PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 39Maka malam itu, dengan Bang Arga sebagai waliku, Mas Arfan mengucapkan ijab kabul. Serombongan orang berpakaian rapi yang di bawa, salah satunya adalah penghulu, ternyata adalah para orang kepercayaannya yang lain. Termasuk di antaranya dua orang sepupu yang dia bawa sebagai saksi. Sementara Bang Arga, dengan sigap datang pula ke rumah Pak RT, yang kemudian datang bersama dua orang DKM masjid untuk menjadi saksi dari pihak ku. Tak ada pertanyaan ini dan itu, mungkin besok, gosip entah apa akan tersebar. Biarlah, aku tak peduli. Yang aku tahu, lelaki yang kini duduk di sebelahku ini mencintaiku dengan tulus. Aku, sedikit banyak mengerti maksudnya ketika dia mengatakan bahwa orang tua Laura mengancam akan menggagalkan pernikahan kami."Aku tidak bisa berada dua puluh empat jam di sampingmu, Emi, kecuali kita menikah lebih dulu." Ujarnya tadi. Kami sama sekali tak pernah lagi bersentuhan, meski hanya menggenggam tangan. Sampai ketika para saksi mengucapkan k
Kehadiran orang lain di rumah ini, ternyata tak membuat Mama dan Bang Arga canggung. Mama menjalani aktivitas seperti biasa. Masak banyak makanan enak, yang hanya bisa kulihat bagaimana prosesnya. Tak seperti Mama, aku sama sekali tak bisa masak, apa lagi bikin kue."Belajar masak Emi. Sekaya apapun seorang lelaki, dia akan merasa bahagia memakan masakan hasil racikan tangan istrinya sendiri."Ujar Mama sambil meletakkan piring berisi udang goreng tepung di atas meja, lalu menuang saus merah yang aromanya menggoda selera di atasnya. Aku meringis. Pura-pura sibuk mengaduk teh dan kopi dalam gelas-gelas. Ini hari kedua Mas Arfan disini. Riana belum datang dan Bang Arga biasanya akan keluar dari kamarnya sebentar lagi, sudah berpakaian rapi hendak berangkat ke kantor."Dengar nggak?"Mama menjawil pipiku."Iya, Ma."Mama tidak tahu, aku bahkan masih malu keluar kamar. Rencananya, habis resepsi, barulah aku dan Mas Arfan bulan madu. Ke tempat yang sengaja dia rahasiakan dariku.Setelah me
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 40Mas Arfan bergerak cepat. Dia langsung mengadakan konferensi pers hari itu juga, mengumumkan pernikahan kami. Aku dan Mama serta Bang Arga diharuskan hadir, diperkenalkan sebagai keluarga barunya. Resepsi tetap diadakan sesuai tanggal yang tertera pada undangan terbatas yang hanya akan dihadiri orang-orang terdekat saja. Duduk di meja panjang bersamanya, aku merinding. Menyadari bahwa kini aku bukan lagi Emily yang dulu. Menjadi istri salah satu orang terkaya di kota ini, mungkin segala tingkah lakuku akan disorot, kesalahanku akan dicari-cari. Tapi Mas Arfan menenangkanku."Ini hanya sementara, euforia karena kita baru menikah. Setelah itu, tak ada yang peduli meski kau jalan di mall sendirian. Kecuali mungkin mata-mata lelaki yang akan terpesona pada kecantikan istriku ini."Dia mengusap kepalaku dengan lembut, bahkan sedikitpun tak melepaskan genggaman tangannya. Para wartawan lokal yang memberi pertanyaan, dijawabnya dengan tenang."Emily Cahaya Dinat
Dari kejauhan, aku menyaksikan ballroom hotel tempat Arfan dan Emily akan menyelenggarakan resepsi besok mulai dihias. Hotel itu bahkan telah di booking seluruhnya bagi para tamu, saudara dan rekan bisnis dari luar kota. Dari jauh, aku dapat melihat bunga-bunga papan diturunkan dan dipajang di halaman hotel. Para anggota wedding organizer yang lalu lalang meski hari menjelang sore. Dan di antara mereka, aku yakin ada orang-orang bayaran yang punya tugas khusus menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan. Salah satunya mungkin, kedatanganku.Arfan tahu pasti bahwa aku menaruh dendam. Dia dengan sengaja mengadakan konferensi pers tepat di hari aku keluar dari penjara. Dia tidak memberi celah padaku untuk mendekat. Benar-benar bencana. Aku menaikkan lagi kacamata hitam dan menginjak gas. Percuma, aku tak akan membuat kerusuhan dan masuk lagi ke dalam penjara. Ya. Aku yakin Arfan tak akan sega menjebloskanku ke penjara kedua kalinya. Sumpah, seumur hidup, aku tak akan pernah kembali ke t
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 41PoV LAURA"Ares…"Aku bergumam menyebut nama lelaki di hadapanku, yang kini senyumnya berubah menjadi seringaian. Tanpa aba-aba, lelaki itu menarikku menuju pelataran parkir mall yang cukup jauh. Tenaganya kuat sekali hingga membuatku terseret-seret."Jangan bertindak bodoh. Sekali kamu teriak, aku akan serahkan lagi kamu pada lelaki bar-bar tadi."Aku menelan ludah, tak punya pilihan lain. Ares, mantan kekasih yang kucampakkan begitu saja begitu Mama bilang bahwa keluarga Bastian Wirakusuma meminta salah satu putrinya untuk jadi menantu. Itu aku, tak mungkin Winda si anak pungut. Maka tanpa merasa bersalah, aku memutuskan hubungan dengan Ares, tak peduli kami baru saja menghabiskan tiga hari yang bergelora di pulau dewata.Ares mendorongku masuk ke dalam mobilnya. Dia sendiri lalu melompat naik dan menutup kaca mobil, memutar kontak dan menyalakan AC."Lepaskan aku Ares. Kita tak punya hubungan apa-apa lagi!"Dia tersenyum sinis."Kau sudah ditolak mentah-
"Jadi kau pulang untuk menghadiri resepsi pernikahan Abangmu ya?"Suara Mama terdengar begitu aku menginjakkan kaki di depan pintu utama. Ada tamu rupanya. Aku melirik mobil B-RV hitam berkilat yang sepertinya masih baru. Siapa tamu Mama? "Benar Tante. Dan Mama menyuruh saya kesini untuk mengantarkan ini.""Apa itu?""Gaun. Untuk Laura."What? Mataku melebar mendengar namaku disebut. Lalu, sayup-sayup, aku rasanya mengenal suara itu. Aku mendorong pintu dan mendapati seseorang duduk disana. Seseorang dari masa lalu yang tentu saja sangat kukenal."Erik?"Lelaki itu tersenyum, melambaikan tangannya."Hai Laura, apa kabar?"Erik. Tentu saja aku mengenalnya. Dalam lingkaran pergaulan kami, cowok-cowok ganteng dan tajir tentu ada di dalamnya. Erik dan aku, bahkan pernah menghabiskan malam bersama, dengan beberapa orang teman. Berdansa, mabuk sambil mengisap sabu. Sayang, dia kemudian tertangkap saat sedang pesta narkoba bersama teman-temannya. Dia lalu di penjara, dan tiba-tiba saja meng
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 42Subuh di hari H itu, MUA sudah tiba di rumahku. Riana langsung berseru-seru karena yang datang ternyata Kak Dev, MUA yang sering merias para model."Aku mau juga dong dirias Kak Dev."Kak Dev tersenyum, MUA cantik berusia tiga puluh tahun itu memandang Riana."Kalau sempat ya Mbak. Soalnya saya cuma ngerias Mbak Emily. Anggota keluarga lain sama asisten saya."Riana manyun. Aku tertawa kecil, berbisik pada Kak Dev, memintanya merias Riana setelah aku karena dia sahabatku. Kak Dev mengangguk."Saya juga cuma menggoda kok. Hihihi…" Dia tertawa cekikikan. Seketika aku jadi rileks. MUA ku ternyata satu frequency. Sama sama jahil dan suka becanda. Aku lalu duduk dan tangannya yang ajaib itu mulai bekerja.Dua jam lamanya hingga akhirnya selesai. Aku tak bisa tak takjub memandang sentuhan tangan ajaib itu. Make up flawless seperti yang kuminta tampak sangat cocok di wajahku. Riana sampai melotot dan bolak balik mengambil fotoku dengan ponselnya. Dia memang se eks
"Winda…"Haru memenuhi udara. Winda menghambur ke dalam pelukan Mama, sementara Bang Arga menatap dengan mata memerah menahan tangis. Masih dapat kulihat dengan jelas binar cinta di matanya itu. Tapi Winda sama sekali tak berani menoleh. Dia hanya terus memeluk Mama."Mama…" Winda terisak-isak, tak sanggup bicara."Kamu sudah sembuh, Nak. Kemana saja kamu selama ini?""Emily dan Arfan yang menyembuhkan aku Ma.""Benarkah?" Mama menatapku. Aku hanya diam. Ucapan Winda barusan tidak terlalu tepat sebenarnya. Aku dan Mas Arfan hanya memberinya tempat untuk berobat. Dia lalu sembuh atas usahanya sendiri, dan bantuan para ustadzah di pesantren."Kamu cantik sekali pakai jilbab ini, Nak." Puji Mama. Winda melepaskan pelukan Mama, lalu perlahan menatap Bang Arga."Abang, aku kesini mau minta maaf. Sama Abang, sama Mama, dan terutama sama Emily. Aku sadar bahwa aku pernah membuat rumah ini kacau. Aku pernah membuat Abang dan Emi bertengkar. Aku sering membuat Mama bingung bersikap. Sungguh,