"Kita sudah sampai, Nona."Dua puluh detik telah berlalu sejak mobil yang ditumpanginya berhenti dan Angel masih juga terdiam. Kedua tangannya yang berada di atas pangkuan pun terkepal, seolah ada sesuatu yang coba dia tahan. Tenang, Angel. Tenanglah. Tarik napas dalam-dalam dan hembuskan perlahan. Kamu pasti bisa."Terima kasih," ujarnya, memberi senyuman kepada supir yang tadi dikirimkan Raka untuk menjemputnya.Kepalan tangannya perlahan terbuka dan ekspresi wajahnya pun sudah terlihat sedikit santai. Dia tetap duduk dan menunggu, sampai pintu mobil dibukakan oleh supir tersebut. Namun baru sesaat Angel keluar dari mobil, dia seketika terpaku. Berjarak sekitar seratus meter dari tempatnya, sudah ada Raka yang menunggu. Melihat sosok Raka, seketika membuat Angel merasakan denyutan nyeri dalam dadanya. Ya, Tuhan. Sungguh, saat ini seolah seluruh tubuhnya sedang menjerit-jerit dan memprotes atas keputusan yang sudah dia ambil."Baby!" seru Raka, tampak luar biasa bahagia ketika me
Terdengar lenguhan ketika Lidia berguling ke samping. Beberapa bagian tubuhnya terasa begitu pegal dan ngilu, terutama di area kewanitaannya. "Jam berapa ini?" gumamnya dengan suara serak khas bangun tidur. "Ah, Mas Raka pasti sudah berangkat."Lidia memejam kembali. Tanpa menyadarinya, tangannya melayang ke bagian dada, memainkan bagian ujungnya yang hanya tertutup oleh selembar selimut. Ingatan soal percintaannya semalam bersama Raka, ternyata masih begitu memenuhi benak perempuan itu. "Ah, Mas Raka." Dia mendesah. Kali ini jemarinya menyapa bagian kewanitaannya yang sudah mulai basah. Sentuhan jarinya sendiri berubah menjadi sentuhan suaminya dalam pikiran Lidia. "Mas Raka, ah!"Selama beberapa menit, perempuan itu sibuk menjamah tubuhnya. Lidia begitu larut dalam bayangannya. Dia sama sekali tidak peduli dengan selimutnya yang kini sudah tidak karuan, mengakibatkan beberapa bagian tubuhnya yang privasi pun terekspos. "Ah, Mas. Ah!" Mendesah dan melenguh, Lidia menggeliat menik
Sementara itu, suami yang terus dipikirkan oleh Lidia sekarang sedang bersenang-senang dengan perempuan lain. Setelah tadi menikmati segelas sampanye di atas dek, dia dan Angel kini berjalan-jalan untuk menjelajah kapal pesiar. Sebenarnya Raka lebih ingin menghabiskan waktunya berdua saja di dalam kamar, tapi ternyata kekasihnya berpikiran lain. "Ini pertama kalinya Baby menaiki kapal pesiar. Jadi, wajar saja kalau dia merasa begitu bersemangat," gumamnya, tersenyum sendiri melihat tingkah Angel yang terlihat begitu bahagia. "Benar-benar menggemaskan." Angel memanggilnya dan seperti biasa Raka pun bergegas menghampirinya. Kekasihnya itu mengajak pergi ke pusat perbelanjaan yang memang terdapat pula di dalam kapal pesiar yang mereka naiki saat ini. Jangan heran, apabila harga di pusat perbelanjaan tersebut jauh di atas rata-rata harga yang biasanya. Selain itu, di sana juga dipenuhi dengan outlet-outlet yang tidak kalah mewah dengan pusat perbelanjaan di luar. "Raka, aku mau in
Jarum jam tepat menunjukkan pukul delapan malam, ketika Angel melangkah memasuki bar Two 72's.Perempuan itu mengenakan dress malam khas musim panas bergaya simple. Dress putihnya memiliki aksen tali yang diikat di kedua bahu dan memberi kesan jatuh, sehingga memperlihatkan tulang selangkanya. Panjang gaunnya sendiri hanya sedikit diatas lutut, dengan model potongan asimetris. "Ternyata lumayan ramai juga," gumamnya, sembari mengedarkan pandangan. Sudah ada banyak orang yang datang dan berlalu lalang, baik penumpang kapal ataupun pegawainya. Para petugas keamanan pun terlihat membaur, meski tetap bersikap waspada. "Selamat malam, selamat datang di Two 72's," ucap pegawai bar yang rupanya bertugas untuk menyambut pengunjung. "Silakan memilih model topeng yang akan Anda kenakan."Angel mengangguk. Sesaat dia mengamati berbagai topeng pesta yang terlihat begitu mewah dan cantik, yang dipajang di berderet di dinding. "Tolong ambilkan itu," ujarnya, menunjuk sebuah topeng pesta yang be
Siapa orang yang sudah sembarangan memeluknya ini? Mungkinkah kalau ini adalah Raka?Bukan. Rasanya, bukan. Angel memang tidak ingin mengakuinya, tapi sedikit banyak dia sudah familier dengan sosok, postur, dan aroma lelaki beristri tersebut. Sementara untuk lelaki yang tengah memeluknya ini, Angel masih merasa asing. Tubuhnya menegang. Sebenarnya Angel tidak pernah suka, apabila disentuh oleh sembarang orang. Mengenai Raka tentu saja merupakan pengecualian, itu pun sebenarnya dia lakukan dengan sangat terpaksa.Jadi, siapa sebenarnya lelaki ini? "Lepaskan aku." Dia mendesis, balas meremas pergelangan tangan yang kini masih melingkar di pinggangnya. "Lepas, Brengsek!""Kurasa, tidak bisa." Bibir lelaki itu menyentuh ringan bagian bawah telinganya dan sontak membuat Angel gemetar karena kontak fisik tersebut. "Kamu tahu, aku sudah susah payah sampai di sini hanya untuk menemukanmu, jadi jangan berharap kalau aku akan melepaskanmu.""Apa maksudmu? Paling tidak, biarkan aku tahu soal
"Siapa dia? Kenapa kamu tidak menungguku dan malah berdansa dengan lelaki lain?"Suara Raka yang bertanya terdengar bagai salakan anjing yang marah. Dia juga mencengkeram kuat pergelangan tangan Angel, membuat perempuan itu berdesis kesakitan. "Baby, jawab!""Bagaimana kalau Anda melepaskan tangannya dulu?" sahut Adam, balas mencengkeram tangan Raka. "Apa Anda tidak melihat kalau dia kesakitan?"Sebenarnya Raka tidak pernah memiliki niatan untuk menuruti omongan lelaki yang entah siapa ini. Namun, rupanya cengkeraman tangan lelaki itu begitu bertenaga. Rasanya seperti ada tang yang menjepit kuat dan berusaha meremukkan tangannya. "Oke," ujarnya, akhirnya melepaskan Angel. "Tapi lepaskan juga pelukanmu!"Selama beberapa saat Adam sama sekali tidak menghiraukannya. Perhatian lelaki itu kini sepenuhnya tertumpah ke pergelangan tangan Angel, yang sekarang nampak sedikit memerah. "Apakah sakit?" tanyanya, sarat dengan nada khawatir yang berjawab gelengan Angel. "Kalau sakit, katakan saj
"Dia hampir menangis.""Apa?""Perempuan yang tadi berdansa denganmu, dia hampir menangis."Adam melontarkan pandangan bertanya ke arah Keke. Perempuan itu memang baru saja bergabung dengannya di meja bar. Namun bukannya menjawab, Keke justru merebut gelas minuman yang hendak Adam tenggak. "Pesan minumanmu sendiri, Ke," ujar Adam dengan nada berang. "Jangan main rebut gelas orang lain.""Ini sudah gelas wiskimu yang kelima, Adam. Kamu bisa ambruk kalau terus-terusan begini."Adam tidak menghiraukannya. Lelaki itu memanggil bartender dan kembali meminta gelas serta sebotol wiski. "Apa kamu sedang patah hati?"Dengan muak Adam menggeleng. Lelaki itu langsung menenggak segelas wiski yang baru dituang. Dari tadi dia berharap ada sesuatu yang bisa membantu untuk mengalihkan perhatian dan memberinya kedamaian. Namun, justru Keke yang datang.Brengsek. Dasar perempuan. Seharusnya Adam tahu kalau hal itu tidak akan berhasil. Tidak peduli sekeras apa dia mencoba, selalu ada Angel dalam piki
Adam beberapa kali memeriksa file data penumpang yang didapatkan dari Dimas. Paling tidak lelaki itu sekedar ingin memastikan kalau nomor kabin yang dicari tidak salah.Di ponselnya juga sudah tersedia aplikasi khusus yang bisa dia gunakan untuk mengakses denah kapal. Sayangnya, semua hal itu pun tidak banyak membantu. Paling tidak sudah setengah jam berlalu sejak dia tadi pergi meninggalkan Keke. Namun nyatanya, sampai sekarang Adam masih belum berhasil menemukan lokasi kabin tempat Raka menginap. "Sial!" makinya. "Aku benar-benar seperti orang bodoh saja."Dia akhirnya berhenti di sebuah koridor dan menggerutu sendiri. Tidak ada orang lain yang berada di koridor. Hal yang wajar, sebab sekarang sebagian besar penumpang pasti masih menikmati acara pesta di bar. "Masa aku harus bertanya ke kru kapal?" keluhnya, sambil menyugar rambut. "Yah, mungkin lebih baik begitu, daripada aku hanya berputar-putar tidak jelas."Lelaki itu sudah berjalan sampai pertengahan koridor, tapi tidak menem