Siapa orang yang sudah sembarangan memeluknya ini? Mungkinkah kalau ini adalah Raka?Bukan. Rasanya, bukan. Angel memang tidak ingin mengakuinya, tapi sedikit banyak dia sudah familier dengan sosok, postur, dan aroma lelaki beristri tersebut. Sementara untuk lelaki yang tengah memeluknya ini, Angel masih merasa asing. Tubuhnya menegang. Sebenarnya Angel tidak pernah suka, apabila disentuh oleh sembarang orang. Mengenai Raka tentu saja merupakan pengecualian, itu pun sebenarnya dia lakukan dengan sangat terpaksa.Jadi, siapa sebenarnya lelaki ini? "Lepaskan aku." Dia mendesis, balas meremas pergelangan tangan yang kini masih melingkar di pinggangnya. "Lepas, Brengsek!""Kurasa, tidak bisa." Bibir lelaki itu menyentuh ringan bagian bawah telinganya dan sontak membuat Angel gemetar karena kontak fisik tersebut. "Kamu tahu, aku sudah susah payah sampai di sini hanya untuk menemukanmu, jadi jangan berharap kalau aku akan melepaskanmu.""Apa maksudmu? Paling tidak, biarkan aku tahu soal
"Siapa dia? Kenapa kamu tidak menungguku dan malah berdansa dengan lelaki lain?"Suara Raka yang bertanya terdengar bagai salakan anjing yang marah. Dia juga mencengkeram kuat pergelangan tangan Angel, membuat perempuan itu berdesis kesakitan. "Baby, jawab!""Bagaimana kalau Anda melepaskan tangannya dulu?" sahut Adam, balas mencengkeram tangan Raka. "Apa Anda tidak melihat kalau dia kesakitan?"Sebenarnya Raka tidak pernah memiliki niatan untuk menuruti omongan lelaki yang entah siapa ini. Namun, rupanya cengkeraman tangan lelaki itu begitu bertenaga. Rasanya seperti ada tang yang menjepit kuat dan berusaha meremukkan tangannya. "Oke," ujarnya, akhirnya melepaskan Angel. "Tapi lepaskan juga pelukanmu!"Selama beberapa saat Adam sama sekali tidak menghiraukannya. Perhatian lelaki itu kini sepenuhnya tertumpah ke pergelangan tangan Angel, yang sekarang nampak sedikit memerah. "Apakah sakit?" tanyanya, sarat dengan nada khawatir yang berjawab gelengan Angel. "Kalau sakit, katakan saj
"Dia hampir menangis.""Apa?""Perempuan yang tadi berdansa denganmu, dia hampir menangis."Adam melontarkan pandangan bertanya ke arah Keke. Perempuan itu memang baru saja bergabung dengannya di meja bar. Namun bukannya menjawab, Keke justru merebut gelas minuman yang hendak Adam tenggak. "Pesan minumanmu sendiri, Ke," ujar Adam dengan nada berang. "Jangan main rebut gelas orang lain.""Ini sudah gelas wiskimu yang kelima, Adam. Kamu bisa ambruk kalau terus-terusan begini."Adam tidak menghiraukannya. Lelaki itu memanggil bartender dan kembali meminta gelas serta sebotol wiski. "Apa kamu sedang patah hati?"Dengan muak Adam menggeleng. Lelaki itu langsung menenggak segelas wiski yang baru dituang. Dari tadi dia berharap ada sesuatu yang bisa membantu untuk mengalihkan perhatian dan memberinya kedamaian. Namun, justru Keke yang datang.Brengsek. Dasar perempuan. Seharusnya Adam tahu kalau hal itu tidak akan berhasil. Tidak peduli sekeras apa dia mencoba, selalu ada Angel dalam piki
Adam beberapa kali memeriksa file data penumpang yang didapatkan dari Dimas. Paling tidak lelaki itu sekedar ingin memastikan kalau nomor kabin yang dicari tidak salah.Di ponselnya juga sudah tersedia aplikasi khusus yang bisa dia gunakan untuk mengakses denah kapal. Sayangnya, semua hal itu pun tidak banyak membantu. Paling tidak sudah setengah jam berlalu sejak dia tadi pergi meninggalkan Keke. Namun nyatanya, sampai sekarang Adam masih belum berhasil menemukan lokasi kabin tempat Raka menginap. "Sial!" makinya. "Aku benar-benar seperti orang bodoh saja."Dia akhirnya berhenti di sebuah koridor dan menggerutu sendiri. Tidak ada orang lain yang berada di koridor. Hal yang wajar, sebab sekarang sebagian besar penumpang pasti masih menikmati acara pesta di bar. "Masa aku harus bertanya ke kru kapal?" keluhnya, sambil menyugar rambut. "Yah, mungkin lebih baik begitu, daripada aku hanya berputar-putar tidak jelas."Lelaki itu sudah berjalan sampai pertengahan koridor, tapi tidak menem
"Kenapa kamu memakai baju seperti ini?" "Pak, itu- Saya-" Rahang Adam menegang dan ekspresi wajahnya pun mengeras. Mata lelaki itu menatap tajam, menelusuri penampilan sekretarisnya dengan cermat. Panjang kemeja yang dikenakan oleh Angel hanya mencapai pertengahan pahanya. Sementara untuk bagian bawah, sekretarisnya itu tidak mengenakan apa pun. Tidak ada rok atau celana pendek sekalipun, hanya ada sandal kamar yang kini membungkus sepasang kakinya. Melihat penampilan Angel yang semacam ini, tak pelak membuat Adam berpikiran macam-macam. Kenapa Angel hanya mengenakan kemeja seperti ini? Dari ukuran dan potongannya, bisa dipastikan kalau itu adalah kemeja lelaki. "Raka," bisiknya dengan suara menggeram yang menakutkan. "Pasti kemeja si brengsek itu!" Adam sangat ingin merobek kemeja yang Angel pakai saat ini juga. Dia seolah tidak rela kalau ada barang milik lelaki lain yang menempel pada tubuh sekretarisnya. Namun, ditahan-tahannya keinginan tersebut. Lelaki itu menyadari
"Bagaimana kalau nanti Raka mencari saya, Pak?" gumam Angel bertanya. "Tadi saya diam-diam keluar sewaktu dia sudah tertidur.""Apa sudah menjadi kebiasaanmu untuk berkeliaran ke mana-mana dengan berpakaian seperti ini?" Adam balas bertanya, suaranya bergemuruh dalam sementara bibirnya nyaris terkatup. "Saya hanya ingin mencari udara segar saja kok, Pak.""Lalu bagaimana kalau yang menemukanmu adalah lelaki lain? Apa kamu sama sekali tidak berpikir soal keselamatanmu?"Angel menyandarkan kepalanya lebih dalam ke dada Adam. Rupanya perempuan itu sudah merasa nyaman berada dalam gendongan atasannya. Entah sudah berapa kali dia diam-diam menguap. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Saya yakin kalau sebagian besar orang pasti sedang berada di bar. Bukankah pesta di sana akan berlangsung sampai pagi?""Tapi tetap saja—""Lagi pula, semisal ada yang berani macam-macam terhadap saya, saya pasti bisa mengatasinya kok, Pak."Sepasang alis Adam sekarang seketika berkerut. "Maksudnya? Apakah
"Aahh ...." Suara desahan lolos dari bibir Keke. Kedua pipinya memerah, rambutnya berantakan, dan tubuhnya tidak tertutup sehelai benang pun. Air melimpah dan tertumpah keluar bathtub ketika perempuan itu menyandarkan punggungnya lebih dalam. Dengan bibir yang cemberut, dia lantas memandang kesal ke arah lelaki yang kini sedang duduk di sebelah bathtub. "Kukira kita akan bercinta," gerutunya. "Tapi ternyata ...." "Bukankah tadi kamu sendiri yang mengatakan, agar aku membantumu membersihkan bekas lelaki itu di tubuhmu?" sahut Keynan dengan tersenyum, seolah tidak berdosa. Dia lalu meraih sebelah tangan Keke dan mulai menyabuninya. "Kalau soal mandi, aku juga sudah langsung mandi setelah lelaki itu tadi pergi, Key," omel Keke lagi. Meski terlihat kesal, tapi dia tidak menarik tangannya dari Keynan. "Jadi, seharusnya aku tidak perlu mandi lagi. Toh, tidak ada bedanya." "Ada dong, Ke." "Memang, apa bedanya?" "Bedanya, aku yang memandikanmu. Jadi sekarang, kamu diam dan nikmati s
"Apa kamu bisa menjelaskan semuanya dulu kepadaku, sebelum melanjutkan marahmu?" "Apa kamu tidak bisa membiarkan aku masuk dulu, sebelum aku menceritakan semuanya?" Keynan langsung bergerak, menghalangi Adam yang sudah hendak menerobos masuk ke kamarnya. "Tidak," ujarnya. "Tidak boleh." "Apa maksudmu dengan tidak boleh?" "Tidak boleh ya, tidak boleh." Keynan menaikkan bahunya sesaat. "Kamu tidak boleh masuk, Adam. Masa seperti itu saja kamu tidak paham?" Adam ternganga mendengarnya. "Apa kamu sedang bercanda, Key? Sebab kalau iya, maka sekarang ini bukan waktu yang tepat." "Sayangnya, tidak. Aku tidak sedang bercanda. Kamu tidak boleh masuk ke kamarku, Adam." "Apa kamu benar-benar ingin aku hajar?" "Coba saja. Kamu kira, aku akan diam saja?" "Oke." Adam mengangguk. "Kebetulan, aku juga sedang merasa sangat kesal. Paling tidak ini bisa menjadi pemanasan yang bagus, sebelum aku benar-benar menghabisi si brengsek itu." "Bagus," sahut Keynan. "Sejak tadi mood-ku juga sedang buru