"Kenapa dengan wajahmu, Angel?" Yasmin bertanya dengan nada berlebihan. Tidak cukup sampai di situ, dia lalu melihat jam tangan dan kembali berseru, "Ini bahkan masih pagi lho!"Angel melemparkan pandangan membunuh khas miliknya. Ucapan Yasmin tadi seolah benar-benar menggenapkan semua kekesalan dalam dirinya.Masih pagi, katanya? Omong kosong! Sekarang saja mereka sedang berada di kantin untuk makan siang bersama. Ya, Tuhan. Andai saja bisa, mungkin kepala Angel sudah mengepulkan asap karena saking emosinya. Terutama bila dia teringat dengan hasil rapat kemarin siang, yang membuatnya ingin membanting kursi demi bisa meluapkan sedikit amarahnya."Sabar, Angel. Sabar," bisiknya sembari menarik napas dalam-dalam. "Sabar. Orang cantik tidak boleh marah. Nanti bisa muncul keriput di wajah lho.""Wajahmu itu lho, seperti cucian di kos-kosanku yang sudah menumpuk seminggu saja," imbuh Yasmin tanpa dosa. Entah apakah dia sengaja atau memang tidak menyadari, betapa teman di sebelahnya itu su
"Apa Anda bisa melepaskan saya, Pak?"Angel bersungut-sungut karena Adam terus saja mencekal tangannya, sementara mereka berjalan menyusuri koridor menuju lift. Melirik sekilas ke sekeliling, bibirnya pun semakin cemberut karena menyadari bahwa ada begitu banyak pegawai yang memperhatikan mereka berdua. Ya, Tuhan. Tidak lama lagi pasti akan tersebar berita miring soal ini. "Pasti aku akan dianggap sebagai pegawai rendahan yang menggoda atasannya sendiri," gerutunya. "Sekarang saja sudah ada begitu banyak gosip, gara-gara aku mendadak naik jabatan menjadi sekretaris pribadi orang ini. Lalu sekarang, ditambah lagi dengan ini."Oh, ya ampun. Benar-benar kombinasi yang sempurna, pikirnya getir."Bagaimana kalau Anda lepaskan tangan saya, Pak? Sekedar informasi, saya bisa berjalan sendiri tanpa perlu Anda gandeng ter— Aduh!"Angel mengernyit, mengelus-elus ujung hidungnya yang kesakitan dan sedikit memerah. Semula tadi Adam berjalan cepat di depannya, tapi kemudian tiba-tiba berhenti dan
Adam berjalan keluar dari ruang ganti sambil memasang kancing lengan kemejanya. Berada di belakangnya adalah beberapa orang staf butik, yang berusaha mengikuti langkah-langkahnya yang lebar. Entah mengapa, selain terlihat begitu bersemangat, lelaki itu juga seperti terburu-buru. "Sekarang beri tahu aku, bagaimana pendapatmu dengan setelan yang in—" Lelaki itu terdiam. Kedua alisnya mencuram, sementara sepasang mata yang memiliki dua warna itu pun menyorot tajam. "Ke mana—" gumamnya, seraya menelusuri ruang tunggu yang kini kosong. Adam lalu menoleh ke arah staf butik dan bertanya, "Ke mana perempuan yang tadi duduk di sini?" "Eh?" Para staf butik itu terlihat bingung dan saling melemparkan pandangan. Jelas sekali kalau mereka pun sama tidak tahunya. "Maaf, Pak, tapi kami juga tidak terlalu memperhatikannya. Jadi—" Salah satu staf yang tadi menjawab pun kini terdiam dan meneguk ludah. Sepasang mata yang tengah menatapnya itu terlihat begitu mengancam, seperti pandangan seekor b
Raka mungkin saja merasa tidak suka dengan hal yang kini terjadi, tapi bukan berarti dia bodoh.Lelaki yang ada di depannya ini memang baru pertama kali dia temui. Namun melihat dari penampilannya, Raka tahu bahwa lawannya ini jelas bukan orang sembarangan.Apalagi kalau melihat bagaimana reaksi Angel saat ini, yang seolah berusaha memberinya peringatan. Meski masih belum sepenuhnya yakin, setidaknya Raka sedikit bisa menebak siapa lelaki yang memiliki warna mata yang berlainan itu. "Maafkan apabila saya sudah bersikap tidak sopan," ujarnya kemudian, menyuguhkan seulas senyuman bisnis. "Tapi saya mengenal Miss Angel dan mengira kalau dia sedang dalam masalah."Sementara Raka berusaha bersikap sebiasa mungkin, di sisi lain diam-diam Angel menghela napas panjang. Sekarang dia sudah bisa merasa lebih lega. Ya, Tuhan. Syukurlah.Rasanya benar-benar seperti sebuah keajaiban karena Raka tidak langsung mengamuk saat melihatnya bersama Adam. Padahal tadi dia sudah sangat khawatir. Meski, y
Jelas ada sesuatu yang salah, tapi apa?Angel merenung sembari berbaring di atas tempat tidurnya. Ingatan saat Adam yang membawanya ke rumah sakit tadi siang, kembali menghambur memenuhi pikiran."Ada apa sebenarnya dengan lelaki itu, sih?" gumamnya, teringat dengan begitu perhatian atasannya atas kondisi kaki Angel yang terkilir. "Padahal biasanya dia selalu bersikap menyebalkan, kenapa tadi tiba-tiba jadi berubah? Membuatku bingung saja."Dalam benaknya, semula Angel memikirkan kalau Adam tidak akan peduli sama sekali dan bahkan mungkin akan tega menyeretnya kembali untuk bekerja. Namun nyatanya, tidak."Apakah tadi aku terlihat begitu menyedihkan, sampai-sampai lelaki yang biasanya gila itu akhirnya kasihan?"Pergelangan kakinya sekilas berdenyut sakit, membuat Angel mengernyit.Oh, ya ampun. Padahal tadi dia sempat berdebat sewaktu Adam memberinya libur. Angel sangat yakin bahwa terkilir yang dialaminya ini tidak terlalu parah, tapi rupanya tidak begitu.Sekarang, kakinya itu just
Selama tiga hari ini Adam mempelajari semua data dan laporan yang ada dengan sangat teliti, dan menemukan kejanggalan pada data Sandira Enterprise yang Dimas berikan kepadanya. Perusahaan yang bergerak di bidang hiburan tersebut memang mengalami perkembangan pesat dalam satu tahun terakhir. Secara persentase, peningkatan yang dicapai memang terbilang cukup tinggi. Namun apabila dihitung berdasarkan value uang yang masuk, maka hal tersebut tidak bisa dikatakan terlalu signifikan. Pada intinya, Sandira Enterprise memang merupakan perusahaan yang cukup bagus, tapi masih belum memenuhi standar kualifikasi untuk bisa bekerja sama dengan CC. "Lalu, kenapa Sandira Enterprise akhirnya berhasil menjalin kerja sama dengan CC? Bagaimana caranya?" Menghela napas, Adam tidak ingin mengambil asumsi apa pun. Dia menyadari bahwa masih ada banyak data lain yang diperlukan, untuk bisa lebih mengkonfirmasi soal temuannya tersebut. Sambil menyetir mobilnya menuju tempat kerja, Adam menyadari bahwa
"Jadi, bagaimana?"Angel baru saja akan memasukkan sepotong bakso ke mulutnya, ketika Yasmin tiba-tiba bertanya. Mereka sedang berada di kantin, pada jam istirahat makan siang. Sementara Aldi masih sibuk di konter untuk mengambil beberapa makanan pesanannya, maka kedua orang perempuan itu memilih untuk makan terlebih dulu. "Apanya yang bagaimana?""Oh, ayolah." Yasmin bertanya sambil memakan irisan semangkanya. "Kamu sudah tahu kan? Jadi, jangan berpura-pura.""Maksudmu apa sih, Yas? Bicara yang jelas dong. Soal apa yang kamu maksudkan?"Yasmin mendesah, sambil memutar mata. "Bukan 'apa', tapi 'siapa', Angel.""Maksudnya?""Siapa lagi kalau bukan si Bos Tampan itu.""Siapa?""Apa maksudmu dengan bertanya 'siapa'?" serunya, setengah tidak percaya, setengah kesal. "Memangnya, siapa lagi yang menjadi Bosmu, Angel?""Oh."Tidak ada lagi jawaban dari Angel selain satu kata itu, membuat Yasmin akhirnya merasa dongkol. "Bumi kepada Angel, bumi kepada Angel. Haloo! Kamu ini sadar atau tidak
"Masuk.""Ke mana, Pak?""Mau ke mana lagi? Ya masuk ke situ. Masa mau aku yang masukin kamu?"Angel nyaris memukul dahinya. Percakapan mereka saat ini kalau didengar oleh orang lain yang tidak tahu apa-apa, maka pasti akan bisa menimbulkan suatu kesalahpahaman."Paling tidak Anda bisa memberi tahu saya dulu, kita ini mau ke mana, Pak?" gerutu Angel, yang akhirnya menurut untuk masuk dan duduk di bangku penumpang depan. "Apa Anda ini memang mempunyai kebiasaan untuk menyeret-nyeret orang dengan seenaknya pada saat jam makan siang?""Bukan orang," jawab Adam, sembari duduk di bangku pengemudi. Lalu seperti sudah menjadi sebuah kebiasaan, dia lantas memastikan ulang sabuk pengaman yang sudah Angel pakai. "Tapi cuma kamu.""Saya ini kan, juga orang, Pak! Memangnya Bapak kira saya ini sejenis mahkluk halus?""Benarkah? Kalau begitu, kenapa kamu suka sekali menyusup, Miss Angel?"Angel seketika terdiam. Adam sendiri seperti sama sekali tidak menyadari reaksi sekretarisnya, yang kini menega