Seperti biasa BJ memesankan makanan untuk dibungkus. Tapi Adhul menolak. Sepertinya ia sungkan karena BJ terus-terusan berbaik hati padanya. Dari saku celananya ia mengeluarkan ponsel candybar sederhana miliknya dan menunjukkan pada BJ.
“Adhul gak usah dibeliin kak. Tadi pak Rokib, tetangga, nelpon minta Adhul cepetan pulang ke rumah sebelum maghrib.”
“Maghribnya kan masih lama. Udah gak apa-apa biar kakak pesanin mie buat kamu.”
Adhul terlihat malu sebelum kemudian mengangguk.
“Mau yang goreng atau kuah?”
“Yang kuah.”
“Pake sambel?”
“Iya tapi dikit aja.”
Belum lagi kalimat itu usai, terdengar dering feedback dari panggung yang berada tak jauh dari lokasi mereka berada. Sepertinya manajeman pusat grosir sedang menyiapkan sebuah acara yang akan digelar beberapa jam lagi. Standing mike sudah terpasang beberapa unit berikut ampli dan terminalnya. Testing audio menyebabkan dengin
Tidak ada pekerjaan untuk nyambi yang bisa menghasilkan uang yang sebelumnya mereka bisa dapatkan dari Bayu membuat Saipul dan Apip cekak. Tidak punya uang sama sekali. Ini menyengsarakan buat mereka yang sudah mulai boros dan orangtua mereka pun bukan orang berada. “Lu ada rokok? Mulut gue asem nih,” kata Apip sambil menadah tangan pada Saipul. “Dasar mental gretong lu. Gue ada tapi itu buat akika sendiri, tauk!” “Masa’ gak ada sebatang lagi?” “Cacamarica aja sendiri.” “Tadi gue liat di kantong lu ada tiga batang Surya.” “Surya? Itu rokok maharani, akika gak sanggup beli.” “Nggak lah, masa’ Surya kemahalan.” “Ember. Lagi susah begindang, beli Surya. Gilingan banget dah.” Apip menggaruk kening. “Nasib oh nasib. Kenapa kita jadi cekak begini ya?” “Akika ada sih duit goceng. Belalang aja dua batang gih.” “Beli dua batang? Hhh malu-maluin.” “Capcus. Mau
“Lagu kamu udah selesai, Je?” “Ssshhhh,” BJ meminta Lichelle diam dan menikmati saja lagu riang, menghentak, yang memang diciptakan BJ untuk gadis itu. Purnama, tahukah dirimu. Mentari, sadarkah engkau. Ada api cinta yang membara tiap hari Ku ingin kalian tahu Lichelle terperangah. Hasil akhir ini dibuat lebih indah dari sebelumnya karena penuh dengan improvisasi. Dengar curhatku wahai alam Bantulah aku wahai semesta Karena mabuk aku dalam romansa Beriku kekuatan saat ku ekspresikan cinta Lichelle menggenggam telapak tangan BJ yang berada di tuas kopling. Sebuah remasan lembut dilakukan BJ menanggapi sentuhan tadi persis ketika musik memasuki reffrain. Dalam serenada cinta kulantun lagu ini Because everytime I see you I fall in love all over again Tapaki waktu bersamamu itu rinduku Dalam serenada cinta kulantun tembang ini Together with you, Lichelle Is my favorite place to be Gapai masa depan bersamamu itu rinduku Lagu itu hanya berdurasi tiga menit lebih sekian de
“Wow.”Tanpa sadar BJ melontar kekaguman. Ia kini berada di depan gerbang sebuah mall. Mungkin bukan mall terbesar ibukota namun bagi seorang bocah kampung, bagi BJ itu adalah mall terbesar yang pernah dimasuki. Dengan sedikit ragu, ia melangkah masuk.Dan lagi-lagi sebagai seorang bocah kampung, ia ternganga. Begitu berjibun orang yang ada di dalamnya. Di pelataran lo
Di mall, di depan konter penjual ponsel, BJ dan Bayu masih asyik berbagi cerita. Sayangnya, setelah sejam berbicara BJ tersadar bahwa Bayu sudah agak berubah. Bahkan malah sangat berubah. Bayu sekarang jadi tengil. Sok.Indikasi pertama terlihat saat Bayu mau membayar ponsel yang diminati. Awalnya, jujur saja, BJ agak iri. Kalau BJ ke sana untuk mencari-cari info ponsel bekas dengan harga 6 angka Bayu justeru serius membeli ponsel baru seharga 8 angka.
“Selamat sore dokter Nababan, ini Mbok Min yang kerja di keluarga Jonathan... Iya, betul. Yang buka toko kayu Meranti Merindu. Dok, bisa datang secepatnya ke tempat kami? Penting... Alhamdulilah, jadi bisa ya, Dok... Oh, yang sakit kali ini bukan Nyai, ini Abah... Dia muntah terus dan saat ini ditemani Emak... Mukanya sampe pucet... Penyebab muntahnya Abah? Saya kurang ngerti, Dok. Kalo gak salah denger Abah muntah gara-gara sikat gigi. Dia nggak suka sikat giri yang warnanya merah-biru... Serius!“
Charlie ternyata usil. Ucapannya soal Happy tadi cuma berbohong. Saat jam istirahat BJ baru tahu kalau orang itu ternyata bukan anak pemilik yayasan sekolah. Dia cuma anak dari keluarga sederhana yang kemana-mana pun lebih banyak naik angkot atau bis. MRT pun jarang ia tumpangi. Sementara bapaknya adalah pengusaha tambal ban, sang ibu sibuk menjadi pengemudi ojol alias ojek daring. Pendek kata, Happy itu miskin dari segala penjuru mata angin. Bodinya yang gemuk tidak berkorelasi dengan keadaan ekonomi. Selain karena memang hobi makan, bisa jadi karena memang gen bawaan dari sang ibu yang konon pernah jadi atlit gulat tingkat provinsi. Sebagai anak suku Batak dimana orangtua di zaman dulu suka memberi nama berdasarkan apa yang terlintas atau terbaca, Happy diberi nama unik. Mungkin terdengar keren bagi orangtuanya, tapi tidak bagi
Dan perbedaan paham antara BJ dengan Lichelle memang tidak berhenti sampai di situ saja.“Tadi siang lu berantem lagi sama Lichelle?”Pertanyaan setengah berbisik itu disampaikan Charlie kepada BJ saat Pak Rokib tengah serius mengajarkan tentang sistim pencernaan tubuh.Sambil tetap serius melihati guru Biologi, BJ bertanya balik. “Kok tau?”“Gue sempat liat,” Charlie menghela nafas. “Empat hari lu di sini, empat kali konflik. Itu yang gue tau. Itu yang gue liat. Kenapa sih kalian kayak kucing sama anjing?”BJ tidak menanggapi. Matanya tetap tertuju ke depan sambil tangannya menulis sesuatu di buku.“Lu sebel banget sama dia ya, J?”“Kok tau?” tanya BJ, tetap melihati guru biologi mereka yang matanya berkedip-kedip terus akibat kerusakan di syaraf matanya.“Kok tau, kok tau. Ya tau lah,” jawab CharlieTidak juga ditanggapi, Charlie
“Selamat sore dokter Nababan, ini Mbok Min yang kerja di keluarga Jonathan... Iya, betul. Yang buka toko kayu Meranti Merindu. Dok, bisa datang secepatnya ke tempat kami? Penting... Alhamdulilah, jadi bisa ya, Dok... Oh, yang sakit kali ini bukan Nyai, ini Abah... Dia muntah terus dan saat ini ditemani Emak... Mukanya sampe pucet... Penyebab muntahnya Abah? Saya kurang ngerti, Dok. Kalo gak salah denger Abah muntah gara-gara sikat gigi. Dia nggak suka sikat giri yang warnanya merah-biru... Serius!“*Beberapa hari sebelumnya, di dalam sebuah kamar dengan interior mewah, seorang gadis nampak menelpon seseorang. Suaranya sengau, ada duka dalam ucapannya. Ketika selesai, ia menutup telpon dan menatap dengan tatapan kosong. Di dekatnya, seorang rekannya, mendekat dan kemudian menyentuh lengan. Gadis pertama menoleh. Keduanya baru pulang sekolah dan itu terlihat dari seragam putih abu-abu yang masih dikenakan oleh mereka berdua.