Ya, ampun. Dia benar-benar dalam masalah. Adam sudah terbangun sejak tiga puluh menit lalu, tapi yang lelaki itu lakukan hingga saat ini hanyalah memandangi langit-langit kamarnya. Meski tidak ingin benar-benar mengakuinya, tapi dia tahu bahwa ada sesuatu yang salah. Menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan secara perlahan, Adam berusaha untuk memilah pikiran dan mengerti dirinya. Namun, ternyata hasilnya tidak terlalu menggembirakan. "Pikiran, kacau. Perasaan, tidak karuan," gumamnya dengan nada menggerutu. "Oh, bagus sekali. Hebat. Selamat atas kebodohanmu, Adam!" Dia lalu cemberut menatap langit-langit kamarnya. Yah, tidak peduli berapa kali Adam mencoba melupakan, tapi ingatan saat kemarin siang dia berada di butik bersama Angel benar-benar tidak mau pergi juga. Adam ingat bahwa ada jeda sesaat sewaktu jantungnya seolah berhenti berdenyut. Saat itu dia bahkan menahan napas dan segala sesuatu di sekitarnya menjadi buram. Waktu pun seakan membeku. Segala hal yang tidak
Ini semua gara-gara gaun putih itu! Dengan garis leher yang menurun rendah, kulit halus leher dan tulang selangka Angel terlihat lebih menonjol. Belum lagi kain putih yang menempel dengan dengan sempurna, membentuk lekuk tubuh yang begitu menggoda itu. Potongan gaun itu sama sekali tidak provokatif, tapi melihat sekretarisnya mengenakan gaun tersebut membuat Adam merasa gerah sendiri. Lalu, sebagai pelengkap atas siksaannya adalah Angel yang membiarkan rambutnya tergerai. Ya, Tuhan. Pasti menyenangkan kalau dia merenggut segenggam rambut itu saat bercinta dengannya.Menghela napas berat, Adam berusaha mengenyahkan bayangan-bayangan yang menyiksa dari dalam pikirannya."Ini pasti akan sulit," gumamnya. "Belum apa-apa saja sudah seperti ini.""Tidak perlu khawatir, Pak," sahut Angel, yang bisa dipastikan salah paham dengan ucapan Adam tadi. "Sekarang saya akan menjelaskan ulang mengenai prosedur yang akan kita lakukan, saat berada di tempat pesta nanti, Pak. Kalau ada yang kurang jel
Rupanya Mr Beaumont tidak main-main untuk urusan pesta yang diselenggarakannya malam ini. Berbagai macam minuman, baik itu alkohol maupun non alkohol, semuanya dituang dan disediakan tanpa henti bagai aliran sungai. Begitu pun berbagai macam hidangan yang tersaji di beberapa meja memanjang, atau di konter-konter yang ditata dengan apik, atau beragam jenis canape yang dihidangkan hilir mudik tanpa henti. Namun tentu pesta ini tidak melulu soal makanan dan minumannya yang berlimpah, tapi juga termasuk para tamu penting yang terlibat. Entah ada berapa banyak tamu undangan yang hadir, tapi yang jelas ballroom hotel yang luas ini pun sampai nyaris terasa padat. "Yang sedang berada di dekat sampanye tower itu adalah Mr Papadakis, Pak. Beliau pemilik dari Papadakis Journal, salah satu akun surat kabar dan media sosial yang terkenal di Chicago. Apabila sedang mengobrol dengan beliau, tolong hindari pembicaraan soal hal-hal pribadi, sebab beliau memiliki ingatan yang cukup kuat. Obrolan ya
Adam baru saja menghabiskan gelas wiski keduanya, sewaktu menyadari bahwa sejak tadi tidak ada kontak sama sekali dari Angel. "Apa dia marah?" gerutunya, mengetuk-ketukkan jari di pinggiran gelas. "Tapi, dia marah soal apa?" Apakah gara-gara ucapan Adam tadi, yang mengatakan bahwa dia masih belum memutuskan soal posisi Angel saat ini? "Masalahnya, aku nyaris tidak tahu apa pun soal dia. Jadi, aku masih belum bisa sepenuhnya menilai." Adam menyergah napas, tiba-tiba saja merasa kesal. "Lagi pula, kenapa sih, dia begitu pemarah kalau denganku? Kenapa dia tidak bisa bersikap lembut dan murah senyum, seperti kalau sedang bersama dengan Dimas? Dengan orang lain saja dia bisa begitu ramah, lalu kenapa tidak denganku? Malah yang ada, dia terlalu banyak membantah dan bertanya." Mendongak, dia memandang langit-langit ballroom yang terlihat begitu megah dan mewah. "Apa yang sedang aku pikirkan?" bisiknya. "Bukankah dia hanya seorang sekretaris? Lalu, kenapa aku sampai harus pusing seperti
"Raka, hentikan.""Apa kamu tahu betapa sakit hatiku, Baby? Melihatmu sedang bersama lelaki lain selain aku, datang bersama ke pesta sambil berpelukan. Menurutmu, bagaimana perasaanku tadi?""Tidak. Aku tidak tahu."Raka menggeram. Emosi yang dia tahan sejak tadi, kini membuat dadanya terasa panas. Matanya menatap tajam ke arah kekasihnya, yang malah terlihat begitu tenang memandangnya balik.Sial! Sial! Sial!Meski sudah berusaha mati-matian pun, bayangan ketika ada lelaki lain yang berjalan bersama Angel sambil memeluk pinggang kekasihnya itu tadi, tidak juga mau menyingkir dari dalam benak Raka."Siapa?" tanya Raka pelan. "Siapa lelaki itu, Baby?""Oh, ayolah. Menurutku, kamu juga sudah tahu siapa dia kan, Raka?" Bukannya menjawab, Angel justru balas bertanya. "Dia atasanku dan aku diberi tugas untuk menemaninya ke pesta ini. Itu saja kok.""Tapi kenapa harus kamu, Baby?""Aku hanya pegawai biasa, Raka. Kalau atasanku memberi perintah, memangnya apa yang bisa aku lakukan selain men
Entah berapa kali sudah Adam memaki. Tujuan awalnya menghadiri pesta ini adalah untuk lebih memperkenalkan diri sebagai pemilik CC, sekaligus untuk menambah lagi kolega bisnis. Namun yang ada, dalam setengah jam terakhir dia malah sibuk berkeliling ke sana kemari hanya demi menemukan keberadaan sekretarisnya. "Sialan kamu, Angel," bisiknya dengan nada gusar. "Pergi ke mana kamu sebenarnya." Area ballroom yang luas tempat pesta diselenggarakan sudah Adam jelajahi di setiap sudutnya, tapi sosok sekretarisnya itu tidak juga terlihat. Adam memang menahan diri untuk tidak bertanya ke orang lain atau meminta untuk memeriksa rekaman CCTV, agar tidak menarik perhatian. "Bisa gawat kalau sampai beredar kabar bahwa aku sedang mati-matian mencari sekretarisku," gerutunya. "Nanti yang ada, aku justru akan dicap sebagai atasan brengsek yang menggoda sekretarisnya sendiri. Sial!" Tadi Dimas juga meneleponnya. Teman sekaligus bawahannya dalam bekerja itu ingin mengetahui, bagaimana perkembang
Rupanya hati Lidia sedang berbunga-bunga. Sejak pergi dari ruangan dengan dinding kaca tadi, segaris senyuman tidak juga lepas dari wajahnya. Entah ruangan apa itu. Pencahayaan di sana bisa dikata nyaris tidak ada karena hanya terbantu oleh lampu malam. Itu pun tidak terlalu terang, sehingga suasana di sana remang-remang.Namun, itu tidak masalah. Setidaknya, Lidia tetap bisa melihat soal siapa yang ada di dalam ruangan, serta apa yang sedang dilakukan. "Mereka pasti terlibat dalam hubungan asmara," bisiknya, tersenyum semakin lebar tatkala teringat saat dia melihat Angel sedang berada dalam pelukan lelaki lain. "Lelaki yang tadi itu, bukankah kalau tidak salah namanya adalah Adam. Adam dan Angel. Ah, benar-benar pasangan yang serasi."Tentu saja pemikiran Lidia tersebut bukan didasari oleh perasaan yang tulus. Dia hanya berpikiran bahwa apabila Angel sudah memiliki kekasih, maka perempuan itu tidak akan lagi menggoda suaminya."Dan Mas Raka juga hanya perlu untuk fokus denganku saj
"Kalau Anda terus seperti itu, Anda bisa ambruk, Pak?""Apa?"Adam melepaskan earbud-nya, lalu menoleh ke sumber gangguan itu. "Apa maksudmu?" tanyanya lagi sambil menatap Dimas dengan tajam. Hari ini adalah hari Minggu dan Adam sedang menikmati Minggu paginya dengan berolah raga di pusat gym langganannya. Sudah dua puluh menit berselang sejak lelaki itu berlari di atas treadmill.Bukannya merasa lelah, yang ada Adam malah terus menambah tanjakan dan kecepatan treadmill yang dia gunakan. Tentu saja, hal tersebut mau tidak mau akhirnya menarik perhatian Dimas, yang juga kebetulan berada di gym yang sama. "Apakah sedang ada masalah, Pak?""Bukan urusanmu.""Apakah ada yang Anda pikirkan?""Sekali lagi, itu bukan urusanmu.""Apakah ada yang sedang mengganggu Anda, Pak?""Untuk yang terakhir kalinya, Dim! Itu. Bukan. Urusanmu!""Apakah ini ada kaitannya dengan Miss Angel, Pak?"Adam terdiam, meski sebenarnya dia merasakan perutnya mengencang ketika mendengar nama itu. Dia pun kembali be