"Jadi, bagaimana?"Angel baru saja akan memasukkan sepotong bakso ke mulutnya, ketika Yasmin tiba-tiba bertanya. Mereka sedang berada di kantin, pada jam istirahat makan siang. Sementara Aldi masih sibuk di konter untuk mengambil beberapa makanan pesanannya, maka kedua orang perempuan itu memilih untuk makan terlebih dulu. "Apanya yang bagaimana?""Oh, ayolah." Yasmin bertanya sambil memakan irisan semangkanya. "Kamu sudah tahu kan? Jadi, jangan berpura-pura.""Maksudmu apa sih, Yas? Bicara yang jelas dong. Soal apa yang kamu maksudkan?"Yasmin mendesah, sambil memutar mata. "Bukan 'apa', tapi 'siapa', Angel.""Maksudnya?""Siapa lagi kalau bukan si Bos Tampan itu.""Siapa?""Apa maksudmu dengan bertanya 'siapa'?" serunya, setengah tidak percaya, setengah kesal. "Memangnya, siapa lagi yang menjadi Bosmu, Angel?""Oh."Tidak ada lagi jawaban dari Angel selain satu kata itu, membuat Yasmin akhirnya merasa dongkol. "Bumi kepada Angel, bumi kepada Angel. Haloo! Kamu ini sadar atau tidak
"Masuk.""Ke mana, Pak?""Mau ke mana lagi? Ya masuk ke situ. Masa mau aku yang masukin kamu?"Angel nyaris memukul dahinya. Percakapan mereka saat ini kalau didengar oleh orang lain yang tidak tahu apa-apa, maka pasti akan bisa menimbulkan suatu kesalahpahaman."Paling tidak Anda bisa memberi tahu saya dulu, kita ini mau ke mana, Pak?" gerutu Angel, yang akhirnya menurut untuk masuk dan duduk di bangku penumpang depan. "Apa Anda ini memang mempunyai kebiasaan untuk menyeret-nyeret orang dengan seenaknya pada saat jam makan siang?""Bukan orang," jawab Adam, sembari duduk di bangku pengemudi. Lalu seperti sudah menjadi sebuah kebiasaan, dia lantas memastikan ulang sabuk pengaman yang sudah Angel pakai. "Tapi cuma kamu.""Saya ini kan, juga orang, Pak! Memangnya Bapak kira saya ini sejenis mahkluk halus?""Benarkah? Kalau begitu, kenapa kamu suka sekali menyusup, Miss Angel?"Angel seketika terdiam. Adam sendiri seperti sama sekali tidak menyadari reaksi sekretarisnya, yang kini menega
Angel masih sempat untuk mengedarkan pandangan. Matanya berbinar, memandang kagum setiap detail desain interior yang begitu mewah dan elegan. "Kenapa kita berada di butik, Pak?" tanyanya, terlihat bagai anak hilang dengan sikapnya yang terus menoleh kian kemari. Syukurlah Adam terus menggandengnya, sebab kalau tidak maka Angel bisa saja menabrak-nabrak. "Wah, butik ini rasanya bahkan lebih mewah daripada yang tempo hari." "Ini ... butik apa, Pak? Apa Anda akan memesan baju di sini? Ah, saya tahu. Bukankah acara pesta Beaumont akan diselenggarakan dua hari lagi? Jadi, apakah Anda akan memesan setelan untuk acara tersebut? Tapi bukankah seharusnya Anda sudah melakukannya jauh-jauh hari dan tidak mendadak seperti ini, Pak? Lalu, kenapa malah—" Mata Angel melebar, tubuhnya menegang dan perempuan itu pun sontak menahan napas. Reaksinya itu bukan tanpa alasan, sebab dengan tiba-tiba Adam sudah meraih tengkuknya dan menarik Angel mendekat. Wajah mereka kini hanya terpisah oleh sedikit j
Ada yang berbeda dengan Raka. Lidia menemukan bahwa belakangan ini suasana hati suaminya seperti sedang gembira. Paling tidak, dia kerap kali melihat lelaki itu senyum-senyum sendiri."Apalagi kalau Mas Raka sudah memegang ponselnya," gumam Lidia, mau tidak mau mulai bertanya-tanya atas perubahan sikap dari suaminya itu. "Ada apa, ya? Apakah terjadi sesuatu yang bagus atau jangan-jangan—"Menarik napas dalam-dalam, Lidia berusaha mengusir pikiran-pikiran buruknya yang tidak berdasar."Ah, tidak. Tidak boleh. Aku tidak boleh bersikap berlebihan lagi seperti dulu." Lidia mendesah dan menggeleng. "Mas Raka benar, aku seharusnya bisa lebih percaya padanya."Sepulang dia dari rumah Ibunya tempo hari, Lidia memberanikan diri untuk bicara berdua saja dengan suaminya. Setidaknya dengan begitu mereka bisa berbincang-bincang dari hati ke hati.Mulanya Raka terlihat begitu enggan. Lelaki itu bahkan bersikap cuek, seolah benar-benar tersinggung atas tindakan Lidia yang pergi ke rumah Ibunya tanp
Sementara itu, Raka mengendarai mobilnya dengan perasaan kesal."Padahal tadi aku sedang asyik membayangkan bersenang-senang bersama Baby," gerutunya. "Tapi Lidia malah tiba-tiba datang dan mengganggu. Menyebalkan sekali."Selama beberapa hari ini, suasana hati Raka sedang bagus. Itu karena pertemuannya dengan Angel beberapa hari lalu, tepat setelah kekasihnya itu baru selesai mandi.Waktu itu Raka memang sengaja datang ke apartemen kekasihnya, tanpa menelepon terlebih dulu. Selain karena rasa kangennya, ada hal lain yang sebenarnya ingin dia tanyakan. Namun ternyata, pemandangan yang menyambutnya benar-benar di luar dugaan. "Baby benar-benar terlihat seksi sekali. Dengan hanya dibalut handuk, apalagi tubuh dan rambutnya masih basah seperti itu. Ah, sial! Sekedar mengingatnya saja sudah membuatku bergairah."Raka menyeringai. Dia bisa merasakan miliknya di bawah sana sudah kembali menegang, sehingga terasa tidak nyaman. "Oh, Baby. Selain cantik, kamu juga begitu seksi. Apalagi kala
Ya, ampun. Dia benar-benar dalam masalah. Adam sudah terbangun sejak tiga puluh menit lalu, tapi yang lelaki itu lakukan hingga saat ini hanyalah memandangi langit-langit kamarnya. Meski tidak ingin benar-benar mengakuinya, tapi dia tahu bahwa ada sesuatu yang salah. Menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan secara perlahan, Adam berusaha untuk memilah pikiran dan mengerti dirinya. Namun, ternyata hasilnya tidak terlalu menggembirakan. "Pikiran, kacau. Perasaan, tidak karuan," gumamnya dengan nada menggerutu. "Oh, bagus sekali. Hebat. Selamat atas kebodohanmu, Adam!" Dia lalu cemberut menatap langit-langit kamarnya. Yah, tidak peduli berapa kali Adam mencoba melupakan, tapi ingatan saat kemarin siang dia berada di butik bersama Angel benar-benar tidak mau pergi juga. Adam ingat bahwa ada jeda sesaat sewaktu jantungnya seolah berhenti berdenyut. Saat itu dia bahkan menahan napas dan segala sesuatu di sekitarnya menjadi buram. Waktu pun seakan membeku. Segala hal yang tidak
Ini semua gara-gara gaun putih itu! Dengan garis leher yang menurun rendah, kulit halus leher dan tulang selangka Angel terlihat lebih menonjol. Belum lagi kain putih yang menempel dengan dengan sempurna, membentuk lekuk tubuh yang begitu menggoda itu. Potongan gaun itu sama sekali tidak provokatif, tapi melihat sekretarisnya mengenakan gaun tersebut membuat Adam merasa gerah sendiri. Lalu, sebagai pelengkap atas siksaannya adalah Angel yang membiarkan rambutnya tergerai. Ya, Tuhan. Pasti menyenangkan kalau dia merenggut segenggam rambut itu saat bercinta dengannya.Menghela napas berat, Adam berusaha mengenyahkan bayangan-bayangan yang menyiksa dari dalam pikirannya."Ini pasti akan sulit," gumamnya. "Belum apa-apa saja sudah seperti ini.""Tidak perlu khawatir, Pak," sahut Angel, yang bisa dipastikan salah paham dengan ucapan Adam tadi. "Sekarang saya akan menjelaskan ulang mengenai prosedur yang akan kita lakukan, saat berada di tempat pesta nanti, Pak. Kalau ada yang kurang jel
Rupanya Mr Beaumont tidak main-main untuk urusan pesta yang diselenggarakannya malam ini. Berbagai macam minuman, baik itu alkohol maupun non alkohol, semuanya dituang dan disediakan tanpa henti bagai aliran sungai. Begitu pun berbagai macam hidangan yang tersaji di beberapa meja memanjang, atau di konter-konter yang ditata dengan apik, atau beragam jenis canape yang dihidangkan hilir mudik tanpa henti. Namun tentu pesta ini tidak melulu soal makanan dan minumannya yang berlimpah, tapi juga termasuk para tamu penting yang terlibat. Entah ada berapa banyak tamu undangan yang hadir, tapi yang jelas ballroom hotel yang luas ini pun sampai nyaris terasa padat. "Yang sedang berada di dekat sampanye tower itu adalah Mr Papadakis, Pak. Beliau pemilik dari Papadakis Journal, salah satu akun surat kabar dan media sosial yang terkenal di Chicago. Apabila sedang mengobrol dengan beliau, tolong hindari pembicaraan soal hal-hal pribadi, sebab beliau memiliki ingatan yang cukup kuat. Obrolan ya
Halo, Para pembaca. Kisah Adam dan Angel berakhir sampai di sini. Terima kasih atas kesediannya untuk mengikuti kisah ini dan mohon maaf karena sempat vakum cukup lama. Ada satu dan lain hal yang menjadi penyebab, termasuk masalah kesehatan. Semoga kita semua selalu sehat & bahagia, ya. Saya menyadari bahwa karya ini sangat jauh dari kata sempurna. Untuk itu, komentar, masukan, dan saran dari Kakak sekalian sangat saya nanti dan hargai. Sampai bertemu di kisah yang lain. Apabila berkenan, silakan mampir di igeh saya: Rae_1243. Apabila ingin berhubungan melalui wa dengan saya, silakan dm saja. Sekali lagi, terima kasih. Salam sayang, ~Rae~
"Tahanan 2673, silakan ke sini."Lidia berjalan dengan kepala tertunduk. Setelah berada di penjara selama nyaris tiga tahun, kini dia sudah terbiasa dengan panggilan tersebut. Namun langkahnya tiba-tiba saja terhenti, saat dia melihat siapa orang yang datang mengunjunginya."Kamu lagi. Bukankah sudah aku katakan, agar tidak mengunjungiku lagi? Tapi kenapa kamu masih juga datang terus?""Kak Lidia, ish! Jangan bersikap sekasar itu dong. Lihat, Raline jadi kaget.""Kamu juga sih, Lin. Kenapa membawa anak kecil ke penjara?""Memangnya, kenapa? Raline ini juga kan, keponakan Kakak. Lagi pula, nanti juga Kakak akan tinggal bersamanya kan?"Sejenak Lidia terdiam, lalu membuang muka. "Tidak perlu. Lupakan saja omonganmu tadi. Lagi pula, dia pasti malu karena mempunyai bibi mantan napi seperti aku ini.""Siapa bilang? Memangnya, Kakak berpikir aku akan membesarkan putriku seperti apa?""Tapi—""Tujuh tahun lagi Kakak akan bebas. Pada saat itu, aku dan Raline akan datang menjemput Kakak. Titik
Lima menit pertama Angel mengedarkan pandangan. Dia masih berusaha untuk menangkap, apa sebenarnya yang sedang terjadi.Ada Ayahnya, yang berdiri di sebelah Erin. Angel juga bisa melihat teman-teman Ayahnya, yang sebagian besar dulunya merupakan orang-orang yang salah jalan. Lalu juga ada beberapa rekan kerjanya yang dulu seperti Yasmin, Aldi, dan bahkan Pak Dimas. Kemudian Keynan serta Keke.Tidak ada terlalu banyak orang di sana, kemungkinan tidak lebih dari seratus orang. Namun, suasanya begitu meriah.Dekorasi yang ada memang mewah, tapi tidak berlebihan. Ribuan bunga yang menghiasi seluruh penjuru ruangan luas ini dan bahkan sampai menjuntai dari langit-langit, membuat Angel seolah tiba-tiba saja masuk ke sebuah negeri dongeng.Kemudian, kerlip-kerlip apa itu? Terlihat seolah ada jutaan permata yang bersembunyi di balik hiasan bunga.Bahkan sampai ada banyak kupu-kupu yang berterbangan kian kemari. Seekor kupu-kupu berwarna hijau toska kemudian terbang mendekat dan hinggap di at
Terdengar suara desahan dari sepasang bibir Angel.Perempuan itu lebih dalam menyandarkan punggung ke kursi tempatnya duduk, sembari melemparkan pandangan ke arah jendela yang ada di sampingnya. Angel mengamati hamparan awan putih mendominasi. Seketika pikirannya pun kembali melayang ke segala hal yang telah terjadi. Tidak terasa, waktu tiga tahun pun sudah berlalu. "Padahal, rasanya seperti baru kemarin," gumamnya, mendesah. "Tapi syukurlah, setidaknya aku tidak perlu lagi bertemu dengan orang-orang itu."Raka sudah divonis penjara seumur hidup. Dari kabar terakhir yang Angel dengar, lelaki itu terlibat dalam kerusuhan yang terjadi di dalam penjara sampai mengalami luka parah.Namun, ada kabar lain lagi yang lebih mengerikan. Angel mendengar bahwa Raka sampai harus kehilangan kejantanannya. Kejantanan milik lelaki itu rupanya mengalami luka dan infeksi yang didapat dari insiden kerusuhan, sehingga akhirnya terpaksa dipotong. "Ya, Tuhan." Angel berbisik. "Aku tidak bisa membayang
Raka berteriak marah. Sejak tadi dia terus menendang-nendang jeruji besi tempatnya ditahan dan baru berhenti ketika dibentak balik oleh petugas jaga. "Brengsek!" Dia mengumpat, segera setelah petugas jaga pergi. "Kenapa semuanya jadi seperti ini? Kenapa?"Lelaki itu meremas-remas rambut dengan frustrasi. Dia teringat kembali dengan kejadian yang dialaminya tiga hari lalu.Waktu itu dia baru saja hendak pulang kerja, sewaktu dua orang lelaki yang tidak dikenal datang. Napasnya seketika tercekat, saat salah satu dari mereka menunjukkan surat penangkapan untuknya. Rasanya benar-benar memalukan ketika dia digelandang keluar dari gedung perusahaannya sendiri. Ditambah lagi dengan pandangan para karyawan yang ada, membuat Raka begitu ingin mengubur dirinya sendiri kala itu. "Sialan! Padahal tinggal sedikit lagi semua rencanaku bisa beres." Dia menggerutu. "Tapi kenapa malah jadi begini?"Sekarang Raka benar-benar tidak bisa berkutik. Dia tidak dapat mengelak sewaktu polisi menemukan boto
"Angel, tunggu!" Mobil yang Jalu kendarai masih belum sepenuhnya berhenti, tapi Angel sudah langsung membuka pintu dan meloncat keluar. Perempuan itu seolah tidak ingin membuang waktu dan segera menyeberangi pelataran parkir. "Angel! Tunggu, Nak!" Jalu berseru percuma. Putrinya itu sekarang berlari memasuki rumah sakit tanpa menoleh sedikit pun. Dengan menggerutu, Jalu berusaha mencari tempat untuk memarkirkan mobilnya. Lelaki itu pun segera berlari, menyusul ke arah putrinya. "Pak Jalu! Terima kasih karena sudah datang secepatnya." Dokter Brian berseru, sambil berlari-lari menyongsong Jalu. "Ada keadaan mendesak yang—" "Saya paham, Dok," potong Jalu segera. "Sebenarnya, apa yang terjadi?" "Ah, itu—" "Ayah!" seru Angel. Dia menarik-narik tangan Ayahnya dengan panik. "Ayah! Ada apa dengan Kak Erin? Kenapa sekarang Kak Erin dipindahkan ke ruang ICU? Lalu, kenapa aku tidak boleh masuk dan melihatnya?" "Angel, tenang dulu. Tenang ya, Nak." "Tapi, Ayah—" "Maaf karena saya menye
Rupanya, Adam yang menelepon. Lelaki itu memberi kabar bahwa Lidia telah memasukkan tuntutan kepada Rama ke meja hijau. Ternyata Lidia memaksa pulang paksa dari rumah sakit adalah demi mencari barang bukti. Hasilnya, dia menemukan beberapa bungkus permen aneh yang seperti beberapa kali pernah dia konsumsi, serta sebotol kecil obat pil yang bisa larut dalam air dengan cepat. "Lalu?" tanya Angel dengan hati berdebar. Berita yang disampaikan Adam kepadanya ini cukup membuatnya tegang. "Dia menghubungiku dan meminta tolong agar semua temuannya itu diperiksa. Hasilnya—" Dari ujung telepon, tarikan napas Adam terdengar begitu jelas. "Apa?" desak Angel. "Hasilnya bagaimana, Adam?" Adam masih sempat menyergah napas, sebelum menjawab, "Permen itu mengandung sejenis zat adiktif, yang apabila dikonsumsi maka akan memberikan efek ketagihan. Namun, ada beberapa zat lain yang juga terdapat di dalamnya. Untuk singkatnya, permen itu bisa dikatakan sebagai obat perangsang." "Obat, apa?" Angel
"Ayah, sudah aku katakan kalau aku baik-baik saja!"Angel merajuk. Dia terlihat sebal dan merasa tidak suka dengan segala hal yang sekarang terpaksa dia jalani. "Lagi pula, apa-apaan sih, semua ini?""Ini untuk berjaga-jaga, Angel," ujar Jalu, dengan sabar mencoba membujuk putrinya. "Jadi, sabar dulu, ya?""Berjaga-jaga bagaimana? Lidia yang pingsan, kenapa aku juga ikut-ikutan diperiksa seperti ini?""Tetap saja, Ayah khawatir, Angel. Apalagi setelah hasil pemeriksaan Lidia akhirnya keluar. Bagaimana kalau terjadi sesuatu padamu?"Angel memukul dahinya. Perempuan itu sekarang sedikit menyesali pertemuannya dengan Lidia tadi siang. Tidak berselang lama setelah Lidia melihat bukti yang disodorkan Adam kepadanya, perempuan itu tiba-tiba saja pingsan. Entah apa yang dia lihat, tapi apa pun itu yang pasti cukup membuat Lidia shok.Mereka tentu merasa panik. Jalu dengan segera membawa Lidia ke rumah sakit terdekat, diikuti oleh Angel dan juga Adam. Sampai kemudian hasil pemeriksaan Lidi
Angel sama sekali tidak percaya dengan hal yang baru saja didengarnya. "Jangan berbohong!" serunya. "Kakakku tidak mungkin melakukan hal yang semacam itu!""Apa kamu kira Kakakmu itu perempuan baik-baik, ha?" Lidia membalas disertai tawa. "Kalau kamu tidak percaya, tanyakan saja langsung kepada Raka. Yang terlebih dulu merebut Raka itu adalah Erin! Jadi, tidak salah kan, kalau aku mengambil kembali apa yang menjadi milikku?"Angel memegang kepalanya yang mendadak pusing. Hal yang diceritakan Lidia ini benar-benar di luar dugaannya. "Aku dan Raka sudah bertunangan dan sebentar lagi kami akan menikah," ujar Lidia lagi. "Lalu Kakakmu tiba-tiba datang dan merusak semuanya. Dia memaksa Raka memutuskan pertunangan kami dan otomatis pernikahan kami pun batal. Saat mendengar soal itu, penyakit jantung Ayahku kumat dan beliau meninggal seketika itu juga. Harta keluargaku habis, sampai aku pun terpaksa melakukan pekerjaan haram demi menghidupi Ibu dan adikku. Keluarga dan kebahagiaanku hancur