Beranda / Pendekar / PEDANG NAGA LANGIT / Bab 23 - Pengkhianatan di Tengah Malam

Share

Bab 23 - Pengkhianatan di Tengah Malam

Penulis: Andi Iwa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-13 08:15:13

Angin dingin dari puncak Gunung Esmeralda berembus tajam, menerpa wajah Li Feng dan timnya yang tengah beristirahat di dalam kuil kuno. Cahaya remang dari lentera minyak berkelap-kelip, menciptakan bayangan panjang yang menari di dinding batu. Setelah melalui berbagai rintangan yang hampir merenggut nyawa mereka, kini mereka berdiri di ambang takdir. Pedang Naga Langit, senjata legendaris yang dikatakan memiliki kekuatan luar biasa, hanya berjarak beberapa langkah dari mereka.

Namun, di tengah keheningan malam, bahaya lain mengintai—bahaya yang tidak berasal dari luar, melainkan dari dalam kelompok mereka sendiri.

Li Feng duduk bersila di pojok ruangan, matanya setengah terpejam, berusaha memulihkan tenaga setelah menghadapi jebakan di kuil ini. Tapi entah kenapa, hatinya terasa gelisah. Ada sesuatu yang tidak beres.

Tiba-tiba, terdengar suara langkah pelan yang nyaris tidak terdengar. Instingnya segera terbangun. Ia membuka matanya perla
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 24 - Pertempuran di Puncak Gunung

    Angin malam berhembus tajam di puncak Gunung Esmeralda. Di bawah sinar bulan yang pucat, bayangan para pendekar terpantul di atas es yang membeku. Li Feng berdiri tegak dengan napas memburu, matanya tajam menatap sosok di depannya—pengkhianat di antara mereka. "Sialan!" gumam Li Feng, tangannya menggenggam gagang pedangnya erat. Di hadapannya, Guo Ren, seorang pendekar yang selama ini ia percaya, berdiri dengan senyum licik. Di tangannya, Pedang Naga Langit bergetar, seolah menolak disentuh oleh orang yang tidak layak. Cahaya biru samar memancar dari bilahnya, memberikan hawa dingin yang menusuk. "Aku tidak ingin melakukan ini, Li Feng," kata Guo Ren dengan suara datar. "Tapi aku tidak punya pilihan. Pedang ini bukan untukmu—aku lebih pantas memilikinya!" Li Feng menggeram, merasakan kemarahan membakar dadanya. "Kau mengkhianati kami semua demi ambisimu sendiri?" Guo Ren menyeringai. "Ambisi? Ini bukan hanya

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-13
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 25 - Pedang Naga Langit Terbangun

    Angin malam berhembus dingin di puncak Gunung Esmeralda. Aroma tanah basah bercampur dengan sisa asap dupa yang perlahan menghilang di antara batu-batu kuno kuil. Dalam cahaya remang obor yang menari-nari, Li Feng berdiri diam, napasnya tertahan. Tangannya masih menggenggam erat Pedang Naga Langit, pedang legendaris yang baru saja ia cabut dari singgasananya di altar batu. Saat pedang itu keluar sepenuhnya dari sarungnya yang berlumut, kilatan biru kehijauan berpendar dari bilahnya, menyapu seluruh ruangan dengan cahaya mistis. Energi aneh menjalar dari pedang ke tubuh Li Feng, masuk melalui tangannya, merayap ke lengannya, lalu menyebar ke seluruh tubuhnya seperti ular berbisa yang merayap di dalam darahnya. "Ahh...!" Li Feng menggigit bibirnya, berusaha menahan rasa sakit yang tiba-tiba menyerang. Sesuatu merasuk ke dalam dirinya. Suara bisikan-bisikan samar mulai memenuhi pikirannya—suara yang asing, namun seakan berasal

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-13
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 26 - Kutukan yang Mengguncang Jiwa

    Dinginnya angin malam membelai wajah Li Feng saat ia menatap pedang di tangannya. Pedang Naga Langit berkilauan di bawah sinar bulan, pantulan cahayanya seperti mata naga yang sedang mengawasi mangsanya. Tapi ada sesuatu yang aneh. Pedang ini… terasa hidup. "Kenapa pedang ini terasa begitu berat?" gumamnya sambil mengerutkan dahi. Li Feng menghela napas panjang, berusaha mengabaikan perasaan aneh yang menyelimuti hatinya. Namun, seiring waktu berlalu, sesuatu mulai mengusik pikirannya. Setiap kali ia menutup mata, ia melihat bayangan merah, seperti darah yang mengalir deras, membanjiri tanah di sekelilingnya. Ia mendengar bisikan—suara yang samar namun menusuk relung pikirannya. “Kau haus darah, bukan?” Seketika Li Feng terbangun dari tidurnya, napasnya memburu, keringat dingin membasahi dahinya. Pandangannya mengarah ke pedang yang tergeletak di sampingnya. Jari-jarinya gemetar saat menyentuh gagangnya. "Apa

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-13
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 27 - Kembali ke Ibu Kota dengan Luka

    Langit mendung menyambut perjalanan Li Feng kembali ke ibu kota. Sore yang kelabu, dengan awan gelap menggantung di atas, seakan mencerminkan suasana hatinya. Dari kejauhan, dia bisa melihat kemegahan ibu kota kekaisaran yang berdiri tegak, sebuah kota yang penuh dengan ambisi, intrik, dan rahasia. Namun, bagi Li Feng, ibu kota kini terasa seperti sebuah dunia asing—sebuah dunia yang sudah tidak lagi mengenalnya, seperti sebuah medan pertempuran yang akan menguji kesetiaannya, keberaniannya, dan kepercayaan dirinya. Saat kuda yang ditungganginya melaju cepat menuju gerbang kota, Li Feng merasakan pandangan yang penuh penghormatan dari beberapa orang yang melihatnya. Para prajurit, penduduk biasa, bahkan pedagang yang biasa mengabaikannya kini menatapnya dengan mata penuh rasa kagum. Namun, di balik tatapan itu, Li Feng tahu ada bahaya yang lebih besar menantinya. Ia bisa merasakannya di setiap langkah yang ia ambil. "Li Feng! Li Feng!" suara keras meman

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-14
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 28 - Jebakan di Istana Kekaisaran

    Cahaya lilin berkelip di dalam kamar mewah yang dipenuhi aroma obat-obatan. Putri Ling’er terbaring di atas ranjang berselimut sutra, wajahnya masih pucat meski napasnya sudah lebih teratur. Di sudut ruangan, seorang tabib istana menutup kotak obatnya dengan ekspresi lega. "Putri sudah stabil, luka-lukanya tidak membahayakan nyawa," ujar sang tabib kepada seorang pelayan yang berdiri di dekat pintu. Di luar kamar, Li Feng bersandar di dinding, tangannya terkepal. Malam yang mencekam itu masih membekas dalam pikirannya—serangan yang hampir merenggut nyawa Putri Ling’er dan jebakan yang nyaris menjeratnya dalam permainan politik yang busuk. Kilau emas dan merah darah menghiasi balairung istana. Para pejabat berdiri berjajar dengan pakaian formal mereka, wajah mereka beragam—ada yang tersenyum tulus, ada yang menatap penuh kecemburuan, dan ada pula yang mengintai dengan niat tersembunyi. Li Feng melangkah dengan langkah tegap, pakaiannya mas

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-14
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 29 - Penyelamatan oleh Putri Ling’er

    Li Feng berdiri di tengah aula istana yang sunyi, dikelilingi tatapan tajam para pejabat tinggi. Tuduhan yang menimpanya begitu berat—pengkhianatan, konspirasi melawan Kaisar, dan ambisi pribadi yang mengancam kestabilan kekaisaran. Darahnya masih berceceran di lengan jubahnya akibat pertempuran sebelumnya, tetapi rasa sakit itu tak sebanding dengan tekanan yang kini ia hadapi. Mata Kaisar menatapnya dengan dingin, penuh keraguan. Jenderal Zhao tersenyum tipis, puas melihat Li Feng dalam posisi terjepit. "Yang Mulia," katanya dengan nada penuh kepalsuan, "Li Feng telah menunjukkan keberanian di medan perang, tetapi juga kesombongan. Bagaimana mungkin seorang prajurit rendahan tiba-tiba menjadi pahlawan yang disanjung? Tidakkah Yang Mulia merasa ada yang tidak beres di sini?" Bisikan-bisikan terdengar di antara pejabat istana. Beberapa dari mereka sudah lama iri pada Li Feng, seorang rakyat biasa yang tiba-tiba naik pangkat begitu cepat.

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-15
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 30 - Perintah Kaisar: Perang di Perbatasan

    Langit senja di ibu kota membentang seperti kanvas merah darah, seolah memberi pertanda akan datangnya badai besar. Di dalam istana kekaisaran, suasana tegang menguasai ruangan pertemuan. Para pejabat berdiri di sisi kiri dan kanan, sementara di atas singgasananya, Kaisar menatap tajam ke arah Li Feng. Li Feng berdiri tegap di hadapan Kaisar, wajahnya tetap tenang meski dadanya bergemuruh. Pedang Naga Langit tersarung di pinggangnya, terasa berat bukan hanya karena bobotnya, tetapi juga karena kutukan yang masih samar-samar berbisik di benaknya. “Li Feng,” suara Kaisar menggema di dalam ruangan. “Kau telah membawa pulang Pedang Naga Langit, tetapi tugasmu belum selesai.” Li Feng menunduk hormat. “Hamba siap menjalankan perintah Baginda.” Kaisar menghela napas pelan, lalu menatap para pejabatnya. “Pemberontakan Serigala Hitam semakin menjadi-jadi di perbatasan barat. Panglima Wu dan pasukannya telah kalah telak. Kota benteng

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-15
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 31: Pertemuan dengan Panglima Wei

    Matahari mulai merangkak turun di ufuk barat, mewarnai langit dengan semburat jingga keemasan. Angin sore berembus pelan, menggoyangkan bendera-bendera perang yang berkibar di seluruh perkemahan. Pasukan berkumpul di sana, sebagian sedang mengasah pedang mereka, sementara yang lain duduk melingkar, membahas strategi pertempuran yang akan datang. Li Feng berdiri di tepi bukit kecil, memandangi pemandangan di bawahnya. Sorot matanya tajam, tetapi hatinya berdebar. Perasaan aneh menyelinap dalam dirinya—campuran kegembiraan, kecemasan, dan rasa tanggung jawab yang semakin besar. Seorang prajurit bergegas mendekat, wajahnya penuh keringat. "Tuan Li Feng," katanya sambil membungkuk hormat. "Panglima Wei memanggil Anda ke tenda utama. Ada pertemuan penting." Li Feng mengangguk. Tanpa berkata-kata, ia melangkah mengikuti prajurit itu. Sepanjang jalan, tatapan para prajurit lain tertuju padanya. Ada yang penuh hormat, ada pula yang menyiratkan ke

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-16

Bab terbaru

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 80 - Perang Saudara di Istana

    Konflik di dalam istana semakin panas, dan Li Feng terjebak di antara dua kekuatan besar. Langit di atas ibu kota mendung, seolah langit pun enggan melihat darah yang sebentar lagi akan menggenang di pelataran suci istana. Angin membawa aroma kebusukan—bukan hanya dari tubuh-tubuh yang telah gugur beberapa malam terakhir, tapi dari pengkhianatan yang menebar seperti wabah di jantung kekaisaran. Li Feng berdiri di gerbang utama istana bagian dalam, tubuhnya tegap, tetapi jantungnya berdegup tak karuan. "Bagaimana bisa begini…?" bisiknya lirih, tatapannya menerobos barisan pasukan berbaju besi yang telah membentuk formasi siaga. Mereka bukan musuh dari luar, bukan pemberontak Serigala Hitam… Mereka adalah saudara seperjuangan. Prajurit Kekaisaran. Tapi kini—oh, betapa getir!—mereka datang untuk saling menumpahkan darah. “Jenderal Li!” Suara tegas itu datang dari arah kanan. Seorang pengawal istana berlari, napasnya terengah.

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 79 – Konspirasi Besar Terungkap

    “Bagaimana bisa… kau tahu semua itu, Li Feng?” Suara Kaisar bergetar, nyaris tak terdengar di balik gema ruang takhta yang megah namun kini terasa seperti gua pengakuan yang menyekap napas. Cahaya matahari sore menembus celah tirai sutra emas, memantul pada lantai batu giok, tetapi tak sanggup mengusir hawa dingin yang tiba-tiba menyelimuti ruangan. Li Feng berdiri tegap, walau hatinya berdegup kencang. “Hamba tidak bermaksud melewati batas,” ucapnya lirih, namun tegas. “Tapi kebenaran ini… harus Paduka dengar.” Kaisar memejamkan mata. Napasnya berat. “Ucapkan… dari awal.” Li Feng menghela napas. “Semuanya bermula saat hamba berada di Gunung Terlarang. Dalam pelatihan terakhir yang hampir merenggut nyawa, hamba menyaksikan sesuatu—bukan hanya mimpi atau ilusi—tapi sepotong ingatan yang entah bagaimana, terhubung dengan kutukan pedang ini.” Ia menatap gagang Pedang Naga Langit yang tergantung di punggungnya, aura hitamnya be

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 78 - Kaisar yang Terkejut

    Langkah-langkah kaki itu menggema di lorong istana yang panjang, menggema seperti dentang takdir yang tak bisa dihindari. Tap… tap… tap… Para pengawal berdiri tegak di sepanjang jalur emas menuju Balairung Naga, tempat di mana Kaisar Agung biasanya duduk di singgasananya yang megah. Namun pagi itu, tidak ada upacara penyambutan, tidak ada genderang perang, dan tidak ada pengumuman resmi dari sang juru bicara istana. Semua diam. Bisu. Menanti. Satu sosok berjalan perlahan di antara pilar-pilar tinggi yang mengkilap oleh pantulan cahaya matahari pagi. Sosok itu tidak lain adalah… Li Feng. Tapi bukan Li Feng yang dulu. Tidak—bukan pemuda desa yang tertatih-tatih naik ke dunia yang penuh intrik dan darah. Bukan pula prajurit canggung yang dulu tak tahu membedakan musuh dari sahabat. Yang datang pagi itu adalah seorang pendekar sejati—tatapannya tajam bag

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 77 - Kembali ke Ibu Kota dengan Dendam

    Kabut pagi belum sepenuhnya sirna saat langkah-langkah berat itu menyusuri jalan berbatu menuju gerbang utara ibu kota. Suara derap langkah kuda terdengar pelan namun penuh tekad. Di atas punggung kuda itu, duduk seorang pemuda yang telah lama menghilang dari mata dunia—Li Feng. "Hah…" Li Feng menarik napas panjang. Wajahnya yang dulu polos kini penuh dengan ketegasan. Garis rahang yang lebih tajam, sorot mata yang dalam, dan rambut hitam panjang yang diikat ke belakang dengan pita merah—semuanya menandakan satu hal: pemuda itu bukan lagi orang yang sama. Di punggungnya, Pedang Naga Langit bergetar pelan, seakan merasakan tujuan dari tuannya: balas dendam. "Aku kembali, Jenderal Zhao," bisiknya lirih. "Dan kali ini… aku tidak akan memaafkanmu." Gerbang utara ibu kota menjulang tinggi, dijaga oleh belasan prajurit kerajaan yang tengah bosan menjalankan tugas. Salah satu dari mereka, seorang pemuda bertubuh kurus dengan tomba

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 76 – Kembali ke Dunia Nyata

    Angin pagi menyapu puncak Gunung Terlarang, membawa serta aroma tanah basah dan dedaunan tua yang gugur. Kabut perlahan-lahan menyingkir dari celah bebatuan, seperti tirai yang dibuka perlahan, memperlihatkan seorang pemuda berdiri diam di tengah lingkaran batu suci. Li Feng. Tubuhnya tegak, meski jubahnya compang-camping dan bercak darah mengering di lengan kanan. Matanya... ya, mata itu bukan lagi mata seorang pemuda desa yang lugu. Ada kilatan api di dalamnya, seperti bara yang telah menyala terlalu lama di dalam kegelapan. "Hufff..." Ia menarik napas panjang, lalu menatap langit. "Sudah cukup lama, ya?" Tidak ada jawaban, kecuali desir angin dan bisikan halus pepohonan. Tapi Li Feng tahu, di tempat ini, diam pun bisa berbicara lebih nyaring dari teriakan. Tiga bulan. Tiga bulan penuh penderitaan, pertarungan, dan latihan. Tiga bulan ia menghilang dari dunia, terkubur dalam kutukan Pedang Na

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 75 - Pertarungan Melawan Diri Sendiri

    "Haaah… haaah…" Nafas Li Feng tersengal. Darah menetes dari sudut bibirnya. Di tengah kehancuran aula batu itu, ia berdiri limbung, menatap sosok bercahaya merah yang kini perlahan berjalan mendekat, langkah demi langkah, seolah tak terburu-buru—seolah waktu tunduk padanya. "Zhou Ming… Nona Lan… kalian…" gumamnya lirih, tak percaya. Pengkhianatan mereka barusan seperti luka yang tak tampak di tubuh, namun terasa jauh lebih menyakitkan dari ribuan tusukan pedang. Namun, sebelum ia bisa berkata lebih, dunia mendadak runtuh. Grrrkk! Dinding-dinding gua bergetar. Cahaya merah dari sosok misterius itu tiba-tiba melonjak, menelan segalanya, dan—brengsek!—segala sesuatunya menjadi putih. “Ugh…” Li Feng terbangun dengan tubuh dingin oleh keringat. Ia tidak tahu di mana dirinya. Tempat itu putih. Tak ada dinding. Tak ada langit. Tak ada tanah. Hanya kabut. Dan suara.

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 74 - Pengkhianatan di Balik Bayangan

    “Apa yang kau lihat belum tentu kebenaran. Dan mereka yang berdiri di sisimu... bisa jadi adalah orang pertama yang menusuk dari belakang.” Angin malam di Gunung Terlarang menggigit seperti seribu jarum dingin yang menusuk hingga tulang. Kabut tebal turun perlahan, membungkus bumi dalam selimut kelabu yang mencekam. Di tengah kabut itu, Li Feng berdiri terpaku. Matanya menatap sosok bercahaya merah yang baru saja muncul dari balik bayangan. "Apa ini...?" gumamnya, napasnya membeku di udara. Sosok itu melayang tanpa suara. Wujudnya samar, bercahaya merah seperti bara api yang tertutup debu. Tetapi ada yang aneh. Li Feng merasakan... kehangatan. "Li Feng..." suara itu serak, tetapi familiar. Deg! Jantung Li Feng berdetak lebih cepat. "Itu... suara..." “Guru Fan?” bisiknya, nyaris tak percaya. Sosok itu tersenyum samar, tapi senyumnya tak membawa kedamaian seperti dulu. "Aku bukan l

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 73 - Lawan dari Dunia Lain

    Hening. Itulah suara pertama yang menyambut Li Feng saat ia membuka matanya. Tapi bukan keheningan biasa. Ini adalah keheningan yang menelan, membungkam, membekukan—seakan seluruh dunia menahan napas. “Ngh… Di mana ini…?” gumamnya, matanya menyipit menatap sekeliling. Tak ada langit. Tak ada tanah. Hanya kabut kelabu yang tak berujung, menggulung seperti awan mati. Udara dingin menusuk tulangnya, tetapi tak ada angin. Yang ada hanyalah tekanan—tekanan yang menindih tubuh dan jiwanya. Baru saja ia melewati latihan yang hampir membunuhnya. Tubuhnya remuk, jiwa terkoyak. Tapi ia bertahan. Bertahan demi ibunya, demi tanah kelahirannya… dan demi dirinya sendiri. Tapi sekarang? “Apakah aku… mati?” tanyanya, suara bergetar. Tiba-tiba… suara langkah terdengar. Tap… tap… tap… Li Feng menoleh cepat. Jantungnya berdetak kencang. Dari balik kabut, muncul sesosok bayangan. Langkahnya mantap,

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 72 - Latihan yang Menyakitkan

    Li Feng masih terpaku di hadapan sang pertapa tua. Setelah menyelamatkannya dari amukan roh jahat di Gunung Terlarang, pertapa itu akhirnya mengungkapkan tujuan sebenarnya: mengajari Li Feng cara mengendalikan Pedang Naga Langit. Namun, sebelum itu, ada satu hal yang harus dilakukan terlebih dahulu. "Dengarkan baik-baik, bocah. Pedang Naga Langit bukanlah senjata biasa. Ia memiliki kutukan yang hanya bisa dikendalikan oleh mereka yang telah menguasai seni bela diri tingkat tinggi dan mengendalikan hati mereka sepenuhnya," ujar sang pertapa dengan suara yang dalam dan misterius. Li Feng mengangguk, merasakan bulu kuduknya berdiri. "Apa yang harus aku lakukan, Guru? Aku siap menjalani latihan apa pun!" Sang pertapa tertawa pelan, lalu menunjuk ke sebuah gua besar di balik rerimbunan pohon tua. "Masuki gua itu. Kau akan menghadapi cobaan pertama. Jika kau bisa keluar dengan selamat, barulah kita bicara soal latihan sebenarnya."

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status