Share

PAPAKU MASIH BUJANGAN
PAPAKU MASIH BUJANGAN
Penulis: Zifi Kani

1. PRANK ATAU PENIPUAN

“Aku anak kandung Om. Jadi mulai sekarang, boleh Om kupanggil Papa? Atau Papi? Bapak? Daddy? Ayah?”

“Hah? Sebentar ... Sebentar ... A-anakku?”

“Iya. Nama Om Dirga kan? Dokter Dirgantara Pradikta. Tanggal lahir 28 April 1989. Golongan darah A, nama ayah Adnan Pradikta, nama Ibu Hastari Farhana. Om alumni SMA 17, dulu kelas 3 IPA 1, lulus tahun 2006. Aku tau, Om. Aku beneran anak biologis Om. Boleh Om kupanggil Papa?"

“Eits, eits, ntar dulu. Aku ini lajang, belum pernah menikah, dan dua hari yang lalu aku baru merayakan hari jadi ke 35 tahun. Apa masuk akal kalau aku sudah punya anak sebesar kamu?” tanya Dirga setengah kesal dan langsung bersikap waspada. Apa ini modus penipuan baru? 

“Ya ampun! Jadi Om masih nggak percaya kalau aku anak biologis Om?” Gadis rmaja itu menepuk keningnya sendiri sambil berdecak kesal.

“Ya udah gini aja deh, Bunda bilang Om punya tanda lahir di paha bagian dalam, letak persisnya itu kira-kira sepuluh sentimeter dari …”

“Stop stop stop!” Dirga menyilangkan lengan di depan dada, lalu menoleh ke kiri dan ke kanan dengan panik. Ini masih di rumah sakit, dan ini wilayah kerjanya. Dirga tidak mau semua koleganya tau ada tanda lahir di dekat area pribadinya yang selama ini tertutup rapat. Maklum, Dirga termasuk lelaki cukup religius yang menjaga auratnya. Di kolam renang atau pantai sekalipun, Dirga mengenakan celana renang berlapis legging yang biasa digunakan penjaga gawang untuk menutupi auratnya. Tapi gadis kecil ini malah tau letak tanda lahirnya?

“Punggung Om masih ada bekas luka kan? Kata Bunda luka itu gara-gara Om kegores pagar kawat tetangga waktu Om jatuh dari sepeda pas SMP.” Dinaya bertanya santai, tapi Dirga malah berjengit mendengarnya.

Dirga mundur selangkah, antara takjub dan takut dengan semua perkataan gadis ini. Yang jelas semua tepat, akurat, berupa fakta dan realita. Dia bahkan tau fakta yang selama ini tidak pernah Dirga bahas dengan siapapun. Oke, beberapa teman memang tau Dirga punya bekas luka di punggung. Tapi seingat Dirga, dirinya tak pernah menceritakan kronologis tentang kapan, dimana, dan bagaimana dia mendapatkan bekas luka itu. 

Siapa anak ini? Kenapa dia tau detail ini? Kalau dia penipu dan ingin memerasku, mungkin data yang dia gunakan hanya hal hal yang umum seperti sekolah, universitas, golongan darah, nama orang tua, tanggal lahir, seperti yang tadi dia sebutkan di awal. Tapi dia tau tanda lahir dan bekas luka di punggungku. Mana ada orang lain yang tau kecuali Ibu, Ayah, dan sahabat laki lakiku? Dirga membatin dengan rasa penasaran dan takut yang rasionya kurang lebih sama besar.

Jangan jangan …

“Sebentar. Kamu tunggu di situ dulu ya. Duduk diam dan jangan ngapa ngapain. Aku mau ke dalam dulu, nanti aku balik lagi ke sini. Jangan kemana-mana dan jangan ngomong apapun sama siapapun! Paham?” tukas Dirga setengah panik. Dinaya hanya mengangguk acuh tak acuh, lalu memilih salah satu kursi untuk ia duduki.

Setelah melihat gadis itu duduk diam sambil memainkan ponselnya, Dirga langsung masuk ke ruangan dan menekan salah satu nama yang tertera di contact whatsappnya. Farez.

Halo, Ga?” suara Farez terdengar di detik pertama setelah sambungan telepon terhubung.

“Rez? Prank macam apalagi ini?” tuduh Dirga.

Hah? Apaan?” Farez balik bertanya dengan kening berkerut. Ia sampai menjauhkan ponsel dari telinga dan menatap layarnya dengan bingung. Farez melihat benar nama Dirga yang terpampang di layar ponselnya. Bukan salah sambung. Tapi kenapa omongannya yang nggak nyambung?

“Udah ngaku aja. Ini prank ulang tahun yang telat kan? Kamu, Rio, dan Dillo masih dendam karena gagal ngeprank aku dua hari yang lalu kan?” Lagi lagi Dirga menuduh, membuat Farez semakin bingung.

Heh, birthday boy! Nggak ada prank prank atau apaan itu ya! Inget umur! Kita semua lima tahun lagi udah kepala empat. Kami semua juga udah bapak bapak, bukan waktunya lagi main prank prank nggak jelas begitu!” bantah Farez membuat Dirga tertegun.

“Serius Rez?”

Serius. Pas kamu ulang tahun kemarin memang kami bertiga mau ngasih kejutan kue atau pesta apalah itu jam 12 malam. Tapi pada males. Ngantuk. Lagian kamu juga masih di rumah sakit jam segitu. Makanya batal. Udah tua ngapain sibuk amat urusan ulang tahun? Udah berapa tahun ini kita ulang tahun cuma makan makan doang kan? Kenapa tiba-tiba malah prank segala?” jelas Farez panjang lebar. Dirga jelas percaya. Farez orang yang lugas dan apa adanya. Jadi dia pasti jujur hari ini. 

Emang kenapa sih? Ada yang kirim kejutan ke rumah kamu? Atau ke rumah sakit? Prank apaan? Dari siapa?” tanya Farez. Jiwa jiwa kepo nya mulai muncul ke permukaan dan Dirga segera waspada.

“Nggak. Nggak ada apa apa. Oke, udah ya, sorry ganggu. Kututup ya … Assalamualaikum." Dirga memutuskan panggilan telepon secara sepihak tanpa menunggu Farez menjawab salamnya.

Setelah itu Dirga mengintip dari celah pintu untuk memastikan gadis remaja bernama Dinaya itu masih tetap duduk ditempatnya dan tidak membuat ulah. Untunglah, anak itu tak bergerak dari kursi dan masih terlihat sibuk dengan ponselnya.

Otak Dirga berpikir keras. Penipuan bukan, prank juga bukan. Jadi siapa anak itu? Apa benar dia anak kandung Dirga? Tapi Dirga belum pernah menikah, apalagi melakukan proses reproduksi dengan calon istrinya sekarang ataupun mantan pacarnya yang dulu. Kenapa tiba tiba remaja sebesar itu mengaku anak kandungnya?

Dirga terus menatap Dinaya dari celah pintu ruang kerjanya. Saat itu Dinaya mengangkat wajahnya dari layar ponsel dan menoleh ke samping. Seketika Dirga tertegun. Figur wajah gadis itu terlihat sangat familiar di benak Dirga.

Seketika Dirga mematung. Satu nama langsung terlintas di benaknya. Nama yang pernah melekat dalam ingatannya tujuh belas tahun yang lalu. 

Oh tidak! Sepertinya anak itu memang anakku!

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ayyma
kayaknya seru nih
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status