Malam itu udara sangat dingin karena sedang turun salju. Seorang wanita berjubah merah marun tampak sedang berlarian di tengah kegelapan hutan. Dia tidak sendiri, di belakangnya tampak seorang pria berjubah hitam yang terus mengapit langkahnya.
Sembari mendekap tubuh mungil bayi laki-laki di dadanya, wanita itu terus berlari sebisanya. Napasnya terengah-engah. Dia sudah tak kuat lagi untuk berlari. Sedangkan kejaran para musuh masih mengintai mereka.Dengan langkah yang sudah sempoyongan, wanita itu pun berhenti di bawah sebatang pohon maple yang daunnya cukup rindang. Cukup untuk menaungi dirinya dari serpihan putih yang terus turun semakin deras."Ayo, Yang Mulia. Kita harus segera pergi dari sini," tukas Guru Li, pria jubah hitam yang mengapitnya. Guru Li adalah perdana menteri di istana Dong Taiyang."Guru Li, aku sudah tak kuat lagi untuk berlari," lirih Fang Yin, wanita yang sedang kita bicarakan tadi. Rupanya dia adalah permaisuri raja di istana Dong Taiyang, kerajaan terbesar dan termasyur di Timur.Lantas, apa yang membuat mereka berlari di hutan malam-malam begini?Baiklah, mari kita mundurkan sedikit waktu, dimana lima jam yang lalu saat Guru Li dan beberapa petinggi istana sedang melakukan rapat penting di ruang rapat istana."Yang Mulia, bagaimana jika Anda setuju saja dengan saran Pangeran Delun? Itu tidak terlalu buruk, bukan?" gagas Hong Li-Jun, salah satu petinggi istana. Pria licik itu sedang menghasut sang raja untuk menaikan pajak."Tidak bisa. Jika pajak dinaikan lagi, bagaimana nasib rakyat kecil? Mereka hanya bisa menikmati panen dua kali saja dalam satu tahun. Aku tetap tidak setuju," jawab sang raja tegas. Pria bernama Lu Chia-Hao itu memang seorang pria yang sangat murah hati. Rakyat Dong Taiyang sangat makmur di bawah kepemimpinannya selama lima tahun terakhir ini.Wajahnya yang tampan berkharisma, keahliannya bermain pedang, serta pengetahuannya yang luas, membuat pria berusia 35 tahun itu akhirnya terpilih untuk menggantikan ayahnya menjadi raja selanjutnya. Ternyata hal itu memicu rasa iri dan dengki di hati dua saudara tirinya yaitu; Pangeran Delun dan Pangeran Disung.Dua saudara tirinya itu pun akhirnya menyusun konspirasi besar untuk menggulingkan sang raja. Mereka mengajak Yang Jingmi, jenderal kepercayaan raja untuk membantu mewujudkan cita-cita mereka."Hentikan, Lu Cia-Hao! Turunlah dari tahtamu itu! Kau tak pantas menjadi raja Dong Taiyang!" Suara bariton itu berasal dari mulut Pangeran Delun. Pria itu berdiri menunjuk lancang pada sang raja menggunakan mata pedangnya.Tentu saja hal itu membuat semua pejabat istana tercengang melihatnya."Apa yang Anda lakukan, Pangeran? Anda sudah lancang pada Yang Mulia!" sambut Guru Li yang langsung menghunus pedangnya di depan Pangeran Delun."Diam kau, Guru Li! Ini bukan urusanmu! Raja harus turun dari tahtanya hari ini juga!" Kali ini Pangeran Disung yang berkoar. Pria itu juga sudah berdiri dengan pedang di tangannya. Bahkan mengarahkan pedang itu pada leher sang raja.Sedangkan sang raja sangat terkejut melihat dua saudara tirinya itu yang tiba-tiba menyerangnya. Dia pun bangkit dan segera melawan mereka. Namun Jenderal Yang segera maju dan berhasil menusukkan pedangnya tepat pada jantung sang raja."Kalian ...," raung sang raja yang sudah terpulai bersimbah darah di bawah singgasananya."Harusnya dari dulu saja aku membunuhmu, Lu Chia-Hao!" Pangeran Disung dan Pangeran Delun tertawa senang melihat sang raja meregang nyawa. Namun tak disangka tiba-tiba Yang Jingmi menyerang mereka juga."Kalian juga harus mati!" Yang Jingmi segera menghunus pedangnya."Bedebah! Apa yang kau lakukan, Yang Jingmi?" Pangeran Delun yang pertama mendapat sabetan pedang dari Yang Jingmi tak bisa berkutik lagi. Pria arogan itu pun tumbang bersimbah darah."Bajingan, rasakan ini!" Pangeran Disung segera maju. Namun Yang Jingmi langsung menyambutnya dengan sabetan pedang yang bertubi-tubi.Meski Disung dan Delun seorang pangeran, namun tehnik pedang mereka sangatlah payah. Jauh dari rasa serakah mereka yang begitu besar. Ingin menggulingkan raja dengan mengajak Jenderal Yang bekerja sama, tampaknya bukanlah ide yang bagus.Lihat saja, kedua pangeran bodoh itu akhirnya gugur di tangan Jenderal Yang. Mungkin mereka tak tahu jika Yang Jingmi juga memiliki ambisi yang besar untuk menaiki tahta kerajaan Dong Taiyang.Bahkan, Yang Jingmi sudah mempersiapkan semuanya. Hampir semua prajurit kerajaan sudah diancamnya untuk bergabung memberontak pada sang raja. Dan kebetulan sekali dua pangeran bodoh itu mengajaknya untuk bekerja sama. Akhirnya hari ini pun tiba."Matilah kalian semua, keturunan dinasti Lu!" Yang Jingmi mengangkat pedangnya dengan bangga. Dia pun menoleh pada semua petinggi istana yang tampak ketakutan melihatnya, termasuk Guru Li."Kalian pilih sekarang, takluk padaku atau mati?" tukas Yang Jingmi dengan tatapan tajam pada mereka.Para petinggi istana pun saling pandang antara bingung dan ketakutan."Cepat pilih! Aku sudah tak sabar ingin menebas leher kalian!" Yang Jingmi menodongkan pedangnya pada wajah-wajah ketakutan para petinggi istana itu dengan tatapan geram."Aa--aku ikut denganmu, Jenderal! Aku setuju kau menggantikan Raja Lu. Ayo, naiklah pada tahtamu, Yang Mulia." Hong Li-Jun yang takut akan kematian segera berbaik hati pada Yang Jingmi. Bahkan ia mengantarkan pria itu untuk menduduki singgasana raja."Bagaimana dengan kalian?!" tegas Yang Jingmi pada semua petinggi istana yang lain."Aku setuju!""Aku juga setuju!""Hidup Yang Mulia Raja Yang Jingmi!""Hidup!"Karena rasa takutnya, para petinggi istana pun mendukung Yang Jingmi sebagai raja baru mereka. Hal itu membuat Guru Li sangat geram. Namun dia tak mungkin bisa melawan penghianat itu seorang diri.Saat semua orang sedang mengagungkan Yang Jingmi, Guru Li segera meninggalkan ruangan rapat. Dia berlari menuju kamar Permaisuri Fang Yin. Benar, istri sang raja pasti belum mengetahui kekacauan yang sedang terjadi di ruang rapat.Dia harus menyelamatkan permaisuri dan pangeran sebelum Yang Jingmi datang untuk membunuh mereka."Yang Mulia!" Terhuyung-huyung Guru Li memasuki kamar Permaisuri Fang Yin."Guru Li, apa yang kau lakukan? Lancang sekali kau memasuki kamarku!" Sang permaisuri marah besar melihat pria itu memasuki kamarnya. Terlebih dirinya baru saja menidurkan puteranya yang baru berusia satu tahun."Maafkan hamba, Yang Mulia. Tapi kita harus segera meninggalkan istana sekarang!" jawab Guru Li dengan wajah diselimuti aura ketakutan.Fang Yin menatapnya heran,"Apa maksudmu?" tanyanya sembari menggendong bayinya di dada."Yang Mulia, Jenderal Yang Jingmi telah membunuh Raja dan kedua Pangeran Lu. Sekarang pasti dia sedang menuju kemari untuk membunuh Anda dan juga Pangeran," jawab Guru Li tanpa memadamkan wajah cemasnya."Apa? Jenderal Yang sudah membunuh Yang Mulia Raja?" Fang Yin sangat terkejut mendengar berita buruk itu. Sepasang netranya membulat penuh hingga pudar berkaca-kaca menatap Guru Li."Benar, Yang Mulia. Ayo ikutlah dengan hamba. Kita harus segera pergi dari sini," ajak Guru Li meyakinkan permaisuri."Tapi aku belum melihat mayat suamiku, Guru Li.""Tak ada waktu lagi, Yang Mulia. Ayo kita pergi."Dengan tangisnya yang tak tertahankan, sang permaisuri pun menurut. Dia segera menggendong bayinya meninggalkan istana. Namun ternyata tak semudah itu, karena Yang Jingmi mengerahkan banyak pasukkannya untuk mengejar mereka."Cepat cari Permaisuri Fang Yin dan bunuh dia beserta Putra Mahkota!" teriak Yang Jingmi sembari duduk di atas kudanya. Dia sudah menaiki kudanya cukup jauh untuk mengejar Fang Yin dan Guru Li.Malam yang sangat mengerikan bagi Peemaisuri Fang Yin. Dia sangat sedih atas kematian suaminya. Namun dia harus menyelamatkan Putra Mahkota.Itulah sebabnya malam ini dirinya dan Guru Li berada di tengah hutan.Fang Yin menatap wajah naif puteranya. Dia tersenyum pahit memandangi wajah mungil itu. Tangannya melepaskan kain yang mengikat sang putera dari tubuhnya."Guru Li, pergilah dan bawa Putra Mahkota. Tinggalkan aku di sini. Aku sudah tak kuat lagi," guman sang permaisuri sembari menyodorkan bayinya pada Guru Li."Tidak, Yang Mulia. Anda tak boleh menyerah. Ayo kita pergi dari sini," balas Guru Li. Dengan wajah cemas diraihnya pangeran kecil itu dari tangan sang permaisuri, lantas mendekapnya erat di antara dada kekarnya."Jangan pikirkan diriku, Guru Li. Cepat kau bawa Putra Mahkota pergi. Besarkan dia bersamamu," lirih Fang Yin sembari menangis."Tapi, Yang Mulia ..." Guru Li tampak masih ragu untuk meninggalkan permaisuri seorang diri di tengah hutan begini. Nalurinya sebagai seorang pria terasa tercabar."Itu mereka!""Ayo tangkap mereka!"Celaka! Para prajurit Yang Jingmi sepertinya berhasil menemukan Fang Yin dan Guru Li. Suara sepatu kuda mereka pun terdengar mulai mendekat. Fang Yin dan Guru Li semakin ketakutan karenanya."Cepat pergi, Guru Li. Cepat!" perintah sang permaisuri sembari mendorong bahu kekar Guru Li. Sementara tangisnya tak bisa diurungkan lagi.Guru Li sangat kebingungan. Namun tak ada jalan lain lagi, dia harus menyelamatkan pangeran. Pria berambut abu-abu sepinggang itu pun membungkuk pada sang permaisuri, lantas segera berlari menembus kegelapan hutan.Fang Yin menangis mendengar suara tangisan bayinya. Sedangkan Guru Li terus berlari hingga terbang rendah meninggalkan hutan. Dia mendekap erat sang Putra Mahkota di dadanya.Pikirannya masih pada Fang Yin yang ia tinggalkan sendiri di tengah hutan.Entah apa yang terjadi pada sang permaisuri. Guru Li menoleh sejenak pada Putra Mahkota yang mulai tertidur di dadanya. Dia pun terbang semakin tinggi menuju Barat.25 Year Later..Seorang pemuda tampak sedang berbaring di tengah ranjang yang sudah usang dimakan waktu. Tubuhnya dibasahi peluh dingin dengan bibirnya yang gemetaran, mengigau. Matanya masih tertutup rapat, namun bibirnya tak henti bersuara."Ibu ... ibu ..."Kata itu terus keluar dari mulutnya dengan suara yang gemetaran. Sepertinya dia sedang bermimpi buruk. Bisa dilihat dari posisi tidurnya yang tampak tidak tenang."Ibu!!"Dia berteriak kali ini. Sepasang netranya terbuka seketika. Tubuhnya bangkit mengambil posisi duduk di tengah ranjang dengan napasnya yang terengah-engah seperti habis berlari kencang."Astaga, mimpi itu lagi," gumannya pelan masih dengan napasnya yang terengah. Dia pun mengusap wajahnya. Mimpi itu. Kenapa ia selalu mengalami mimpi buruk itu?Tak tahu sejak kapan. Seingatnya mimpi buruk itu selalu menghantui beberapa malam dalam satu pekan di tiap tidurnya. Apa arti mimpi itu? Kenapa dia sangat gelisah setiap kali terjaga dari mimpi itu?"Lu Sicheng, kau bermim
Sang surya belum menunjukkan wajahnya. Namun Lu Sicheng sudah terjaga dari tidurnya sejak beberapa saat yang lalu. Jelas, dia tak bisa tidur tenang malam ini. Sebuah kenyataan tentang dirinya sungguh membuatnya gelisah sepanjang malam.Kenapa?Kenapa nasib buruk ini harus menimpanya. Ayahnya dibunuh oleh orang kepercaannya sendiri. Sedangkan ibunya? Dimana dia sekarang? Apakah masih hidup atau sudah tiada di tangan penghianat bernama Yang Jingmi itu.Lu Sicheng berdiri sembari menatap langit yang masih kelabu. Pikirannya sudah tak sabar menunggu pagi tiba. Kakinya sudah gatal ingin melangkah ke Timur saat ini juga. Sedangkan tangannya pun sudah menariknya untuk segera pergi. Memenggal kepala Yang Jingmi segera."Lu Sicheng, kau sudah terjaga rupanya." Suara Guru Li tak membuat pria batu es itu menoleh padanya. Dia tampak asik sendiri dengan tatapannya yang kosong.Guru Li mengulas senyum tipis. Sepasang tungkainya melaju mendekat sekitar satu meter dari jarak punggung pemuda di hadapa
Lu Sicheng mengulas senyum. Dia bangga akan dirinya sendiri. Pedang besar itu kini berada dalam genggamnya. Bobotnya lumayan berat karena terbuat dari logam suci semesta, itu yang dikatakan Guru Li.Dengan gerakan halus Lu Sicheng mulai memainkan pedang itu. Aneh. Kenapa pedang itu kini terasa ringan. Dia bukan seperti sedang menghunus sebilah pedang, melainkan sedang memainkan selembar sutera.Namun kenapa perasaannya terasa berbeda. Pedang itu seolah mendorong jiwanya untuk segera bertempur. Lu Sicheng pun segera menoleh pada Guru Li dengan tegas.TAK!PRANG!"Guru Li!" pekiknya kaget.Apa yang rerjadi? Kenapa pedang itu menyerang Guru Li tanpa ia kehendaki.Untung saja Guru Li dengan sigap segera menangkis serangan Lu Sicheng. Sekarang keduanya pun mulai bertarung adu pedang dengan sengit."Lu Sicheng, kendalikan pedang itu!" perintah Guru Li sembari menahan serangan Lu Sicheng akan dirinya."Bagaimana caranya, Guru Li? Pedang ini bergerak tanpa kehendakku!" Lu Sicheng tampak mulai
Bunga-bunga bermekaran indah dan mewangi pada taman yang ada di sebelah barat istana Dong Taiyang. Aneka bunga tumbuh di sana. Salah satunya bunga sakura yang sedang berbunga lebat saat ini.Istana Dong Taiyang terletak di sebelah timur gunung Huan Zhu. Gunung yang diyakini sebagai tempat bersemayam pada dewa dan leluhur. Gunung Huan Zhu memiliki ketinggian 3.776 meter dari permukaan laut. Gunung itu menjulang membelah antara Timur dan Barat.Kerajaan Dong Taiyang sendiri dulunya adalah tahta dinasti Lu yang turun temurun. Namu5 tahun berlalu pasca pemberontakkan yang terjadi. Kini dinasti Lu sudah menghilang dari ingatan semua rakyat Dong Taiyang.Gugurnya sang raja serta hilangnya sang ratu beserta putra mahkota, membuat lambat laun dinasti Lu mulai dilupakan.Kerajaan Dong Taiyang sendiri kini dipimpin oleh seorang ratu muda bernama, Yang Zhu atau Ratu Yang, begitu semua rakyat dan petinggi istana biasa menyapanya.Ratu Yang sendiri baru berusia 22 tahun. Dia terpaksa menaiki tahta
Matahari mulai mencondongkan sinarnya. Bertanda hari mulai petang. Ratu Yang dan Yihua tanpak asik menikmati perjalanan. Jalan menuju bukit Huan Zhu memang sangatlah indah. Di sana terdapat lembah-lembah bukit yang menghijau yang ditumbuhi bunga-bunga liar yang indah dan mewangi.Tak heran jika tempat ini dijuluki serambi istana langit oleh semua orang. Dari udara segar yang berhembus tercium wangi bunga Lie Mie. Bunga keabadian yang tumbuh di tebing bukit gunung Huan Zhu.Bunga Lie Mie dipercaya semua orang dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Namun bunga Lie Mie hanya mekar menjelang malam bulan purnama saja. Seperti petang ini."Wangi itu, aku sangat menyukainya," ucap Ratu Yang segera menyikap tirai pentutup jendela tandunya. Sepasang mata melihat bunga Lie Mie yang mulai bermekaran seolah menyambut kedatangannya di gunung Huan Zhu sore itu."Yihua akan meminta prajurit memetik bunga Lie Mie untuk Yang Mulia Ratu. Kemudian Yihua akan membuatkan parfum dari sari bunga suci i
Hari mulai gelap. Namun tampaknya sang surya enggan untuk terbenam menutup hari. Terlihat dari sinar jingganya yang masih mengapung di atas permukaan laut gunung Huan Zhu.Lu Sicheng menaiki kudanya dengan santai. Rumput di bukit Huan Zhu sangatlah hijau. Sepertinya dia harus menepi dan bermalam di tempat ini. Terlebih kudanya pun membutuhkan makan.Baru saja Lu Sicheng turun dari kudanya. Dia berjalan menuju sungai yang mengalir di antara bukit-bukit. Airnya sangat jernih. Sepertinya bisa ia gunakan untuk minum dan membersihkan diri.Bibir kemerahan pria muda itu mengulas senyum. Dia segera berjongkok di tepi sungai kecil itu. Saking jernihnya air sungai itu, dia bahkan bisa menangkap siluet dirinya di sana. Lu Sicheng menyibak rambut panjangnya ke belakang, lantas ia segera meraih air sungai dengan kedua telapak tangannya. Meminumnya serta membasuh wajahnya.Perjalanan menuju kerajaan Dong Taiyang memang sangat jauh. Sudah sepuluh hari dirinya menaiki kuda dan bermalam di beberapa t
Jenderal Chou dan Ratu Yang menatap pada Lu Sicheng penuh harap. Sedangkan Lu Sicheng sendiri masih terdiam tampak sedang berpikir. Sepertinya para dewa memang memberikan jalan padanya untuk segera bertemu dengan pria bernama Yang Jingmi."Baik, Yang Mulia." jawab Lu Sicheng setelah hening cukup lama.Ratu Yang dan Jenderal Chou tampak tersenyum puas."Silakan, Yang Mulia." Jenderal Chou mempersilakan sang ratu untuk mulai berjalan. Sedangkan dirinya dan Lu Sicheng mengapit wanita cantik itu dari belakang.Jenderal Chou tampak langsung menyukai Lu Sicheng. Dia bertanya banyak pada pemuda itu. Namun seperti yang kita ketahui, Lu Sicheng adalah pemuda yang tak suka banyak bicara. Dia hanya menjawab secukupnya saja."Yang Mulia Ratu! Syukurlah Anda sudah kembali," sambut Perdana Menteri Han yang langsung menyambut Ratu Yang saat mereka tiba di tenda."Yang Mulia, Anda baik-baik saja?" Kali ini Yihua yang bertanya. Sepasang netranya menatap wajah sang ratu dengan cemas."Aku baik-baik saj
Malam tinggal sepertiganya. Rombongan Ratu Yang meninggalkan bukit Huan Zhu untuk kembali ke tenda mereka di kaki bukit.Dari atas langit malam yang gelap tampak beberapa asap hitam tebal yang terpecah ke seluruh arah. Gerakkan asap hitam itu sangat cepat. Melesat dari satu sisi ke sisi yang lain. Namun tampaknya asap hitam itu sedang mengincar tandu Ratu Yang.Tiga asap hitam itu berkumpul tepat di atas atap tandu sang ratu. Sedangkan dua lainnya mulai turun mendekati tandu. Perdana Menteri Han yang melihat hal itu sangat kaget. Raja Iblis? Dia segera turun dari kudanya. Jenderal Chou dan Lu Sicheng saling pandang heran."Hentikan perjalanan, lindung Yang Mulia!" teriak Perdana Menteri pada semua prajurit.Lu Sicheng segera turun dari kudanya. Ada apa ini? Dia tampak heran. Sedangkan Jenderal Chou segera menghunus pedangnya. Sepasang netranya memperhatikan asap hitam yang terus berterbangan di atas tandu sang ratu."Raja iblis? Mau apa mereka?" Ratu Yang berguman sembari menyikap tir
Malam itu sedang turun salju di kayangan. Permaisuri menangis saat bayinya diambil oleh Dewa Ming. Dikecup berkali-kali wajah bayi laki-laki itu sebelum diserahkan pada Dewa Ming.Kaisar Langit hanya mengangguk dengan wajah sedih saat istrinya menoleh. Permaisuri menangis semakin cetar saat Dewa Ming melangkah pergi."Bayiku!" jerit Permaisuri. Ingin rasanya dia mengejar Dewa Ming lalu mengabil bayinya lagi.Kaisar Langit segera merangkul bahu istrinya. Dia pun amat sedih akan kehilangan Putra Mahkota. Namun, takdir semesta tak bisa dirubah. Putra Mahkota merupakan suku dewa terpilih. Dia yang kelak akan menghabisi suku iblis.Langkah Dewa Ming kian menjauh dari pintu kamar Permaisuri. Penasehat Yu dan kedua Dewa Utama mengikuti dari belakang. Bayi laki-laki itu digendong oleh Dewa Ming menuju aula istana.Sinar jingga menyambut di depan pintu saat langkah mereka nyaris keluar dari istana. Mata Dewa Ming menanggah ke langit hitam malam itu. Salju masih berjatuhan disertai embusan angi
Elang hitam berjongkok di atas sebuah tebing di mana di bawahnya tampak seorang pria yang sedang berkuda. Sepasang manik merah itu memandangi pria berkuda di sana. Wu Xian memacu kudanya menuju kayangan. Urusannya dengan Chen Guo dan Siolang telah selesai, ia ingin kembali ke tempat asalnya yaitu alam suku dewa.Mata jeli Elang hitam masih mengintai dari atas tebing. Pangeran Agung Wu, ternyata benar jika pria itu adalah rinkarnasi Lu Sicheng dan merupakan perwujudan nyata dari Maha Dewa Ying.Ini sungguh tak masuk akal! Namun, dia melihatnya sendiri saat Wu Xian memusnahkan Chen Guo lalu mengunci Siolang sebagai roh penjaga. Itu mimpi buruk bagi suku iblis.Chen Guo telah tiada dan Siolang menjadi abdi setia suku dewa, ini sungguh sesuai rencana. Sekarang apa yang harus dia lakukan? Apakah dia harus kembali ke istana Raja Iblis dan menjadi budaknya lagi?Tidak, tidak, ini justru kesempatan baginya untuk terlepas dari belenggu Raja Iblis Xin Yi. Benar, dia bisa kembali ke tempat asal
Salju berjatuhan dari langit disertai embusan angin dari Barat. Wu Xian memacu kudanya menyusuri lembah berbatu. Badai salju terlihat putih di depannya, tapi ksatria sejati tak gentar sedikit pun.Perpisahannya dengan Pedang Tiga Elemen telah menyisakan luka mendalam di hati Wu Xian. Dia telah gagal mengemban tugas dari para dewa.Meski darah dewa mengalir di tubuh, Wu Xian menyangkal akan dirinya yang merupakan reinkarnasi Lu Sicheng. Dia tak sehebat itu.Kuda hitam berlari makin kencang menembus badai salju. Wu Xian menyipitkan mata dengan pandangan yang samar.Dari kejauhan dilihatnya sekumpulan pasukan berkuda. Jumlahnya cukup banyak. Apa yang sedang mereka tunggu? Apakah perang masih belum berakhir. Wu Xian semakin kencang memacu kudanya ke depan.Di seberang, tampak pasukan yang sudah siap menunggu kedatangan musuh. Chen Guo membawa tentara iblis ke tanah Timur.Seperti yang dikatakan Elang Hitam, Pangeran Agung Wu telah memenggal kepala Raja Iblis lalu membawa tubuhnya entah ke
Salju putih berjatuhan dari langit kayangan. Angin cukup bersahabat sore itu. Bangunan istana langit diselimuti kabut putih dan rasa berkabung yang kental.Perang besar telah berakhir. Wu Xian dan Tiga Dewa Utama telah berhasil mengunci Naksu dalam Pedang Tiga Elemen.Peti mati berisi tubuh tanpa kepala Raja Iblis Xin Yi disimpan di dalam kuil tua yang berada di lereng bukit salju. Letaknya amat jauh dari kayangan dan alam iblis.Peti mati itu di segel oleh mantra suci Budha. Hanya orang khusus yang bisa membukanya. Setelah peti disimpan dalam ruangan bawah tanah, Wu Xian menutup mulut gua dengan mantra sakti.Tidak ada satu orang pun yang bisa memasuki gua dan menemukan peti mati Raja Iblis Xin Yi.Peti mati itu akan tersiman untuk waktu yang lama. Namun, Xin Yi memiliki keabadian. Tubuhnya tidak bisa busuk atau hancur meski terus berada di dalam peti hingga ribuan tahun."Apa rencanamu selanjutnya?" Kaisar Langit bertanya pada Wu Xian setelah hari berikutnya. Mereka tengah berdiri
Raja Iblis Xin Yi membulatkan matanya melihat Wu Xian menuju sambil mengacungkan Pedang Tiga Elemen. Semuanya terjadi begitu cepat. Xin Yi tak sempat menghindar saat mata pedang pusaka itu mengenai lehernya.Elang Hitam yang sedang menyimak sangat terkejut melihat apa yang terjadi. Wu Xian berhasil menebas leher Xin Yi. Dilihatnya kepala Raja Iblis yang menggelinding.Kaisar Langit dan Dewa Ming sangat tercengang. Mereka tak menyangka Xin Yi akan tewas di tangan Wu Xian. Namun, mereka tak boleh lengah. Raja Iblis Xin Yi bisa hidup kembali jika kepalanya tidak dipisahkan dari tubuhnya.Menyadari semua itu, Xi Wang pun segera melesat menuju Wu Xian yang masih berdiri sambil memegang pedangnya di depan tubuh Xin Yi yang sudah tergolek tanpa kepala.Wu Xian masih menatap siaga pada jasad Xin Yi. Dia tak yakin jika pria itu sudah tewas. Bisa saja ini hanya fantasi yang Xin Yi ciptakan. Sejatinya Raja Iblis amatlah licik.Cukup lama keadaan di sana menjadi hening. Hingga kemudian bayangan
Langit kayangan masih diselimuti awan hitan dan petir. Wu Xian mengangkat sepasang matanya. Tatapan yang marah tapi juga terlihat lirih dan sendu.Di langit masih tampak ular besar Naksu yang sedang mengincar. Juga Raja Iblis Xin Yi dan Xi Wang yang juga sedang menatap ke arah Wu Xian.Kaisar Langit dan Dewa Ming hanya terdiam bak patung. Tak ada yang bisa mereka lakukan lagi untuk mengembalikan jiwa Dewi Quan Hie. Segalanya sudah berakhir.Setelah mengabsen wajah-wajah di sekelilingnya, Wu Xian mengembalikan pandanagnnya pada wajah pias Yang Zhu. Kemudian tangan kekar itu meraih bahunya, mengangkat jasad lemas Yang Zhu serayak bangkit.Mata Wu Xian menatap lurus ke depan. Sinar jingga keemasan tiba-tiba terpancar dari dahinya. Sinar itu memantul ke depan dan membentuk sebuah lingkaran suci.Raja Iblis Xin Yi mengepalkan buku-buku jemarinya sampai memutih. Hatinya perih melihat Wu Xian memasukan jasad Yang Zhu ke dalam lingkaran suci yang ia ciptakan.Yang Zhu, putrinya. Sebagai seor
Kabut hitam masih menutupi kayangan. Angin puting beliung meluluh lantakan segalanya. Juga gemuruh badai dan petir yang menyambar-nyambar. Wilayah kayangan diselimuti aura yang mencekam.Wu Xian masih terbaring di tengah ranjang. Dia sedang bermimpi. Mimpi di mana dirinya dan Yang Zhu sedang berada di sebuah sampan. Keduanya duduk berdampingan sambil menikmati angin sore.Yang Zhu mengatakan banyak hal padanya. Salah satunya tentang hubungan mereka yang mungkin akan segera berakhir. Quensi telah meminjam raganya dan menguasai jiwa Yang Zhu. Ini lebih buruk dari akhir dunia.Wu Xian mengusap pipi licin Yang Zhu. Juga bulir bening yang berjatuhan di kedua pipi gadis itu. Cintanya memang tak mungkin dapat berhasil di kehidupan ini. Namun, itulah takdir semesta."Kakak Cheng, jika kau telah kembali, cepat habisi Quensi dan selamatkan alam semesta. Biarlah aku terkunci bersama Naksu dalam Pedang Pusaka. Aku rela, asal keseimbangan semesta kembali baik," lirih Yang Zhu. Matanya menatap sen
Manik merah Xin Yi mengunci pandangan tajam Quensi. Ratu Iblis bisa saja menghabisinya saat ini juga. Dia tak boleh lengah.Quensi sudah berevolusi. Dia bukan lagi iblis kecil yang pernah datang padanya dulu, dan mengabdi.Sejak Quensi meninggalkan istana Raja Iblis, wanita itu bukan lagi sekutunya.Meski memiliki misi yang sama. Namun, Quensi tak sudi bersekutu dengan Raja Iblis yang licik itu."Kau tidak akan bisa menggabisiku, Quensi," desis Xin Yi. Kemudian dengan gerakan tak terbaca ia menyelinapkan tanganya ke balik punggung Quensi."Aarkhh!"Quensi mendongkak saat tangan Xin Yi mencengkeram tengkuk lehernya. Manik merah itu memutar ke atas, lantas melirik pada Xin Yi.Raja Iblis menyeringai tipis. Tanpa membuang waktu lagi, dia segera memukul dada Quensi.Pukulan yang telak. Ratu Iblis terpental cukup jauh. Namun, dia berhasil memulihkan lagi tenaganya. Xin Yi menatap murka saat Quensi melayang-layang di udara sambil tertawa."Raja Iblis Xin Yi, kau pikir kau sudah hebat, hah?!
Raja Iblis Xin Yi amat murka mendengar kabar yang dibawa oleh Elang Hitam.Dewa Ming telah berhasil membawa jiwa Wu Xian dari gua iblis. Sementara, Janghue tampak diam saja sambil menikmati memori masa lalunya dengan Dewa Ming.Dengan penuh murka, Raja Iblis memerintah Xi Wang untuk mengurung Janghue dan semua klan Siluman Salju di gua iblis.Siluman Salju tak dibolehkan lagi meninggalkan gua iblis. Mereka dikurung untuk selamanya. Janghue amat sedih atas keputusan Raja Iblis Xin Yi. Klan Siluman Salju menyalahkan dirinya atas hukuman itu."Yang Mulia, aku dengar tiga dewa utama sedang berusaha membangkitkan Wu Xian. Apa tidak seharusnya kita segera menyerang kayangan sebelum Pangeran Agung Wu kembali sadar?"Xi Wang bicara pada Xin Yi. Dia baru saja kembali dari alam dewa. Berita hilangnya Ibu Suri dan Yang Zhu pun sudah ia sampaikan pada tuannya itu. Namun, sepertinya Xin Yi lebih tertarik untuk menghabisi Wu Xian.Raja Iblis sedang berdiri di tepi jembatan. Tangannya sibuk memberi