Beranda / Pendekar / PEDANG NAGA LANGIT / Bab 29 - Penyelamatan oleh Putri Ling’er

Share

Bab 29 - Penyelamatan oleh Putri Ling’er

Penulis: Andi Iwa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-15 08:15:50

Li Feng berdiri di tengah aula istana yang sunyi, dikelilingi tatapan tajam para pejabat tinggi. Tuduhan yang menimpanya begitu berat—pengkhianatan, konspirasi melawan Kaisar, dan ambisi pribadi yang mengancam kestabilan kekaisaran.

Darahnya masih berceceran di lengan jubahnya akibat pertempuran sebelumnya, tetapi rasa sakit itu tak sebanding dengan tekanan yang kini ia hadapi. Mata Kaisar menatapnya dengan dingin, penuh keraguan.

Jenderal Zhao tersenyum tipis, puas melihat Li Feng dalam posisi terjepit. "Yang Mulia," katanya dengan nada penuh kepalsuan, "Li Feng telah menunjukkan keberanian di medan perang, tetapi juga kesombongan. Bagaimana mungkin seorang prajurit rendahan tiba-tiba menjadi pahlawan yang disanjung? Tidakkah Yang Mulia merasa ada yang tidak beres di sini?"

Bisikan-bisikan terdengar di antara pejabat istana. Beberapa dari mereka sudah lama iri pada Li Feng, seorang rakyat biasa yang tiba-tiba naik pangkat begitu cepat.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 30 - Perintah Kaisar: Perang di Perbatasan

    Langit senja di ibu kota membentang seperti kanvas merah darah, seolah memberi pertanda akan datangnya badai besar. Di dalam istana kekaisaran, suasana tegang menguasai ruangan pertemuan. Para pejabat berdiri di sisi kiri dan kanan, sementara di atas singgasananya, Kaisar menatap tajam ke arah Li Feng. Li Feng berdiri tegap di hadapan Kaisar, wajahnya tetap tenang meski dadanya bergemuruh. Pedang Naga Langit tersarung di pinggangnya, terasa berat bukan hanya karena bobotnya, tetapi juga karena kutukan yang masih samar-samar berbisik di benaknya. “Li Feng,” suara Kaisar menggema di dalam ruangan. “Kau telah membawa pulang Pedang Naga Langit, tetapi tugasmu belum selesai.” Li Feng menunduk hormat. “Hamba siap menjalankan perintah Baginda.” Kaisar menghela napas pelan, lalu menatap para pejabatnya. “Pemberontakan Serigala Hitam semakin menjadi-jadi di perbatasan barat. Panglima Wu dan pasukannya telah kalah telak. Kota benteng

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-15
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 31: Pertemuan dengan Panglima Wei

    Matahari mulai merangkak turun di ufuk barat, mewarnai langit dengan semburat jingga keemasan. Angin sore berembus pelan, menggoyangkan bendera-bendera perang yang berkibar di seluruh perkemahan. Pasukan berkumpul di sana, sebagian sedang mengasah pedang mereka, sementara yang lain duduk melingkar, membahas strategi pertempuran yang akan datang. Li Feng berdiri di tepi bukit kecil, memandangi pemandangan di bawahnya. Sorot matanya tajam, tetapi hatinya berdebar. Perasaan aneh menyelinap dalam dirinya—campuran kegembiraan, kecemasan, dan rasa tanggung jawab yang semakin besar. Seorang prajurit bergegas mendekat, wajahnya penuh keringat. "Tuan Li Feng," katanya sambil membungkuk hormat. "Panglima Wei memanggil Anda ke tenda utama. Ada pertemuan penting." Li Feng mengangguk. Tanpa berkata-kata, ia melangkah mengikuti prajurit itu. Sepanjang jalan, tatapan para prajurit lain tertuju padanya. Ada yang penuh hormat, ada pula yang menyiratkan ke

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-16
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 32: Pertempuran di Lembah Berdarah

    Pagi itu, kabut tipis menyelimuti Lembah Berdarah, memberikan suasana yang mencekam. Li Feng memimpin pasukannya dengan langkah mantap, mata tajamnya mengamati setiap sudut lembah yang sempit dan berliku. Panglima Wei berjalan di sampingnya, wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang tak tersembunyi. "Li Feng, lembah ini memiliki reputasi buruk. Banyak pasukan yang hilang tanpa jejak di sini," kata Panglima Wei dengan suara rendah. "Benar, Panglima. Tapi kita tidak punya pilihan lain. Kita harus melewati lembah ini untuk mencapai benteng musuh sebelum mereka menyadari keberadaan kita," jawab Li Feng tegas. Saat mereka melangkah lebih dalam ke lembah, suara burung dan hewan hutan perlahan menghilang, digantikan oleh keheningan yang menekan. Tiba-tiba, terdengar suara gemerisik dari atas tebing. "Berhenti!" perintah Li Feng sambil mengangkat tangan. Pasukannya segera berhenti, mata mereka mencari-cari sumber suara.

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-16
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 33: Pedang yang Haus Darah

    Pertempuran di Lembah Berdarah mencapai puncaknya. Pasukan Li Feng berhadapan dengan pemberontak yang tak henti-hentinya menyerang. Suara dentingan pedang dan teriakan prajurit menggema di seluruh lembah, menciptakan simfoni kekacauan yang memekakkan telinga. Li Feng berdiri di tengah medan perang, matanya tajam mengamati setiap gerakan musuh. Pedang Naga Langit di tangannya berkilauan, memancarkan aura yang menakutkan. Setiap tebasan yang ia lepaskan menghancurkan barisan musuh, membuat mereka mundur dengan ketakutan. Namun, di balik kemenangan itu, Li Feng merasakan sesuatu yang aneh. Pedang Naga Langit seolah hidup, berdenyut-denyut di tangannya, seakan haus akan darah lebih banyak. "Apa ini?" pikir Li Feng sambil mengerutkan kening. Ia mencoba mengendalikan pedangnya, namun semakin ia berusaha, semakin kuat dorongan dari pedang itu untuk membunuh. Keringat dingin mengalir di pelipisnya. Ia menyadari bahwa Pedang Naga Langit bukanlah senjata biasa; a

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-17
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 34 - Sahabat yang Gugur

    Hujan turun deras di Lembah Berdarah, menciptakan genangan lumpur yang bercampur dengan darah para prajurit yang telah gugur. Aroma besi memenuhi udara, bercampur dengan bau anyir yang menusuk. Angin bertiup kencang, menggoyangkan bendera perang yang robek dan terhuyung di tengah-tengah mayat yang bergelimpangan. Di antara puing-puing pertempuran yang masih mengepulkan asap, seorang pemuda berdiri dengan tubuh berlumuran darah. Nafasnya tersengal, dadanya naik turun dalam ritme yang tidak beraturan. Li Feng. Tangannya yang kokoh masih menggenggam Pedang Naga Langit, bilahnya berkilau dalam semburat merah keunguan, seolah menyerap kematian di sekelilingnya. Namun, tatapannya kosong. Di hadapannya, Xu Jian—sahabatnya, saudara seperjuangannya—tergeletak tak bernyawa. Dada Xu Jian berlubang, darah masih mengalir dari luka menganga di tubuhnya. Li Feng jatuh berlutut, kedua tangannya gemetar saat me

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-17
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 35 - Bangkit dari Kesedihan

    Hujan turun dengan deras di atas medan perang yang masih berbau darah. Mayat-mayat berserakan, sebagian sudah tidak bisa dikenali, tertutup lumpur dan debu pertempuran. Li Feng berdiri di tengah kekacauan itu, tubuhnya basah kuyup oleh hujan yang bercampur darah. Tangan kanannya masih menggenggam Pedang Naga Langit, sementara tangan kirinya mengepal kuat, kuku-kukunya hampir menembus kulit telapak tangannya sendiri. Xu Jian telah gugur. Tubuh sahabatnya yang setia kini tergeletak tak bernyawa di dekat kakinya. Mata Xu Jian masih terbuka, seakan masih ingin mengatakan sesuatu. Li Feng berlutut, menatap wajah sahabatnya yang kini kehilangan cahaya kehidupan. "Tidak… Ini tidak seharusnya terjadi… Xu Jian…" Li Feng menggigit bibirnya hingga berdarah. Dadanya sesak, amarah dan kesedihan bergejolak dalam dirinya. Mengapa harus Xu Jian? Bukankah merekalah yang seharusnya pulang bersama sebagai pahlawan? Bukankah mereka sudah bermi

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-18
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 36 - Jenderal Zhao Mulai Bergerak

    Angin dingin menyapu lorong-lorong panjang di Istana Kekaisaran. Malam telah jatuh, dan cahaya lentera yang menggantung di sepanjang jalan setapak hanya menambah kesan suram pada suasana. Di dalam sebuah aula megah, seorang pria paruh baya dengan jubah perang hitam berdiri membelakangi jendela. Tangannya terlipat di belakang punggungnya, menatap keluar ke arah langit malam dengan sorot mata tajam penuh perhitungan. Jenderal Zhao. "Hmph, bocah itu semakin menjadi-jadi!" Suaranya menggelegar, membuyarkan keheningan ruangan. Di hadapannya, dua pria berpakaian hitam berlutut dengan kepala tertunduk dalam. Salah satunya mengangkat wajah, matanya penuh kehati-hatian. "Jenderal, kabar dari medan perang mengatakan bahwa Li Feng berhasil merebut benteng pemberontak dengan kemenangan telak. Bahkan Panglima Wei kini mulai berpihak padanya." Jenderal Zhao mengepalkan tangan, ekspresinya mengeras. "Panglima Wei... Apa aku

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-18
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 37 - Pengkhianatan di Kamp Pasukan

    Hujan rintik turun membasahi perkemahan pasukan Kekaisaran di pinggiran Lembah Guang. Bara api yang menyala di beberapa tungku membuat suasana sedikit lebih hangat, tetapi hawa malam tetap menggigit hingga ke tulang. Li Feng duduk di dalam tendanya, memandangi peta yang terbuka di atas meja kayu sederhana. Garis-garis merah yang tergambar di atasnya menunjukkan posisi pasukan pemberontak yang bersembunyi di hutan berbukit di sisi barat lembah. Ia tahu, pertempuran belum berakhir. "Xu Jian... seandainya kau masih di sini, pasti kita sudah tertawa bersama merencanakan serangan berikutnya." Ia menarik napas panjang, menenangkan diri. Duka atas kematian sahabatnya masih terasa berat di dadanya, tetapi ia tak bisa tenggelam dalam kesedihan. Sebagai pemimpin, ia harus tetap berdiri. Suara gemerisik di luar tenda membuatnya menoleh. Langkah kaki mendekat, dan seseorang berhenti di depan pintu tenda. "Jenderal Li Fen

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-19

Bab terbaru

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 124 – Luka Lama yang Menganga

    Li Feng duduk di sudut sebuah rumah sederhana di sebuah desa terpencil, memandangi hutan yang menghitam di kejauhan. Sesekali angin malam yang dingin membawa kabut tipis, menambah kesan sunyi dan mencekam. Mei Yue duduk di hadapannya, wajahnya keras, namun di balik matanya, Li Feng bisa merasakan ada sesuatu yang tersembunyi — seakan-akan dia menanggung beban yang tak terungkapkan. "Kita tak bisa terus bersembunyi selamanya," Li Feng berkata pelan, matanya tajam menatap jalan setapak yang mengarah ke desa. "Kau tahu itu." Mei Yue menghela napas panjang, kemudian mengangguk pelan. "Aku tahu. Tapi sebelum kita melangkah lebih jauh, kita harus tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini." Li Feng terdiam. Kehidupan yang ia kenal telah berubah. Segalanya terasa begitu rumit. Kutukan Pedang Naga Langit yang menghantuinya, serta misteri yang terus mengungkapkan lapisan-lapisan kelam dari masa lalu. Tak hanya itu, keberadaan Mei Yue yang entah kena

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 123 – Aliansi dengan Pembunuh

    Angin malam itu menderu, berhembus kencang, membawa kabut dingin dari gunung-gunung yang menjulang di kejauhan. Li Feng berjalan cepat, menunduk di bawah jubahnya, berusaha menyamarkan kehadirannya di lorong-lorong sempit kota yang sunyi. Di luar sana, kehidupan terus berlanjut seperti biasa, namun bagi Li Feng, dunia telah berubah menjadi medan perang yang tak terduga. Sejak malam itu, setelah pertemuannya dengan Mei Yue, segala sesuatunya terasa lebih pelik, lebih berat. "Perjalanan ini tak bisa dihentikan, apapun yang terjadi," gumamnya, seraya menyentuh gagang Pedang Naga Langit yang tergantung di pinggangnya. Pedang itu, meski memiliki kekuatan luar biasa, juga merupakan kutukan yang tak bisa dia hindari. Setiap langkahnya selalu dipenuhi dengan bayangan yang datang dan pergi, jejak-jejak masa lalu yang menuntut balasan. Beberapa malam lalu, saat Mei Yue muncul di hadapannya, dia tak bisa langsung mempercayainya. Seorang pembunuh bayaran terbaik ya

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 122 – Pemburu Bayaran Terbaik

    Malam menggantung pekat di atas langit Kekaisaran, seakan menyembunyikan aib dan darah yang tumpah dari intrik para penguasa. Tak ada bintang malam itu. Hanya awan kelabu yang mengambang, menebar hawa dingin yang menusuk ke tulang. Di ruang bawah tanah Istana Utara, aroma lilin dan tinta bercampur menjadi satu, menggantung di udara bersama bisikan pembunuhan. "Bawa surat ini ke dia. Tak seorang pun boleh tahu kecuali kalian yang ada di ruangan ini," ucap Kaisar, nadanya lebih dingin dari biasanya. Mata-mata Dewan Perang menunduk hormat. Di balik tirai merah gelap, sesosok bayangan melangkah keluar—rambut panjang tergerai seperti air malam, mata tajam berkilat bagai pisau yang terhunus. Ia tak berbicara. Tak perlu. Semua sudah tahu siapa dia. Mei Yue. Pemburu bayaran terbaik di daratan timur. "Targetmu bernama Li Feng," kata Jenderal Liang, sambil meletakkan gulungan berisi informasi. "Namun berhati-hatilah… i

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 121 – Rapat Rahasia di Istana Utara

    Udara pagi itu menggigit seperti ujung tombak yang tajam. Kabut tebal menyelimuti jalan-jalan menuju Istana Utara, tempat yang biasanya sepi dan jarang disentuh langkah manusia kecuali saat-saat genting. Dan pagi itu... adalah salah satu saat yang sangat genting. Li Feng berdiri mematung di bawah gerbang berukir naga perak yang mulai aus dimakan waktu. Ia tak memakai jubah kebesarannya. Hanya pakaian kelabu tua tanpa lencana pangkat. Diam-diam, ia berharap kehadirannya tak terlalu menarik perhatian. Tapi bagaimana mungkin? Di mata dunia, ia kini bukan hanya pendekar, bukan hanya pembawa Pedang Naga Langit—ia adalah simbol. "Yang Mulia memanggilnya secara pribadi," ujar Pengawal Istana dengan suara menunduk. "Tak ada yang lain tahu, kecuali tujuh orang." Li Feng hanya mengangguk pelan. Di dalam pikirannya, suara Putri Ling’er masih menggema dari malam sebelumnya: “Jangan percayai siapa pun. Bahkan para menteri yang selama ini tampak setia.

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 120 – Darah yang Sama, Jalan yang Berbeda

    Li Feng terdiam di puncak bukit, memandangi panorama kekaisaran yang terbentang di bawah kaki. Matahari terbenam di balik pegunungan yang jauh, melukiskan langit dengan semburat oranye yang redup. Semua yang telah ia lalui terasa seperti mimpi yang mengabur, tetapi rasa berat yang terpendam di dadanya, rasa tak terhindarkan, adalah kenyataan yang tidak bisa ia elakkan. Di balik kegelapan malam yang datang, Li Feng tahu bahwa takdirnya telah digariskan oleh kekuatan yang lebih besar dari dirinya—sebuah permainan politik yang ia tak pernah inginkan. "Aku... aku hanya seorang pemuda desa," gumamnya pelan, hampir seperti sebuah doa. "Mengapa aku harus terjerat dalam semua ini?" Suaranya penuh kebingungan, seolah menanyakan pada dunia yang tak memberi jawaban. Namun, jawaban itu sudah ia temui, meski pahit. Pedang Naga Langit, senjata yang membawa kutukan yang mengekangnya, bukan hanya sebuah pusaka yang diperebutkan oleh para penguasa. Ia kini tahu bahwa ta

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 119 – Satu Rahasia Terakhir

    Li Feng berdiri tegak di ruang bawah tanah yang remang, cahaya samar dari lentera yang tergantung di langit-langit memberi kilau redup pada dinding batu yang dingin. Udara terasa berat, seakan dipenuhi dengan beban masa lalu yang telah lama terkubur di tempat ini. Dalam sekejap, sebuah suara yang familiar—yang selama ini terpendam dalam benaknya—terdengar lagi. Suara itu datang dari arah belakang, jauh dari tempat ia berdiri, dan hati Li Feng berdebar kencang. Langkah kaki yang lambat namun pasti, diikuti dengan suara napas berat, membawa Li Feng pada ingatan-ingatan yang ia coba lupakan. Tidak salah lagi. Itu adalah suara yang sudah lama tidak ia dengar. "Guru Liang…" kata Li Feng perlahan, mengucapkan nama yang sudah lama ia anggap hilang bersama bayangan masa lalu. Suaranya serak, penuh kebingungannya sendiri. Guru Liang muncul dari balik bayang-bayang, sosok yang seakan keluar dari dimensi waktu itu sendiri. Pakaian peluhnya yang dulu

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 118 – Kembali ke Kedai Tianxiang

    Li Feng berjalan perlahan, kaki terasa berat seperti membawa beban dunia. Di depannya, langit senja perlahan berubah menjadi kelam, menyelimuti desa yang telah lama ia tinggalkan. Suasana kedai Tianxiang kini terasa sangat berbeda. Tanpa orang-orang yang biasa berkerumun, tanpa suara tawa atau canda, semuanya terasa sunyi dan hampa. Sudah lama sekali sejak Li Feng meninggalkan tempat ini. Setelah perjalanan panjang yang penuh dengan pertarungan dan penderitaan, ia akhirnya kembali ke tempat yang pernah menjadi titik awal hidupnya yang baru. Tempat yang, meskipun tidak besar, menyimpan kenangan akan masa-masa yang telah berlalu. Setiap langkah terasa seakan membawa kembali semua kenangan pahit dan manis yang pernah ia alami di sini. Bagaimana ia dulu bekerja sebagai tukang cuci piring, berjuang untuk sekadar bertahan hidup, dan bagaimana semua itu berubah setelah pertemuannya dengan Putri Ling’er, Pedang Naga Langit, dan semua musuh yang mengejarnya.

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 117 – Pengendus Jiwa Menyerang

    Hutan berkabut itu terasa lebih pekat dari biasanya. Pohon-pohon besar menjulang tinggi dengan cabang-cabangnya yang rapat, menghalangi cahaya matahari yang hanya sedikit menembus. Udara dingin dan lembap menyelimuti sekujur tubuh Li Feng, membuatnya merasa seolah-olah hutan ini bukan tempat biasa. Sesuatu yang gelap, yang tak terlihat, mengintai setiap gerakannya. Jantungnya berdegup kencang, dan dalam keheningan yang mencekam itu, ia bisa merasakan adanya mata yang terus mengawasi. "Apa yang kau rasakan, Li Feng?" suara itu muncul dalam benaknya, suara yang sama yang tidak pernah ia lupakan—suara Pedang Naga Langit. Suara yang seolah-olah berasal dari dalam jiwanya sendiri, namun selalu berhasil membuatnya terperangah. Kali ini, suara itu terdengar seperti bisikan yang penuh desakan. "Aku merasakan bahaya. Sesuatu yang mengintai... yang akan datang." Li Feng menatap pedang di tangannya dengan penuh keraguan. Selama ini pedang itu selalu

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 116 – Perburuan Para Penjaga

    Li Feng merasakan hawa dingin yang menusuk tulang menembus tubuhnya. Malam itu, langit di atas Gunung Esmeralda begitu gelap, hanya diterangi oleh pendar cahaya redup dari pedangnya yang kini tergeletak di tanah. Dalam keheningan yang hampir mencekam, pikirannya terperangkap oleh bayang-bayang yang terus menghantuinya. Bayang-bayang yang berasal dari kutukan Pedang Naga Langit, dan lebih lagi, bayang-bayang yang berasal dari dirinya sendiri.Tapi saat ini, ada sesuatu yang lebih besar yang mengancamnya. Sesuatu yang lebih mengerikan dari apapun yang pernah ia hadapi sebelumnya.Di kejauhan, terdengar suara langkah kaki. Lambat, namun pasti. Semakin mendekat, semakin jelas. Langkah itu datang dari arah yang tak terduga. Dari kegelapan yang penuh misteri. Hanya suara itu yang terdengar, meski segala sesuatu di sekelilingnya tetap sunyi. Li Feng mendongak dan melihat sosok yang berdiri di atas batu besar, memandang ke arahnya. Sosok itu mengenakan jubah hitam yang mel

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status