Suasana di luar sangat kacau, banyak bangunan yang runtuh terutama gedung gedung yang menjulang tinggi. Tidak ada satupun yang tersisa, yang masih tersisa pun cuman ada beberapa yang berdiri dan itupun tidaklah utuh. Aku yang melihat pemandangan tak biasa pun terkesima dengan heran sambil memperhatikan sekelilingku. 'What the hell-, apa yang sebenarnya terjadi disini? Gilaa apa apaan pemandangan ini? Dan kemana perginya semua orang? Uh lebih baik aku telusuri lebih lama lagi,' pikirku sambil memperhatikan jalanan di sekitarku dengan perasaan terkejut, dan takut.
Jalanan tampak sepi dan agak tenang, Aku melihat banyak puing bangunan bertebaran dimana-mana, jalanan yang retak, dan mobil yang rusak. Disaat kami sudah menelusuri jalanan cukup lama Aku melihat ada sekumpulan mobil yang cukup bagus (baca : tidak rusak parah).
" Ayok bu kita kesana sepertinya ada mobil yang tidak terpakai." Aku menunjuk ke arah sebrang jalan.
"T-Tapi nak... itukan bukan mobil kamu," jawab Bu Widya dengan raut wajah yang penuh keraguan. Tunggu darimana ibu itu tau kalau itu bukan mobil ku? apakah dari wajahku? uhuk sepertinya nggak mungkin deh, secara fakta kan wajahku itu ganteng dan menawan, kalau diliat dari lobang sedotan.
"Udaah ibu ikut saja, daripada kita harus jalan... toh lagian pemilik mobilnya sedang tidak ada kan? mending jalan kaki atau naik mobil yang jelas jelas aman kalau-kalau ada hal yang tidak terduga?" Tanyaku dengan nada menggoda seperti tukang sales yang mencoba merayu pelanggannya dengan sebuah kata kata yang cantik dan rapih.
Aku tau ini memang tidak boleh tapi sebenarnya siapa juga yang peduli itu mobil siapa di situasi seperti ini. Apalagi disaat kamu melihat pemandangan di sekitar, sudah seperti reruntuhan saja.
"Tapi nak tetap saja, itu kan tindakan kriminal. Tidak bisa dibenarkan dong!." Ucap Wanita itu dengan tegas sembari menahan bajuku.
Hmm iya sih sebenernya itu salah juga, ya sudah deh mau gimana lagi terpaksa aku harus menggunakan jurus terakhir dalam sebuah perdebatan, ciaaaat akan ku kerahkan seluruh kemampuan ku.
"Iya udah deh, jadi Ibu maunya gimana? mau jalan aja? tapi lama loh nantinya. Gimana kalau nanti ada hal hal yang tak terduga? bukannya ibu juga khawatir dengan anak ibu? gimana nanti kalau anak Ibu kenapa napa? atau terjadi sesuatu yang tidak mengenakan? seperti-"
"Stop!! baiklah ayok kita naik mobil itu," Ucap Bu Widya ketus sembari memasang wajah khawatir bercampur masam.
"Okeeey, mari kita berangkat" Ucapku girang dengan muka penuh kemenangan.
Seketika Aku pun langsung menuju ke arah mobil tersebut, berharap ada kendaraan yang bisa kupakai.
"Hemm banyak sekali mobil disini, sayang sekali semuanya hampir tidak bisa dipakai. dari jauh saja keliatannya bagus tapi ketika didekati hasilnya malah zonk" pikirku sembari berjalan melintasi puluhan mobil yang diparkir di depan bangunan yang sudah mulai runtuh.
Dan untungnya setelah beberapa lama aku berkeliling akhirnya aku menemukan mobil yang sepertinya layak dipakai, yaah walaupun kacanya penuh retakan. Sepertinya kualitas kacanya sangat bagus, tapi bukan saatnya aku memilih-milih disituasi seperti ini.
"Baiklah mari kita kesana." aku menunjuk mobil itu dan langsung bergegas menuju ke arah mobil yang berwarna merah itu, namun sesampainya di sana. Saat aku hendak membuka mobil.
*clak clak*
"Sial ternyata pintunya terkunci," Aku berdecak kesal sembari mengambil pin dari saku celanaku dan mencoba membuka pintu tersebut.
Tak lama berselang saat hendak membuka pintu mobil, Aku tiba-tiba dikejutkan dengan suara yang sangat asing, suaranya seperti jeritan hewan tapi bukan seperti hewan. kalian tau kan maksudku? Suara yang sangat aneh, mirip perpaduan antara suara raungan beruang dan singa.
"Umm.. Bu apakah ibu mendengar suara yang mencurigakan disekitar kita?" Aku memperhatikan sekeliling dengan perasaan waspada.
"Kurasa tidak ada sesuatu yang mencurigakan anak muda, lagian saya tidak mendengar suara apapun," sahut wanita tersebut.
Aku yang mendengar kata-kata Ibu tersebut langsung mengernyit heran. 'Apa cuman perasaan aku saja ya?' pikirku sambil kembali fokus untuk membuka pintu tersebut.
Wanita tersebut sendiri berpikir bahwa anak muda yang menolong nya terlalu paranoid terhadap situasi sekitar, sehingga ia berpikir untuk mencairkan suasana. "Emm nak, omong omong namamu siapa?" tanya wanita tersebut sambil menepuk pundakku.
"Alden, Bu. Ibu sendiri namanya siapa?" sahut
ku cuek, dikarenakan aku masih berkutat dengan pintu mobil yang akan segera terbuka.
"Nama saya Widya, kalau ada kesempatan, nanti saya kenalkan kamu dengan anak saya. Kebetulan dia seumuran kamu," ujar wanita tersebut sambil tersenyum.
Bagaimana tidak tersenyum setelah mengetahui orang yang ingin dikenalkan kepada putrinya ternyata orang yang lumayan tampan? Uhuk, lebih tepatnya berkarisma.
"Ahh, tidak usah repot-repot Bu, lain kali kalau kita bisa pergi dari sini saya pasti akan mampir kok. Omong omong Ibu tau darimana saya seumuran dengan anak Ibu?" Aku tersenyum sambil membayangkan betapa cantiknya putri yang akan dikenalkannya kepadaku.
"Ahh saya cuman menebak saja kok. Lagian kamu keliatannya masih muda sekali," balas Bu Widya sembari terkekeh. Aku tidak menjawab melainkan hanya tersenyum saja.
*Click*
Tidak lama kemudian terdengar suara pintu terbuka. "Fiuuuhh, akhirnya terbuka juga," ucapku dengan perasaan lega.
Aku menoleh ke arah Ibu Widya, "Ayo Bu, mari naik, selanjutnya kita akan memakai mob-"
"NAK...AWAS DIBELAKANGMU!!" teriak Bu Widya ketakutan.
*GROAAARRRR*
Raungan hewan buas terdengar dibelakang. Monster yang melihat Aku dan Ibu Widya pun langsung berlari menerjang ke arah kami, Aku yang menoleh ke arah belakang pun langsung menghindar sambil berlari ke arah ke depan.
"Siaal.. apa-apaan itu, kok bisa ada monster disini?" ucapku dengan panik dan sedikit frustasi.
Yup, bagaimana tidak frustasi, setelah aku berusaha lama untuk membuka pintu mobil tersebut tiba tiba saja muncul monster yang tidak diketahui dimana asalnya itu. Mau tak mau aku harus berlari sambil meninggalkan hasil jerih payahku huhuhu dasar monster jahat.
"Nak cepatlah monster itu semakin dekat dengan kita!!" seru Bu Widya histeris sembari berlari.
Aku menoleh kebelakang dan benar saja monster berkaki empat itu hampir menyusul dan kemudian monster tersebut melompat ke arah ku, dengan cepat Aku mendorong ibu Widya ke samping sembari berguling ke arah kanan.
*BRUAAAK*
"Ughh. Menyakitkan sekali, Bu... Bu Widya tidak apa- apa?" seruku sembari berusaha berdiri untuk terus berlari.
"Tidak apa-apa nak, ayo cepat lari dari kejaran makhluk aneh itu!" sahut Ibu Widya seraya meringkih kesakitan.
Monster yang melihat serangannya tidak kena tersebut pun langsung marah, aku dan bu widya yang melihat hal tersebut pun langsung sekuat tenaga berlari dari kejaran monster tersebut. Namun Saat monster tersebut semakin dekat dengan mereka, tanpa sengaja Aku melihat gang kecil, dan dengan cepat aku langsung menerjang masuk sembari menarik Bu Widya ke dalam gang tersebut.
*ROAAAARRR*
Raungan monster itu terdengar marah sambil memukul-mukul tembok gang tersebut dengan ganas, beruntungnya monster tersebut tidak bisa masuk ke gang kecil dikarenakan badanya yang besar itu. Aku berhenti sejenak untuk menstabilkan nafasku yang tidak karuan. Aku melihat ke arah monster itu, dan langsung saja perasaan ku diliputi perasaan lega. 'Gila monster apaan itu? Tapi setidaknya tembok itu dapat mengulur waktu untuk kami lari,' pikirku dalam hati.
Setelah mengumpulkan cukup tenaga, aku dan Bu Widya berencana untuk segera pergi dari gang tersebut, tentu saja dikarenakan gang tersebut tidak akan bertahan lama melihat monster tersebut sedang menghancurkan tembok dengan ganas.
"Ayo bu kita harus bergegas pergi dari sini,"ucapku sambil mengulurkan tanganku ke arah bu widya.
"T..tapi nak, bagaimana jika monster itu mengejar kita lagi dan apakah ini masih di dunia nyata? R...rasanya sangat sulit untuk mencerna situasi ini," ucap ibu tersebut sambil memegangi kepalanya dengan ketakutan.
"Saya juga tidak tau, Bu. Tapi yang pasti ini nyata. Kalau kita berdiam disini terus yang ada kita hanya akan menjadi santapan monster itu," ucap ku dengan nada yang meyakinkan.
"T-tapi nak, saya sudah tidak punya banyak tenaga lagi.. hiks–" balas ibu tersebut sambil menangis.
Aku yang melihat hal tersebut pun kebingungan, yaah siapa yang tidak kebingungan di situasi ini? Apalagi dengan semua hal yang baru saja terjadi, uh sepertinya tidak ada pilihan lain. lelaki emang sudah seharusnya berkorban. Aku dengan tiba tiba berjongkok sembari mengarahkan pundak ke Bu Widya.
"Ayok bu cepat naik sebelum gang itu hancur dan monster mengerikan itu langsung menyusul kita," melihat hal tersebut, Bu Widya langsung mengelap air matanya dan langsung naik ke gendonganku, "M-maaf merepotkan mu nak," ucap Bu Widya sambil kembali menangis.
"Tidak apa apa bu, tidak usah dipikirkan." Aku langsung berjalan menyusuri gang yang ku lalui dengan Bu Widya.
Setidaknya mereka berdua bisa aman untuk sementara waktu ini. Namun, siapa yang tau ke depannya akan seperti apa 'kan?
Sesudah keluar dari gang yang panjang dan berlika-liku, akhirnya aku dan Bu Widya selamat dari kejaran monster tersebut, yeah untung saja tadi aku menemukan sebuah gang sempit, kalau waktu itu aku tidak melihatnya sudah pasti bakal tamat riwayat kami dengan ending dijadikan santapan monster besar itu. Kami berhenti sejenak untuk menstabilkan nafasku. Aku yang sudah mulai hampir kehabisan tenaga karena menggendong Bu Widya pun celinguk ke kanan dan ke kiri dengan waspada untuk melihat situasi. "Ughh... semoga saja monster tersebut tidak mengejar kita," ucapku sembari memegangi dadaku yang ngos-ngos an. "Umm, Nak. Lebih baik kita bergegas dari sini ke tempat perlindungan. Firasatku tidak enak, takutnya monster tersebut berhasil menemukan kita," usul Bu Widya dengan raut wajah khawatir.Aku yang mendengar hal tersebut pun setuju dengan usulan Bu Widya. "Baiklah, lebih baik kita cari bangunan untuk berlindung terlebih dahulu."Tidak lama setelah kami berjalan, muncul sepucuk atap bangun
Akhirnya setelah beberapa waktu kupikirkan untuk mengumpankan diri−tentu saja dengan strategi−ku pikir inilah saatnya. Saat akhirnya aku menggunakan otakku semaksimal mungkin. Behasil atau tidaknya, kita lihat saja nanti."Bu, biar saya yang akan jadi umpan. Setelah monster itu menjauh ibu bisa lari sekencang mungkin ke sebelah sana." Aku menunjuk ke arah pintu di depan monster tersebut.Bu Widya yang mendengar hal tersebut pun sontak menggelengkan kepala sambil menahan isak tangis. “Tapi, Nak... Bagaimana denganmu?" lirih Bu Widya khawatir."Tidak usah dipikirkan, di situasi seperti ini tidak ada solusi yang sempurna. Tapi gapapa, ibu harus bisa lolos supaya bisa melaporkan ke pihak berwajib, ya." bisikku sembari tersenyum percaya diri. Bu Widya menunduk sedih mendengar perkataanku di depannya itu barusan. Tak lama Bu Widya berpikir−entah apa yang dipikirkannya−dan dia akhirnya mengangguk setuju dengan wajah penuh tekad. "Baiklah, Nak. Kamu harus berhati-hati dan pastikan kamu bisa
POV: Bu WidyaDeg… Deg… Deg… Itulah yang kurasakan ketika monster mengerikan itu melewati diriku. Sensasi tegang menyelimuti atmosfer ruangan di tempatku bersembunyi, begitu mencekam seolah-olah ruangan tersebut akan memangsamu kapan saja. Sementara monster itu terus berjalan kesana-kemari, aku menutup mulut dan hidungku yang entah sampai kapan sembari menunggu monster tersebut pergi. "Ugh, kenapa monster sialan itu belum juga pergi, sih?" rutukku dalam hati.Andai saja jika kejadian ini tidak ada sudah pasti aku sedang bersantai-santai di rumah sembari menunggu anakku tercinta pulang dari sekolahnya. Huft, mau gimana lagi hidup memang tidak bisa ditebak, kan? Baru saja kemarin aku memikirkan bagaimana caranya untuk membayar tagihan air yang belum ku bayar selama satu bulan ini, ehh sekarang malah jadi seperti ini. Dikejar monster mengerikan yang tidak jelas darimana asalnya itu dan harus bersembunyi supaya tidak diterkam olehnya. Memikirkannya saja sudah buat aku bergidik ngeri. Ju
Hell York City, 25 September 2053. Musim gugur telah tiba di awal September, cuaca hari ini segar dan seperti biasa. Selalu dingin. Aku memandang keluar jendela, cuaca hari ini lebih mendung dari biasanya. Aku merasakan ada yang yang tidak beres hari ini. "Hmm... apa karena aku terlalu sensitif hari ini? Ah lupakan saja." Gumamku sembari merapihkan meja kasir. Namaku Alden. Seorang mahasiswa di Universitas kota Hell York. Umurku baru 18 tahun. Aku merupakan anak tunggal. Untuk anak seumuranku, tidak ada yang spesial tentang diriku. Rambutku berwarna hitam, pendek, dan sedikit bergelombang. Karena sedang liburan semester kuliah, tak terhitung berapa kali sudah aku bolak balik dari rumah ke toko untuk mengisi kebosanan yang tak kunjung usai dan yup, bekerja paruh waktu. Pasti kalian bertanya-tanya kenapa aku tidak main dengan temanku seperti anak remaja pada umumnya? Ya, jawabannya karena aku memang tidak memiliki banyak teman. Terlalu banyak teman membuatku lebih cepat lelah dan itu
POV: Bu WidyaDeg… Deg… Deg… Itulah yang kurasakan ketika monster mengerikan itu melewati diriku. Sensasi tegang menyelimuti atmosfer ruangan di tempatku bersembunyi, begitu mencekam seolah-olah ruangan tersebut akan memangsamu kapan saja. Sementara monster itu terus berjalan kesana-kemari, aku menutup mulut dan hidungku yang entah sampai kapan sembari menunggu monster tersebut pergi. "Ugh, kenapa monster sialan itu belum juga pergi, sih?" rutukku dalam hati.Andai saja jika kejadian ini tidak ada sudah pasti aku sedang bersantai-santai di rumah sembari menunggu anakku tercinta pulang dari sekolahnya. Huft, mau gimana lagi hidup memang tidak bisa ditebak, kan? Baru saja kemarin aku memikirkan bagaimana caranya untuk membayar tagihan air yang belum ku bayar selama satu bulan ini, ehh sekarang malah jadi seperti ini. Dikejar monster mengerikan yang tidak jelas darimana asalnya itu dan harus bersembunyi supaya tidak diterkam olehnya. Memikirkannya saja sudah buat aku bergidik ngeri. Ju
Akhirnya setelah beberapa waktu kupikirkan untuk mengumpankan diri−tentu saja dengan strategi−ku pikir inilah saatnya. Saat akhirnya aku menggunakan otakku semaksimal mungkin. Behasil atau tidaknya, kita lihat saja nanti."Bu, biar saya yang akan jadi umpan. Setelah monster itu menjauh ibu bisa lari sekencang mungkin ke sebelah sana." Aku menunjuk ke arah pintu di depan monster tersebut.Bu Widya yang mendengar hal tersebut pun sontak menggelengkan kepala sambil menahan isak tangis. “Tapi, Nak... Bagaimana denganmu?" lirih Bu Widya khawatir."Tidak usah dipikirkan, di situasi seperti ini tidak ada solusi yang sempurna. Tapi gapapa, ibu harus bisa lolos supaya bisa melaporkan ke pihak berwajib, ya." bisikku sembari tersenyum percaya diri. Bu Widya menunduk sedih mendengar perkataanku di depannya itu barusan. Tak lama Bu Widya berpikir−entah apa yang dipikirkannya−dan dia akhirnya mengangguk setuju dengan wajah penuh tekad. "Baiklah, Nak. Kamu harus berhati-hati dan pastikan kamu bisa
Sesudah keluar dari gang yang panjang dan berlika-liku, akhirnya aku dan Bu Widya selamat dari kejaran monster tersebut, yeah untung saja tadi aku menemukan sebuah gang sempit, kalau waktu itu aku tidak melihatnya sudah pasti bakal tamat riwayat kami dengan ending dijadikan santapan monster besar itu. Kami berhenti sejenak untuk menstabilkan nafasku. Aku yang sudah mulai hampir kehabisan tenaga karena menggendong Bu Widya pun celinguk ke kanan dan ke kiri dengan waspada untuk melihat situasi. "Ughh... semoga saja monster tersebut tidak mengejar kita," ucapku sembari memegangi dadaku yang ngos-ngos an. "Umm, Nak. Lebih baik kita bergegas dari sini ke tempat perlindungan. Firasatku tidak enak, takutnya monster tersebut berhasil menemukan kita," usul Bu Widya dengan raut wajah khawatir.Aku yang mendengar hal tersebut pun setuju dengan usulan Bu Widya. "Baiklah, lebih baik kita cari bangunan untuk berlindung terlebih dahulu."Tidak lama setelah kami berjalan, muncul sepucuk atap bangun
Suasana di luar sangat kacau, banyak bangunan yang runtuh terutama gedung gedung yang menjulang tinggi. Tidak ada satupun yang tersisa, yang masih tersisa pun cuman ada beberapa yang berdiri dan itupun tidaklah utuh. Aku yang melihat pemandangan tak biasa pun terkesima dengan heran sambil memperhatikan sekelilingku. 'What the hell-, apa yang sebenarnya terjadi disini? Gilaa apa apaan pemandangan ini? Dan kemana perginya semua orang? Uh lebih baik aku telusuri lebih lama lagi,' pikirku sambil memperhatikan jalanan di sekitarku dengan perasaan terkejut, dan takut. Jalanan tampak sepi dan agak tenang, Aku melihat banyak puing bangunan bertebaran dimana-mana, jalanan yang retak, dan mobil yang rusak. Disaat kami sudah menelusuri jalanan cukup lama Aku melihat ada sekumpulan mobil yang cukup bagus (baca : tidak rusak parah). " Ayok bu kita kesana sepertinya ada mobil yang tidak terpakai." Aku menunjuk ke arah sebrang jalan. "T-Tapi nak... itukan bukan mobil kamu," jawab Bu Widya dengan
Hell York City, 25 September 2053. Musim gugur telah tiba di awal September, cuaca hari ini segar dan seperti biasa. Selalu dingin. Aku memandang keluar jendela, cuaca hari ini lebih mendung dari biasanya. Aku merasakan ada yang yang tidak beres hari ini. "Hmm... apa karena aku terlalu sensitif hari ini? Ah lupakan saja." Gumamku sembari merapihkan meja kasir. Namaku Alden. Seorang mahasiswa di Universitas kota Hell York. Umurku baru 18 tahun. Aku merupakan anak tunggal. Untuk anak seumuranku, tidak ada yang spesial tentang diriku. Rambutku berwarna hitam, pendek, dan sedikit bergelombang. Karena sedang liburan semester kuliah, tak terhitung berapa kali sudah aku bolak balik dari rumah ke toko untuk mengisi kebosanan yang tak kunjung usai dan yup, bekerja paruh waktu. Pasti kalian bertanya-tanya kenapa aku tidak main dengan temanku seperti anak remaja pada umumnya? Ya, jawabannya karena aku memang tidak memiliki banyak teman. Terlalu banyak teman membuatku lebih cepat lelah dan itu