“Aku nggak sejahat itu Cindy. Aku bukan laki laki nggak punya moral yang sembarangan tidur dengan wanita seperti yang kamu tuduhkan! Aku khilaf hanya satu kali, dan itupun aku nggak tau Annaya hamil. Kalau aku tau, aku pasti tanggung jawab!”
“Alasan!”
“Cindy, aku sudah jujur tapi kamu yang nggak mau terima. Terus mau kamu apa?”
“Aku mau pernikahan ini batal. Aku kecewa sama kamu.”
“Oke, aku minta maaf. Aku benar-benar minta maaf. Aku nggak bermaksud merahasiakan ini, karena memang aku juga nggak tau Annaya hamil. Apa nggak kamu kesampingkan dulu emosi kamu dan kita pikirkan lagi?”
“Aku kecewa! Asal kamu tau ya, untuk nerima lamaran kamu itu, aku nolak banyak lamaran laki laki lain yang lebih menjanjikan masa depan yang cerah buat aku! Banyak banget laki laki yang mau nikah sama aku, bukan cuma kamu!”
“Tapi kita saling mencintai Cindy.”
“Makan tuh cinta! Buat aku masa depan lebih penting dari cinta! Kamu juga nggak cinta sama aku. Kalau kamu cinta, kamu udah jujur dari awal kalau kamu udah pernah unboxing! Kalau tau kamu udah punya anak gini, mendingan aku sekalian nerima lamaran mereka yang jauh lebih tajir melintir dari kamu! Aku mau sama kamu karena kamu dokter kaya yang masih lajang. Walaupun umur kamu jauh lebih tua dari aku, aku terima karena kamu bujangan. Kalau tau kamu punya anak, ngapain aku terima kamu, mendingan sama duda yang lebih kaya!”
Dirga mengepalkan tinju sampai buku buku jarinya memutih saat mendengar luapan amarah Cindy. Emosinya mulai memuncak. Dirga tak menyangka ternyata Cindy selama ini tak sepenuhnya cinta, bahkan hanya mengincar hartanya.
“Jadi kamu mau kita putus dan pernikahan ini batal?” tanya Dirga. Suaranya mulai terdengar dingin dan tajam.
“Ya iyalah! Mana mau aku sama om om udah punya anak yang ngakunya single! Aku mau putus! Tapi inget ya, aku nggak akan biarkan kamu hidup tenang. Aku bakal viralkan kamu. Biar netizen yang membuka semua aib kamu dan menghancurkan karir dan masa depan kamu!”
“Aku masih mau lanjutkan pernikahan ini, tapi kalau memang kamu mau membatalkan pernikahan ini, aku terima keputusan kamu. Tapi kenapa sih kamu sampai mau viralkan ini? Memangnya aku sengaja nyakitin kamu? Aku juga nggak tau ini semua bakal terjadi!”
“Aku ini publik figur! Influencer! Semua orang udah tau kita mau nikah, aku udah umumkan kemana mana kalau kita mau nikah. Kamu pikir aku nggak rugi? Oke, semua biaya pernikahan kamu yang tanggung, tapi gimana dengan kerugian moril? Immateriil? Aku bisa malu banget dan bisa stress. Aku bisa dibully dan dihujat di media sosial karena batal nikah. Aku malu!”
“Terus mau kamu apa?”
“Aku mau kamu juga merasakan rasa malu yang sama! Aku juga mau kamu dihujat netizen! Aku nggak mau rugi sendirian!” Cindy membentak dengan wajah sinis. Dirga mulai kehilangan kesabaran dengan sikap Cindy yang berbeda 180 derajat dari biasanya.
“Kamu ngerasa rugi? Oke, aku ganti semua kerugian itu! Immateriil yang kamu sebutkan tadi akan aku ganti kerugiannya! Kamu kan suka uang? Ambil uangku dan pergi dari hidupku! Berapa yang kamu mau?” Dirga seketika berubah sikap karena terlalu lelah dan muak dengan Cindy. Gadis yang sebelumnya sangat ia cintai itu sekarang berubah posisi jadi orang yang paling Dirga benci.
Diam diam Dirga bersyukur. Dengan adanya kejadian ini, Dirga jadi tau watak Cindy yang sebenarnya. Cindy tampak semakin kesal mendengar perkataan Dirga yang terkesan merendahkannya seperti perempuan murahan yang gila harta. Mereka pun bertengkar lagi.
Seketika rasa cinta yang tumbuh enam bulan belakangan ini berubah menjadi rasa benci. Dirga sadar, hubungan mereka terlalu singkat dan Dirga terlalu cepat mengambil keputusan untuk menikah dengan Cindy. Usia mereka terpaut sembilan tahun, dan sekarang Dirga baru menyadari dampak dari selisih usia yang cukup jauh itu.
“Cindy aku capek. Aku nggak mau berdebat lagi. Sekarang terserah kamu, mau terus atau putus, mau lanjut atau batal nikah, mau kamu viralkan sampai ke planet lain juga aku udah pasrah. Terserah kamu lah.” Dirga yang sudah terlihat sangat lelah mencoba mengakhiri pertengkaran mereka. Cindy tampak mematung di tempatnya berdiri dengan wajah ditekuk.
“Enak aja kamu limpahkan semua sama aku, dasar laki laki nggak punya tanggung jawab!” maki Cindy membuat kepala Dirga bertambah pusing. Ia sekuat tenaga menahan emosi sampai tangannya gemetar.
“Tadi aku sudah coba tanggung jawab. Kalau memang rencana pernikahan ini membuat kamu merasa dirugikan, ya aku akan ganti kerugian itu. Itu bentuk tanggung jawabku. Berapa yang kamu minta?” tanya Dirga. Kali ini dia mencoba bertanya dengan nada yang lebih lunak. Meski di dalam hati Dirga memaki Cindy sejadi-jadinya.
Perempuan mata duitan! Gila harta! Dia menikah denganku cuma mengincar materi. Kalau dia mencintaiku dengan tulus, aku tak masalah memenuhi semua yang dia mau. Tapi kenyataannya, dia sama sekali tidak cinta. Dia hanya mau harta! Sialan! Maki Dirga. Tentu saja hanya di dalam hati. Bukannya Dirga takut melontarkan makian, tapi lantaran sudah lelah bertengkar yang tidak ada ujungnya. Dirga benar benar sudah muak.
Sekarang yang Dirga inginkan hanya melepaskan diri dari parasit berbentuk wanita cantik seperti Cindy. Meski untuk itu dia harus mengorbankan sebagian tabungannya. Dirga sudah muak sekali.
“Aku bukan cewek matre yang gila duit ya. Tapi karena ini bentuk tanggung jawab kamu, ya okelah aku terima,” jawab Cindy yang seketika mengundang raut wajah sinis Dirga. Dugaan Dirga tepat. Cindy tak peduli dengan pernikahan mereka yang batal, tak ada rasa malu atau tak enak hati, yang penting pundi pundi uangnya terisi penuh.
“Asal kamu tau, nggak gampang untuk mencapai karir sehebat sekarang ini. Aku bertahun tahun membangun image baik, dan gara-gara pernikahan batal ini semua bakal hancur. Jadi harga yang kamu bayarkan harus setimpal dengan perjuanganku selama bertahun tahun,” cetus Cindy sambil mengangkat dagunya tinggi tinggi. Cindy lalu menyebutkan nominal yang dia minta. Dan jumlahnya fantastis. Seharga mobil sport yang ada di garasi ayahnya Cipung dan Rafathar.
Nominal itu terlalu besar dan Dirga merasa tak sebanding dengan perempuan nyaris tak punya value seperti Cindy. Tapi sekarang energi Dirga sudah terkuras habis. Kepalanya sudah terlalu penuh dengan berbagai macam masalah. Bagaimana bicara dengan orang tuanya tentang pernikahan yang batal, bagaimana besok harus tes DNA, bagaimana kalau hasilnya menunjukkan Dinaya adalah anaknya lalu masa depan seperti apa yang akan dia jalani? Semua itu berdesakan di benak Dirga, membuat nominal yang disebutkan Cindy terasa tidak ada apa apanya. Dirga rela mengeluarkan banyak uang asal satu masalah terselesaikan dengan cepat.
“Oke. Kalau memang itu yang kamu minta. Tapi jangan pernah muncul lagi di hadapanku. Jangan pernah sebut namaku di manapun. Kalau ada media yang bertanya kenapa pernikahan kita batal, bilang saja mendadak aku harus bekerja di luar negeri dan kamu nggak mau ikut karena memprioritaskan karir. Oke?” perintah Dirga cepat. Kepalanya sudah nyaris meledak rasanya. Saat ini Dirga hanya ingin Cindy angkat kaki secepat mungkin dari hadapannya.
“Oke. Deal.” Cindy menjawab singkat.
“Malam ini aku bicara dulu dengan orang tuaku, dan kamu urus semua pembatalan pernikahan mulai dari wedding organizer sampai KUA. Aku nggak mau ngurusin itu. Kalau besok semua sudah selesai, kita ketemu lagi dan aku transfer dana yang kamu mau. Setelah itu pergi jauh jauh!” bentak Dirga yang ditanggapi Cindy dengan tawa sinis.
“Siapa juga yang mau ketemu duda jomblo kayak kamu. Ya udah, nanti kalau semua udah selesai aku hubungi kamu lagi. Selamat ya, atas kehadiran buah hati di samping kamu,” sindir Cindy sambil tertawa sinis.
“Selamat juga, sudah menguras harta laki laki dengan berkedok cinta yang tulus.” Dirga balas menyindir membuat wajah Cindy merah padam. Harga dirinya tersenggol. Tapi demi uang Cindy mengesampingkan gengsinya.
Cindy hanya diam, tapi dalam hati dia merencanakan sesuatu. Aku memang mau menguras harta kamu, bodoh! Lihat saja, setelah ini aku akan menjadikan kamu ATM dan menghabiskan uangmu. Aku akan mengancam dengan mengatakan yang sebenarnya soal anak harammu itu pada media.
Biar mampus!
“Maaf ya Om, bukannya aku mau ikut campur masalah pribadi Om. Tapi aku cuma mau bilang, kalau aku jadi Om, aku bersyukur nggak jadi nikah sama orang kayak gitu,” tukas Dinaya dengan wajah cemberut. Dirga diam saja dan membiarkan Dinaya meluapkan kekesalannya. Gadis itu pasti marah sekali saat ibunya dihina oleh Cindy.Dirga sebenarnya ikut kesal karena dua tuduhan Cindy. Yang pertama, Cindy menuduhnya tidur dengan banyak wanita padahal faktanya Dirga hanya melakukannya sekali dengan Annaya dan itu karena ia benar benar khilaf. Yang kedua, Cindy menuduh Annaya perempuan yang ditiduri banyak lelaki. Dirga kesal karena tau itu tuduhan yang salah. Dirga tau betul siapa Annaya dan dia gadis terhormat yang dididik dengan sangat baik. Kalaupun saat itu Annaya sampai terjerumus, Dirga bersedia disalahkan karena itu memang kekhilafannya.“Lagian nih ya, aku mau tanya. Om beneran cumlaude fakultas kedokteran?” tanya Dinaya dengan tatapan curiga. Dirga jelas bingung dengan pertanyaan random Dinay
“TES DNA PATERNITAS??”“Ssssstttt!” Dirga buru buru membekap mulut Rio sambil melihat sekeliling.“Heh! Aku udah bisik bisik kamu malah teriak!” bentak Dirga masih dengan volume suara direndahkan. Dirga makin kesal karena membentak tapi berbisik itu benar benar menyebalkan.“Sorry sorry, Ga. Abisnya kaget. Kamu ngapain mau tes DNA paternitas? Kamu punya anak?” tanya Rio dengan ekpresi penuh rasa ingin tau.Dirga menghela nafas berat. Ini yang dia takutkan. Pasti Rio akan penasaran dan terus berusaha mengulik semua informasi sampai ke akar akarnya. Mana mungkin seorang Alfan Desrio bersedia dengan sukarela memenuhi permintaan Dirga tanpa bertanya macam macam. Dan yang lebih Dirga takutkan lagi, kalau Rio sudah tau, pasti Dillo dan Fharez juga ikut tau. Mereka berempat sudah seperti empat jiwa dalam satu tubuh. Kalau satu punya rahasia, yang tiga pasti akan mencecar sampai jadi rahasia bersama.Tapi apa boleh buat, tanpa bantuan Rio, Dirga tidak mungkin bisa melakukan tes DNA paternitas
“Sebentar ... Dinaya ... Jangan mikir macam macam. Ini bukan salah kamu dan kamu nggak perlu ngera bersalah atau apa. Aku mungkin memang kaget dan semua serba kacau, tapi itu bukan salah kamu. Aku percaya jalan takdir dan semua pasti sudah ditentukan Allah. Jadi kalaupun nggak ada kamu, pasti aku juga nggak akan menikah dengan Cindy kalau dia memang jodohku. Jadi jangan pernah punya pikiran buruk ya?” Dirga langsung panik dan menasehati Dinaya panjang lebar. Dirga bahkan menepikan mobilnya agak bisa fokus bicara dengan Dinaya.“Hah? Pikiran buruk gimana maksud Om?” tanya Dinaya bingung.“I-itu tadi? Yang kamu bilang mau ikut yang lain selain ikut aku? Kata kamu mau nyusul bunda kamu?” kali ini Dirga yang bingung, apa anak ini amnesia sampai lupa apa yang dikatakannya beberapa detik yang lalu?“Loh? Memangnya ikut yang lain dan menyusul bunda itu sama aja berpikir buruk dan macam macam Om?”Kali ini ekspresi keduanya sama. Sama sama heran, sama sama bingung, dan sama sama penasaran. Din
“Ga, dia anakmu.”Hanya satu kalimat yang diucapkan Rio. Tapi Dirga merasa jiwanya tercabut paksa dari jasadnya detik itu juga.“A-anakku, Yo?“Iya hasilnya 99,99% tuh. Tak terbantahkan.”Dirga memeriksa kertas yang diberikan Rio padanya. Surat keterangan dari laboratorium yang jelas menunjukkan angka 99,99% kecocokan DNA antara dirinya dan Dinaya.“Ga?”“Hmm …”“Are you ok?”“Menurut ente?” bentak Dirga kesal. Kondisi sedang pusing begini, Rio malah berusaha memvalidasi perasaan Dirga yang jelas jelas kalut. Bagaimana mungkin Dirga bisa baik baik saja padahal sekarang dia mendadak duda?“Kalau manusia kayak aku gini disebutnya apa sih, Yo?”“Mmmm … bangsat mungkin? Atau bajjingan?” Rio mencoba mencairkan suasana dengan bercanda, tapi sebenarnya salah satu sisi hati Rio memang kesal dan tak habis pikir. Bagaimana mungkin Dirga bisa tak tau kalau selama ini dia punya anak? Dia memproduksi Dinaya, lalu meninggalkan ibunya begitu saja sampai si anak datang meminta pertanggung jawaban bapa
“Pe-Peristiwa kematian?” tanya Dillo gugup. Apapun yang berkaitan dengan kematian selalu membuatnya tak nyaman. Entah itu orang mati, hewan mati, bahkan pohon mati. Tak hanya itu, meski tubuhnya kekar dan wajahnya sangar, Dillo juga takut sekali dengan setan, hantu, demit, dan sejenisnya. Alasannya karena para demit itu invisible dan tak bisa dideteksi keberadaannya.“Iya, hari itu semua mati dan aku terjebak berdua dengan Annaya di rumahnya. Hanya berdua, Pak Ahsan dan Bu Ningrum pergi ke Pekalongan. Mbok Parmi dan anaknya yang biasa bantu bantu di rumah Annaya sudah pulang karena saat itu sudah jam 10 malam.”“Terus siapa yang mati?”“Sabar dong! Biar dia terusin dulu!” bentak Rio yang kesal karena Dillo terus bertanya. Dillo memang penggambaran sempurna untuk tokoh film horor. Penakut tapi selalu penasaran.“Tetangga di dekat kost yang meninggal. Meninggalnya dikeroyok warga. Jadi ceritanya si tetangga ini problematik memang. Tukang mabok, bandar judi, narkoba pula. Dan terakhir kat
“Ssstt! Nanti Dinaya dengar! Jaga omongan kamu!”“Telat, Om. Aku udah denger dari tadi!”Suara gadis remaja yang lembut tapi galak itu terdengar dari balik tirai, membuat keempat lelaki di ruang tamu terlonjak kaget bagai melihat hantu.“Aku capek Om. Udah jelas jelas hasil tes DNA aku ini anak Om Dirga, tapi masih aja mamaku kena hujat terus. Om semua ini nggak ada yang kenal mamaku kecuali Om Dirga kan? Kenapa kok tega teganya bilang hal hal buruk tentang mama?”“Dinaya … Nggak Dinaya, maaf maaf kami semua salah. Maafin Om ya, Om salah banget sudah ngomong sembarangan. Om cuma bingung karena mama kamu luar biasa. Mama kamu nggak pernah ngejar dan menuntut pertanggung jawaban ayah dari anak yang dikandungnya. Dan itu bukan sesuatu yang lumrah terjadi Dinaya.” Farez menjelaskan pada Dinaya dengan nada bicara yang lembut sekali. Dinaya diam saja dengan wajah cemberut.“Om semua tau nggak kenapa mamaku nggak bilang sama Om Dirga? Karena kata Om Dirga nggak bisa diandalkan.”“Hah? Apa?” k
“Apa aku boleh sekolah di sekolah lamaku sampai lulus? Aku takut sekolah di Jakarta. Aku takut di bully, aku takut materi pelajaran yang jauh lebih sulit dan aku tertinggal lalu kesulitan masuk universitas. Aku juga takut belum bisa beradaptasi dengan kehidupan Jakarta,” pinta Dinaya dengan wajah memelas. Dirga membenarkan ucapan Dinaya dan memaklumi ketakutan gadis itu. Tapi Dirga tetap tak bisa membiarkan anaknya itu tinggal sendirian tanpa pengawasannya.“Kamu mau tinggal di Semarang dengan siapa Dinaya? Kamu sekarang sendirian. Kamu cuma punya Dirga kan?” tanya Rio hati hati sekali. Khawatir Dinaya terluka dengan ucapannya. Ketiga teman Dirga juga memikirkan hal yang sama. Mereka sadar Dinaya hanya punya Dirga, dan apapun alasannya, gadis itu tak boleh tinggal berjauhan dari ayah kandungnya.“Nggak Om. Aku masih bisa tinggal di rumah lama, dekat rumah Bude Dini. Aku sejak lahir tinggal di sana dengan Mama Om. Seluruh keluarga Bude Dini dan tetangga tetangga juga kenal baik denganku
“Gadis titik balik yang dulu itu?” tanya Farez disambut anggukan Dirga.Annaya adalah gadis titik baliknya. Karena sejak kejadian itu hidup Dirga berubah total terutama untuk hubungan dengan lawan jenis.Semua cinta Dirga bertahun tahun seolah habis hanya untuk Annaya. Dia patah hati berat saat Annaya menghilang. Dirga mencari hanya melalui media sosial yang pada saat itu sangat terbatas, tidak seperti sekarang. Belum ada istilah viral, belum ada video video yang bisa jadi sarana untuk mencari keberadaan orang melalui kejelian netizen, dan belum ada aplikasi aplikasi yang canggih seperi sekarang ini. Bahkan mengirim foto saja masih melalui MMS, karena aplikasi chatting seperti w******p belum ada. Blackberry Messenger pun belum populer saat itu.Dirga putus asa. Dia ingin mencari ke Jogja, tapi keterbatasan dana menghalanginya. Dirga baru bisa mencari Annaya ke Jogja di tahun ke tiga setelah ia menjadi mahasiswa. Itupun setelah menabung berbulan bulan. Sesampainya di sana, rumah kost te