Warga yang tadi menyerang mereka, terpaku melihat kejadian itu. Diantara mereka mulai berkasak-kusuk. Mulai meyakini, kalau Iwan dan Solihin bisa menolong mereka.
Tiba-tiba, orang yang bernama Samijo dan Masno menyergap Solihin dan Iwan yang lengah. Juga seorang warga yang memegangi Kek Warno. Orang yang menyergap Kek Warno, menghunuskan belati ke leher lelaki tua itu.
"Kalau kowe, pengen teman-temanmu dan Kakekmu selamat. Kowe harus ikut kami!" kata Ki Agung yang mendekati Roni.
Dewi siuman dari pingsannya. Roni menatap Dewi, dia menggeleng, berbicara dengan matanya, meminta Roni jangan menuruti mereka. Air mata membanjiri pipinya. Tapi Roni juga tak ingin mengambil resiko, dengan membuat nyawa Kakeknya di ujung tanduk.
"Tapi Ndoro. Sudah hampir tiga puluh tahun kita menunggu. Ini saatnya, kita harus segera membebaskan desa ini. Atau lama-lama desa ini akan seperti panti jompo!" Ki Agung menentang perintah orang yang dipanggil Ndoro. Sang Ndoro terdiam, dia menghela nafasnya yang terasa berat."Kowe mulai berani menentangku!" geram lelaki yang dipanggil Ndoro."Maafkan saya Ndoro. Kali ini saya gak bisa menuruti jenengan! Semua penduduk desa pasti mengharapkan kelahiran baru di desa ini. Mereka semua sudah mempercayai saya selama ini. Saya gak mungkin mengkhianati kepercayaan mereka." tegas Ki Agung."Kalau kowe mau bawa dia! Dia harus suka rela dibawa, bukan dipaksa!" Orang yang dipanggil Ndoro menjadi berang. Mungkin merasa malu, karena dia di tentang di depan orang banyak.
Ketakutan yang dirasakan oleh Bu Wiyah sama dengan Dewi juga mereka yang ada di dalam rumah Kek Warno."Sudah. Jangan banyak bicara dulu. Pasti tadi kepalamu terbentur, makanya kamu cukup lama pingsannya.""Kenapa warga di sini jadi brutal seperti itu? Padahal dulu, penduduk desa ini sangat rukun. Kehidupan di sini sangat tenang dan menyenangkan," kata Bu Wiyah masih tak habis fikir dengan peristiwa yang baru saja terjadi."Ya, sejak mereka membantai Ustad Daud dulu. Semua ini kesalahan mereka sendiri. Yang sejak dulu, selalu saja suka main hakim sendiri. Tak pernah mau mendengar penjelasan dari orang lain. Menyelidiki dulu pun tidak. Warga sini, sangat mudah terprovokasi!" sahut Bu Ipah dengan geram."Apa benar, Ke
"Ya, memang saat ini hanya Allah yang bisa menolong, Roni. Mudah-mudahan besok malam ada keajaiban," kata Solihin."Lalu, apa kita tak akan bertindak secara nyata untuk menolong Mas Roni?" Dewi merasa tak cukup hanya berdoa saja, untuk bisa menyelamatkan Roni. Tak mungkin mereka hanya menunggu keajaiban saja."Besok, kita akan berusaha menyelamatkan Roni," jawab Solihin."Kenapa menunggu besok, Bang. Kenapa tak sekarang, atau nanti malam?" tanya Dewi lagi. Jawaban Solihin, membuat Dewi sangat tak puas."Kita tak tau, mereka membawa Roni kemana. Pasti saat ini, mereka menjaga Roni dengan sangat ketat. Kalau besok malam, pasti mereka akan membawa Roni ke tempat keramaian. Pastinya akan banyak warga yang in
Sementara di sebuah rumah bermodel klasik yang cukup megah, sangat mencolok dibanding rumah-rumah lain di desa Lor. Sedang terjadi perdebatan antara dua orang anak manusia.Rumah itu milik Juragan Sarjono. Orang paling kaya dan pemilik hampir semua perkebunan sawit di desa itu. Orang yang dikenal baik dan ramah pada pekerjanya. Juragan Sarjono juga dikenal sebagai seorang yang dermawan yang rendah hati.Namun siapa sangka, ada rahasia busuk yang telah disimpannya dengan rapi selama puluhan tahun."Romo, tolong bebaskan anak Widuri," mohon seorang laki-laki paruh baya, yang duduk bersimpuh di hadapan Ayahnya, juragan Sarjono.Wajahnya sangat memelas, memohon pada Ayahnya yang berdiri dengan wajah an
Kek Sukir kembali melanjutkan tugasnya. Matanya sesekali melirik ke tamu-tamu junjungannya itu seraya tangannya kembali sibuk membersihkan rumput-rumput yang baru tumbuh di halaman rumah majikannya.Juragan Sarjono langsung mencoba menghubungi orang dimaksud Bu Ipah, yang tak lain anaknya sendiri."Nggak diangkat," katanya dengan mimik kecewa yang dibuat-buat. Dicobanya lagi menghubungi anaknya."Nyambung, tapi gak diangkat," katanya lagi seraya menunjukkan layar ponselnya pada tamu-tamu di hadapannya. Untuk meyakinkan para tamunya itu, kalau benar dia menghubungi anaknya.Sementara di sudut rumah itu, mengintip lelaki yang tadi berdebat dengan Juragan Sarjono. Dia merasa kesal dengan ulah Juragan
Surya menimbang, apakah sebaiknya dia menceritakan semua pada Ibunya. Tapi Ibunya pun sedang tak berdaya saat ini. Kalau Ibunya mengetahui hal yang sebenarnya, apakah Ibunya bisa membantu menolong anaknya."Kamu dari tadi diam saja. Pasti ada hubungannya, antara anak Widuri dengan kamu. Cerita sama Ibu. Tak baik memendam rahasia, apalagi dari Ibu sendiri." Sang Ibu sepertinya memahami kegundahan hati putra semata wayangnya. Dia berusaha mendesak dengan lembut."Apa Ibu gak akan marah, kalau Surya ceritakan hal yang sebenarnya?" tanya lelaki tampan itu, dengan meletakkan kepalanya dipangkuan Ibunya."Kapan … Ibu bisa marah sama kamu, Le?""Bu …." Surya tak mampu meneruskan kata-katanya. Dia
Surya menimbang, apakah sebaiknya dia menceritakan semua pada Ibunya. Tapi Ibunya pun sedang tak berdaya saat ini. Kalau Ibunya mengetahui hal yang sebenarnya, apakah Ibunya bisa membantu menolong anaknya."Kamu dari tadi diam saja. Pasti ada hubungannya, antara anak Widuri dengan kamu. Cerita sama Ibu. Tak baik memendam rahasia, apalagi dari Ibu sendiri." Sang Ibu sepertinya memahami kegundahan hati putra semata wayangnya. Dia berusaha mendesak dengan lembut."Apa Ibu gak akan marah, kalau Surya ceritakan hal yang sebenarnya?" tanya lelaki tampan itu, dengan meletakkan kepalanya dipangkuan Ibunya."Kapan … Ibu bisa marah sama kamu, Le?""Bu …." Surya tak mampu meneruskan kata-katanya. Dia
"Maaf, Den! Den Surya gak boleh membebaskan mereka. Nanti Juragan bisa marah!" Tiba-tiba tangan Surya dicekal oleh Kek Sukir. Walaupun sudah cukup sepuh, tapi tenaga Kek Sukir cukup kuat untuk menahan Surya."Mang, lepaskan saya! Mereka harus dibebaskan! Mereka ini gak punya salah apa-apa!" Surya berusaha memberontak, namun Kek Sukir semakin kuat memitingnya."Maaf, gak bisa Den! Saya bisa dipecat sama Juragan!" kata mantan jawara itu.Kek Sukir dulunya adalah seorang jawara kampung, namun karena nasib baik tak berpihak padanya. Dia hanya bisa bekerja sebagai seorang tukang kebun sekaligus penjaga keamanan rumah Juragan Sarjono.Iwan, diam-diam berusaha melepaskan ikatannya yang sudah longgar. Iwan