“Kamu lajang, bukan duda, belum pernah menikah, tapi punya anak sebesar itu?”
“Sebentar ... Cindy, kita bicara pelan pelan, biar aku jelaskan. Ayo duduk dulu.”
“Tadi kamu bilang tes DNA? Berarti kamu belum yakin dia anak kamu? Kamu nggak menyangkal di awal, artinya kamu ngerasa pernah tidur dengan perempuan sampai hamil kan? Aku jadi takut, siapa tau setelah ini ada sepuluh, dua puluh, atau tiga puluh anak lagi yang datang dan ngaku anak kamu kan? Berapa banyak sih perempuan yang udah kamu tiduri?”
“Cindy! Aku nggak sebrengsek itu. Makanya dengerin dulu!”
“Kalau kamu nggak sebrengsek itu, nggak mungkin kamu ragu ragu dia anak kamu apa bukan. Kamu langsung aja bilang kamu bukan bapaknya karena kamu nggak pernah tidur sama perempuan manapun. Tapi ini nggak kan, kamu ragu kan? Berarti kamu emang brengsek yang pernah menghamili orang! Mana anaknya udah segede ini. Umur berapa kamu main cewek? SMP? SMA? Gila!” Cindy semakin mengamuk dan menuding Dirga habis habisan sampai lelaki itu tak bisa menyanggah. Sementara Dinaya tetap diam ditempatnya. Tapi tatapan tajam matanya terus terarah pada Cindy.
“Oke, kamu bilang kamu nggak tidur dengan banyak perempuan. Anggaplah cuma sama ibu anak itu. Terus kenapa kamu ragu dan harus tes DNA segala? Apa kamu ragu kalau cuma kamu satu satunya yang membuahi perempuan itu? Kamu usir aja anak itu, toh dia belum tentu anakmu!”
“Cindy, tahan dulu emosi kamu. Dari tadi aku mau ngomong tapi nggak kamu kasih kesempatan!”
“Pikirin posisi aku dong! Kalau kamu jadi aku, apa kamu nggak emosi? Udah tinggal nunggu akad nikah, eh tiba-tiba ada kejadian konyol kayak gini! Kamu jangan percaya begitu aja, bisa jadi dia penipu. Mungkin aja kan dia disuruh ibunya kesini dan memeras kamu? Kamu tiga hari lagi mau nikah sama aku, dan aku ini influencer terkenal. Tujuan ibunya pasti uang atau pansos. Atau jangan jangan anak itu yang pengen jadi artis, makanya dia pura pura minta tanggung jawab kamu!”
“Cindy itu nggak bener! Aku tau kamu emosi, makanya aku mau jelaskan semua pelan pelan dan kita bicara baik baik. Kamu minum dulu, duduk dulu, tenang dulu. Kita bicara lag ...”
“Anak ini belum tentu anakmu kan? Bisa aja kamu cuma salah satu dari banyak laki laki yang tidur sama ibu anak ini. Enak aja minta tanggung jawab sama kamu. Ibunya pasti milih laki laki yang kaya dan terkenal kayak kamu makanya dia ...”
“BUNDAKU BUKAN PELACUR!!”
Cindy terkejut mendengar bentakan Dinaya. Gadis itu diam sejak tadi, berusaha bersikap dewasa dan tidak ikut campur. Tapi mendengar sang bunda direndahkan seperti itu, Dinaya tidak terima.
“Eh? Anak kurang ajar! Bentak orang tua!”
“TANTE YANG KURANGAJAR! MULUT SAMPAH!”
“Kamu yang kurangajar! Dasar anak haram!”
“Cindy!!” Dirga berdiri di tengah dan melerai pertengkaran dua gadis itu.
“Kamu kenapa bentak aku? Dia yang mulai!”
“Aku kan udah bilang, kita bicara baik baik. Tahan dulu emosi kamu! Gimana masalah ini bisa selesai kalau kamu nggak bisa tenang dan dengerin semua penjelasan aku?” bentak Dirga membuat Cindy mengurungkan niatnya untuk melabrak Dinaya lagi.
“Ya udah jelasin cepet! Jangan bohong, jangan berbelit belit, jangan bertele tele!”
“Sebentar ... Dinaya, aku minta tolong, kamu balik lagi ke kamar tadi ya? Tunggu di situ dulu. Aku harus bicara sama Cindy berdua, biar nggak ada kesalahpahaman lagi, dan biar kalian berdua nggak bertengkar lagi. Oke?” pinta Dirga dengan suara pelan dan nada memohon.
Dinaya mengangguk sopan, tapi ketika melihat ke arah Cindy, tatapannya kembali berubah tajam. Kentara sekali gadis itu tak suka dengan Cindy.
Setelah Dinaya naik ke kamar atas, Dirga meminta Cindy duduk dan berbicara baik baik. Cindy, meski masih dengan tatapan kesal tetap duduk dan menunggu penjelasan Dirga.
“Ibunya Dinaya sudah meninggal.” Itu penjelasan pertama Dirga dan membuat Cindy sedikit terhenyak.
“Selama ini ibunya tidak pernah bilang siapa ayah anak itu. Tapi saat dia divonis kanker lambung dan umurnya tak lama lagi, dia mulai menceritakan siapa ayah anak itu. Dan menurut ibunya, laki laki itu adalah aku,” jelas Dirga sambil menunggu reaksi Cindy. Tapi Cindy tetap diam dan menyimak sambil bersedekap.
“Aku memang kenal ibunya. Dan jujur, aku memang pernah melakukan itu dengan ibunya. Hanya satu kali. Dan aku tidak pernah mengulangi perbuatan itu baik dengan ibu anak itu ataupun wanita lain. Sampai detik ini. Aku minta maaf nggak cerita ini ke kamu, karena itu sudah lama sekali. Kejadian itu saat aku hampir lulus SMA, 17 tahun yang lalu.”
“Ah! Aku nggak mau dengar itu! Aku cuma butuh penjelasan, gimana dengan pernikahan kita?” tanya Cindy tak sabar.
“Ya kita tetap menikah, Cindy. Ada atau nggak Dinaya, kita tetap akan menikah.”
“Nggak bisa gitu dong! Gimana kalau setelah tes DNA terbukti kalau dia anakmu? Aku tiba tiba jadi ibu tiri gitu?”
“Ya mau nggak mau aku harus tanggung jawab. Harusnya dari dulu aku tanggung jawab, tapi aku nggak tau kalau Annaya hamil. Jadi ...”
“Ah aku nggak mau denger kisah cinta monyet kamu itu. Yang penting sekarang, gimana masa depan kita? Aku aja minta menunda punya anak karena mau fokus karir dulu, eeeh, malah nikah sama kamu yang punya anak diluar nikah! Apa kata orang coba?”
Dirga dan Cindy memang sepakat untuk menunda punya anak selama dua tahun setelah pernikahan mereka. Dirga menerima syarat itu dan memaklumi karena Cindy memang sedang ingin berkarir. Tapi kalau nanti ternyata hasil test DNA membuktikan bahwa Dinaya adalah anak kandungnya, Dirga harus meminta Cindy menerima kehadiran anaknya itu.
“Aku minta maaf Cindy. Aku juga baru tau kejadian ini tadi sore waktu Dinaya datang ke rumah sakit. Tapi kalau ternyata Dinaya memang anakku, aku mohon kamu juga terima keadaan kalau dia anakku dan nantinya akan jadi anakmu juga.”
“Enak aja! Nggak semudah itu! Kamu tau nggak, yang lamar aku banyak dan lebih dari kamu! Aku terima kamu ya karena kamu lajang, walaupun udah nggak muda lagi. Kalau tau ujung ujungnya kamu udah punya anak, mending aku terima lamaran duda atau suami orang sekalian! Lebih tajir dari kamu!” bentak Cindy membuat Dirga terkejut.
“Udahlah! Nggak usah nunggu tes DNA! Aku udah kecewa sama kamu! Aku mau pernikahan kita batal! Tapi ingat ya, kamu udah nyakitin aku, bikin malu aku dan keluarga besarku, dan kesalahan kamu ini harus kamu tanggung akibatnya!”
“Cindy, dengerin dulu ...”
“Nggak! Aku nggak mau denger apapun lagi dari mulut pembohong kayak kamu! Pernikahan kita batal! Dan siap siap aja karir kamu akan berantakan, hidup kamu akan hancur, keluarga kamu di kampung sana bakalan malu dan hancur juga! Aku bakal viralin kamu biar kamu tanggung rasa malu seumur hidup!! Biar mampus!!”
“Aku nggak sejahat itu Cindy. Aku bukan laki laki nggak punya moral yang sembarangan tidur dengan wanita seperti yang kamu tuduhkan! Aku khilaf hanya satu kali, dan itupun aku nggak tau Annaya hamil. Kalau aku tau, aku pasti tanggung jawab!”“Alasan!”“Cindy, aku sudah jujur tapi kamu yang nggak mau terima. Terus mau kamu apa?”“Aku mau pernikahan ini batal. Aku kecewa sama kamu.”“Oke, aku minta maaf. Aku benar-benar minta maaf. Aku nggak bermaksud merahasiakan ini, karena memang aku juga nggak tau Annaya hamil. Apa nggak kamu kesampingkan dulu emosi kamu dan kita pikirkan lagi?”“Aku kecewa! Asal kamu tau ya, untuk nerima lamaran kamu itu, aku nolak banyak lamaran laki laki lain yang lebih menjanjikan masa depan yang cerah buat aku! Banyak banget laki laki yang mau nikah sama aku, bukan cuma kamu!”“Tapi kita saling mencintai Cindy.”“Makan tuh cinta! Buat aku masa depan lebih penting dari cinta! Kamu juga nggak cinta sama aku. Kalau kamu cinta, kamu udah jujur dari awal kalau kamu u
“Maaf ya Om, bukannya aku mau ikut campur masalah pribadi Om. Tapi aku cuma mau bilang, kalau aku jadi Om, aku bersyukur nggak jadi nikah sama orang kayak gitu,” tukas Dinaya dengan wajah cemberut. Dirga diam saja dan membiarkan Dinaya meluapkan kekesalannya. Gadis itu pasti marah sekali saat ibunya dihina oleh Cindy.Dirga sebenarnya ikut kesal karena dua tuduhan Cindy. Yang pertama, Cindy menuduhnya tidur dengan banyak wanita padahal faktanya Dirga hanya melakukannya sekali dengan Annaya dan itu karena ia benar benar khilaf. Yang kedua, Cindy menuduh Annaya perempuan yang ditiduri banyak lelaki. Dirga kesal karena tau itu tuduhan yang salah. Dirga tau betul siapa Annaya dan dia gadis terhormat yang dididik dengan sangat baik. Kalaupun saat itu Annaya sampai terjerumus, Dirga bersedia disalahkan karena itu memang kekhilafannya.“Lagian nih ya, aku mau tanya. Om beneran cumlaude fakultas kedokteran?” tanya Dinaya dengan tatapan curiga. Dirga jelas bingung dengan pertanyaan random Dinay
“TES DNA PATERNITAS??”“Ssssstttt!” Dirga buru buru membekap mulut Rio sambil melihat sekeliling.“Heh! Aku udah bisik bisik kamu malah teriak!” bentak Dirga masih dengan volume suara direndahkan. Dirga makin kesal karena membentak tapi berbisik itu benar benar menyebalkan.“Sorry sorry, Ga. Abisnya kaget. Kamu ngapain mau tes DNA paternitas? Kamu punya anak?” tanya Rio dengan ekpresi penuh rasa ingin tau.Dirga menghela nafas berat. Ini yang dia takutkan. Pasti Rio akan penasaran dan terus berusaha mengulik semua informasi sampai ke akar akarnya. Mana mungkin seorang Alfan Desrio bersedia dengan sukarela memenuhi permintaan Dirga tanpa bertanya macam macam. Dan yang lebih Dirga takutkan lagi, kalau Rio sudah tau, pasti Dillo dan Fharez juga ikut tau. Mereka berempat sudah seperti empat jiwa dalam satu tubuh. Kalau satu punya rahasia, yang tiga pasti akan mencecar sampai jadi rahasia bersama.Tapi apa boleh buat, tanpa bantuan Rio, Dirga tidak mungkin bisa melakukan tes DNA paternitas
“Sebentar ... Dinaya ... Jangan mikir macam macam. Ini bukan salah kamu dan kamu nggak perlu ngera bersalah atau apa. Aku mungkin memang kaget dan semua serba kacau, tapi itu bukan salah kamu. Aku percaya jalan takdir dan semua pasti sudah ditentukan Allah. Jadi kalaupun nggak ada kamu, pasti aku juga nggak akan menikah dengan Cindy kalau dia memang jodohku. Jadi jangan pernah punya pikiran buruk ya?” Dirga langsung panik dan menasehati Dinaya panjang lebar. Dirga bahkan menepikan mobilnya agak bisa fokus bicara dengan Dinaya.“Hah? Pikiran buruk gimana maksud Om?” tanya Dinaya bingung.“I-itu tadi? Yang kamu bilang mau ikut yang lain selain ikut aku? Kata kamu mau nyusul bunda kamu?” kali ini Dirga yang bingung, apa anak ini amnesia sampai lupa apa yang dikatakannya beberapa detik yang lalu?“Loh? Memangnya ikut yang lain dan menyusul bunda itu sama aja berpikir buruk dan macam macam Om?”Kali ini ekspresi keduanya sama. Sama sama heran, sama sama bingung, dan sama sama penasaran. Din
“Ga, dia anakmu.”Hanya satu kalimat yang diucapkan Rio. Tapi Dirga merasa jiwanya tercabut paksa dari jasadnya detik itu juga.“A-anakku, Yo?“Iya hasilnya 99,99% tuh. Tak terbantahkan.”Dirga memeriksa kertas yang diberikan Rio padanya. Surat keterangan dari laboratorium yang jelas menunjukkan angka 99,99% kecocokan DNA antara dirinya dan Dinaya.“Ga?”“Hmm …”“Are you ok?”“Menurut ente?” bentak Dirga kesal. Kondisi sedang pusing begini, Rio malah berusaha memvalidasi perasaan Dirga yang jelas jelas kalut. Bagaimana mungkin Dirga bisa baik baik saja padahal sekarang dia mendadak duda?“Kalau manusia kayak aku gini disebutnya apa sih, Yo?”“Mmmm … bangsat mungkin? Atau bajjingan?” Rio mencoba mencairkan suasana dengan bercanda, tapi sebenarnya salah satu sisi hati Rio memang kesal dan tak habis pikir. Bagaimana mungkin Dirga bisa tak tau kalau selama ini dia punya anak? Dia memproduksi Dinaya, lalu meninggalkan ibunya begitu saja sampai si anak datang meminta pertanggung jawaban bapa
“Pe-Peristiwa kematian?” tanya Dillo gugup. Apapun yang berkaitan dengan kematian selalu membuatnya tak nyaman. Entah itu orang mati, hewan mati, bahkan pohon mati. Tak hanya itu, meski tubuhnya kekar dan wajahnya sangar, Dillo juga takut sekali dengan setan, hantu, demit, dan sejenisnya. Alasannya karena para demit itu invisible dan tak bisa dideteksi keberadaannya.“Iya, hari itu semua mati dan aku terjebak berdua dengan Annaya di rumahnya. Hanya berdua, Pak Ahsan dan Bu Ningrum pergi ke Pekalongan. Mbok Parmi dan anaknya yang biasa bantu bantu di rumah Annaya sudah pulang karena saat itu sudah jam 10 malam.”“Terus siapa yang mati?”“Sabar dong! Biar dia terusin dulu!” bentak Rio yang kesal karena Dillo terus bertanya. Dillo memang penggambaran sempurna untuk tokoh film horor. Penakut tapi selalu penasaran.“Tetangga di dekat kost yang meninggal. Meninggalnya dikeroyok warga. Jadi ceritanya si tetangga ini problematik memang. Tukang mabok, bandar judi, narkoba pula. Dan terakhir kat
“Ssstt! Nanti Dinaya dengar! Jaga omongan kamu!”“Telat, Om. Aku udah denger dari tadi!”Suara gadis remaja yang lembut tapi galak itu terdengar dari balik tirai, membuat keempat lelaki di ruang tamu terlonjak kaget bagai melihat hantu.“Aku capek Om. Udah jelas jelas hasil tes DNA aku ini anak Om Dirga, tapi masih aja mamaku kena hujat terus. Om semua ini nggak ada yang kenal mamaku kecuali Om Dirga kan? Kenapa kok tega teganya bilang hal hal buruk tentang mama?”“Dinaya … Nggak Dinaya, maaf maaf kami semua salah. Maafin Om ya, Om salah banget sudah ngomong sembarangan. Om cuma bingung karena mama kamu luar biasa. Mama kamu nggak pernah ngejar dan menuntut pertanggung jawaban ayah dari anak yang dikandungnya. Dan itu bukan sesuatu yang lumrah terjadi Dinaya.” Farez menjelaskan pada Dinaya dengan nada bicara yang lembut sekali. Dinaya diam saja dengan wajah cemberut.“Om semua tau nggak kenapa mamaku nggak bilang sama Om Dirga? Karena kata Om Dirga nggak bisa diandalkan.”“Hah? Apa?” k
“Apa aku boleh sekolah di sekolah lamaku sampai lulus? Aku takut sekolah di Jakarta. Aku takut di bully, aku takut materi pelajaran yang jauh lebih sulit dan aku tertinggal lalu kesulitan masuk universitas. Aku juga takut belum bisa beradaptasi dengan kehidupan Jakarta,” pinta Dinaya dengan wajah memelas. Dirga membenarkan ucapan Dinaya dan memaklumi ketakutan gadis itu. Tapi Dirga tetap tak bisa membiarkan anaknya itu tinggal sendirian tanpa pengawasannya.“Kamu mau tinggal di Semarang dengan siapa Dinaya? Kamu sekarang sendirian. Kamu cuma punya Dirga kan?” tanya Rio hati hati sekali. Khawatir Dinaya terluka dengan ucapannya. Ketiga teman Dirga juga memikirkan hal yang sama. Mereka sadar Dinaya hanya punya Dirga, dan apapun alasannya, gadis itu tak boleh tinggal berjauhan dari ayah kandungnya.“Nggak Om. Aku masih bisa tinggal di rumah lama, dekat rumah Bude Dini. Aku sejak lahir tinggal di sana dengan Mama Om. Seluruh keluarga Bude Dini dan tetangga tetangga juga kenal baik denganku