Share

13 B

"Assalamualaikum, Boy."

Aku menghela napas lega, ternyata Bian yang menelpon. Aku memberikan ponselku pada Boy, menyimak mereka yang sedang mengobrol dengan seru. Boy seperti anak seumurannya lagi aktif-aktifnya bertanya segala hal yang tak penting sekalipun, tapi Bian menjawab dengan sabar.

Dia memang ayah yang baik. Mereka sudah sangat akrab dalam waktu kurang dari dua puluh empat jam. Bagaimana jika sering bertemu? Apa mungkin aku akan diabaikan putraku?

"Udah nelponnya, ya, Nak. Udah malam. Om harus istirahat karena besok mau kerja lagi," ujarku memperingatkan.

"Iya, Ma. Dadah Om," balas Boy, memberikan ponselku lantas naik ke ranjang. Aku menyelimutinya dan mengecup kening jagoanku itu.

"Caca!" Itu suara Bian.

Aku menatap layar ponsel yang ternyata masih tersambung.

"Ya," balasku singkat. Menekan dada yang bergemuruh.

Ah, gara-gara tantangan Inayah, aku seperti pelakor. Sekarang malah bicara malam-malam dengan suami orang.

"Jangan begadang! Assalamualaikum," tandasnya. Si
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status