*****Gavin, Mpok Hasna, dan si kembar akhirnya pergi meninggalkan sepasang suami istri lintas generasi untuk segera menyelesaikan masalah yang tertunda selama beberapa hari hanya untuk sebuah penjelasan.''Run, udah dong!'' seru Ardan memamnggil merayu istri kecilnya, ''Kita ngobrol dulu...''''Penting gak?'' tanya Aruna dengan ekspresi menantang.''Eum... setengah penting, setengah gak juga,'' jawab Ardan dengan wajah di buat seperti sedang berpikir.''Kok Gitu?!'' seru Aruna bertanya dengan wajah serius.''Karena dua-duanya berkaitan,'' jawab Ardan sambil mengangkat alis.''Gak jelas!'' seru Aruna menyahut sambil memalingkan wajahnya.''Makanya biar jelas, kita ngobrol dulu!'' seru Ardan sambil duduk membanting badannya di atas tempat tidur sambil menarik tangan Aruna yang sedang berdiri tegap.''Mau kelarin kerjaan buru-buru,'' sahut Aruna sembari menahan tangannya agar tidak ikut duduk bersama Ardan, ''Runa baru aja ngangkatin jemuran, biar buru-buru rapih,'' tambah Aruna yang se
Ekspresi dan gaya Ardan tiba-tiba berubah jadi sangat serius, tapi dengan ekspresi angkuh, wajahnya jelas memperlihatkan percaya dirinya.''Masih nanya...'' sahut Aruna geram, ingin rasanya dia menggigit jari Ardan yang ada di dagunya.''Galak amat...''''Yang nanya, enggak peka!'' seru Aruna menyahut dengan semakin ketus.''Mau memperjelas?!'' seru Ardan bertanya menantang istri kecilnya.''Terserah deh,'' jawab Aruna semakin kesal.Aruna menepis tangan Ardan yang di dagunya, dia berbalik dengan kasar menghindari tangan Ardan. Tapi, Ardan dengan cepat mengambil tangan Aruna. Di cium oleh Ardan kedua punggung tangan Aruna dengan sangat lembut.''Please.... Hentikan marah kamu, semakin lama kamu marah, semakin berat pertanggung jawaban abang nanti...''Ardan bicara dengan menatap mata Aruna. Melihat wajah sendu Ardan, Aruna tidak tega untuk terus merajuk.''Kenapa?" tanya Aruna menyelidik dengan nada lembut, dia berhati-hati dengan ucapannya. ''Untuk yang ini, Runa berhak tahu...''''H
''Assalamu alaikum...'' sapa Kakek Wawan, dia datang berkunjung beberapa waktu setelah Ardan keluar mencari es cincau untuk Aruna.''Wa alaikum salam...'' jawab Aruna, ''Kakek!''''Run, kakek mau ngobrol dikit ama Ardan, mana tuh anak?!'' jawab Kakek Wawan dengan nada datar, walau tipis tapi terasa ada kekesalannya dari nada suaranya.''Lagi, keluar kek, ada apa?'' tanya Aruna penasaran, hatinya sudah merasa ada yang tidak kena dari Kakek Wawan.''Tamunya, udah pulang Run?''Terangkat naik alis Aruna mendengar pertanyaan Kakek Wawan, tapi, dia segera menanggapinya dengan sopan.''Udah kek...''''Terus Ardan? Kemana dia?'' tanya Kakek Wawan dengan nada suara sedikit ketus, ''Nganter tuh cewek?!''''Eh, Enggak kek, enggak!'' seru Aruna segera menjawab, ''Cuma lagi... nyari...''''Nyari apa Run?'' tanya Kakek Wawan memotong ucapan Aruna yang terbata-bata.Aruna merasakan rasa kesal Kakek Wawan, dia merasa kalau KakekWawan kesal dengan Ardan dan ada hubungannya dengan Karissa. Tapi, karen
Aruna yang sejak awal mendengar semuanya juga ikut merasakan sedih. Kesedihan Ardan yang telah menyakiti hati paman yang selama ini merawatnya seperti anaknya sendiri.Aruna duduk di samping Ardan yang sedang tertekan memikirkan apa yang baru saja terjadi.''Encing pasti marah ama Abang... tadi mukanya, keliatan sedih banget...'' ujar Ardan dengan bibir bergetar.Kecuali menatap suaminya, Aruna tidak tahu harus melakukan apa. Dia hanya duduk di sampingnya tanpa berkata apa-apa.''Abang, banyak bikin salah ama mereka...'' ujar Ardan yang kembali meratapi kejadian barusan, ''Cing Limah pasti nangis denger ini.''Ardan merasakan dengan jelas kekhawatiran istrinya melihat suaminya yang frustrasi karena punya dua wajah.''Maafin abang...'' ujar Ardan kemudian dengan nada suara yang terdengar sangat berat, ''Pasti kamu juga terluka, kamu juga pasti sedih.''Aruna tidak menjawab ucapan Ardan, hatinya terenyuh dengan duka suaminya saat ini. Pada akhirnya, Aruna memberanikan diri mengambil tin
Di atas sebuah bangku panjang di bawah pohon rindang, Aruna duduk sembari menyeruput es lemon tea di tangannya. Di depannya terlihat kerumunan mahasiswa dan mahasiswi seusianya sedang berbincang ria berkelompok-kelompok.''Hai...'' sapa seorang pemuda tinggi berwajah tampan dengan kemeja biru menghampiri Aruna.''Eum... hai,'' jawab Aruna santai dengan gayanya yang acuh, Aruna hanya berusaha bersikap sopan dengan membalas sapaannya sebelumnya.Pemuda itu segera duduk di samping Aruna yang tengah beristirahat setelah mengikuti kegiatan OSPEK di kampus. Aruna dengan halus dan sopan bergeser sedikit untuk membuat jarak dengannya.''Sendirian?!'' seru pemuda tampan itu sambil menyeruput kopi panas di cuaca terik, ''Lagi ospek, mahasiswi baru?''''Iya...'' jawab Aruna singkat.Samar, tapi jika diperhatikan dengan seksama, terlihat pemuda itu terkejut dengan sikap Aruna yang tampak seolah tidak peduli dengan kehadirannya. Padahal, beberapa mahasiswi lain mulai melirik padanya dengan sorot m
'BRENGSEK!!! Mau lu apa? Dasar antek Mahendra!''Seorang pria yang nyaris tidak bisa berdiri tegak mengumpat dalam keadaan babak belur. Matanya nanar menatap Ardan yang baru saja menghajarnya.''Lu tahu gue?!'' seru Ardan dengan santai menanggapi makian pemuda itu dengan ekspresi jelas sedang meledeknya.''Jelas gue tahu, 'lo! Anjing Mahendra...''Ardan tersenyum sinis menanggapi ucapan pemuda yang sudah babak belur di hadapannya.''Gue juga tahu, lo... Rendra, anjing putih yang akan selalu menunggu majikannya.''''Gue bukan elo! Anjing yang selalu ngegigit tangan majikan yang udah kasih lu makan.''Pemuda yang sudah babak belur itu, tetap dengan berani terus menyahut menanggapi Ardan dengan nada ketus yang tidak bersahabat.''HAHAHA... Bagus! Lo tauk, jadi gue enggak perlu banyak bacot...''''Kenapa lu biarin gua idup?!''''Karena lo masih berguna buat gue...''''Cuih!'' Rendra meludah menanggapi Ardan, ''Gue bukan elo, yang selalu ganti majikan. Gue bakal balas dendam, asal bisa bal
''Abang udah balik?!'' seru Aruna bertanya dengan canggung, dia langsung bangun dan mengambil tangan kanan Ardan untuk mencium punggung tangannya. Segera setelahnya dia segera ke dapur mengambil segelas air minum untuk Ardan.Wajah Ardan tampak serius, menanggapi reaksi kedua remaja yang baru saja memasuki masa-masa dewasa muda.Ardan ikut duduk di sofa ruang tengah bersama Gavin sambil menunggu Aruna membawakan air minum untuknya.''Kenapa Vin?'' tanya Ardan tegas.''Eum... itu... ada sedikit gangguan di kampus Om,'' jawab Gavin canggung. Bukan dia ingin menyembunyikan sesuatu, hanya saja dia merasa kalau tidak patut jika dia yang bicara.''Runa?!'' seru Ardan menegaskan, memverifikasi kalau ada masalah dengan istrinya.''Ya... gitu deh,'' jawab Gavin santai tapi terlihat ada sedikit keraguan padanya, ''Tapi, masih bisa di handle, dikit...''''Kok, gitu?!'' sahut Ardan yang merasa tidak puas dengan jawaban Gavin.''Bang... aernya,'' ujar Aruna menyodorkan segelas air minum pada Ardan
Aruna yang sudah pernah mengalami hal seperti perundungan, sedikit banyak sudah tidak kaget lagi. Dia mencari celah untuk segera membalas Riana, begitu mendapat kesempatan, Aruna menyerang Riana dengan menjejak kakinya kuat-kuat.Riana reffleks melepaskan tangannya dan mengaduh kesakitan karena saat itu Aruna memakai sepatu yang sol sepatunya cukup tebal. Dengan segera dia menghampiri teman-temannya yang juga sedang berhadapan dengan lawan masing-masing, tapi ternyata mereka juga sudah berhasil melumpuhkan lawannya.Tiga lawan tiga, cukup seimbang sebetulnya. Tapi, sayangnya Aruna dan kawan-kawannya bukan tipe perempuan yang akan diam ketika di ganggu. Dan, hal itu tentu saja mengejutkan Riana dan kawan-kawannya yang biasa menggunakan statusnya untuk mengintimidasi.Kubu Aruna dan Kubu Riana, keduanya masih on fire, tentu keduanya siap untuk ronde selanjutnya.''Hei, berhenti!'' seru Rama dan juga tiga temannya segera datang melerai saat kedua kubu mulai saling mencengkeram.Rama dan
Dion dan Rafli bertindak mengikuti improvisasi dari situasi yang mereka ciptakan setelah terdesak.Desakan para preman yang meminta mereka untuk menyerahkan kunci mobil membuat mereka kesulitan mengulur-ulur waktu. Tapi, kreativitas dengan modal nyali nekat sekaligus bukti bahwa diklat yang mereka jalani menunjukkan kepiawaian mereka dalam melaksanakan tugas.''Lah, mana ya?!'' sahut Dion sambil kasak-kusuk berlagak mencari kunci di saku pakaiannya, ''Fli, mana kunci?''''Lah, bukannya ama elu?!'' jawab Rafli mengikuti skenario dadakan di lapangan.''Pe'a, kagak ada di gua... ama lu, kan...''''Kagak, kagak ada... tuh, liat!'' seru Rafli sambil menarik kantong pakaiannya keluar.''Ngelawak lu bedua!'' pekik preman yang menunggu kunci mobil mereka untuk di serahkan dengan mata melotot.''Ka-kagak bang, beneran dah... cek aja... kagak ada i
''Di mana ini?!" pekik Aruna ketika tali yang mengikat mulutnya dibuka saat sudah berada di sebuah ruangan, ''Mau apa kalian?!''Mereka yang ada di ruangan itu tersenyum sinis menanggapi kegelisahan Aruna dan Amira yang terkejut ketika tudung hoodie yang menutupi separuh wajah mereka dibuka, memperlihatkan suasana di sekeliling dengan lebih jelas sekarang.Salah seorang dari beberapa pria yang baru di lihat oleh Aruna dan Amira datang menghampiri.Pria itu mengangkat dagu Aruna dan Amira, memiringkannya ke kanan dan ke kiri, melihat mereka dengan seksama, menilai penampilan fisik mereka berdua.''Lumayan, biarpun enggak bisa laku mahal, tapi masih cukup ngejual,'' ujar Parta, pria paruh baya tapi punya aura mendominasi yang membuat Aruna dan Amira merasa sangat tidak nyaman, ''Enggak banyak duit yang bisa kamu dapet dari mereka berdua...'' tambah Parta seraya melirik kepada Karissa.
CKIITTTRem berdecit dan mobil yang dikendarai oleh para petugas yang mengikuti Karissa berhenti mendadak.''Dimana Pak Ardan?!" tanya Dion, salah satu petugas yang ditugaskan untuk mengawasi.''OTW,'' jawab Rafli yang jadi rekan bertugas Dion, ''Enggak jauh... dia pasti bentar lagi nyampe...''''Oke... keknya target udah sampe di tujuan. Gimana, kita lanjut masuk?''''Enggak tauk, tapi tempat ini sarang mafia, cuma kita bedua... ini mah nganter nyawa...''Dion dan Rafli berdiskusi tentang bagaimana langkah selanjutnya karena intruksi selanjutnya belum turun dari atasan mereka.''Terus gimana, target udah turun... iya kalo tujuan dia disini, kalo dia lanjut ke tempat laen... bakal repot...'' ujar Rafli dengan nada gemas.''Sialan!'' pekik Dion kesal, ''Gue juga bingung, kita cuma ditugasin buat ngintai... terjun langs
Ardan bergegas bergerak segera setelah mendapat laporan dari anak buahnya yang mengawasi rumah Amira.''Dua orang di seret paksa... kenapa dua?!'' tanya Ardan di dalam hatinya, ''Apa mungkin bukan Runa?!''Tidak banyak laporan yang diberikan anak buahnya selama dua hari terakhir karena sama sekali sulit untuk menemukan celah guna mengintip lebih dekat untuk melihat situasi di dalam rumah Amira supaya lebih jelas.Ardan bahkan meminta pada Ibunya Lita untuk menghubungi Amira dan menanyakan apakah ada hal lain yang dibutuhkannya supaya ada kesempatan baginya untuk bisa masuk ke dalam rumah Amira. Tapi, sayangnya, karena baru saja mendapat pasokan, Amira menolak tawaran bibinya.''Terserah deh... liat yang ini aja dulu. Enggak tauk kenapa tapi feeling gue beda tentang yang ini. Entah kenapa semangat gue naik buat ngejar yang ini... mudah-mudahan enggak salah...'' gumam Ardan d
Ardan memberikan beberapa foto Karissa dari berbagai posisi sebagai referensi agar Lita tidak salah mengenali.''Maafkan saya pak, saya tidak begitu yakin karena saya hanya melihat sekilas. Tapi pak, Ini bukan hal yang biasa di lakukan Kak Amira... Meski Kak Amira yang sekarang sangat jauh berbeda dengan Kak Amira tujuh tahun yang lalu. Tapi, tetap saja, saya merasa ada yang janggal...''Lita dengan jujur mengemukakan opininya karena dia juga tidak mau membohongi orang yang sedang kesulitan.''Saya tahu kalau ini tidak tepat,'' ujar ibu Lita menambahkan dengan wajah memelas menatap Ardan, ''Di saat bapak sedang susah saya malah merepotkan... tapi pak, bapak juga kan seorang petugas. Tolong bantu kami pak... Amira adalah anak baik yang ceria sebelumnya. Tapi, sejak tujuh tahun yang lalu tiba-tiba dia berubah... kami yakin ada sesuatu karena setelah tujuh tahun dia berdiam diri, tiba-tiba dia menghubungi kami.''&nb
Organisasi ilegal yang selama ini terselubung dengan bisnis taipan-taipan besar berjatuhan satu per satu. Pengacara-pengacara kecil mulai melejit naik menyaingi pengacara kondang yang telah penuh Schedule-nya karena banyak orang-orang berduit terciduk aparat. Semua itu bisa terjadi karena adanya efek domino dari penggerebekan-penggerebekan atas laporan dan data yang diberikan Ardan dan juga Rendra.Sudah sejak tujuh tahun terakhir satu per satu organisasi ilegal di jatuhkan Ardan secara diam-diam. Meski hanya organisasi kecil tapi sukses melemahkan pergerakan mereka sehingga mempersulit organisasi besar di atasnya untuk mengembangkan sayapnya. Karenanya, sejak Ardan menyusup tujuh tahun yang lalu, pergerakan organisasi ilegal yang meresahkan hingga merugikan negara berhasil di tekan seminimal mungkin.''Ardan, kita sudah mempersempit rute pelarian...'' ujar atasan Ardan, ''Kita akan segera menemukan istrimu, secepatnya...''
''Brengsek!'' pekik Arjuna menggebrak meja sambil menatap layar laptopnya dengan mata nanar, ''Ada di mana lu?!''Sudah tiga hari sejak Aruna di culik dan belum ada tanda-tanda keberadaannya sama sekali. Ardan yang hampir putus asa menghubungi Arjuna meminta bantuannya.''Kagak ada bayangan apa pun tentang keberadaan Karissa?!''''Gue udah cari, tapi enggak ketemu...''''Apa Karissa ada sebutin sesuatu selama lu kenal dia selama ini?!''''Dari kemaren otak gue jungkir balik berusaha nginget sesuatu tentang Karissa yang mungkin ketinggalan...'' jawab Arjuna dengan nada kesal, dia lalu menjeda ucapannya kemudian mendesah putus asa setelahnya dia menggelengkan kepalanya sambil menatap Ardan dengan ekspresi menyesal.Ardan membanting bokongnya di sofa ruang tamu Arjuna lalu menyandarkan punggung, wajahnya menengadah ke langit-langit ruangan memperlihatkan betapa
''Brengsek!'' pekik Arjuna menggebrak meja sambil menatap layar laptopnya dengan mata nanar, ''Ada di mana lu?!''Sudah tiga hari sejak Aruna di culik dan belum ada tanda-tanda keberadaannya sama sekali. Ardan yang hampir putus asa menghubungi Arjuna meminta bantuannya.''Kagak ada bayangan apa pun tentang keberadaan Karissa?!''''Gue udah cari, tapi enggak ketemu...''''Apa Karissa ada sebutin sesuatu selama lu kenal dia selama ini?!''''Dari kemaren otak gue jungkir balik berusaha nginget sesuatu tentang Karissa yang mungkin ketinggalan...'' jawab Arjuna dengan nada kesal, dia lalu menjeda ucapannya kemudian mendesah putus asa setelahnya dia menggelengkan kepalanya sambil menatap Ardan dengan ekspresi menyesal.Ardan membanting bokongnya di sofa ruang tamu Arjuna lalu menyandarkan punggung, wajahnya menengadah ke langit-langit ruangan memperlihatkan betapa
Alis mata Ardan nyaris menyatu dengan sorot mata tajam, giginya bergemeretak menahan emosi hingga membuat salah tingkah beberapa bawahannya ketika Ardan, Rendra dan yang lainnya tiba di TKP selang waktu 40 menit setelah mendapat laporan.Suara sirene mobil polisi dan mobil ambulans bersahutan sebelum kedatangannya ke TKP. Kehebohan terjadi dengan beberapa mahasiswa terlihat tergeletak bertebaran dengan luka-luka di tubuh.Beberapa preman tertangkap dan babak belur, nyaris sekarat karena di hajar banyaknya warga kampus yang kesal apa lagi saat beberapa orang hampir tewas karena mini van yang nekat melaju menerjang kerumunan.''Vin, elu enggak apa-apa?!''''Dimananya?!'' jawab Gavin dengan nada ketus, ''Udah jelas bonyok begini...''''Baru bonyok...'' sahut Ardan sambil menepak dahi Gavin,''Nah bini gue, ilang lagi aja...''Ardan tampak tenang menanggapi Gavin,