"Apa kamu hanya akan berdiri diam seperti itu?"Angel mengerjap. Dia juga menyadari mulutnya yang terbuka, meski tanpa ada suara yang keluar. Kedua matanya menatap bingung ke arah perempuan yang kini berdiri di depan kamar Adam. "Minggir. Aku mau masuk." "Ah!"Angel belum sempat bereaksi ketika perempuan itu sudah langsung berjalan masuk dan menabrak bahunya. "Tunggu. Apakah kamu tahu, kamar siapa ini? Maksudku—""Tentu saja aku tahu," sahut perempuan itu, memotong ucapan Angel. "Memangnya, menurutmu kenapa aku berada di sini?"Bagaimana Angel bisa tahu? Sekarang bahkan pertama kalinya dia melihat perempuan ini. Dia dengan cepat mengamati perempuan yang kini dengan santainya duduk di pinggiran tempat tidur. Cantik adalah kata pertama yang terlintas dalam benak Angel. Terlepas dari dandanan tebal dan baju seksi yang dikenakan, perempuan ini memang mempesona. Terlebih dengan sepasang mata yang kini balas menatapnya. "Terlihat kuat, tapi juga seperti sedang menyimpan kesedihan," gum
Raka menatap tajam sosok perempuan cantik yang kini tengah berdiri di dekatnya. Tidak ada kata yang lelaki itu ucapkan, meski beberapa waktu sudah berlalu. "Sejak kapan?" tanyanya pelan. "Sejak kapan kamu ada hubungan khusus dengan atasanmu itu, Baby?"Saat ini mereka tengah berada di dalam kamarnya dan Raka masih tetap mengawasi Angel. Bahkan gerakan Angel yang sekecil apa pun, tidak luput dari pengamatannya.Dia tahu bahwa sekarang perempuan itu sedang gugup. Bagaimana pun Raka tidak cukup bodoh, untuk sampai tidak menyadari bahwa Angel menyembunyikan sesuatu darinya. "Kamu milikku, Baby," ujarnya dengan suara mendesis. "Kamu tidak lupa soal itu kan?"Angel mengangguk dengan perlahan. Raka bisa melihat kekasihnya itu kini menggigit-gigit bibir dengan sikap cemas. Kalau saja mereka tidak sedang ada masalah, lelaki itu pasti akan merasa gemas melihatnya. Sepasang bibir yang seksi itu selalu menjadi favoritnya. Namun, tidak. Untuk saat ini, Raka memilih untuk menahan gairahnya. Inga
Keke sedang berdiri dan bersandar di luar pintu kamar Adam, ketika lelaki itu datang bersama Keynan. "Kalian terlambat," ujarnya dengan santai, tanpa mau mengalihkan pandangan dari layar ponsel. "Dia baru saja pergi. Ah, lebih tepatnya, ada seseorang baru saja membawanya pergi." Ada geraman mengerikan yang disuarakan Adam. Lelaki itu sudah hendak berbalik pergi, tapi dengan tangkas Keynan mencekalnya. "Sabar, Adam," ujarnya. "Jangan terburu-buru. Simpan emosimu dulu. Kita tetap dengan rencana semula. Oke?" Adam tidak menjawab atau mengangguk. Lelaki itu hanya menyentak tangannya dengan kasar, sehingga terlepas dari Keynan. Tanpa kata Adam segera masuk ke kamar sambil membanting pintunya. "Apa kamu baik-baik saja?" tanya Keynan. Dia bergegas menghampiri Keke. Keynan berdecak kesal. Dia merasa tidak suka atas ulah Adam tadi. Lelaki itu sempat melihat Keke yang sampai berjingkat karena merasa kaget. "Ke," panggilnya lagi. "Aku tanya, apa kamu baik-baik saja?" Keke mendongak dan
Salah satu fasilitas yang disediakan di kapal pesiar Silver Muse adalah kasino. Kasino di Silver Muse memiliki tiga ragam permainan, di antaranya Blackjack, Roulette, dan Ocean Poker. Tentu saja termasuk mesin slot dan juga multi game video poker. Lalu, di sinilah Keynan. Lelaki berusia tiga puluh dua tahun itu sekarang terlihat begitu tampan dalam balutan tuksedo abu-abunya. "Bagaimana penampilanku?" bisiknya, sedikit menunduk dan memiringkan kepala ke kiri. "Apakah aku terlihat tampan?" Keke mengangkat kedua alisnya, menatap lelaki yang kini berdiri di sebelahnya. "Are you okay, Keynan?" tanyanya, mengandung sarkasme. "Sure!" Keynan menyeringai lebar. "Asal kamu tahu, Ke. Aku bahkan tidak pernah merasa lebih baik dari ini." Keke tidak menyahut. Perempuan itu hanya memutar mata dan membuang napas kesal. Seumpama bisa, sebenarnya dia ingin segera menjauh saja dari lelaki ini. Berada terlalu dekat dengan Keynan, semakin lama terasa semakin membahayakan akal sehatnya. Namun,
"Silakan meletakkan taruhan masing-masing."Seorang petugas pembagi kartu atau yang kerap kali dipanggil dealer, berdiri tegap dengan senyuman di wajah. Dia menunggu para pemain untuk meletakkan sejumlah koin chip yang akan digunakan sebagai taruhan di permainan kali ini. Setelah semua taruhan peserta telah dipasang, dengan tangkas dealer mulai mengocok kartu. Dia membagikan masing-masing dua lembar kartu untuk para pemain dan membukanya. Sementara untuknya, satu lembar kartu tertutup dan satunya terbuka. "Hit!" ujar Raka, sebagai istilah meminta tambahan kartu. Dahinya sedikit berkerut ketika dia melihat jumlah dari nilai kartu yang dia dapatkan. "Hit!" Kali ini, Keynan-lah yang meminta tambahan kartu, disusul oleh dua orang pemain lainnya. Permainan yang kali ini mereka mainkan adalah Blackjack. Itu merupakan sejenis permainan kartu yang apabila pemain bisa mendapatkan dua kartu pertama As dan kartu lain yang bernilai 10, maka pemain akan mendapatkan blackjack dan akan mendapatk
"Jangan lihat dia terus.""Eh? Apa?""Aku katakan, berhenti melihatnya terus-terusan."Ha? "Jangan melihatnya terlalu lama, Keynan! Atau aku akan benar-benar menonjokmu!"Keynan mengerjap. Lelaki itu merasa begitu kebingungan sekarang.Memangnya, sejak kapan Adam ada di sini? Bagaimana bisa dia tiba-tiba saja muncul? Saat ini Adam sedang berdiri di belakangnya. Lelaki itu membawa sebuah gelas berisi wiski di satu tangannya, sementara tangan yang lain tengah mencengkeram kuat bahu Keynan. "Brengsek!" Keynan bisa mendengar Adam yang memaki. "Kenapa dia harus berpenampilan secantik itu, sih?"Dia juga bisa merasakan bahwa cengkeraman di bahunya semakin kuat, pertanda kalau Adam sedang berusaha menahan diri. Keynan berpikir kalau bahunya kemungkinan besar bisa remuk kalau terus saja dicengkeram sekeras ini oleh Adam. "Bagaimana kalau kamu melepaskan bahuku dulu, Dam?" bisiknya sambil meringis karena menahan nyeri, sekaligus merasa kesal. "Apakah kamu ingin membuatku patah tulang?""Ke
Semuanya sudah sesuai dengan yang Adam rencanakan. Permainan blackjack kali benar-benar dia kuasai. Paling tidak sudah tiga kali putaran permainan berjalan dan semuanya dia menangkan. "Winner!" seru dealer, kembali menyatakan Adam sebagai pemenang. Ada ekspresi angkuh di wajah Adam ketika tumpukan koin chip dipindahkan ke depannya. Lelaki itu dengan terang-terangan menatap Raka, yang balas memberinya pandangan menusuk. "Start?"Beberapa pemain memilih mundur, tapi segera berganti dengan orang-orang yang ingin bergabung. Sementara, Adam dan Raka masih tetap di tempat masing-masing. Dealer sudah hendak membagikan kartu, sewaktu Adam mengangkat sebelah tangannya. "Split," ujarnya, meminta agar kartu dipisahkan dan tawaran dinaikkan. "Ah, tunggu," sela Adam lagi. Dia lantas mendorong semua koin chipnya ke tengah meja, pertanda menyerahkan semua sebagai taruhan. "All in."Dari sudut matanya, Adam bisa melihat raut wajah Raka yang kesal. Lelaki itu sudah kehilangan banyak uangnya di me
"Apa yang sebenarnya ada di dalam kepalamu itu?"Angel baru saja berbelok di pojokan hendak ke kamar mandi, ketika sebuah tangan yang kuat memegang lengannya. "Tunggu!"Sesaat Angel menahan napas demi meredakan debaran jantungnya. Baik suara maupun sentuhan itu seolah mengirimkan sengatan ke tubuhnya. Angel menegakkan bahu, lalu berbalik untuk menatap lelaki keras kepala itu. Dia bermaksud untuk bersikap seperti biasanya, tapi ternyata itu bukanlah hal yang mudah. Ah, sialan. Dia memaki dalam hati. Kenapa lelaki ini terlihat lebih tampan, sih?"Apa mau Anda?" tanyanya sambil berusaha menarik lengannya dari cengkeraman lelaki itu. "Lepaskan saya, Pak Adam."Sebenarnya Angel sudah mengenakan sepatu hak, tapi tetap saja dia harus mendongak untuk menatap Adam. Dari jarak sedekat ini, dia bisa melihat kalau Adam terlihat lelah. Apakah atasannya ini tidak tidur semalaman?Sambil menyapukan tangan ke sela-sela rambutnya, Adam menoleh ke sekeliling dengan cepat. "Aku ingin bicara denganmu.