalanya. "Aku merasa baik-baik saja dan ingin segera pulang. Lagi pula, Rembulan akan segera menikah, bukan?" Ayunda yang mendengar ucapan Mentari hanya bisa tersenyum simpul. Namun, Mentari menemukan sesuatu yang berbeda dari senyuman ibu tiri sekaligus tantenya itu.** _27 Tahun lalu_ Ayunda membuka matanya perlahan. Kepalanya terasa sangat sakit sekali. Bukan hanya kepala, tapi sekujur tubuhnya terasa lemas dan sakit. Matanya yang sudah terbuka sempurna itu terkejut saat mendapati ia tidak berada di kamarnya. A
Dua bulan semenjak kejadian itu, Ayunda baru menyadari jika ia hamil. Tetapi, ia tidak berani mengatakan kepada siapa pun. Hingga akhirnya ia mengambil keputusan yang sangat berani. Ia meminta untuk bisa kuliah di Singapura. Dengan bantuan teman dekatnya, Ayunda bisa kuliah dan mengatakan jika statusnya sudah menikah sehingga pihak universitas tidak mempermasalahkan kehamilannya. Dan saat bayi itu lahir, Ayunda memberikannya kepada sepasang suami istri yang sudah lama tidak memiliki anak. Ia tetap memantau di mana anaknya itu berada. Hingga pada akhirnya ia mendapatkan kabar jika Erlangga anaknya mengalami kecelakaan.**"Kamu ...." "Masih ingat kepada saya, Nyonya Rima?" tanya Ayunda dengan tenang sambil melangkah memasuki ruang rawat. "Bagaimana bisa Erlangga mengalami kecelakaan seperti ini? Begitu terpurukkah ekonomi keluarga Anda hingga membuat anak saya lelah? Padahal, sejak dulu saya tidak pernah absen memberikan nafkah untuk Erlangga," kata Ayunda.Ya, meski ia memberikan