Ekspresi dan gaya Ardan tiba-tiba berubah jadi sangat serius, tapi dengan ekspresi angkuh, wajahnya jelas memperlihatkan percaya dirinya.''Masih nanya...'' sahut Aruna geram, ingin rasanya dia menggigit jari Ardan yang ada di dagunya.''Galak amat...''''Yang nanya, enggak peka!'' seru Aruna menyahut dengan semakin ketus.''Mau memperjelas?!'' seru Ardan bertanya menantang istri kecilnya.''Terserah deh,'' jawab Aruna semakin kesal.Aruna menepis tangan Ardan yang di dagunya, dia berbalik dengan kasar menghindari tangan Ardan. Tapi, Ardan dengan cepat mengambil tangan Aruna. Di cium oleh Ardan kedua punggung tangan Aruna dengan sangat lembut.''Please.... Hentikan marah kamu, semakin lama kamu marah, semakin berat pertanggung jawaban abang nanti...''Ardan bicara dengan menatap mata Aruna. Melihat wajah sendu Ardan, Aruna tidak tega untuk terus merajuk.''Kenapa?" tanya Aruna menyelidik dengan nada lembut, dia berhati-hati dengan ucapannya. ''Untuk yang ini, Runa berhak tahu...''''H
''Assalamu alaikum...'' sapa Kakek Wawan, dia datang berkunjung beberapa waktu setelah Ardan keluar mencari es cincau untuk Aruna.''Wa alaikum salam...'' jawab Aruna, ''Kakek!''''Run, kakek mau ngobrol dikit ama Ardan, mana tuh anak?!'' jawab Kakek Wawan dengan nada datar, walau tipis tapi terasa ada kekesalannya dari nada suaranya.''Lagi, keluar kek, ada apa?'' tanya Aruna penasaran, hatinya sudah merasa ada yang tidak kena dari Kakek Wawan.''Tamunya, udah pulang Run?''Terangkat naik alis Aruna mendengar pertanyaan Kakek Wawan, tapi, dia segera menanggapinya dengan sopan.''Udah kek...''''Terus Ardan? Kemana dia?'' tanya Kakek Wawan dengan nada suara sedikit ketus, ''Nganter tuh cewek?!''''Eh, Enggak kek, enggak!'' seru Aruna segera menjawab, ''Cuma lagi... nyari...''''Nyari apa Run?'' tanya Kakek Wawan memotong ucapan Aruna yang terbata-bata.Aruna merasakan rasa kesal Kakek Wawan, dia merasa kalau KakekWawan kesal dengan Ardan dan ada hubungannya dengan Karissa. Tapi, karen
Aruna yang sejak awal mendengar semuanya juga ikut merasakan sedih. Kesedihan Ardan yang telah menyakiti hati paman yang selama ini merawatnya seperti anaknya sendiri.Aruna duduk di samping Ardan yang sedang tertekan memikirkan apa yang baru saja terjadi.''Encing pasti marah ama Abang... tadi mukanya, keliatan sedih banget...'' ujar Ardan dengan bibir bergetar.Kecuali menatap suaminya, Aruna tidak tahu harus melakukan apa. Dia hanya duduk di sampingnya tanpa berkata apa-apa.''Abang, banyak bikin salah ama mereka...'' ujar Ardan yang kembali meratapi kejadian barusan, ''Cing Limah pasti nangis denger ini.''Ardan merasakan dengan jelas kekhawatiran istrinya melihat suaminya yang frustrasi karena punya dua wajah.''Maafin abang...'' ujar Ardan kemudian dengan nada suara yang terdengar sangat berat, ''Pasti kamu juga terluka, kamu juga pasti sedih.''Aruna tidak menjawab ucapan Ardan, hatinya terenyuh dengan duka suaminya saat ini. Pada akhirnya, Aruna memberanikan diri mengambil tin
Di atas sebuah bangku panjang di bawah pohon rindang, Aruna duduk sembari menyeruput es lemon tea di tangannya. Di depannya terlihat kerumunan mahasiswa dan mahasiswi seusianya sedang berbincang ria berkelompok-kelompok.''Hai...'' sapa seorang pemuda tinggi berwajah tampan dengan kemeja biru menghampiri Aruna.''Eum... hai,'' jawab Aruna santai dengan gayanya yang acuh, Aruna hanya berusaha bersikap sopan dengan membalas sapaannya sebelumnya.Pemuda itu segera duduk di samping Aruna yang tengah beristirahat setelah mengikuti kegiatan OSPEK di kampus. Aruna dengan halus dan sopan bergeser sedikit untuk membuat jarak dengannya.''Sendirian?!'' seru pemuda tampan itu sambil menyeruput kopi panas di cuaca terik, ''Lagi ospek, mahasiswi baru?''''Iya...'' jawab Aruna singkat.Samar, tapi jika diperhatikan dengan seksama, terlihat pemuda itu terkejut dengan sikap Aruna yang tampak seolah tidak peduli dengan kehadirannya. Padahal, beberapa mahasiswi lain mulai melirik padanya dengan sorot m
'BRENGSEK!!! Mau lu apa? Dasar antek Mahendra!''Seorang pria yang nyaris tidak bisa berdiri tegak mengumpat dalam keadaan babak belur. Matanya nanar menatap Ardan yang baru saja menghajarnya.''Lu tahu gue?!'' seru Ardan dengan santai menanggapi makian pemuda itu dengan ekspresi jelas sedang meledeknya.''Jelas gue tahu, 'lo! Anjing Mahendra...''Ardan tersenyum sinis menanggapi ucapan pemuda yang sudah babak belur di hadapannya.''Gue juga tahu, lo... Rendra, anjing putih yang akan selalu menunggu majikannya.''''Gue bukan elo! Anjing yang selalu ngegigit tangan majikan yang udah kasih lu makan.''Pemuda yang sudah babak belur itu, tetap dengan berani terus menyahut menanggapi Ardan dengan nada ketus yang tidak bersahabat.''HAHAHA... Bagus! Lo tauk, jadi gue enggak perlu banyak bacot...''''Kenapa lu biarin gua idup?!''''Karena lo masih berguna buat gue...''''Cuih!'' Rendra meludah menanggapi Ardan, ''Gue bukan elo, yang selalu ganti majikan. Gue bakal balas dendam, asal bisa bal
''Abang udah balik?!'' seru Aruna bertanya dengan canggung, dia langsung bangun dan mengambil tangan kanan Ardan untuk mencium punggung tangannya. Segera setelahnya dia segera ke dapur mengambil segelas air minum untuk Ardan.Wajah Ardan tampak serius, menanggapi reaksi kedua remaja yang baru saja memasuki masa-masa dewasa muda.Ardan ikut duduk di sofa ruang tengah bersama Gavin sambil menunggu Aruna membawakan air minum untuknya.''Kenapa Vin?'' tanya Ardan tegas.''Eum... itu... ada sedikit gangguan di kampus Om,'' jawab Gavin canggung. Bukan dia ingin menyembunyikan sesuatu, hanya saja dia merasa kalau tidak patut jika dia yang bicara.''Runa?!'' seru Ardan menegaskan, memverifikasi kalau ada masalah dengan istrinya.''Ya... gitu deh,'' jawab Gavin santai tapi terlihat ada sedikit keraguan padanya, ''Tapi, masih bisa di handle, dikit...''''Kok, gitu?!'' sahut Ardan yang merasa tidak puas dengan jawaban Gavin.''Bang... aernya,'' ujar Aruna menyodorkan segelas air minum pada Ardan
Aruna yang sudah pernah mengalami hal seperti perundungan, sedikit banyak sudah tidak kaget lagi. Dia mencari celah untuk segera membalas Riana, begitu mendapat kesempatan, Aruna menyerang Riana dengan menjejak kakinya kuat-kuat.Riana reffleks melepaskan tangannya dan mengaduh kesakitan karena saat itu Aruna memakai sepatu yang sol sepatunya cukup tebal. Dengan segera dia menghampiri teman-temannya yang juga sedang berhadapan dengan lawan masing-masing, tapi ternyata mereka juga sudah berhasil melumpuhkan lawannya.Tiga lawan tiga, cukup seimbang sebetulnya. Tapi, sayangnya Aruna dan kawan-kawannya bukan tipe perempuan yang akan diam ketika di ganggu. Dan, hal itu tentu saja mengejutkan Riana dan kawan-kawannya yang biasa menggunakan statusnya untuk mengintimidasi.Kubu Aruna dan Kubu Riana, keduanya masih on fire, tentu keduanya siap untuk ronde selanjutnya.''Hei, berhenti!'' seru Rama dan juga tiga temannya segera datang melerai saat kedua kubu mulai saling mencengkeram.Rama dan
081 Masa-masa di kampus 3Tapi, Aruna kembali terkejut saat dia melihat ke arah Kania dan Indira yang masih melihat Aruna dengan tatapan aneh.''Kalian kenapa sih... aneh banget, tauk!''''Elo yang aneh!'' seru Kania dan Indira bersamaan sambil melotot menatap Aruna dengan ekspresi gemas.''Apaan sih?!'' sahut Aruna jadi kesal dengan reaksi kedua sahabatnya yang menurutnya tampak aneh.''Run, itu kasar tauk...'' ujar Indira dengan wajah serius mengingatkan Aruna.''Apanya?'' tanya Aruna polos sambil mengernyitkan dahi merasa heran dan juga bingung.''Penolakan lu ama si Rama...'' jawab Indira dengan nada tegas.''Penolakan apa?'' tanya Aruna, semakin heran.''Dira, bener Run...'' ujar Kania dengan ekspresi yang nyaris sama dengan Indira, ''Masa', lu nolak Rama, tapi kek gitu caranya?!''''Ihh... gemes gue!'' seru Aruna dengan nada kesal, ''Maksud kalian apa? Gue enggak ngerti...''Kania dan Indira jadi saling lirik melihat reaksi Aruna, lalu mereka mulai memikirkan karakter dari sahab