“Papa ... Papa masih marah ya?” ujar Dinaya sambil memberanikan diri menatap Dirga. Dirga yang baru saja menginjak pedal gas mendadak mengubah posisi kakinya menjadi menginjak pedal rem.“Kamu maunya gimana?” tanya Dirga. Dirga sebenarnya sudah tidak marah lagi, tapi kali ini dia ingin menggoda Dinaya dan berpura pura masih kesal.“Ya aku maunya Papa nggak marah lagi. Aku minta maaf banget Pa. Aku memang salah, masih kecil tapi sudah berani ikut campur urusan hubungan orang tua. Maafin aku ya Pa ... Papa jangan marah lagi ya Pa,” Dinaya memohon dengan raut wajah sedih.“Papa bukan marah karena kamu meminta Miss Rei menikah dengan Papa, bukan itu. Papa marah karena kamu mengabaikan ucapan Papa. Kan Papa udah bilang waktu di kampung, kalau siapapun termasuk kamu jangan ada lagi yang menjodohkan, meminta menikah, mencarikan istri, atau hal hal semacam itu lagi. Tapi kamu mengabaikan dan masih saya berusaha menjodohkan Papa. Kamu nggak menghargai Papa, Nay.” Dirga berusaha memberitahu put
“Miss, aku pinjem toiletnya sebentar ya?” Dinaya meminta izin pada Reisha sambil meringis.“Oke, Nay. Silahkan.” Reisha menjawab sambil membereskan buku buku yang berserakan di meja.“Pa, papa tungguin bentar ya, ngobrol aja dulu sama Miss Rei. Aku kayaknya lama, mules nih,” ujar Dinaya sambil memegangi perutnya.“Ya udah sana buruan. Flush berkali kali ya, biar nggak bau!” Dirga meledek putrinya sambil tertawa.“Iiih! Papaaa!” Dinaya cemberut tapi buru buru ke toilet.Dirga dan Reisha tinggal berdua di ruang tengah saat Dinaya sudah melesat ke kamar kecil. Mereka berdua tak sengaja bertemu pandang, lalu keduanya sama sama canggung.“Pindah ke rumah ini udah lama, Miss? Kayaknya semuanya masih baru. Atau baru renovasi?” tanya Dirga berbasa basi sambil melihat sekeliling.“Udah lumayan lama, dok. Belum pernah renovasi sih, tapi almarhum abang saya dulu rajin banget bersihin dan rapihin rumah. Kadang perabotan yang lama diganti setiap beberapa waktu, katanya biar rumah selalu keliatan b
“Oooh, jadi ini sebabnya kamu mutusin aku dan membatalkan pertunangan kita Rei? Karena orang ini? Kamu selingkuh sama dia?” Rehan menuding Reisha dengan suara bergetar marah.“Maling teriak maling! Yang selingkuh itu kamu! Bertahun tahun kamu selingkuhin aku bukan cuma dengan satu perempuan, tapi banyak!” Reisha balas membentak. Dia marah sekali sampai tak sadar ada Dinaya yang masih dibawah umur terpaksa menyaksikan pertengkaran ini.“Kamu yang selingkuh! Ngapain kamu malam malam begini berduaan dengan laki laki? Giliran sama aku aja sok alim, buka jilbab aja nggak mau. Tapi sama bajingann ini kamu ngapain? Tidur sama dia kamu? Jangan jangan kamu mutusin aku karena udah hamil? Pelacur murahan kamu! Buka aja jilbab kamu! Ngapain atas ditutup bawahnya diobral sama laki laki lain?”BUGH!Rehan jatuh tunggang langgang di lantai saat Dirga menghantam rahangnya. Rehan meraung marah dan langsung berdiri meski kepalanya pusing.“Sekali lagi kamu hina Reisha dengan mulut kotormu itu, kupatahk
“Maksud saya, Miss Rei lebih baik jangan di rumah ini. Kalau memang belum ada tempat tujuan lain, Miss Rei sementara menginap saja di rumah kami, ada kamar tamu, atau bisa juga sekamar dengan Dinaya.” Dirga buru buru meralat sebelum Reisha salah paham.“Iya Miss, kayaknya terlalu berbahaya kalau Miss Rei sendirian. Kalau misalnya ke hotel atau apa juga takutnya diikutin sama Om itu. Bahaya banget. Di rumah kita aja Miss, nanti Papa bisa titip pesan ama security biar dia jangan masuk ke kompleks juga.” Dinaya menambahkan.“Mmm ... Apa nggak apa apa?” tanya Reisha bingung.“Kalau misalnya Miss Rei nggak nyaman, nanti biar saya di kamar aja di lantai bawah. Saya nggak keluar kamar nggak apa apa kok sampai besok pagi Bi Surti datang ke rumah. Miss Rei nanti kan di kamar tamu atau di kamar Dinaya. Dua duanya di lantai atas kok. Kamar saya di lantai bawah, saya nggak akan naik naik ke atas,” Dirga menambahkan.&ld
“DIRGAAA!”Rio yang baru saja keluar dari lab terkejut melihat kerumunan orang orang di area parkir rumah sakit. Dinaya baru saja meneleponnya dan mengabarkan kalau Dirga dalam bahaya. Seseorang bernama Rehan sudah menunggu Dirga di area parkir dan akan menyerangnya. Dinaya juga meminta Rio menelepon polisi.Rio bekerja di rumah sakit yang sama dengan Dirga. Yang ada di benak Dinaya saat mendengar Papanya dalam bahaya hanyalah Rio. Itu sebabnya Dinaya langsung menghubungi sahabat Papanya itu sambil menangis panik. Rio yang mendengar kabar dari Dinaya seketika langsung berlari menuju area parkir. Rio benar benar mengkhawatirkan satu hal, dan Rio berharap itu tidak terjadi.Tapi ternyata apa yang Rio khawatirkan sudah terbukti saat ini. Area parkir mulai dipenuhi orang dan para wanita sibuk berteriak panik.Tidak! Dirga, jangan sampai terulang lagi! Jangan! Batin Rio sambil terus berlari secepat yang dia bisa. Tapi terlambat! Apa yang R
“Loh? Dokter Dirga? Ada masalah apa ini Dok? Kenapa Dokter bisa di sini?” seorang perwira polisi terkejut melihat Dirga berada di kantornya, dalam kondisi berantakan, noda darah di bajunya yang sudah mengering, buku buku jarinya memar, dan tengah diinterogasi oleh salah seorang petugas.“Iya Pak Rezza, saya ada masalah di rumah sakit.” Dirga menjawab lemah.Pak Rezza, perwira polisi yang sering bekerja sama dengan Dirga saat mengungkap kasus pembunuhan itu terlihat heran dan melihat berkas perkara pemeriksaan yang sedang dikerjakan staffnya.“Penganiayaan berat?” tanya Pak Rezza. Dirga hanya bisa mengangguk lemah. Sementara Pak Rezza jelas heran dengan kejadian ini. Selama ini Dirga dikenal sebagai pribadi yang santun dan lemah lembut. Dia tak pernah bermasalah. Berdebat saja Dirga lebih memilih mengalah atau menghindar, jadi tak masuk akal kalau Dirga sampai bertengkar hebat apalagi sampai memukuli orang seperti ini. Itu yang membuat Pak Rezza tak habis pikir. Ia lalu membaca ulang
“Om, Tante, aku mau ke kantor polisi! Aku mau ketemu Papa!”“Naya ... Naya dengerin Tante. Kamu lebih aman di sini dulu. Jangan kemana mana. Kamu sama Miss Rei jangan keluar dari rumah ini dulu sampai keadaan lebih kondusif.” Priska, istri Rio mencoba membujuk Dinaya yang sejak pagi mengamuk ingin bertemu Dirga.“Naya, dengerin Om, tadi Om Farez dan Om Dillo meminta kamu jangan datang dulu. Di kantor polisi banyak kerabat dan keluarga korban. Mereka masih mengamuk, terlalu berbahaya kalau kamu muncul di depan mereka. Bagaimana perasaan Papamu kalau kamu sampai ikut diserang mereka?” bujuk Rio.“Rumah papamu saja tadi subuh dilempari batu oleh orang tak dikenal Nay. Mereka lolos dari pantauan security dan merusak rumah papamu. Bukan tidak mungkin kamu juga akan diserang. Terlalu berbahaya.”Akhirnya Dinaya diam mendengar penjelasan Rio dan Priska. Ia lalu kembali mengurung diri di kamar dan menolak makan. Priska dengan sabar membujuknya tapi Dinaya tetap bersikukuh tak menyentuh apapun
( Tujuh tahun yang lalu ... )“Du-Dua milyar?”“Iya Ga ... Maafin aku Ga. Aku banyak bohong sama kamu. Aku salah Ga, aku khilaf, maafin aku Ga.”Dirga tak menjawab. Ia terdiam mematung sementara orang yang paling dia percaya setelah ayah dan ibunya ini memeluk kedua kakinya, lalu bersimpuh memohon maaf.“Itu uang siapa Mas? Sekarang dimana semua uang itu?” geram Dirga sambil berusaha menarik kakinya.“Uang itu sudah habis semua Ga. Uang itu uang beberapa rekan kerjaku, uang klien, uang tetangga juga ada. Bahkan uang ... U-uang ibumu juga terpakai Ga.”“Astaghfirullah ... Ya Allah Mas Wildan! Dua milyar itu bukan sedikit Mas! Dikemanakan semua uang itu sampai habis?” raung Dirga."Aku banyak hutang dengan rentenir Ga. Hutang dengan bunga tinggi dan jangka waktu singkat. Aku dikejar kejar rentenir itu, dihadang debt collector, dan hampir diciduk polisi! Tolong aku, Ga!" tangis Wildan pecah. Ia menangkupkan kedua tangannya di wajah. Bahunya sampai berguncang karena terisak."Ya Allah, M