Adam sedang berjalan menuju ruangannya ketika Angel datang. Melihat dari cara mereka berpisah kemarin, lelaki itu memperkirakan beberapa skenario yang kemungkinan sudah menunggunya hari ini. Entah Angel bakal mencoba merayunya, berpikir bahwa dengan begitu bisa membuat Adam untuk tutup mulut, atau dia akan mulai bersikap menyedihkan demi menarik simpatinya. Bukankah kalau kejadian kemarin tersebar, maka akan menjadi suatu masalah besar? Coba bayangkan saja, bagaimana nanti apabila hal ini terekspos ke media? Seorang sekretaris perusahaan CC ternyata menjadi perempuan simpanan pemilik Sandira Enterprises. Brengsek! Sekedar memikirkan hal tersebut saja sudah membuat Adam harus mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. Lelaki itu memejam, berusaha mengendalikan diri agar saat-saat sulitnya semalam tidak lagi harus dialami. Demi Tuhan, sekali itu saja sudah cukup. Yah, bayangkan saja. Sudah delapan belas jam empat puluh tujuh menit sejak peristiwa itu terjadi dan sejak itulah Ad
Apakah dia harus membuka amplop itu atau tidak? Namun kalau dia tidak membuka dan melihat sendiri, lalu dari mana dia tahu bisa tahu apa isinya?Menggertakkan rahang dan memandang tajam sekretarisnya, Adam memutuskan untuk bersikap tegas kali ini. "Apa kamu tidak bisa langsung memberi tahuku saja, Miss Angel? Soal apa ini?""Apakah Anda tidak bisa langsung memeriksanya saja, Pak? Saya rasa untuk membuka amplop dan mengeluarkan lembaran kertas di dalamnya sama sekali bukan sesuatu yang sulit."Ya, Tuhan. Lihat. Lihat! Betapa menjengkelkan sekretarisnya ini! Bagaimana bisa perempuan seseksi ini memiliki sikap yang begitu menyebalkan? "Apakah sesulit itu untuk langsung mengatakan kepadaku? Kenapa kamu bersikap begitu menyulitkan seperti ini?""Maafkan saya, tapi saya sama sekali tidak bermaksud untuk menyulitkan Anda sedikit pun, Pak.""Lalu, menurutmu apa yang sudah kamu lakukan, ha?""Pak, hal apa sebenarnya yang sedang Anda bicarakan in—""Bukankah aku sudah jelas-jelas menyuruhmu un
Rasanya Adam siap untuk mengirimkan beberapa rudal sekaligus karena saking emosinya. Namun untuk saat ini, dia harus berpuas dulu dengan memberi pandangan membunuh yang dia layangkan kepada Dimas. "Jadi, ada apa, Dim? Kenapa kamu tiba-tiba saja datang ke ruang kantorku?"Paling tidak ada waktu satu menit tiga puluh tujuh detik yang dibutuhkan Dimas untuk menarik napas dalam-dalam, menelan ludah, dan mengucapkan dalam hati berbagai doa keselamatan yang dia tahu, sebelum akhirnya memberi jawaban. "Eh, ma—maafkan saya, Pak. Itu— ada hal urgent yang perlu untuk saya koordinasikan dengan Anda. Jadi, eh—"Dimas kembali menelan ludah. Dia mendapati bahwa sebagian dari dirinya begitu ingin segera angkat kaki dari sini, tapi etos kerjanya yang tinggi menghalangi dan tentu saja melarangnya melakukan hal pengecut yang semacam itu. Jadi sekarang, di sinilah dia, mencoba menabah-nabahkan hati di hadapan atasan yang jelas sekali ingin menguburnya hidup-hidup. Ya, Tuhan. Kenapa tadi dia sampai b
Adam merasa lega ketika akhirnya Angel kembali setengah jam kemudian. "Dari mana saja kamu?" semburnya seketika bertanya, bahkan tanpa mau menunggu sampai Angel duduk dulu di balik meja kerjanya. Namun kemudian dahinya berkerut, menyadari sesuatu yang lain dari sekretarisnya itu. "Ada apa? Apakah tadi kamu—" Menarik napas, sekali lagi Adam harus menelan kembali pertanyaan yang sebenarnya ingin dia ajukan. Apakah tadi diam-diam Angel menangis? Mengepalkan kedua tangannya, Adam mencoba sedikit mengurangi sensasi tidak nyaman yang kini dia rasakan. Seolah-olah ada tangan tidak kasat mata yang sedang meremas jantungnya. Sial! Ternyata dia sangat tidak suka melihat sekretarisnya itu menangis. Menarik napas dalam-dalam, dia berusaha agar tetap bisa bersikap seperti biasanya. Mata sembab yang menatapnya itu kini melebar dan dahi Angel pun berkerut. "Maaf?" "Aku belum selesai bicara denganmu dan kamu sudah langsung saja pergi dengan seenaknya, Miss Angel." "Bukankah tadi ada urusa
Tiga hari berlalu bagai sekejap mata. Pagi ini Angel terbangun dengan frustrasi dan rasa gugup yang membingungkan. Berkedip-kedip, selama setengah jam dia hanya berbaring sambil memandangi langit-langit kamar tidurnya dengan pikiran yang tidak menentu. Beberapa kali alarm ponselnya berbunyi, tapi Angel tidak menghiraukannya sama sekali. Akhirnya hari ini tiba juga. Hari ketika dia akan pergi berlibur bersama Raka. "Apa yang sudah aku lakukan?" bisiknya dengan suara yang terdengar bagai rintihan. "Ya, Tuhan. Apa sebenarnya yang aku lakukan ini?"Pada akhirnya Raka bersedia mengabulkan permintaan Angel yang menginginkan sebuah rumah mewah, tepat di sebelah rumah yang dia dan istrinya tempati. Namun lelaki itu tidak memberikannya dengan cuma-cuma, sebab ujung-ujungnya dia meminta agar Angel menemaninya berlibur selama beberapa hari sebagai syaratnya. Angel terpaksa menerima syarat tersebut karena tidak ingin lagi membuang waktu. Dia ingin agar semua masalah ini tuntas, sehingga dia p
"Kita sudah sampai, Nona."Dua puluh detik telah berlalu sejak mobil yang ditumpanginya berhenti dan Angel masih juga terdiam. Kedua tangannya yang berada di atas pangkuan pun terkepal, seolah ada sesuatu yang coba dia tahan. Tenang, Angel. Tenanglah. Tarik napas dalam-dalam dan hembuskan perlahan. Kamu pasti bisa."Terima kasih," ujarnya, memberi senyuman kepada supir yang tadi dikirimkan Raka untuk menjemputnya.Kepalan tangannya perlahan terbuka dan ekspresi wajahnya pun sudah terlihat sedikit santai. Dia tetap duduk dan menunggu, sampai pintu mobil dibukakan oleh supir tersebut. Namun baru sesaat Angel keluar dari mobil, dia seketika terpaku. Berjarak sekitar seratus meter dari tempatnya, sudah ada Raka yang menunggu. Melihat sosok Raka, seketika membuat Angel merasakan denyutan nyeri dalam dadanya. Ya, Tuhan. Sungguh, saat ini seolah seluruh tubuhnya sedang menjerit-jerit dan memprotes atas keputusan yang sudah dia ambil."Baby!" seru Raka, tampak luar biasa bahagia ketika me
Terdengar lenguhan ketika Lidia berguling ke samping. Beberapa bagian tubuhnya terasa begitu pegal dan ngilu, terutama di area kewanitaannya. "Jam berapa ini?" gumamnya dengan suara serak khas bangun tidur. "Ah, Mas Raka pasti sudah berangkat."Lidia memejam kembali. Tanpa menyadarinya, tangannya melayang ke bagian dada, memainkan bagian ujungnya yang hanya tertutup oleh selembar selimut. Ingatan soal percintaannya semalam bersama Raka, ternyata masih begitu memenuhi benak perempuan itu. "Ah, Mas Raka." Dia mendesah. Kali ini jemarinya menyapa bagian kewanitaannya yang sudah mulai basah. Sentuhan jarinya sendiri berubah menjadi sentuhan suaminya dalam pikiran Lidia. "Mas Raka, ah!"Selama beberapa menit, perempuan itu sibuk menjamah tubuhnya. Lidia begitu larut dalam bayangannya. Dia sama sekali tidak peduli dengan selimutnya yang kini sudah tidak karuan, mengakibatkan beberapa bagian tubuhnya yang privasi pun terekspos. "Ah, Mas. Ah!" Mendesah dan melenguh, Lidia menggeliat menik
Sementara itu, suami yang terus dipikirkan oleh Lidia sekarang sedang bersenang-senang dengan perempuan lain. Setelah tadi menikmati segelas sampanye di atas dek, dia dan Angel kini berjalan-jalan untuk menjelajah kapal pesiar. Sebenarnya Raka lebih ingin menghabiskan waktunya berdua saja di dalam kamar, tapi ternyata kekasihnya berpikiran lain. "Ini pertama kalinya Baby menaiki kapal pesiar. Jadi, wajar saja kalau dia merasa begitu bersemangat," gumamnya, tersenyum sendiri melihat tingkah Angel yang terlihat begitu bahagia. "Benar-benar menggemaskan." Angel memanggilnya dan seperti biasa Raka pun bergegas menghampirinya. Kekasihnya itu mengajak pergi ke pusat perbelanjaan yang memang terdapat pula di dalam kapal pesiar yang mereka naiki saat ini. Jangan heran, apabila harga di pusat perbelanjaan tersebut jauh di atas rata-rata harga yang biasanya. Selain itu, di sana juga dipenuhi dengan outlet-outlet yang tidak kalah mewah dengan pusat perbelanjaan di luar. "Raka, aku mau in
Halo, Para pembaca. Kisah Adam dan Angel berakhir sampai di sini. Terima kasih atas kesediannya untuk mengikuti kisah ini dan mohon maaf karena sempat vakum cukup lama. Ada satu dan lain hal yang menjadi penyebab, termasuk masalah kesehatan. Semoga kita semua selalu sehat & bahagia, ya. Saya menyadari bahwa karya ini sangat jauh dari kata sempurna. Untuk itu, komentar, masukan, dan saran dari Kakak sekalian sangat saya nanti dan hargai. Sampai bertemu di kisah yang lain. Apabila berkenan, silakan mampir di igeh saya: Rae_1243. Apabila ingin berhubungan melalui wa dengan saya, silakan dm saja. Sekali lagi, terima kasih. Salam sayang, ~Rae~
"Tahanan 2673, silakan ke sini."Lidia berjalan dengan kepala tertunduk. Setelah berada di penjara selama nyaris tiga tahun, kini dia sudah terbiasa dengan panggilan tersebut. Namun langkahnya tiba-tiba saja terhenti, saat dia melihat siapa orang yang datang mengunjunginya."Kamu lagi. Bukankah sudah aku katakan, agar tidak mengunjungiku lagi? Tapi kenapa kamu masih juga datang terus?""Kak Lidia, ish! Jangan bersikap sekasar itu dong. Lihat, Raline jadi kaget.""Kamu juga sih, Lin. Kenapa membawa anak kecil ke penjara?""Memangnya, kenapa? Raline ini juga kan, keponakan Kakak. Lagi pula, nanti juga Kakak akan tinggal bersamanya kan?"Sejenak Lidia terdiam, lalu membuang muka. "Tidak perlu. Lupakan saja omonganmu tadi. Lagi pula, dia pasti malu karena mempunyai bibi mantan napi seperti aku ini.""Siapa bilang? Memangnya, Kakak berpikir aku akan membesarkan putriku seperti apa?""Tapi—""Tujuh tahun lagi Kakak akan bebas. Pada saat itu, aku dan Raline akan datang menjemput Kakak. Titik
Lima menit pertama Angel mengedarkan pandangan. Dia masih berusaha untuk menangkap, apa sebenarnya yang sedang terjadi.Ada Ayahnya, yang berdiri di sebelah Erin. Angel juga bisa melihat teman-teman Ayahnya, yang sebagian besar dulunya merupakan orang-orang yang salah jalan. Lalu juga ada beberapa rekan kerjanya yang dulu seperti Yasmin, Aldi, dan bahkan Pak Dimas. Kemudian Keynan serta Keke.Tidak ada terlalu banyak orang di sana, kemungkinan tidak lebih dari seratus orang. Namun, suasanya begitu meriah.Dekorasi yang ada memang mewah, tapi tidak berlebihan. Ribuan bunga yang menghiasi seluruh penjuru ruangan luas ini dan bahkan sampai menjuntai dari langit-langit, membuat Angel seolah tiba-tiba saja masuk ke sebuah negeri dongeng.Kemudian, kerlip-kerlip apa itu? Terlihat seolah ada jutaan permata yang bersembunyi di balik hiasan bunga.Bahkan sampai ada banyak kupu-kupu yang berterbangan kian kemari. Seekor kupu-kupu berwarna hijau toska kemudian terbang mendekat dan hinggap di at
Terdengar suara desahan dari sepasang bibir Angel.Perempuan itu lebih dalam menyandarkan punggung ke kursi tempatnya duduk, sembari melemparkan pandangan ke arah jendela yang ada di sampingnya. Angel mengamati hamparan awan putih mendominasi. Seketika pikirannya pun kembali melayang ke segala hal yang telah terjadi. Tidak terasa, waktu tiga tahun pun sudah berlalu. "Padahal, rasanya seperti baru kemarin," gumamnya, mendesah. "Tapi syukurlah, setidaknya aku tidak perlu lagi bertemu dengan orang-orang itu."Raka sudah divonis penjara seumur hidup. Dari kabar terakhir yang Angel dengar, lelaki itu terlibat dalam kerusuhan yang terjadi di dalam penjara sampai mengalami luka parah.Namun, ada kabar lain lagi yang lebih mengerikan. Angel mendengar bahwa Raka sampai harus kehilangan kejantanannya. Kejantanan milik lelaki itu rupanya mengalami luka dan infeksi yang didapat dari insiden kerusuhan, sehingga akhirnya terpaksa dipotong. "Ya, Tuhan." Angel berbisik. "Aku tidak bisa membayang
Raka berteriak marah. Sejak tadi dia terus menendang-nendang jeruji besi tempatnya ditahan dan baru berhenti ketika dibentak balik oleh petugas jaga. "Brengsek!" Dia mengumpat, segera setelah petugas jaga pergi. "Kenapa semuanya jadi seperti ini? Kenapa?"Lelaki itu meremas-remas rambut dengan frustrasi. Dia teringat kembali dengan kejadian yang dialaminya tiga hari lalu.Waktu itu dia baru saja hendak pulang kerja, sewaktu dua orang lelaki yang tidak dikenal datang. Napasnya seketika tercekat, saat salah satu dari mereka menunjukkan surat penangkapan untuknya. Rasanya benar-benar memalukan ketika dia digelandang keluar dari gedung perusahaannya sendiri. Ditambah lagi dengan pandangan para karyawan yang ada, membuat Raka begitu ingin mengubur dirinya sendiri kala itu. "Sialan! Padahal tinggal sedikit lagi semua rencanaku bisa beres." Dia menggerutu. "Tapi kenapa malah jadi begini?"Sekarang Raka benar-benar tidak bisa berkutik. Dia tidak dapat mengelak sewaktu polisi menemukan boto
"Angel, tunggu!" Mobil yang Jalu kendarai masih belum sepenuhnya berhenti, tapi Angel sudah langsung membuka pintu dan meloncat keluar. Perempuan itu seolah tidak ingin membuang waktu dan segera menyeberangi pelataran parkir. "Angel! Tunggu, Nak!" Jalu berseru percuma. Putrinya itu sekarang berlari memasuki rumah sakit tanpa menoleh sedikit pun. Dengan menggerutu, Jalu berusaha mencari tempat untuk memarkirkan mobilnya. Lelaki itu pun segera berlari, menyusul ke arah putrinya. "Pak Jalu! Terima kasih karena sudah datang secepatnya." Dokter Brian berseru, sambil berlari-lari menyongsong Jalu. "Ada keadaan mendesak yang—" "Saya paham, Dok," potong Jalu segera. "Sebenarnya, apa yang terjadi?" "Ah, itu—" "Ayah!" seru Angel. Dia menarik-narik tangan Ayahnya dengan panik. "Ayah! Ada apa dengan Kak Erin? Kenapa sekarang Kak Erin dipindahkan ke ruang ICU? Lalu, kenapa aku tidak boleh masuk dan melihatnya?" "Angel, tenang dulu. Tenang ya, Nak." "Tapi, Ayah—" "Maaf karena saya menye
Rupanya, Adam yang menelepon. Lelaki itu memberi kabar bahwa Lidia telah memasukkan tuntutan kepada Rama ke meja hijau. Ternyata Lidia memaksa pulang paksa dari rumah sakit adalah demi mencari barang bukti. Hasilnya, dia menemukan beberapa bungkus permen aneh yang seperti beberapa kali pernah dia konsumsi, serta sebotol kecil obat pil yang bisa larut dalam air dengan cepat. "Lalu?" tanya Angel dengan hati berdebar. Berita yang disampaikan Adam kepadanya ini cukup membuatnya tegang. "Dia menghubungiku dan meminta tolong agar semua temuannya itu diperiksa. Hasilnya—" Dari ujung telepon, tarikan napas Adam terdengar begitu jelas. "Apa?" desak Angel. "Hasilnya bagaimana, Adam?" Adam masih sempat menyergah napas, sebelum menjawab, "Permen itu mengandung sejenis zat adiktif, yang apabila dikonsumsi maka akan memberikan efek ketagihan. Namun, ada beberapa zat lain yang juga terdapat di dalamnya. Untuk singkatnya, permen itu bisa dikatakan sebagai obat perangsang." "Obat, apa?" Angel
"Ayah, sudah aku katakan kalau aku baik-baik saja!"Angel merajuk. Dia terlihat sebal dan merasa tidak suka dengan segala hal yang sekarang terpaksa dia jalani. "Lagi pula, apa-apaan sih, semua ini?""Ini untuk berjaga-jaga, Angel," ujar Jalu, dengan sabar mencoba membujuk putrinya. "Jadi, sabar dulu, ya?""Berjaga-jaga bagaimana? Lidia yang pingsan, kenapa aku juga ikut-ikutan diperiksa seperti ini?""Tetap saja, Ayah khawatir, Angel. Apalagi setelah hasil pemeriksaan Lidia akhirnya keluar. Bagaimana kalau terjadi sesuatu padamu?"Angel memukul dahinya. Perempuan itu sekarang sedikit menyesali pertemuannya dengan Lidia tadi siang. Tidak berselang lama setelah Lidia melihat bukti yang disodorkan Adam kepadanya, perempuan itu tiba-tiba saja pingsan. Entah apa yang dia lihat, tapi apa pun itu yang pasti cukup membuat Lidia shok.Mereka tentu merasa panik. Jalu dengan segera membawa Lidia ke rumah sakit terdekat, diikuti oleh Angel dan juga Adam. Sampai kemudian hasil pemeriksaan Lidi
Angel sama sekali tidak percaya dengan hal yang baru saja didengarnya. "Jangan berbohong!" serunya. "Kakakku tidak mungkin melakukan hal yang semacam itu!""Apa kamu kira Kakakmu itu perempuan baik-baik, ha?" Lidia membalas disertai tawa. "Kalau kamu tidak percaya, tanyakan saja langsung kepada Raka. Yang terlebih dulu merebut Raka itu adalah Erin! Jadi, tidak salah kan, kalau aku mengambil kembali apa yang menjadi milikku?"Angel memegang kepalanya yang mendadak pusing. Hal yang diceritakan Lidia ini benar-benar di luar dugaannya. "Aku dan Raka sudah bertunangan dan sebentar lagi kami akan menikah," ujar Lidia lagi. "Lalu Kakakmu tiba-tiba datang dan merusak semuanya. Dia memaksa Raka memutuskan pertunangan kami dan otomatis pernikahan kami pun batal. Saat mendengar soal itu, penyakit jantung Ayahku kumat dan beliau meninggal seketika itu juga. Harta keluargaku habis, sampai aku pun terpaksa melakukan pekerjaan haram demi menghidupi Ibu dan adikku. Keluarga dan kebahagiaanku hancur