Ridwan baru saja masuk rumah saat Gita menyambutnya dengan senyuman."Mama kenapa?" tanyanya heran."Kau bersama Rembulan tadi? Bagaimana, apa kalian sudah bicara soal bagaimana hubungan kalian ke depannya? Kapan kau akan melamarnya?" tanya Gita dengan penuh semangat. Ridwan tertawa kecil, "Tadi, kami baru saja makan malam bersama.""Bersama keluarganya?" tanya Gita lagi.“Hanya kami berdua, tapi tadi sempat terjadi hal yang tidak mengenakkan. Ini semua gara-gara teman baikmu si Dania itu,Lit,” kata Ridwan kepada sang adik yang sedang asik menonton televisi.“Loh, kenapa dengan Dania?” tanya Lalita.Ridwan pun menceritakan semua yang terjadi di restoran tadi kepada sang adik.“Duh, temanmu itu meresahkan sekali, Lit. Itu sebabnya mama nggak terlalu suka kepada Dania. Kamu jangan terlalu dekat dengannya lah. Anak gadis kok nggak punya harga diri begitu,” kata Gita.“Maafkan temanku, Mas. Nanti aku akan menegurnya. Kamu kan tau sendiri kalau dia itu sejak dulu memang suka kepada Mas Rid
_5 BULAN KEMUDIAN_Sejak pagi keluarga Rembulan sudah sibuk. Tenda sudah terpasang dengan rapi, makanan sudah tersedia. Ayunda sengaja memesan catering untuk menjamu calon besannya. Ayunda tau bahwa keluarga Ridwan bukanlah orang sembarangan melainkan seorang pengusaha besar. Meski ini akan menjadi pernikahan kedua bagi Rembulan tetapi Ayunda dan Suseno ingin yang terbaik bagi anak mereka. Rembulan berhak bahagia setelah semua yang terjadi.Jadi, ia tidak ingin ada kekurangan. Laura bahkan menyiapkan kue-kue andalan dari toko kue langganannya untuk si hidangan para tamu. Sementara Rembulan duduk manis sambil membiarkan perias wajah yang khusus ia panggil dari salon langganannya mendandaninya.Sudah seminggu Rembulan bekerja dari rumah atas permintaan Suseno dan Buana. Ia ingin Rembulan tampak segar pada saat acara lamaran.Pagi itu Rembulan mengenakan gaun off shoulder berwarna pink yang membuatnya terlihat anggun dan elegan. Penata rambut Rembulan memilih gaya sanggul chignon menging
"Setidaknya kamu datang nanti ke pesta pernikahanku, Tari. Tidak ada yang namanya bekas kakak atau adik. Kamu adalah kakakku, jadi aku ingin kamu datang di hari pernikahanku dan mas Ridwan." Mentari menghela napas menatap saudari kembarnya. Sebenarnya dalam lubuk hatinya yang paling dalam ia pun tidak ingin melakukan hal ini. Ia cukup mengerti jika selama ini kendali ada di tangan ibu tirinya Ayunda. Ia tidak mau Ayunda menguasai harta ayahnya untuk anaknya. Anak yang malah tidak pernah ia akui kepada dunia. Untungnya sekarang ia pun sudah mulai bekerja di perusahaan sang ayah selagi ia hamil dan tidak bisa syuting. "Aku nggak janji datang, Lan. Tapi, aku doakan kamu dan Ridwan bahagia. Dia lelaki yang baik, Lan. Aku minta maaf sudah merebut Aldo darimu. Tapi, kelak kalian semua akan mengerti jika apa yang aku lakukan adalah untuk kebaikan kita semua," kata Mentari. Ia merasa memang saatnya sudah hampir tiba. Orang yang ia suruh untuk memata-matai semua aktivit
Aldo dengan tergesa menuju ke ruang operasi. Pasien yang baru saja ia operasi mengalami koma. Dengan cepat ia memeriksa kondisi pasien dan langsung bicara dengan keluarga pasien yang sedang menunggunya."Apakah anak saya bisa kembali sadar, Dok?" tanya ibu si pasien dengan wajah memelas. Aldo tersenyum dan menepuk bahu wanita setengah baya di hadapannya itu. "Kami akan berusaha semaksimal mungkin, Bu. Tetapi semua kembali lagi Tuhanlah yang menentukan." "Apa anak saya akan lumpuh?""Kita harus menunggu dia sadar kembali." "Bailklah Dokter, kami akan menunggu anak kami sadar kembali." "Dibantu doa saja, Bu," kata Aldo. Setelah selesai dengan pasien dan keluarganya, Aldo pun kembali melangkah menuju ke kamar perawatan Mentari. Tetapi, tiba-tiba seseorang mencekal lengannya. Dokter muda itu pun sontak menoleh dan saat melihat siapa yang mencekalnya ia langsung mengerutkan keningnya."Mama?" ujarnya dengan suara tertahan saat melihat Ayunda. "Pasien yang kamu tangani it
Mendengar pertanyaan Mentari, Ayunda tampak sedikit gugup. Namun, dengan cepat ia pun segera menguasai keadaan."Iya, anak sahabat mama sakit. Jadi, tadi mama menengoknya." Mentari hanya tersenyum tipis tetapi matanya menatap tajam kepada Ayunda."Mas, jika kondisiku dan anak kita baik aku mau pulang. Lagi pula proses kelahirannya kan normal," kata Mentari. "Jangan dipaksakan, Sayang." Mentari hanya tersenyum manis sambil menggelengkan kepalanya. "Aku merasa baik-baik saja dan ingin segera pulang. Lagi pula, Rembulan akan segera menikah, bukan?" Ayunda yang mendengar ucapan Mentari hanya bisa tersenyum simpul. Namun, Mentari menemukan sesuatu yang berbeda dari senyuman ibu tiri sekaligus tantenya itu.** _27 Tahun lalu_ Ayunda membuka matanya perlahan. Kepalanya terasa sangat sakit sekali. Bukan hanya kepala, tapi sekujur tubuhnya terasa lemas dan sakit. Matanya yang sudah terbuka sempurna itu terkejut saat mendapati ia tidak berada di kamarnya. A
Dua bulan semenjak kejadian itu, Ayunda baru menyadari jika ia hamil. Tetapi, ia tidak berani mengatakan kepada siapa pun. Hingga akhirnya ia mengambil keputusan yang sangat berani. Ia meminta untuk bisa kuliah di Singapura. Dengan bantuan teman dekatnya, Ayunda bisa kuliah dan mengatakan jika statusnya sudah menikah sehingga pihak universitas tidak mempermasalahkan kehamilannya. Dan saat bayi itu lahir, Ayunda memberikannya kepada sepasang suami istri yang sudah lama tidak memiliki anak. Ia tetap memantau di mana anaknya itu berada. Hingga pada akhirnya ia mendapatkan kabar jika Erlangga anaknya mengalami kecelakaan.**"Kamu ...." "Masih ingat kepada saya, Nyonya Rima?" tanya Ayunda dengan tenang sambil melangkah memasuki ruang rawat. "Bagaimana bisa Erlangga mengalami kecelakaan seperti ini? Begitu terpurukkah ekonomi keluarga Anda hingga membuat anak saya lelah? Padahal, sejak dulu saya tidak pernah absen memberikan nafkah untuk Erlangga," kata Ayunda.Ya, meski ia memberikan
"Sayang, boleh aku bertanya sesuatu?" tanya Aldo kepada Mentari. Mereka baru saja pulang ke apartemen Aldo. Kedua orang tua Aldo juga baru saja pulang. Sementara anak mereka sudah tertidur dengan lelap di kamarnya. Mentari menatap Aldo dan tersenyum dengan manis. "Mau tanya apa sih, Mas? Tanya aja." "Kenapa kamu dan ibumu selalu bertengkar? Hmm ... dulu, saat aku dan Bulan hendak menikah dia bercerita jika sejak kecil kalian memang sering bertengkar dan kamu selalu mengambil apa yang menjadi miliknya." Mentari tertawa kecil, hubungannya dan Bulan sejak kecil memang terkadang ribut dan sering juga bertengkar memperebutkan barang atau apa saja yang bisa diperebutkan."Iya, benar. Sejak kecil kami tidak seperti anak kembar lain yang selalu rukun. Sebaliknya kami selalu bertengkar dan sebagai kakak aku tidak mau mengalah. Jadi, aku selalu membuat Bulan menangis dan mengalah. Tapi, papa selalu membelaku sejak kecil," kata Mentari. Gadis itu menghela napas, ia merasa bersalah kepada
Mentari yang awalnya merasa bahwa tidak akan ada seorang pun mengetahui rahasianya, merasa terkejut saat Aldo mengetahui kebenaran yang sudah lama ia sembunyikan.Mentari tidak menduga, jika Aldo bisa mengetahui rahasianya.Pasalnya, hanya segelintir orang yang mengetahui rahasianya, yang ia percaya untuk menjaga rahasianya.“Mentari, kau tidak perlu berbohong padaku lagi. Aku minta ... untuk kau menjelaskannya padaku sekarang juga.”“Aku tidak mengerti, apa yang kamu katakan padaku.”Mentari bergumam dalam hati kecilnya, ‘Apakah Aldo sudah mengetahui semua rahasiaku? Bagaimana ia bisa mengetahuinya secepat ini, bahkan ... aku sudah menutupnya serapat mungkin.’“Jangan mengelak lagi! Aku hanya meminta ... memintamu untuk jujur padaku, tidak lebih dari itu!”“Mentari, kenapa kau menyembunyikan hal ini padaku?” Aldo menggelengkan kepalanya, seolah tidak percaya dengan kelakuan wanita di hadapannya.“Bukankah kau bilang, jika kita harus saling mempercayai?”“Lalu kenapa ... kau menyembun