Angel meringis menahan nyeri ketika Raka menekan password apartemennya, membuka pintu dengan kasar, lalu menyeretnya masuk. "Raka, lepas," rengeknya, menahan diri agar tidak segera menarik lepas tangannya begitu saja. "Sakit, Raka. Jangan ditarik terlalu keras."Sebenarnya, bila dibandingkan dengan sewaktu Raka menyeret Lidia keluar dari gedung kantornya dulu, maka cekalan yang dia lakukan terhadap Angel saat ini masih belum ada apa-apanya. Meski sedang marah sekalipun, tapi lelaki itu masih bisa ingat betapa lembut kekasihnya ini. "Rakaa, sakiiit. Iihh." Angel terus-terusan merengek. Perempuan cantik itu juga memasang ekspresi wajah seolah ingin menangis. "Rakaa."Ya, Tuhan. Kalau saja bukan karena rasa cemburunya, mungkin Raka sudah akan memeluk dan menciumi kekasihnya itu. Lagi pula, suara rengekan bernada manja itu benar-benar terdengar begitu menggairahkan. Namun, sial! Aroma parfum lelaki lain yang terdapat di tubuh Angel, sungguh membuat hati dan pikiran Raka begitu panas. R
Tidur Angel tidak nyenyak. Semalam setelah berhasil mengusir Raka dari apartemennya, dia lalu berendam air hangat selama lima belas menit, sebelum akhirnya memutuskan untuk langsung tidur tanpa makan malam. Namun ternyata, tidurnya terus diganggu oleh bayangan peristiwa saat dia berdua di dalam kantor bersama Adam. Termasuk soal bagaimana lelaki itu menyentuhnya, menatapnya, dan betapa dekat posisi mereka semalam, meski kemudian diakhiri oleh kenyataan bahwa semua itu hanya sebuah keisengan belaka. Sebagai penutup, Angel mendapatkan bonus wajah Raka yang berseliweran dengan wajah Lidia, rumah sakit, dan seseorang yang terbaring di atas tempat tidur dengan begitu banyak alat medis yang terpasang. Pukul lima pagi. Angel terbangun dengan kaget, terengah-engah dan gemetaran, tubuh yang basah oleh keringat dan terbelit dalam sprei berbulu favoritnya. "Ya, Tuhan," erangnya, terdiam beberapa saat di atas tempat tidur, sebelum memutuskan untuk mandi dengan air dingin. Di bawah pancuran An
Sesudahnya dari rumah sakit, Angel langsung berangkat kerja. Dengan langkah yakin, dia berjalan memasuki area lobi dan lagi-lagi berhasil menarik sebagian besar perhatian orang-orang yang ada di sana. Meski tetap terlihat mempesona seperti biasa, tapi sebenarnya di dalam hati perempuan itu merasa begitu gugup. Entah mengapa, fakta bahwa hari ini pun dia akan kembali bertemu dengan Adam, memberi sensasi rasa tidak nyaman yang bergolak di dasar perutnya. Mau tidak mau, Angel harus mengakui adanya kegelisahan yang dia rasakan. "Tidak apa-apa," gumamnya. "Ayolah, Angel. Kamu bisa. Kamu pasti bisa melakukannya. Dia hanya seorang lelaki arogan yang suka bertindak seenaknya, yang kebetulan saja menjadi atasanmu. Tidak ada yang perlu kamu takutkan, Angel. Tunjukkan kemampuanmu. Oke?" Setidaknya ada waktu lima menit penuh yang dihabiskan Angel untuk berkomat-kamit sendiri. Namun kenyataannya ketika dia menunggu di depan lift bersama dengan beberapa pegawai yang lain, perempuan itu mendapat
Hari masih pagi, tapi Lidia nampak begitu muram. Dalam lima menit terakhir, entah sudah berapa kali perempuan itu menghela napas berat. Tidak perlu untuk diragukan lagi, bahkan dalam sekali lihat saja semuanya sudah jelas bahwa ada hal berat yang tengah dia pikirkan. "Ada apa, Nak?" Lidia sedikit kaget ketika mendengar suara yang bertanya itu. Sesaat dia hanya bisa terdiam, sewaktu Kharisma Mihru, Ibunya, ternyata sudah berada di sampingnya. "Sejak kapan Ibu ada di sini?" tanyanya, sedikit bergeser untuk memberi tempat bagi Kharisma yang memilih untuk duduk di sebelahnya. "Kenapa Ibu datang tiba-tiba begini? Membuatku kaget saja." "Siapa yang membuatmu kaget, Lid? Ibu tidak bermaksud seperti itu kok." "Tapi tadi—" "Mungkin kamu saja yang terlalu asyik melamun, sehingga tidak menyadari kedatangan Ibu." Tidak ada sanggahan yang diberikan oleh Lidia. Perempuan itu lebih memilih untuk diam, sembari mengamati ikan-ikan yang hilir mudik dalam kolam yang terdapat di halaman belakang.
Rupanya, tekad baja merupakan nama tengah bagi Angel. Tidak ada kata menyerah sebelum perang dalam kamusnya. Jadi, inilah dia sekarang. Pukul sepuluh kurang lima belas menit. Angel sudah berhasil menyelesaikan laporan legal, memeriksa dan menyusun ulang semua laporannya kemarin ke dalam beberapa jilid yang rapi, lalu dia juga selesai mempersiapkan tabel-tabel, portofolio dan materi slide yang atasannya perlukan. Dia sedang memastikan bahwa segala hal yang diperlukan sudah siap tertata di ruang konferensi di lantai sembilan belas. Itu adalah ruang yang rencananya akan Adam gunakan untuk presentasi pagi ini. Sebagai tambahan, Angel bahkan sudah menyiapkan kopi dan camilan ringan untuk semua orang. Perempuan itu memang belum pernah mengikuti rapat yang Adam pimpin. Namun Angel memiliki firasat bahwa selain akan berlangsung lama, rapat itu sangat membosankan dan yang pastinya terasa kaku. Tidak perlu diragukan kalau seluruh peserta rapat akan merasa stres. Oleh karena itulah, Angel se
"Anda terlambat, Miss Angel, dan seingat saya, ini sudah yang kedua kalinya dalam dua hari ini."Angel baru saja memasuki ruang konferensi di lantai enam, ketika mendapatkan sambutan yang menyenangkan seperti itu. Satu tangannya mengepit setumpuk map, sementara tangan yang lain bersusah payah mendorong kereta yang berisi minuman dan makanan bagi peserta rapat."Rasa-rasanya, saya sudah memberi tahu kepada Anda kalau presentasi akan dimulai pukul sepuluh lebih tiga puluh menit kan? Padahal pukul sepuluh kurang lima tadi saya sudah sengaja menemui Anda untuk mengingatkan soal tersebut, tapi lihat. Anda malah terlambat selama—" Adam melirik ke arah jam tangannya. "—tujuh menit."Ya, Tuhan. Ada apa sebenarnya dengan lelaki itu?Lihat saja lagaknya sekarang. Duduk di kursinya seperti orang tanpa dosa, memasang senyuman yang menyebalkan, dan dengan sepasang mata dengan warna yang berlainan itu dia memandang Angel. Bukannya gentar, dengan berani Angel malah menatapnya balik. Ada segulung b
"Kenapa dengan wajahmu, Angel?" Yasmin bertanya dengan nada berlebihan. Tidak cukup sampai di situ, dia lalu melihat jam tangan dan kembali berseru, "Ini bahkan masih pagi lho!"Angel melemparkan pandangan membunuh khas miliknya. Ucapan Yasmin tadi seolah benar-benar menggenapkan semua kekesalan dalam dirinya.Masih pagi, katanya? Omong kosong! Sekarang saja mereka sedang berada di kantin untuk makan siang bersama. Ya, Tuhan. Andai saja bisa, mungkin kepala Angel sudah mengepulkan asap karena saking emosinya. Terutama bila dia teringat dengan hasil rapat kemarin siang, yang membuatnya ingin membanting kursi demi bisa meluapkan sedikit amarahnya."Sabar, Angel. Sabar," bisiknya sembari menarik napas dalam-dalam. "Sabar. Orang cantik tidak boleh marah. Nanti bisa muncul keriput di wajah lho.""Wajahmu itu lho, seperti cucian di kos-kosanku yang sudah menumpuk seminggu saja," imbuh Yasmin tanpa dosa. Entah apakah dia sengaja atau memang tidak menyadari, betapa teman di sebelahnya itu su
"Apa Anda bisa melepaskan saya, Pak?"Angel bersungut-sungut karena Adam terus saja mencekal tangannya, sementara mereka berjalan menyusuri koridor menuju lift. Melirik sekilas ke sekeliling, bibirnya pun semakin cemberut karena menyadari bahwa ada begitu banyak pegawai yang memperhatikan mereka berdua. Ya, Tuhan. Tidak lama lagi pasti akan tersebar berita miring soal ini. "Pasti aku akan dianggap sebagai pegawai rendahan yang menggoda atasannya sendiri," gerutunya. "Sekarang saja sudah ada begitu banyak gosip, gara-gara aku mendadak naik jabatan menjadi sekretaris pribadi orang ini. Lalu sekarang, ditambah lagi dengan ini."Oh, ya ampun. Benar-benar kombinasi yang sempurna, pikirnya getir."Bagaimana kalau Anda lepaskan tangan saya, Pak? Sekedar informasi, saya bisa berjalan sendiri tanpa perlu Anda gandeng ter— Aduh!"Angel mengernyit, mengelus-elus ujung hidungnya yang kesakitan dan sedikit memerah. Semula tadi Adam berjalan cepat di depannya, tapi kemudian tiba-tiba berhenti dan
Halo, Para pembaca. Kisah Adam dan Angel berakhir sampai di sini. Terima kasih atas kesediannya untuk mengikuti kisah ini dan mohon maaf karena sempat vakum cukup lama. Ada satu dan lain hal yang menjadi penyebab, termasuk masalah kesehatan. Semoga kita semua selalu sehat & bahagia, ya. Saya menyadari bahwa karya ini sangat jauh dari kata sempurna. Untuk itu, komentar, masukan, dan saran dari Kakak sekalian sangat saya nanti dan hargai. Sampai bertemu di kisah yang lain. Apabila berkenan, silakan mampir di igeh saya: Rae_1243. Apabila ingin berhubungan melalui wa dengan saya, silakan dm saja. Sekali lagi, terima kasih. Salam sayang, ~Rae~
"Tahanan 2673, silakan ke sini."Lidia berjalan dengan kepala tertunduk. Setelah berada di penjara selama nyaris tiga tahun, kini dia sudah terbiasa dengan panggilan tersebut. Namun langkahnya tiba-tiba saja terhenti, saat dia melihat siapa orang yang datang mengunjunginya."Kamu lagi. Bukankah sudah aku katakan, agar tidak mengunjungiku lagi? Tapi kenapa kamu masih juga datang terus?""Kak Lidia, ish! Jangan bersikap sekasar itu dong. Lihat, Raline jadi kaget.""Kamu juga sih, Lin. Kenapa membawa anak kecil ke penjara?""Memangnya, kenapa? Raline ini juga kan, keponakan Kakak. Lagi pula, nanti juga Kakak akan tinggal bersamanya kan?"Sejenak Lidia terdiam, lalu membuang muka. "Tidak perlu. Lupakan saja omonganmu tadi. Lagi pula, dia pasti malu karena mempunyai bibi mantan napi seperti aku ini.""Siapa bilang? Memangnya, Kakak berpikir aku akan membesarkan putriku seperti apa?""Tapi—""Tujuh tahun lagi Kakak akan bebas. Pada saat itu, aku dan Raline akan datang menjemput Kakak. Titik
Lima menit pertama Angel mengedarkan pandangan. Dia masih berusaha untuk menangkap, apa sebenarnya yang sedang terjadi.Ada Ayahnya, yang berdiri di sebelah Erin. Angel juga bisa melihat teman-teman Ayahnya, yang sebagian besar dulunya merupakan orang-orang yang salah jalan. Lalu juga ada beberapa rekan kerjanya yang dulu seperti Yasmin, Aldi, dan bahkan Pak Dimas. Kemudian Keynan serta Keke.Tidak ada terlalu banyak orang di sana, kemungkinan tidak lebih dari seratus orang. Namun, suasanya begitu meriah.Dekorasi yang ada memang mewah, tapi tidak berlebihan. Ribuan bunga yang menghiasi seluruh penjuru ruangan luas ini dan bahkan sampai menjuntai dari langit-langit, membuat Angel seolah tiba-tiba saja masuk ke sebuah negeri dongeng.Kemudian, kerlip-kerlip apa itu? Terlihat seolah ada jutaan permata yang bersembunyi di balik hiasan bunga.Bahkan sampai ada banyak kupu-kupu yang berterbangan kian kemari. Seekor kupu-kupu berwarna hijau toska kemudian terbang mendekat dan hinggap di at
Terdengar suara desahan dari sepasang bibir Angel.Perempuan itu lebih dalam menyandarkan punggung ke kursi tempatnya duduk, sembari melemparkan pandangan ke arah jendela yang ada di sampingnya. Angel mengamati hamparan awan putih mendominasi. Seketika pikirannya pun kembali melayang ke segala hal yang telah terjadi. Tidak terasa, waktu tiga tahun pun sudah berlalu. "Padahal, rasanya seperti baru kemarin," gumamnya, mendesah. "Tapi syukurlah, setidaknya aku tidak perlu lagi bertemu dengan orang-orang itu."Raka sudah divonis penjara seumur hidup. Dari kabar terakhir yang Angel dengar, lelaki itu terlibat dalam kerusuhan yang terjadi di dalam penjara sampai mengalami luka parah.Namun, ada kabar lain lagi yang lebih mengerikan. Angel mendengar bahwa Raka sampai harus kehilangan kejantanannya. Kejantanan milik lelaki itu rupanya mengalami luka dan infeksi yang didapat dari insiden kerusuhan, sehingga akhirnya terpaksa dipotong. "Ya, Tuhan." Angel berbisik. "Aku tidak bisa membayang
Raka berteriak marah. Sejak tadi dia terus menendang-nendang jeruji besi tempatnya ditahan dan baru berhenti ketika dibentak balik oleh petugas jaga. "Brengsek!" Dia mengumpat, segera setelah petugas jaga pergi. "Kenapa semuanya jadi seperti ini? Kenapa?"Lelaki itu meremas-remas rambut dengan frustrasi. Dia teringat kembali dengan kejadian yang dialaminya tiga hari lalu.Waktu itu dia baru saja hendak pulang kerja, sewaktu dua orang lelaki yang tidak dikenal datang. Napasnya seketika tercekat, saat salah satu dari mereka menunjukkan surat penangkapan untuknya. Rasanya benar-benar memalukan ketika dia digelandang keluar dari gedung perusahaannya sendiri. Ditambah lagi dengan pandangan para karyawan yang ada, membuat Raka begitu ingin mengubur dirinya sendiri kala itu. "Sialan! Padahal tinggal sedikit lagi semua rencanaku bisa beres." Dia menggerutu. "Tapi kenapa malah jadi begini?"Sekarang Raka benar-benar tidak bisa berkutik. Dia tidak dapat mengelak sewaktu polisi menemukan boto
"Angel, tunggu!" Mobil yang Jalu kendarai masih belum sepenuhnya berhenti, tapi Angel sudah langsung membuka pintu dan meloncat keluar. Perempuan itu seolah tidak ingin membuang waktu dan segera menyeberangi pelataran parkir. "Angel! Tunggu, Nak!" Jalu berseru percuma. Putrinya itu sekarang berlari memasuki rumah sakit tanpa menoleh sedikit pun. Dengan menggerutu, Jalu berusaha mencari tempat untuk memarkirkan mobilnya. Lelaki itu pun segera berlari, menyusul ke arah putrinya. "Pak Jalu! Terima kasih karena sudah datang secepatnya." Dokter Brian berseru, sambil berlari-lari menyongsong Jalu. "Ada keadaan mendesak yang—" "Saya paham, Dok," potong Jalu segera. "Sebenarnya, apa yang terjadi?" "Ah, itu—" "Ayah!" seru Angel. Dia menarik-narik tangan Ayahnya dengan panik. "Ayah! Ada apa dengan Kak Erin? Kenapa sekarang Kak Erin dipindahkan ke ruang ICU? Lalu, kenapa aku tidak boleh masuk dan melihatnya?" "Angel, tenang dulu. Tenang ya, Nak." "Tapi, Ayah—" "Maaf karena saya menye
Rupanya, Adam yang menelepon. Lelaki itu memberi kabar bahwa Lidia telah memasukkan tuntutan kepada Rama ke meja hijau. Ternyata Lidia memaksa pulang paksa dari rumah sakit adalah demi mencari barang bukti. Hasilnya, dia menemukan beberapa bungkus permen aneh yang seperti beberapa kali pernah dia konsumsi, serta sebotol kecil obat pil yang bisa larut dalam air dengan cepat. "Lalu?" tanya Angel dengan hati berdebar. Berita yang disampaikan Adam kepadanya ini cukup membuatnya tegang. "Dia menghubungiku dan meminta tolong agar semua temuannya itu diperiksa. Hasilnya—" Dari ujung telepon, tarikan napas Adam terdengar begitu jelas. "Apa?" desak Angel. "Hasilnya bagaimana, Adam?" Adam masih sempat menyergah napas, sebelum menjawab, "Permen itu mengandung sejenis zat adiktif, yang apabila dikonsumsi maka akan memberikan efek ketagihan. Namun, ada beberapa zat lain yang juga terdapat di dalamnya. Untuk singkatnya, permen itu bisa dikatakan sebagai obat perangsang." "Obat, apa?" Angel
"Ayah, sudah aku katakan kalau aku baik-baik saja!"Angel merajuk. Dia terlihat sebal dan merasa tidak suka dengan segala hal yang sekarang terpaksa dia jalani. "Lagi pula, apa-apaan sih, semua ini?""Ini untuk berjaga-jaga, Angel," ujar Jalu, dengan sabar mencoba membujuk putrinya. "Jadi, sabar dulu, ya?""Berjaga-jaga bagaimana? Lidia yang pingsan, kenapa aku juga ikut-ikutan diperiksa seperti ini?""Tetap saja, Ayah khawatir, Angel. Apalagi setelah hasil pemeriksaan Lidia akhirnya keluar. Bagaimana kalau terjadi sesuatu padamu?"Angel memukul dahinya. Perempuan itu sekarang sedikit menyesali pertemuannya dengan Lidia tadi siang. Tidak berselang lama setelah Lidia melihat bukti yang disodorkan Adam kepadanya, perempuan itu tiba-tiba saja pingsan. Entah apa yang dia lihat, tapi apa pun itu yang pasti cukup membuat Lidia shok.Mereka tentu merasa panik. Jalu dengan segera membawa Lidia ke rumah sakit terdekat, diikuti oleh Angel dan juga Adam. Sampai kemudian hasil pemeriksaan Lidi
Angel sama sekali tidak percaya dengan hal yang baru saja didengarnya. "Jangan berbohong!" serunya. "Kakakku tidak mungkin melakukan hal yang semacam itu!""Apa kamu kira Kakakmu itu perempuan baik-baik, ha?" Lidia membalas disertai tawa. "Kalau kamu tidak percaya, tanyakan saja langsung kepada Raka. Yang terlebih dulu merebut Raka itu adalah Erin! Jadi, tidak salah kan, kalau aku mengambil kembali apa yang menjadi milikku?"Angel memegang kepalanya yang mendadak pusing. Hal yang diceritakan Lidia ini benar-benar di luar dugaannya. "Aku dan Raka sudah bertunangan dan sebentar lagi kami akan menikah," ujar Lidia lagi. "Lalu Kakakmu tiba-tiba datang dan merusak semuanya. Dia memaksa Raka memutuskan pertunangan kami dan otomatis pernikahan kami pun batal. Saat mendengar soal itu, penyakit jantung Ayahku kumat dan beliau meninggal seketika itu juga. Harta keluargaku habis, sampai aku pun terpaksa melakukan pekerjaan haram demi menghidupi Ibu dan adikku. Keluarga dan kebahagiaanku hancur