Salah satu fasilitas yang disediakan di kapal pesiar Silver Muse adalah kasino. Kasino di Silver Muse memiliki tiga ragam permainan, di antaranya Blackjack, Roulette, dan Ocean Poker. Tentu saja termasuk mesin slot dan juga multi game video poker. Lalu, di sinilah Keynan. Lelaki berusia tiga puluh dua tahun itu sekarang terlihat begitu tampan dalam balutan tuksedo abu-abunya. "Bagaimana penampilanku?" bisiknya, sedikit menunduk dan memiringkan kepala ke kiri. "Apakah aku terlihat tampan?" Keke mengangkat kedua alisnya, menatap lelaki yang kini berdiri di sebelahnya. "Are you okay, Keynan?" tanyanya, mengandung sarkasme. "Sure!" Keynan menyeringai lebar. "Asal kamu tahu, Ke. Aku bahkan tidak pernah merasa lebih baik dari ini." Keke tidak menyahut. Perempuan itu hanya memutar mata dan membuang napas kesal. Seumpama bisa, sebenarnya dia ingin segera menjauh saja dari lelaki ini. Berada terlalu dekat dengan Keynan, semakin lama terasa semakin membahayakan akal sehatnya. Namun,
"Silakan meletakkan taruhan masing-masing."Seorang petugas pembagi kartu atau yang kerap kali dipanggil dealer, berdiri tegap dengan senyuman di wajah. Dia menunggu para pemain untuk meletakkan sejumlah koin chip yang akan digunakan sebagai taruhan di permainan kali ini. Setelah semua taruhan peserta telah dipasang, dengan tangkas dealer mulai mengocok kartu. Dia membagikan masing-masing dua lembar kartu untuk para pemain dan membukanya. Sementara untuknya, satu lembar kartu tertutup dan satunya terbuka. "Hit!" ujar Raka, sebagai istilah meminta tambahan kartu. Dahinya sedikit berkerut ketika dia melihat jumlah dari nilai kartu yang dia dapatkan. "Hit!" Kali ini, Keynan-lah yang meminta tambahan kartu, disusul oleh dua orang pemain lainnya. Permainan yang kali ini mereka mainkan adalah Blackjack. Itu merupakan sejenis permainan kartu yang apabila pemain bisa mendapatkan dua kartu pertama As dan kartu lain yang bernilai 10, maka pemain akan mendapatkan blackjack dan akan mendapatk
"Jangan lihat dia terus.""Eh? Apa?""Aku katakan, berhenti melihatnya terus-terusan."Ha? "Jangan melihatnya terlalu lama, Keynan! Atau aku akan benar-benar menonjokmu!"Keynan mengerjap. Lelaki itu merasa begitu kebingungan sekarang.Memangnya, sejak kapan Adam ada di sini? Bagaimana bisa dia tiba-tiba saja muncul? Saat ini Adam sedang berdiri di belakangnya. Lelaki itu membawa sebuah gelas berisi wiski di satu tangannya, sementara tangan yang lain tengah mencengkeram kuat bahu Keynan. "Brengsek!" Keynan bisa mendengar Adam yang memaki. "Kenapa dia harus berpenampilan secantik itu, sih?"Dia juga bisa merasakan bahwa cengkeraman di bahunya semakin kuat, pertanda kalau Adam sedang berusaha menahan diri. Keynan berpikir kalau bahunya kemungkinan besar bisa remuk kalau terus saja dicengkeram sekeras ini oleh Adam. "Bagaimana kalau kamu melepaskan bahuku dulu, Dam?" bisiknya sambil meringis karena menahan nyeri, sekaligus merasa kesal. "Apakah kamu ingin membuatku patah tulang?""Ke
Semuanya sudah sesuai dengan yang Adam rencanakan. Permainan blackjack kali benar-benar dia kuasai. Paling tidak sudah tiga kali putaran permainan berjalan dan semuanya dia menangkan. "Winner!" seru dealer, kembali menyatakan Adam sebagai pemenang. Ada ekspresi angkuh di wajah Adam ketika tumpukan koin chip dipindahkan ke depannya. Lelaki itu dengan terang-terangan menatap Raka, yang balas memberinya pandangan menusuk. "Start?"Beberapa pemain memilih mundur, tapi segera berganti dengan orang-orang yang ingin bergabung. Sementara, Adam dan Raka masih tetap di tempat masing-masing. Dealer sudah hendak membagikan kartu, sewaktu Adam mengangkat sebelah tangannya. "Split," ujarnya, meminta agar kartu dipisahkan dan tawaran dinaikkan. "Ah, tunggu," sela Adam lagi. Dia lantas mendorong semua koin chipnya ke tengah meja, pertanda menyerahkan semua sebagai taruhan. "All in."Dari sudut matanya, Adam bisa melihat raut wajah Raka yang kesal. Lelaki itu sudah kehilangan banyak uangnya di me
"Apa yang sebenarnya ada di dalam kepalamu itu?"Angel baru saja berbelok di pojokan hendak ke kamar mandi, ketika sebuah tangan yang kuat memegang lengannya. "Tunggu!"Sesaat Angel menahan napas demi meredakan debaran jantungnya. Baik suara maupun sentuhan itu seolah mengirimkan sengatan ke tubuhnya. Angel menegakkan bahu, lalu berbalik untuk menatap lelaki keras kepala itu. Dia bermaksud untuk bersikap seperti biasanya, tapi ternyata itu bukanlah hal yang mudah. Ah, sialan. Dia memaki dalam hati. Kenapa lelaki ini terlihat lebih tampan, sih?"Apa mau Anda?" tanyanya sambil berusaha menarik lengannya dari cengkeraman lelaki itu. "Lepaskan saya, Pak Adam."Sebenarnya Angel sudah mengenakan sepatu hak, tapi tetap saja dia harus mendongak untuk menatap Adam. Dari jarak sedekat ini, dia bisa melihat kalau Adam terlihat lelah. Apakah atasannya ini tidak tidur semalaman?Sambil menyapukan tangan ke sela-sela rambutnya, Adam menoleh ke sekeliling dengan cepat. "Aku ingin bicara denganmu.
"Baby, batalkan saja keputusanmu tadi." Raka langsung mendekati Angel ketika melihatnya datang. "Ayolah. Ini hanya sekedar permainan, Baby. Kamu tidak perlu sampai menjadikan dirimu sebagai taruhan."Sesaat Angel terdiam. Dia memandang lelaki yang kini menatapnya dengan cemas. Sejujurnya Angel mengakui bahwa dia bisa merasakan betapa besar perasaan Raka terhadapnya. Dia mungkin saja bisa benar-benar jatuh hati kepada lelaki ini, kalau saja tidak mengetahui cerita yang sebenarnya. Namun, tidak. Bayangan kakaknya yang sampai saat ini masih terbaring tidak sadarkan diri, tentu tidak bisa begitu saja enyah dari pikirannya. Lelaki inilah penyebabnya. Berdua bersama Lidia, istrinya, mereka adalah penyebab penderitaan yang dialami oleh Erin, kakaknya. Jadi, tidak. Angel tidak akan larut dan jatuh ke dalam perasaan bodohnya. Lelaki yang ada di hadapannya ini jelas harus menerima ganjaran atas semua perbuatannya kan?"Raka," ujarnya sambil menarik kedua sudut bibirnya membentuk segaris seny
Blackjack memang merupakan permainan kartu yang sederhana. Namun untuk memenangkannya tidak hanya membutuhkan keberuntungan atau kesempatan, tapi juga strategi. Waktu nyaris menunjukkan setengah sebelas malam, sewaktu Keynan dan Keke kembali memasuki kasino. Kedua orang itu datang bersamaan, bahkan sempat bergandengan tangan. Dari ujung matanya, Adam melihat cengiran lebar yang menghiasi wajah Keynan. Dia juga memperhatikan adanya beberapa bercak merah yang masih samar terlihat menghiasi leher Keke. "Sial!" gumamnya menahan kesal. "Aku sedang pusing di sini, dia malah asyik bersenang-senang."Tidak perlu dijelaskan pun Adam sudah bisa menebak hal apa yang baru saja Keynan lakukan bersama Keke. Lelaki itu berkali-kali mengingatkan dirinya agar tidak berlari ke seberang ruangan dan menghajar teman yang tidak tahu diri itu. "Sori," bisik Keynan buru-buru. Rupanya dia menyadari nafsu membunuh Adam terhadapnya. "Tadi ada hal yang perlu aku eh, lakukan."Adam masih sempat memandangnya t
"Pak, apakah Anda bisa melepaskan lengan saya?" Tidak ada jawaban. "Paling tidak, tolong pelankan jalan Anda, Pak. Kaki saya sakit karena harus berjalan terlalu cepat." Masih tidak ada jawaban, tapi lelaki yang berjalan di depannya itu tiba-tiba berhenti. Tak ayal, Angel pun menabraknya. "Aduh, Pak. Lain kali beri tanda dulu kalau mau berhenti. Jangan mendadak." Adam berbalik dan menghadapi perempuan cerewet yang sudah membuatnya pusing ini. Dia mengamati wajah Angel, yang sekarang sedang cemberut sambil mengomel sendiri. Syukurlah, batin Adam. Tadi dia sempat khawatir saat melihat betapa pucat wajah Angel sepanjang waktu permainan. Angel mungkin bisa tetap berpura-pura bersikap tenang, tapi ekspresi wajahnya tidak bisa mengelabui Adam. "Apakah kamu sudah tidak takut lagi?" tanyanya, meraih dagu Angel dan membuat perempuan itu mendongak menatapnya. "Apakah sekarang kamu sudah merasa lebih lega?" Angel hanya memandangnya. Dia lalu memegang tangan Adam dan berusaha melepas