Akhirnya setelah beberapa waktu kupikirkan untuk mengumpankan diri−tentu saja dengan strategi−ku pikir inilah saatnya. Saat akhirnya aku menggunakan otakku semaksimal mungkin. Behasil atau tidaknya, kita lihat saja nanti.
"Bu, biar saya yang akan jadi umpan. Setelah monster itu menjauh ibu bisa lari sekencang mungkin ke sebelah sana." Aku menunjuk ke arah pintu di depan monster tersebut.
Bu Widya yang mendengar hal tersebut pun sontak menggelengkan kepala sambil menahan isak tangis. “Tapi, Nak... Bagaimana denganmu?" lirih Bu Widya khawatir.
"Tidak usah dipikirkan, di situasi seperti ini tidak ada solusi yang sempurna. Tapi gapapa, ibu harus bisa lolos supaya bisa melaporkan ke pihak berwajib, ya." bisikku sembari tersenyum percaya diri.
Bu Widya menunduk sedih mendengar perkataanku di depannya itu barusan. Tak lama Bu Widya berpikir−entah apa yang dipikirkannya−dan dia akhirnya mengangguk setuju dengan wajah penuh tekad.
"Baiklah, Nak. Kamu harus berhati-hati dan pastikan kamu bisa kembali dengan selamat." tegas Bu Widya sembari memegangi pundakku dengan mata berlinang.
Aku mengangguk sembari berdiri lalu diam sejenak untuk mengumpulkan keberanian yang ada. ‘Ugh, asal kalian tau sangat susah untuk mengumpulkan keberanian di saat krusial seperti ini. Belum tentu semuanya bisa dan mau. Malah kebanyakan orang memilih untuk bersikap egois, tapi aku enggak. Ugh, pasti karena teringat akan ibuku. Hadeh. Kalau saja bukan, sudah pasti aku tidak akan bertindak nekat seperti ini. Yah, kurasa inilah satu-satunya prestasi yang bisa kubanggakan pada ibuku. Lomba lari dengan monster.’
SRAKK SRAKK
Saat aku melihat monster tersebut mulai mendekat aku mulai berteriak sekencang kencangnya.
"HOIIIIIII..... GUA DISINI MONSTER JELEEK!!!"
Reflek monster yang mendengar suara teriakan keras pun lansung memutar kepalanya hingga 180 derajat ke arahku dan mulai berlari mengejar. Aku yang melihat hal tersebut pun langsung berlari ke arah belakang sementara Bu Widya menahan napasnya saat monster tersebut melewati dirinya.
"NGUNGGG"
Sial! Suara teriakan monster tersebut memancing keributan di area sekitarnya. Mendengar hal tersebut pun aku segera berlari kencang ke arah tangga menuju lantai dua dan dengan segera aku melihat banyak kursi yang berserakan. Dengan gerakan cepat aku mengambil cukup banyak kursi di lantai sana dan melemparinya kebawah supaya monster tersebut tidak bisa masuk, pikirku begitu tadinya. Namun siapa sangka. Ternyata monster tersebut tidak hanya cepat, kekuatan nya juga tidak normal, dan dengan mudah monster tersebut menghempaskan semua kursi yang ada di depannya dan menerobos masuk ke lantai dua.
"Sial, diluar dugaan! Ugh, aku harus segera lari dari sini," seruku teramat sangat panik sembari berlari kencang ke arah lift yang ada di depannya. Namun, saat hendak sampai menuju ke arah lift, tiba-tiba saja aku dikejutkan dengan kemunculan monster yang entah darimana muncul di depanku. "Shiit! Di sini juga ada monster?" Aku langsung memutar arah ke sebelah kanan untuk menghindari dua monster tersebut. Aku melihat ke belakang, monster itu berukuran kecil dan mempunyai sayap, matanya ada 5 dan anehnya lagi seperti ada bulu aneh di sekitar kedua sayapnya itu.
"KYRAKKKKK"
Teriakan monster itu langsung menusuk ke pendengaran. Aku yang mendengar suara teriakan monster tersebut reflek menutup kedua telinganya, bahkan saking kuatnya jeritan monster itu sampai aku masih merasa seperti tertusuk-tusuk jarum di telingaku padahal sudah ku tutup telingaku dengan kedua tanganku.
"Arghhhh.... Suaranya kencang sekali," geramku kesakitan sembari kembali fokus ke depan dan terus berlari tanpa arah demi menghindari kejaran para monster tersebut.
Saat sedang berlari, Aku tiba tiba kepikiran untuk bersembunyi ke dalam salah satu kamar untuk mencari senjata supaya bisa melawan monster tersebut. Akan tetapi, saat hendak ke kamar untuk bersembunyi, monster tersebut berhasil menyusulku.
"BRUAAAK"
"Ugh... Siaal!" Aku terjatuh ke depan tepat beberapa meter lagi untuk masuk ke arah lift.
Sementara monster tersebut terus menyerangku dengan sangat ganas. Aku pun berusaha mati-matian untuk menghalau monster itu dari hadapanku, namun semua usahaku itu berbuah sia-sia. Tidak hanya mendapatkan luka di kedua tangan, aku bahkan hampir buta jika tidak tepat menghindar dari cakaran monster tersebut. ‘Ugh, menyakitkan sekali.’
"Uhkk... Kalau begini terus aku bisa mati." Aku bertahan dari serangan monster tersebut sembari berusaha melarikan diri. Tapi sayangnya, monster tersebut terlalu cepat dibandingkan aku yang sudah kelelahan saat ini.
"KRYEAAAKK"
Aku reflek menutup kedua telingaku dan seketika itu juga monster tersebut memukulku telak tepat di bagian dadaku.
Bruuk
Aku yang terjatuh pun hanya bisa pasrah jika akhirnya diriku akan dijadikan santapan oleh monster-monster mengerikan itu. ‘Ugh, maafkan anakmu, Bu. Kurasa inilah akhir dari perjalananku.’ Namun saat hendak menyerah dengan keadaan−
"ITU....!!"
Yups, Aku tanpa sengaja melihat alat penyemprot serangga di sebelahnya. "Makan ini monster jelek!" Aku menyemprotkan semprotan serangga itu ke arah monster tersebut, monster yang terkena semprotan tersebut langsung menjauh dari nya. Aku yang melihat bahwa semprotan tersebut menggangu penglihatannya langsung segera kabur menuju ke arah lift. Namun ibarat keluar dari kandang harimau masuk ke kandang buaya, dengan kandas aku bertemu lagi dengan monster tadi yang berada di bawah lantai tersebut.
"Sial! Bisakah kalian memberiku sedikit waktu istirahat walaupun itu sedikit?" Aku dengan bergegas pergi ke arah lift dengan panik, lelah dan bingung menjadi campur aduk.
‘Ayo pikirkan Alden... Kamu punya semprotan di tanganmu, manfaatkan itu untuk melawan monster yang mengejarmu! Tunggu? Bukannya aku punya korek di sakuku?’ ujarku dalam hati. ‘Ugh, kenapa gak kepikiran dasar kau ini. Baiklah aku harus membuat tipu muslihat.’
Saat hendak menuju ke arah lift tiba tiba saja aku berbelok ke arah kanan berencana untuk mengagetkan monster tersebut, saat monster tersebut berbelok, dengan gesit aku langsung menyemprotkan semprotan serangga itu di tambah korek api yang sudah kusiapkan selama berlari tadi.
"KRIEEAAAKK"
Jeritan monster itu menusuk gendang telinga. Aku yang melihat hal tersebut pun langsung berlari melewati monster tersebut sembari menutup kedua telingaku dengan kedua tanganku uh menyakitkan sekali, kurasa sehabis ini aku harus pergi ke THT mengingat kesehatan telingaku yang memprihatinkan. kemudian aku pun langsung menuju ke arah lift. Namun sialnya monster tersebut masih mengejar ku dengan kecepatan yang agak lambat.
Aku yang melihat hal tersebut memanfaatkan situasi untuk berlari lebih cepat. "Sial! Ayolah berhenti mengejarku." Aku terus berlari sembari memegangi tanganku yang terluka akibat serangan monster tipe suara tadi.
Sesudah aku melangkahkan kaki masuk ke dalan lift, dengan panik aku langsung menekan nekan tombol naik ke lantai tiga tersebut dengan keras sementara monster tersebut kian detik terus mendekat.
"Sial! Sial! Sial! Ayo cepat berfungsilah!" teriakku dengan pasrah, untungnya pintu lift tersebut bekerja. Tapi tetap saja itu terasa lambat dibandingkan kecepatan monster yang sedang berlari ke arahku. Argh! kenapa lambat sekali yang benar saja? Dan tanpa sengaja aku yang melihat hal tersebut pun tak kehilangan akal, dengan sigap aku mengambil troli pakaian di sampingku yang sepertinya baru ku sadari barusan dan mendorong ke arah monster tersebut, berharap monster tersebut akan terpelanting kebelakang untuk mengulur waktu dalam perburuannya. Ya itulah yang dipikirkanku. Memang konyol disaat seperti ini aku malah berharap yang tidak mungkin karena nyatanya monster tersebut tidaklah terpelanting tetapi langsung melompat dan berlari semakin cepat.
"Shiiit, tamat sudah riwayatku..." ucapku panik.
Namun saat monster tersebut menjulurkan tangannya untuk menyerangku, Dewi Fortuna masih ada dipihakku. Tentu saja serangan monster tersebut tidak berhasil dikarenakan serangannya bertepatan dengan tertutupnya pintu lift sehingga mengakibatkan tangan monster tersebut tersangkut di sela-sela pintu lift.
"KREAAAAAKKK"
Terdengar suara kesakitan dari monster tersebut taktala lift tersebut menuju ke lantai tiga. "Sial tadi itu nyaris saja." ucapku dengan perasaan tegang dan penuh adrenalin, sementara itu tangan monster yang barusan mengejar ku langsung jatuh dibawah kakiku.
Melihat hal tersebut pun aku langsung membuang isi perut beserta semua perasaan tegang, jijik dan kaget di pojokan lift tersebut. ‘Uhh menjijikan sekalii, seumur umur aku baru liat tangan yang seperti itu. Ughhh, aku tidak tahan lagi.’
"Hoek" Apa yang harus kulakukan selanjutnya? Sudah pasti para monster tersebut akan menuju kemari karena teriakan monster tadi. pikirku sembari memegangi perutku yang masih keram akibat sisa muntahan tadi.
Tak lama setelah itu pintu lift terbuka, aku langsung melangkahkan kakiku keluar dengan hati-hati supaya tidak memancing para monster tersebut kemari. Saat hendak berbelok ke arah kanan, jeng jeeeng!! tanpa sengaja aku melihat ada box berisi kapak di depanku.
"Gotchaa, ada kapak disini, lumayan lah buat membelah para monster mengerikan itu." ucapku dengan penuh kegirangan bagaikan habis menang jackpot dengan modal 10 ribu.
Tidak mau menyia-nyiakan kesempatan yang ada, aku langsung mengambil kapak tersebut dan langsung menelusuri seluruh ruangan di lantai tiga sembari mencari barang yang berguna.
POV: Bu WidyaDeg… Deg… Deg… Itulah yang kurasakan ketika monster mengerikan itu melewati diriku. Sensasi tegang menyelimuti atmosfer ruangan di tempatku bersembunyi, begitu mencekam seolah-olah ruangan tersebut akan memangsamu kapan saja. Sementara monster itu terus berjalan kesana-kemari, aku menutup mulut dan hidungku yang entah sampai kapan sembari menunggu monster tersebut pergi. "Ugh, kenapa monster sialan itu belum juga pergi, sih?" rutukku dalam hati.Andai saja jika kejadian ini tidak ada sudah pasti aku sedang bersantai-santai di rumah sembari menunggu anakku tercinta pulang dari sekolahnya. Huft, mau gimana lagi hidup memang tidak bisa ditebak, kan? Baru saja kemarin aku memikirkan bagaimana caranya untuk membayar tagihan air yang belum ku bayar selama satu bulan ini, ehh sekarang malah jadi seperti ini. Dikejar monster mengerikan yang tidak jelas darimana asalnya itu dan harus bersembunyi supaya tidak diterkam olehnya. Memikirkannya saja sudah buat aku bergidik ngeri. Ju
Hell York City, 25 September 2053. Musim gugur telah tiba di awal September, cuaca hari ini segar dan seperti biasa. Selalu dingin. Aku memandang keluar jendela, cuaca hari ini lebih mendung dari biasanya. Aku merasakan ada yang yang tidak beres hari ini. "Hmm... apa karena aku terlalu sensitif hari ini? Ah lupakan saja." Gumamku sembari merapihkan meja kasir. Namaku Alden. Seorang mahasiswa di Universitas kota Hell York. Umurku baru 18 tahun. Aku merupakan anak tunggal. Untuk anak seumuranku, tidak ada yang spesial tentang diriku. Rambutku berwarna hitam, pendek, dan sedikit bergelombang. Karena sedang liburan semester kuliah, tak terhitung berapa kali sudah aku bolak balik dari rumah ke toko untuk mengisi kebosanan yang tak kunjung usai dan yup, bekerja paruh waktu. Pasti kalian bertanya-tanya kenapa aku tidak main dengan temanku seperti anak remaja pada umumnya? Ya, jawabannya karena aku memang tidak memiliki banyak teman. Terlalu banyak teman membuatku lebih cepat lelah dan itu
Suasana di luar sangat kacau, banyak bangunan yang runtuh terutama gedung gedung yang menjulang tinggi. Tidak ada satupun yang tersisa, yang masih tersisa pun cuman ada beberapa yang berdiri dan itupun tidaklah utuh. Aku yang melihat pemandangan tak biasa pun terkesima dengan heran sambil memperhatikan sekelilingku. 'What the hell-, apa yang sebenarnya terjadi disini? Gilaa apa apaan pemandangan ini? Dan kemana perginya semua orang? Uh lebih baik aku telusuri lebih lama lagi,' pikirku sambil memperhatikan jalanan di sekitarku dengan perasaan terkejut, dan takut. Jalanan tampak sepi dan agak tenang, Aku melihat banyak puing bangunan bertebaran dimana-mana, jalanan yang retak, dan mobil yang rusak. Disaat kami sudah menelusuri jalanan cukup lama Aku melihat ada sekumpulan mobil yang cukup bagus (baca : tidak rusak parah). " Ayok bu kita kesana sepertinya ada mobil yang tidak terpakai." Aku menunjuk ke arah sebrang jalan. "T-Tapi nak... itukan bukan mobil kamu," jawab Bu Widya dengan
Sesudah keluar dari gang yang panjang dan berlika-liku, akhirnya aku dan Bu Widya selamat dari kejaran monster tersebut, yeah untung saja tadi aku menemukan sebuah gang sempit, kalau waktu itu aku tidak melihatnya sudah pasti bakal tamat riwayat kami dengan ending dijadikan santapan monster besar itu. Kami berhenti sejenak untuk menstabilkan nafasku. Aku yang sudah mulai hampir kehabisan tenaga karena menggendong Bu Widya pun celinguk ke kanan dan ke kiri dengan waspada untuk melihat situasi. "Ughh... semoga saja monster tersebut tidak mengejar kita," ucapku sembari memegangi dadaku yang ngos-ngos an. "Umm, Nak. Lebih baik kita bergegas dari sini ke tempat perlindungan. Firasatku tidak enak, takutnya monster tersebut berhasil menemukan kita," usul Bu Widya dengan raut wajah khawatir.Aku yang mendengar hal tersebut pun setuju dengan usulan Bu Widya. "Baiklah, lebih baik kita cari bangunan untuk berlindung terlebih dahulu."Tidak lama setelah kami berjalan, muncul sepucuk atap bangun
POV: Bu WidyaDeg… Deg… Deg… Itulah yang kurasakan ketika monster mengerikan itu melewati diriku. Sensasi tegang menyelimuti atmosfer ruangan di tempatku bersembunyi, begitu mencekam seolah-olah ruangan tersebut akan memangsamu kapan saja. Sementara monster itu terus berjalan kesana-kemari, aku menutup mulut dan hidungku yang entah sampai kapan sembari menunggu monster tersebut pergi. "Ugh, kenapa monster sialan itu belum juga pergi, sih?" rutukku dalam hati.Andai saja jika kejadian ini tidak ada sudah pasti aku sedang bersantai-santai di rumah sembari menunggu anakku tercinta pulang dari sekolahnya. Huft, mau gimana lagi hidup memang tidak bisa ditebak, kan? Baru saja kemarin aku memikirkan bagaimana caranya untuk membayar tagihan air yang belum ku bayar selama satu bulan ini, ehh sekarang malah jadi seperti ini. Dikejar monster mengerikan yang tidak jelas darimana asalnya itu dan harus bersembunyi supaya tidak diterkam olehnya. Memikirkannya saja sudah buat aku bergidik ngeri. Ju
Akhirnya setelah beberapa waktu kupikirkan untuk mengumpankan diri−tentu saja dengan strategi−ku pikir inilah saatnya. Saat akhirnya aku menggunakan otakku semaksimal mungkin. Behasil atau tidaknya, kita lihat saja nanti."Bu, biar saya yang akan jadi umpan. Setelah monster itu menjauh ibu bisa lari sekencang mungkin ke sebelah sana." Aku menunjuk ke arah pintu di depan monster tersebut.Bu Widya yang mendengar hal tersebut pun sontak menggelengkan kepala sambil menahan isak tangis. “Tapi, Nak... Bagaimana denganmu?" lirih Bu Widya khawatir."Tidak usah dipikirkan, di situasi seperti ini tidak ada solusi yang sempurna. Tapi gapapa, ibu harus bisa lolos supaya bisa melaporkan ke pihak berwajib, ya." bisikku sembari tersenyum percaya diri. Bu Widya menunduk sedih mendengar perkataanku di depannya itu barusan. Tak lama Bu Widya berpikir−entah apa yang dipikirkannya−dan dia akhirnya mengangguk setuju dengan wajah penuh tekad. "Baiklah, Nak. Kamu harus berhati-hati dan pastikan kamu bisa
Sesudah keluar dari gang yang panjang dan berlika-liku, akhirnya aku dan Bu Widya selamat dari kejaran monster tersebut, yeah untung saja tadi aku menemukan sebuah gang sempit, kalau waktu itu aku tidak melihatnya sudah pasti bakal tamat riwayat kami dengan ending dijadikan santapan monster besar itu. Kami berhenti sejenak untuk menstabilkan nafasku. Aku yang sudah mulai hampir kehabisan tenaga karena menggendong Bu Widya pun celinguk ke kanan dan ke kiri dengan waspada untuk melihat situasi. "Ughh... semoga saja monster tersebut tidak mengejar kita," ucapku sembari memegangi dadaku yang ngos-ngos an. "Umm, Nak. Lebih baik kita bergegas dari sini ke tempat perlindungan. Firasatku tidak enak, takutnya monster tersebut berhasil menemukan kita," usul Bu Widya dengan raut wajah khawatir.Aku yang mendengar hal tersebut pun setuju dengan usulan Bu Widya. "Baiklah, lebih baik kita cari bangunan untuk berlindung terlebih dahulu."Tidak lama setelah kami berjalan, muncul sepucuk atap bangun
Suasana di luar sangat kacau, banyak bangunan yang runtuh terutama gedung gedung yang menjulang tinggi. Tidak ada satupun yang tersisa, yang masih tersisa pun cuman ada beberapa yang berdiri dan itupun tidaklah utuh. Aku yang melihat pemandangan tak biasa pun terkesima dengan heran sambil memperhatikan sekelilingku. 'What the hell-, apa yang sebenarnya terjadi disini? Gilaa apa apaan pemandangan ini? Dan kemana perginya semua orang? Uh lebih baik aku telusuri lebih lama lagi,' pikirku sambil memperhatikan jalanan di sekitarku dengan perasaan terkejut, dan takut. Jalanan tampak sepi dan agak tenang, Aku melihat banyak puing bangunan bertebaran dimana-mana, jalanan yang retak, dan mobil yang rusak. Disaat kami sudah menelusuri jalanan cukup lama Aku melihat ada sekumpulan mobil yang cukup bagus (baca : tidak rusak parah). " Ayok bu kita kesana sepertinya ada mobil yang tidak terpakai." Aku menunjuk ke arah sebrang jalan. "T-Tapi nak... itukan bukan mobil kamu," jawab Bu Widya dengan
Hell York City, 25 September 2053. Musim gugur telah tiba di awal September, cuaca hari ini segar dan seperti biasa. Selalu dingin. Aku memandang keluar jendela, cuaca hari ini lebih mendung dari biasanya. Aku merasakan ada yang yang tidak beres hari ini. "Hmm... apa karena aku terlalu sensitif hari ini? Ah lupakan saja." Gumamku sembari merapihkan meja kasir. Namaku Alden. Seorang mahasiswa di Universitas kota Hell York. Umurku baru 18 tahun. Aku merupakan anak tunggal. Untuk anak seumuranku, tidak ada yang spesial tentang diriku. Rambutku berwarna hitam, pendek, dan sedikit bergelombang. Karena sedang liburan semester kuliah, tak terhitung berapa kali sudah aku bolak balik dari rumah ke toko untuk mengisi kebosanan yang tak kunjung usai dan yup, bekerja paruh waktu. Pasti kalian bertanya-tanya kenapa aku tidak main dengan temanku seperti anak remaja pada umumnya? Ya, jawabannya karena aku memang tidak memiliki banyak teman. Terlalu banyak teman membuatku lebih cepat lelah dan itu