"Apa Anda bisa melepaskan saya, Pak?"Angel bersungut-sungut karena Adam terus saja mencekal tangannya, sementara mereka berjalan menyusuri koridor menuju lift. Melirik sekilas ke sekeliling, bibirnya pun semakin cemberut karena menyadari bahwa ada begitu banyak pegawai yang memperhatikan mereka berdua. Ya, Tuhan. Tidak lama lagi pasti akan tersebar berita miring soal ini. "Pasti aku akan dianggap sebagai pegawai rendahan yang menggoda atasannya sendiri," gerutunya. "Sekarang saja sudah ada begitu banyak gosip, gara-gara aku mendadak naik jabatan menjadi sekretaris pribadi orang ini. Lalu sekarang, ditambah lagi dengan ini."Oh, ya ampun. Benar-benar kombinasi yang sempurna, pikirnya getir."Bagaimana kalau Anda lepaskan tangan saya, Pak? Sekedar informasi, saya bisa berjalan sendiri tanpa perlu Anda gandeng ter— Aduh!"Angel mengernyit, mengelus-elus ujung hidungnya yang kesakitan dan sedikit memerah. Semula tadi Adam berjalan cepat di depannya, tapi kemudian tiba-tiba berhenti dan
Adam berjalan keluar dari ruang ganti sambil memasang kancing lengan kemejanya. Berada di belakangnya adalah beberapa orang staf butik, yang berusaha mengikuti langkah-langkahnya yang lebar. Entah mengapa, selain terlihat begitu bersemangat, lelaki itu juga seperti terburu-buru. "Sekarang beri tahu aku, bagaimana pendapatmu dengan setelan yang in—" Lelaki itu terdiam. Kedua alisnya mencuram, sementara sepasang mata yang memiliki dua warna itu pun menyorot tajam. "Ke mana—" gumamnya, seraya menelusuri ruang tunggu yang kini kosong. Adam lalu menoleh ke arah staf butik dan bertanya, "Ke mana perempuan yang tadi duduk di sini?" "Eh?" Para staf butik itu terlihat bingung dan saling melemparkan pandangan. Jelas sekali kalau mereka pun sama tidak tahunya. "Maaf, Pak, tapi kami juga tidak terlalu memperhatikannya. Jadi—" Salah satu staf yang tadi menjawab pun kini terdiam dan meneguk ludah. Sepasang mata yang tengah menatapnya itu terlihat begitu mengancam, seperti pandangan seekor b
Raka mungkin saja merasa tidak suka dengan hal yang kini terjadi, tapi bukan berarti dia bodoh.Lelaki yang ada di depannya ini memang baru pertama kali dia temui. Namun melihat dari penampilannya, Raka tahu bahwa lawannya ini jelas bukan orang sembarangan.Apalagi kalau melihat bagaimana reaksi Angel saat ini, yang seolah berusaha memberinya peringatan. Meski masih belum sepenuhnya yakin, setidaknya Raka sedikit bisa menebak siapa lelaki yang memiliki warna mata yang berlainan itu. "Maafkan apabila saya sudah bersikap tidak sopan," ujarnya kemudian, menyuguhkan seulas senyuman bisnis. "Tapi saya mengenal Miss Angel dan mengira kalau dia sedang dalam masalah."Sementara Raka berusaha bersikap sebiasa mungkin, di sisi lain diam-diam Angel menghela napas panjang. Sekarang dia sudah bisa merasa lebih lega. Ya, Tuhan. Syukurlah.Rasanya benar-benar seperti sebuah keajaiban karena Raka tidak langsung mengamuk saat melihatnya bersama Adam. Padahal tadi dia sudah sangat khawatir. Meski, y
Jelas ada sesuatu yang salah, tapi apa?Angel merenung sembari berbaring di atas tempat tidurnya. Ingatan saat Adam yang membawanya ke rumah sakit tadi siang, kembali menghambur memenuhi pikiran."Ada apa sebenarnya dengan lelaki itu, sih?" gumamnya, teringat dengan begitu perhatian atasannya atas kondisi kaki Angel yang terkilir. "Padahal biasanya dia selalu bersikap menyebalkan, kenapa tadi tiba-tiba jadi berubah? Membuatku bingung saja."Dalam benaknya, semula Angel memikirkan kalau Adam tidak akan peduli sama sekali dan bahkan mungkin akan tega menyeretnya kembali untuk bekerja. Namun nyatanya, tidak."Apakah tadi aku terlihat begitu menyedihkan, sampai-sampai lelaki yang biasanya gila itu akhirnya kasihan?"Pergelangan kakinya sekilas berdenyut sakit, membuat Angel mengernyit.Oh, ya ampun. Padahal tadi dia sempat berdebat sewaktu Adam memberinya libur. Angel sangat yakin bahwa terkilir yang dialaminya ini tidak terlalu parah, tapi rupanya tidak begitu.Sekarang, kakinya itu just
Selama tiga hari ini Adam mempelajari semua data dan laporan yang ada dengan sangat teliti, dan menemukan kejanggalan pada data Sandira Enterprise yang Dimas berikan kepadanya. Perusahaan yang bergerak di bidang hiburan tersebut memang mengalami perkembangan pesat dalam satu tahun terakhir. Secara persentase, peningkatan yang dicapai memang terbilang cukup tinggi. Namun apabila dihitung berdasarkan value uang yang masuk, maka hal tersebut tidak bisa dikatakan terlalu signifikan. Pada intinya, Sandira Enterprise memang merupakan perusahaan yang cukup bagus, tapi masih belum memenuhi standar kualifikasi untuk bisa bekerja sama dengan CC. "Lalu, kenapa Sandira Enterprise akhirnya berhasil menjalin kerja sama dengan CC? Bagaimana caranya?" Menghela napas, Adam tidak ingin mengambil asumsi apa pun. Dia menyadari bahwa masih ada banyak data lain yang diperlukan, untuk bisa lebih mengkonfirmasi soal temuannya tersebut. Sambil menyetir mobilnya menuju tempat kerja, Adam menyadari bahwa
"Jadi, bagaimana?"Angel baru saja akan memasukkan sepotong bakso ke mulutnya, ketika Yasmin tiba-tiba bertanya. Mereka sedang berada di kantin, pada jam istirahat makan siang. Sementara Aldi masih sibuk di konter untuk mengambil beberapa makanan pesanannya, maka kedua orang perempuan itu memilih untuk makan terlebih dulu. "Apanya yang bagaimana?""Oh, ayolah." Yasmin bertanya sambil memakan irisan semangkanya. "Kamu sudah tahu kan? Jadi, jangan berpura-pura.""Maksudmu apa sih, Yas? Bicara yang jelas dong. Soal apa yang kamu maksudkan?"Yasmin mendesah, sambil memutar mata. "Bukan 'apa', tapi 'siapa', Angel.""Maksudnya?""Siapa lagi kalau bukan si Bos Tampan itu.""Siapa?""Apa maksudmu dengan bertanya 'siapa'?" serunya, setengah tidak percaya, setengah kesal. "Memangnya, siapa lagi yang menjadi Bosmu, Angel?""Oh."Tidak ada lagi jawaban dari Angel selain satu kata itu, membuat Yasmin akhirnya merasa dongkol. "Bumi kepada Angel, bumi kepada Angel. Haloo! Kamu ini sadar atau tidak
"Masuk.""Ke mana, Pak?""Mau ke mana lagi? Ya masuk ke situ. Masa mau aku yang masukin kamu?"Angel nyaris memukul dahinya. Percakapan mereka saat ini kalau didengar oleh orang lain yang tidak tahu apa-apa, maka pasti akan bisa menimbulkan suatu kesalahpahaman."Paling tidak Anda bisa memberi tahu saya dulu, kita ini mau ke mana, Pak?" gerutu Angel, yang akhirnya menurut untuk masuk dan duduk di bangku penumpang depan. "Apa Anda ini memang mempunyai kebiasaan untuk menyeret-nyeret orang dengan seenaknya pada saat jam makan siang?""Bukan orang," jawab Adam, sembari duduk di bangku pengemudi. Lalu seperti sudah menjadi sebuah kebiasaan, dia lantas memastikan ulang sabuk pengaman yang sudah Angel pakai. "Tapi cuma kamu.""Saya ini kan, juga orang, Pak! Memangnya Bapak kira saya ini sejenis mahkluk halus?""Benarkah? Kalau begitu, kenapa kamu suka sekali menyusup, Miss Angel?"Angel seketika terdiam. Adam sendiri seperti sama sekali tidak menyadari reaksi sekretarisnya, yang kini menega
Angel masih sempat untuk mengedarkan pandangan. Matanya berbinar, memandang kagum setiap detail desain interior yang begitu mewah dan elegan. "Kenapa kita berada di butik, Pak?" tanyanya, terlihat bagai anak hilang dengan sikapnya yang terus menoleh kian kemari. Syukurlah Adam terus menggandengnya, sebab kalau tidak maka Angel bisa saja menabrak-nabrak. "Wah, butik ini rasanya bahkan lebih mewah daripada yang tempo hari." "Ini ... butik apa, Pak? Apa Anda akan memesan baju di sini? Ah, saya tahu. Bukankah acara pesta Beaumont akan diselenggarakan dua hari lagi? Jadi, apakah Anda akan memesan setelan untuk acara tersebut? Tapi bukankah seharusnya Anda sudah melakukannya jauh-jauh hari dan tidak mendadak seperti ini, Pak? Lalu, kenapa malah—" Mata Angel melebar, tubuhnya menegang dan perempuan itu pun sontak menahan napas. Reaksinya itu bukan tanpa alasan, sebab dengan tiba-tiba Adam sudah meraih tengkuknya dan menarik Angel mendekat. Wajah mereka kini hanya terpisah oleh sedikit j
Halo, Para pembaca. Kisah Adam dan Angel berakhir sampai di sini. Terima kasih atas kesediannya untuk mengikuti kisah ini dan mohon maaf karena sempat vakum cukup lama. Ada satu dan lain hal yang menjadi penyebab, termasuk masalah kesehatan. Semoga kita semua selalu sehat & bahagia, ya. Saya menyadari bahwa karya ini sangat jauh dari kata sempurna. Untuk itu, komentar, masukan, dan saran dari Kakak sekalian sangat saya nanti dan hargai. Sampai bertemu di kisah yang lain. Apabila berkenan, silakan mampir di igeh saya: Rae_1243. Apabila ingin berhubungan melalui wa dengan saya, silakan dm saja. Sekali lagi, terima kasih. Salam sayang, ~Rae~
"Tahanan 2673, silakan ke sini."Lidia berjalan dengan kepala tertunduk. Setelah berada di penjara selama nyaris tiga tahun, kini dia sudah terbiasa dengan panggilan tersebut. Namun langkahnya tiba-tiba saja terhenti, saat dia melihat siapa orang yang datang mengunjunginya."Kamu lagi. Bukankah sudah aku katakan, agar tidak mengunjungiku lagi? Tapi kenapa kamu masih juga datang terus?""Kak Lidia, ish! Jangan bersikap sekasar itu dong. Lihat, Raline jadi kaget.""Kamu juga sih, Lin. Kenapa membawa anak kecil ke penjara?""Memangnya, kenapa? Raline ini juga kan, keponakan Kakak. Lagi pula, nanti juga Kakak akan tinggal bersamanya kan?"Sejenak Lidia terdiam, lalu membuang muka. "Tidak perlu. Lupakan saja omonganmu tadi. Lagi pula, dia pasti malu karena mempunyai bibi mantan napi seperti aku ini.""Siapa bilang? Memangnya, Kakak berpikir aku akan membesarkan putriku seperti apa?""Tapi—""Tujuh tahun lagi Kakak akan bebas. Pada saat itu, aku dan Raline akan datang menjemput Kakak. Titik
Lima menit pertama Angel mengedarkan pandangan. Dia masih berusaha untuk menangkap, apa sebenarnya yang sedang terjadi.Ada Ayahnya, yang berdiri di sebelah Erin. Angel juga bisa melihat teman-teman Ayahnya, yang sebagian besar dulunya merupakan orang-orang yang salah jalan. Lalu juga ada beberapa rekan kerjanya yang dulu seperti Yasmin, Aldi, dan bahkan Pak Dimas. Kemudian Keynan serta Keke.Tidak ada terlalu banyak orang di sana, kemungkinan tidak lebih dari seratus orang. Namun, suasanya begitu meriah.Dekorasi yang ada memang mewah, tapi tidak berlebihan. Ribuan bunga yang menghiasi seluruh penjuru ruangan luas ini dan bahkan sampai menjuntai dari langit-langit, membuat Angel seolah tiba-tiba saja masuk ke sebuah negeri dongeng.Kemudian, kerlip-kerlip apa itu? Terlihat seolah ada jutaan permata yang bersembunyi di balik hiasan bunga.Bahkan sampai ada banyak kupu-kupu yang berterbangan kian kemari. Seekor kupu-kupu berwarna hijau toska kemudian terbang mendekat dan hinggap di at
Terdengar suara desahan dari sepasang bibir Angel.Perempuan itu lebih dalam menyandarkan punggung ke kursi tempatnya duduk, sembari melemparkan pandangan ke arah jendela yang ada di sampingnya. Angel mengamati hamparan awan putih mendominasi. Seketika pikirannya pun kembali melayang ke segala hal yang telah terjadi. Tidak terasa, waktu tiga tahun pun sudah berlalu. "Padahal, rasanya seperti baru kemarin," gumamnya, mendesah. "Tapi syukurlah, setidaknya aku tidak perlu lagi bertemu dengan orang-orang itu."Raka sudah divonis penjara seumur hidup. Dari kabar terakhir yang Angel dengar, lelaki itu terlibat dalam kerusuhan yang terjadi di dalam penjara sampai mengalami luka parah.Namun, ada kabar lain lagi yang lebih mengerikan. Angel mendengar bahwa Raka sampai harus kehilangan kejantanannya. Kejantanan milik lelaki itu rupanya mengalami luka dan infeksi yang didapat dari insiden kerusuhan, sehingga akhirnya terpaksa dipotong. "Ya, Tuhan." Angel berbisik. "Aku tidak bisa membayang
Raka berteriak marah. Sejak tadi dia terus menendang-nendang jeruji besi tempatnya ditahan dan baru berhenti ketika dibentak balik oleh petugas jaga. "Brengsek!" Dia mengumpat, segera setelah petugas jaga pergi. "Kenapa semuanya jadi seperti ini? Kenapa?"Lelaki itu meremas-remas rambut dengan frustrasi. Dia teringat kembali dengan kejadian yang dialaminya tiga hari lalu.Waktu itu dia baru saja hendak pulang kerja, sewaktu dua orang lelaki yang tidak dikenal datang. Napasnya seketika tercekat, saat salah satu dari mereka menunjukkan surat penangkapan untuknya. Rasanya benar-benar memalukan ketika dia digelandang keluar dari gedung perusahaannya sendiri. Ditambah lagi dengan pandangan para karyawan yang ada, membuat Raka begitu ingin mengubur dirinya sendiri kala itu. "Sialan! Padahal tinggal sedikit lagi semua rencanaku bisa beres." Dia menggerutu. "Tapi kenapa malah jadi begini?"Sekarang Raka benar-benar tidak bisa berkutik. Dia tidak dapat mengelak sewaktu polisi menemukan boto
"Angel, tunggu!" Mobil yang Jalu kendarai masih belum sepenuhnya berhenti, tapi Angel sudah langsung membuka pintu dan meloncat keluar. Perempuan itu seolah tidak ingin membuang waktu dan segera menyeberangi pelataran parkir. "Angel! Tunggu, Nak!" Jalu berseru percuma. Putrinya itu sekarang berlari memasuki rumah sakit tanpa menoleh sedikit pun. Dengan menggerutu, Jalu berusaha mencari tempat untuk memarkirkan mobilnya. Lelaki itu pun segera berlari, menyusul ke arah putrinya. "Pak Jalu! Terima kasih karena sudah datang secepatnya." Dokter Brian berseru, sambil berlari-lari menyongsong Jalu. "Ada keadaan mendesak yang—" "Saya paham, Dok," potong Jalu segera. "Sebenarnya, apa yang terjadi?" "Ah, itu—" "Ayah!" seru Angel. Dia menarik-narik tangan Ayahnya dengan panik. "Ayah! Ada apa dengan Kak Erin? Kenapa sekarang Kak Erin dipindahkan ke ruang ICU? Lalu, kenapa aku tidak boleh masuk dan melihatnya?" "Angel, tenang dulu. Tenang ya, Nak." "Tapi, Ayah—" "Maaf karena saya menye
Rupanya, Adam yang menelepon. Lelaki itu memberi kabar bahwa Lidia telah memasukkan tuntutan kepada Rama ke meja hijau. Ternyata Lidia memaksa pulang paksa dari rumah sakit adalah demi mencari barang bukti. Hasilnya, dia menemukan beberapa bungkus permen aneh yang seperti beberapa kali pernah dia konsumsi, serta sebotol kecil obat pil yang bisa larut dalam air dengan cepat. "Lalu?" tanya Angel dengan hati berdebar. Berita yang disampaikan Adam kepadanya ini cukup membuatnya tegang. "Dia menghubungiku dan meminta tolong agar semua temuannya itu diperiksa. Hasilnya—" Dari ujung telepon, tarikan napas Adam terdengar begitu jelas. "Apa?" desak Angel. "Hasilnya bagaimana, Adam?" Adam masih sempat menyergah napas, sebelum menjawab, "Permen itu mengandung sejenis zat adiktif, yang apabila dikonsumsi maka akan memberikan efek ketagihan. Namun, ada beberapa zat lain yang juga terdapat di dalamnya. Untuk singkatnya, permen itu bisa dikatakan sebagai obat perangsang." "Obat, apa?" Angel
"Ayah, sudah aku katakan kalau aku baik-baik saja!"Angel merajuk. Dia terlihat sebal dan merasa tidak suka dengan segala hal yang sekarang terpaksa dia jalani. "Lagi pula, apa-apaan sih, semua ini?""Ini untuk berjaga-jaga, Angel," ujar Jalu, dengan sabar mencoba membujuk putrinya. "Jadi, sabar dulu, ya?""Berjaga-jaga bagaimana? Lidia yang pingsan, kenapa aku juga ikut-ikutan diperiksa seperti ini?""Tetap saja, Ayah khawatir, Angel. Apalagi setelah hasil pemeriksaan Lidia akhirnya keluar. Bagaimana kalau terjadi sesuatu padamu?"Angel memukul dahinya. Perempuan itu sekarang sedikit menyesali pertemuannya dengan Lidia tadi siang. Tidak berselang lama setelah Lidia melihat bukti yang disodorkan Adam kepadanya, perempuan itu tiba-tiba saja pingsan. Entah apa yang dia lihat, tapi apa pun itu yang pasti cukup membuat Lidia shok.Mereka tentu merasa panik. Jalu dengan segera membawa Lidia ke rumah sakit terdekat, diikuti oleh Angel dan juga Adam. Sampai kemudian hasil pemeriksaan Lidi
Angel sama sekali tidak percaya dengan hal yang baru saja didengarnya. "Jangan berbohong!" serunya. "Kakakku tidak mungkin melakukan hal yang semacam itu!""Apa kamu kira Kakakmu itu perempuan baik-baik, ha?" Lidia membalas disertai tawa. "Kalau kamu tidak percaya, tanyakan saja langsung kepada Raka. Yang terlebih dulu merebut Raka itu adalah Erin! Jadi, tidak salah kan, kalau aku mengambil kembali apa yang menjadi milikku?"Angel memegang kepalanya yang mendadak pusing. Hal yang diceritakan Lidia ini benar-benar di luar dugaannya. "Aku dan Raka sudah bertunangan dan sebentar lagi kami akan menikah," ujar Lidia lagi. "Lalu Kakakmu tiba-tiba datang dan merusak semuanya. Dia memaksa Raka memutuskan pertunangan kami dan otomatis pernikahan kami pun batal. Saat mendengar soal itu, penyakit jantung Ayahku kumat dan beliau meninggal seketika itu juga. Harta keluargaku habis, sampai aku pun terpaksa melakukan pekerjaan haram demi menghidupi Ibu dan adikku. Keluarga dan kebahagiaanku hancur