"Bagaimana kalau nanti Raka mencari saya, Pak?" gumam Angel bertanya. "Tadi saya diam-diam keluar sewaktu dia sudah tertidur.""Apa sudah menjadi kebiasaanmu untuk berkeliaran ke mana-mana dengan berpakaian seperti ini?" Adam balas bertanya, suaranya bergemuruh dalam sementara bibirnya nyaris terkatup. "Saya hanya ingin mencari udara segar saja kok, Pak.""Lalu bagaimana kalau yang menemukanmu adalah lelaki lain? Apa kamu sama sekali tidak berpikir soal keselamatanmu?"Angel menyandarkan kepalanya lebih dalam ke dada Adam. Rupanya perempuan itu sudah merasa nyaman berada dalam gendongan atasannya. Entah sudah berapa kali dia diam-diam menguap. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Saya yakin kalau sebagian besar orang pasti sedang berada di bar. Bukankah pesta di sana akan berlangsung sampai pagi?""Tapi tetap saja—""Lagi pula, semisal ada yang berani macam-macam terhadap saya, saya pasti bisa mengatasinya kok, Pak."Sepasang alis Adam sekarang seketika berkerut. "Maksudnya? Apakah
"Aahh ...." Suara desahan lolos dari bibir Keke. Kedua pipinya memerah, rambutnya berantakan, dan tubuhnya tidak tertutup sehelai benang pun. Air melimpah dan tertumpah keluar bathtub ketika perempuan itu menyandarkan punggungnya lebih dalam. Dengan bibir yang cemberut, dia lantas memandang kesal ke arah lelaki yang kini sedang duduk di sebelah bathtub. "Kukira kita akan bercinta," gerutunya. "Tapi ternyata ...." "Bukankah tadi kamu sendiri yang mengatakan, agar aku membantumu membersihkan bekas lelaki itu di tubuhmu?" sahut Keynan dengan tersenyum, seolah tidak berdosa. Dia lalu meraih sebelah tangan Keke dan mulai menyabuninya. "Kalau soal mandi, aku juga sudah langsung mandi setelah lelaki itu tadi pergi, Key," omel Keke lagi. Meski terlihat kesal, tapi dia tidak menarik tangannya dari Keynan. "Jadi, seharusnya aku tidak perlu mandi lagi. Toh, tidak ada bedanya." "Ada dong, Ke." "Memang, apa bedanya?" "Bedanya, aku yang memandikanmu. Jadi sekarang, kamu diam dan nikmati s
"Apa kamu bisa menjelaskan semuanya dulu kepadaku, sebelum melanjutkan marahmu?" "Apa kamu tidak bisa membiarkan aku masuk dulu, sebelum aku menceritakan semuanya?" Keynan langsung bergerak, menghalangi Adam yang sudah hendak menerobos masuk ke kamarnya. "Tidak," ujarnya. "Tidak boleh." "Apa maksudmu dengan tidak boleh?" "Tidak boleh ya, tidak boleh." Keynan menaikkan bahunya sesaat. "Kamu tidak boleh masuk, Adam. Masa seperti itu saja kamu tidak paham?" Adam ternganga mendengarnya. "Apa kamu sedang bercanda, Key? Sebab kalau iya, maka sekarang ini bukan waktu yang tepat." "Sayangnya, tidak. Aku tidak sedang bercanda. Kamu tidak boleh masuk ke kamarku, Adam." "Apa kamu benar-benar ingin aku hajar?" "Coba saja. Kamu kira, aku akan diam saja?" "Oke." Adam mengangguk. "Kebetulan, aku juga sedang merasa sangat kesal. Paling tidak ini bisa menjadi pemanasan yang bagus, sebelum aku benar-benar menghabisi si brengsek itu." "Bagus," sahut Keynan. "Sejak tadi mood-ku juga sedang buru
Angel sama sekali tidak tahu bagaimana dia bisa berada di sini tanpa membunuh dirinya sendiri. Bayangan atas kejadian yang terjadi kurang dari satu jam lalu itu kembali memenuhi benaknya. Ya, Tuhan. Malu sekali rasanya. "Bagaimana bisa aku malah ketiduran sewaktu digendong Pak Adam?" gumamnya, sembari menutup wajah dengan kedua tangan. "Angel, kenapa kamu bisa bodoh sekali, sih?""Ya, ampun!" katanya panik, menyadari pertemuan mereka dengan Raka tadi. "Kenapa kami harus bertemu segala sih? Seharusnya tadi Pak Adam membangunkan aku saja, daripada mondar-mandir sambil menggendongku. Kalau begitu kan, kami tidak perlu sampai ketahuan oleh Raka."Angel berjalan hilir mudik. Dia merasa panik dengan pemikirannya sendiri. "Padahal aku sudah sengaja keluar kamar diam-diam, tapi malah ketahuan seperti ini," gumamnya gelisah. "Lalu, sekarang aku harus bagaimana? Apalagi mereka berdua sempat ribut seperti itu."Wajah Angel terlihat muram ketika teringat kembali dengan kejadian tadi.Raka tent
"Apa kamu hanya akan berdiri diam seperti itu?"Angel mengerjap. Dia juga menyadari mulutnya yang terbuka, meski tanpa ada suara yang keluar. Kedua matanya menatap bingung ke arah perempuan yang kini berdiri di depan kamar Adam. "Minggir. Aku mau masuk." "Ah!"Angel belum sempat bereaksi ketika perempuan itu sudah langsung berjalan masuk dan menabrak bahunya. "Tunggu. Apakah kamu tahu, kamar siapa ini? Maksudku—""Tentu saja aku tahu," sahut perempuan itu, memotong ucapan Angel. "Memangnya, menurutmu kenapa aku berada di sini?"Bagaimana Angel bisa tahu? Sekarang bahkan pertama kalinya dia melihat perempuan ini. Dia dengan cepat mengamati perempuan yang kini dengan santainya duduk di pinggiran tempat tidur. Cantik adalah kata pertama yang terlintas dalam benak Angel. Terlepas dari dandanan tebal dan baju seksi yang dikenakan, perempuan ini memang mempesona. Terlebih dengan sepasang mata yang kini balas menatapnya. "Terlihat kuat, tapi juga seperti sedang menyimpan kesedihan," gum
Raka menatap tajam sosok perempuan cantik yang kini tengah berdiri di dekatnya. Tidak ada kata yang lelaki itu ucapkan, meski beberapa waktu sudah berlalu. "Sejak kapan?" tanyanya pelan. "Sejak kapan kamu ada hubungan khusus dengan atasanmu itu, Baby?"Saat ini mereka tengah berada di dalam kamarnya dan Raka masih tetap mengawasi Angel. Bahkan gerakan Angel yang sekecil apa pun, tidak luput dari pengamatannya.Dia tahu bahwa sekarang perempuan itu sedang gugup. Bagaimana pun Raka tidak cukup bodoh, untuk sampai tidak menyadari bahwa Angel menyembunyikan sesuatu darinya. "Kamu milikku, Baby," ujarnya dengan suara mendesis. "Kamu tidak lupa soal itu kan?"Angel mengangguk dengan perlahan. Raka bisa melihat kekasihnya itu kini menggigit-gigit bibir dengan sikap cemas. Kalau saja mereka tidak sedang ada masalah, lelaki itu pasti akan merasa gemas melihatnya. Sepasang bibir yang seksi itu selalu menjadi favoritnya. Namun, tidak. Untuk saat ini, Raka memilih untuk menahan gairahnya. Inga
Keke sedang berdiri dan bersandar di luar pintu kamar Adam, ketika lelaki itu datang bersama Keynan. "Kalian terlambat," ujarnya dengan santai, tanpa mau mengalihkan pandangan dari layar ponsel. "Dia baru saja pergi. Ah, lebih tepatnya, ada seseorang baru saja membawanya pergi." Ada geraman mengerikan yang disuarakan Adam. Lelaki itu sudah hendak berbalik pergi, tapi dengan tangkas Keynan mencekalnya. "Sabar, Adam," ujarnya. "Jangan terburu-buru. Simpan emosimu dulu. Kita tetap dengan rencana semula. Oke?" Adam tidak menjawab atau mengangguk. Lelaki itu hanya menyentak tangannya dengan kasar, sehingga terlepas dari Keynan. Tanpa kata Adam segera masuk ke kamar sambil membanting pintunya. "Apa kamu baik-baik saja?" tanya Keynan. Dia bergegas menghampiri Keke. Keynan berdecak kesal. Dia merasa tidak suka atas ulah Adam tadi. Lelaki itu sempat melihat Keke yang sampai berjingkat karena merasa kaget. "Ke," panggilnya lagi. "Aku tanya, apa kamu baik-baik saja?" Keke mendongak dan
Salah satu fasilitas yang disediakan di kapal pesiar Silver Muse adalah kasino. Kasino di Silver Muse memiliki tiga ragam permainan, di antaranya Blackjack, Roulette, dan Ocean Poker. Tentu saja termasuk mesin slot dan juga multi game video poker. Lalu, di sinilah Keynan. Lelaki berusia tiga puluh dua tahun itu sekarang terlihat begitu tampan dalam balutan tuksedo abu-abunya. "Bagaimana penampilanku?" bisiknya, sedikit menunduk dan memiringkan kepala ke kiri. "Apakah aku terlihat tampan?" Keke mengangkat kedua alisnya, menatap lelaki yang kini berdiri di sebelahnya. "Are you okay, Keynan?" tanyanya, mengandung sarkasme. "Sure!" Keynan menyeringai lebar. "Asal kamu tahu, Ke. Aku bahkan tidak pernah merasa lebih baik dari ini." Keke tidak menyahut. Perempuan itu hanya memutar mata dan membuang napas kesal. Seumpama bisa, sebenarnya dia ingin segera menjauh saja dari lelaki ini. Berada terlalu dekat dengan Keynan, semakin lama terasa semakin membahayakan akal sehatnya. Namun,