Ada yang berbeda dengan Raka. Lidia menemukan bahwa belakangan ini suasana hati suaminya seperti sedang gembira. Paling tidak, dia kerap kali melihat lelaki itu senyum-senyum sendiri."Apalagi kalau Mas Raka sudah memegang ponselnya," gumam Lidia, mau tidak mau mulai bertanya-tanya atas perubahan sikap dari suaminya itu. "Ada apa, ya? Apakah terjadi sesuatu yang bagus atau jangan-jangan—"Menarik napas dalam-dalam, Lidia berusaha mengusir pikiran-pikiran buruknya yang tidak berdasar."Ah, tidak. Tidak boleh. Aku tidak boleh bersikap berlebihan lagi seperti dulu." Lidia mendesah dan menggeleng. "Mas Raka benar, aku seharusnya bisa lebih percaya padanya."Sepulang dia dari rumah Ibunya tempo hari, Lidia memberanikan diri untuk bicara berdua saja dengan suaminya. Setidaknya dengan begitu mereka bisa berbincang-bincang dari hati ke hati.Mulanya Raka terlihat begitu enggan. Lelaki itu bahkan bersikap cuek, seolah benar-benar tersinggung atas tindakan Lidia yang pergi ke rumah Ibunya tanp
Sementara itu, Raka mengendarai mobilnya dengan perasaan kesal."Padahal tadi aku sedang asyik membayangkan bersenang-senang bersama Baby," gerutunya. "Tapi Lidia malah tiba-tiba datang dan mengganggu. Menyebalkan sekali."Selama beberapa hari ini, suasana hati Raka sedang bagus. Itu karena pertemuannya dengan Angel beberapa hari lalu, tepat setelah kekasihnya itu baru selesai mandi.Waktu itu Raka memang sengaja datang ke apartemen kekasihnya, tanpa menelepon terlebih dulu. Selain karena rasa kangennya, ada hal lain yang sebenarnya ingin dia tanyakan. Namun ternyata, pemandangan yang menyambutnya benar-benar di luar dugaan. "Baby benar-benar terlihat seksi sekali. Dengan hanya dibalut handuk, apalagi tubuh dan rambutnya masih basah seperti itu. Ah, sial! Sekedar mengingatnya saja sudah membuatku bergairah."Raka menyeringai. Dia bisa merasakan miliknya di bawah sana sudah kembali menegang, sehingga terasa tidak nyaman. "Oh, Baby. Selain cantik, kamu juga begitu seksi. Apalagi kala
Ya, ampun. Dia benar-benar dalam masalah. Adam sudah terbangun sejak tiga puluh menit lalu, tapi yang lelaki itu lakukan hingga saat ini hanyalah memandangi langit-langit kamarnya. Meski tidak ingin benar-benar mengakuinya, tapi dia tahu bahwa ada sesuatu yang salah. Menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan secara perlahan, Adam berusaha untuk memilah pikiran dan mengerti dirinya. Namun, ternyata hasilnya tidak terlalu menggembirakan. "Pikiran, kacau. Perasaan, tidak karuan," gumamnya dengan nada menggerutu. "Oh, bagus sekali. Hebat. Selamat atas kebodohanmu, Adam!" Dia lalu cemberut menatap langit-langit kamarnya. Yah, tidak peduli berapa kali Adam mencoba melupakan, tapi ingatan saat kemarin siang dia berada di butik bersama Angel benar-benar tidak mau pergi juga. Adam ingat bahwa ada jeda sesaat sewaktu jantungnya seolah berhenti berdenyut. Saat itu dia bahkan menahan napas dan segala sesuatu di sekitarnya menjadi buram. Waktu pun seakan membeku. Segala hal yang tidak
Ini semua gara-gara gaun putih itu! Dengan garis leher yang menurun rendah, kulit halus leher dan tulang selangka Angel terlihat lebih menonjol. Belum lagi kain putih yang menempel dengan dengan sempurna, membentuk lekuk tubuh yang begitu menggoda itu. Potongan gaun itu sama sekali tidak provokatif, tapi melihat sekretarisnya mengenakan gaun tersebut membuat Adam merasa gerah sendiri. Lalu, sebagai pelengkap atas siksaannya adalah Angel yang membiarkan rambutnya tergerai. Ya, Tuhan. Pasti menyenangkan kalau dia merenggut segenggam rambut itu saat bercinta dengannya.Menghela napas berat, Adam berusaha mengenyahkan bayangan-bayangan yang menyiksa dari dalam pikirannya."Ini pasti akan sulit," gumamnya. "Belum apa-apa saja sudah seperti ini.""Tidak perlu khawatir, Pak," sahut Angel, yang bisa dipastikan salah paham dengan ucapan Adam tadi. "Sekarang saya akan menjelaskan ulang mengenai prosedur yang akan kita lakukan, saat berada di tempat pesta nanti, Pak. Kalau ada yang kurang jel
Rupanya Mr Beaumont tidak main-main untuk urusan pesta yang diselenggarakannya malam ini. Berbagai macam minuman, baik itu alkohol maupun non alkohol, semuanya dituang dan disediakan tanpa henti bagai aliran sungai. Begitu pun berbagai macam hidangan yang tersaji di beberapa meja memanjang, atau di konter-konter yang ditata dengan apik, atau beragam jenis canape yang dihidangkan hilir mudik tanpa henti. Namun tentu pesta ini tidak melulu soal makanan dan minumannya yang berlimpah, tapi juga termasuk para tamu penting yang terlibat. Entah ada berapa banyak tamu undangan yang hadir, tapi yang jelas ballroom hotel yang luas ini pun sampai nyaris terasa padat. "Yang sedang berada di dekat sampanye tower itu adalah Mr Papadakis, Pak. Beliau pemilik dari Papadakis Journal, salah satu akun surat kabar dan media sosial yang terkenal di Chicago. Apabila sedang mengobrol dengan beliau, tolong hindari pembicaraan soal hal-hal pribadi, sebab beliau memiliki ingatan yang cukup kuat. Obrolan ya
Adam baru saja menghabiskan gelas wiski keduanya, sewaktu menyadari bahwa sejak tadi tidak ada kontak sama sekali dari Angel. "Apa dia marah?" gerutunya, mengetuk-ketukkan jari di pinggiran gelas. "Tapi, dia marah soal apa?" Apakah gara-gara ucapan Adam tadi, yang mengatakan bahwa dia masih belum memutuskan soal posisi Angel saat ini? "Masalahnya, aku nyaris tidak tahu apa pun soal dia. Jadi, aku masih belum bisa sepenuhnya menilai." Adam menyergah napas, tiba-tiba saja merasa kesal. "Lagi pula, kenapa sih, dia begitu pemarah kalau denganku? Kenapa dia tidak bisa bersikap lembut dan murah senyum, seperti kalau sedang bersama dengan Dimas? Dengan orang lain saja dia bisa begitu ramah, lalu kenapa tidak denganku? Malah yang ada, dia terlalu banyak membantah dan bertanya." Mendongak, dia memandang langit-langit ballroom yang terlihat begitu megah dan mewah. "Apa yang sedang aku pikirkan?" bisiknya. "Bukankah dia hanya seorang sekretaris? Lalu, kenapa aku sampai harus pusing seperti
"Raka, hentikan.""Apa kamu tahu betapa sakit hatiku, Baby? Melihatmu sedang bersama lelaki lain selain aku, datang bersama ke pesta sambil berpelukan. Menurutmu, bagaimana perasaanku tadi?""Tidak. Aku tidak tahu."Raka menggeram. Emosi yang dia tahan sejak tadi, kini membuat dadanya terasa panas. Matanya menatap tajam ke arah kekasihnya, yang malah terlihat begitu tenang memandangnya balik.Sial! Sial! Sial!Meski sudah berusaha mati-matian pun, bayangan ketika ada lelaki lain yang berjalan bersama Angel sambil memeluk pinggang kekasihnya itu tadi, tidak juga mau menyingkir dari dalam benak Raka."Siapa?" tanya Raka pelan. "Siapa lelaki itu, Baby?""Oh, ayolah. Menurutku, kamu juga sudah tahu siapa dia kan, Raka?" Bukannya menjawab, Angel justru balas bertanya. "Dia atasanku dan aku diberi tugas untuk menemaninya ke pesta ini. Itu saja kok.""Tapi kenapa harus kamu, Baby?""Aku hanya pegawai biasa, Raka. Kalau atasanku memberi perintah, memangnya apa yang bisa aku lakukan selain men
Entah berapa kali sudah Adam memaki. Tujuan awalnya menghadiri pesta ini adalah untuk lebih memperkenalkan diri sebagai pemilik CC, sekaligus untuk menambah lagi kolega bisnis. Namun yang ada, dalam setengah jam terakhir dia malah sibuk berkeliling ke sana kemari hanya demi menemukan keberadaan sekretarisnya. "Sialan kamu, Angel," bisiknya dengan nada gusar. "Pergi ke mana kamu sebenarnya." Area ballroom yang luas tempat pesta diselenggarakan sudah Adam jelajahi di setiap sudutnya, tapi sosok sekretarisnya itu tidak juga terlihat. Adam memang menahan diri untuk tidak bertanya ke orang lain atau meminta untuk memeriksa rekaman CCTV, agar tidak menarik perhatian. "Bisa gawat kalau sampai beredar kabar bahwa aku sedang mati-matian mencari sekretarisku," gerutunya. "Nanti yang ada, aku justru akan dicap sebagai atasan brengsek yang menggoda sekretarisnya sendiri. Sial!" Tadi Dimas juga meneleponnya. Teman sekaligus bawahannya dalam bekerja itu ingin mengetahui, bagaimana perkembang