"Yeayyy! Emi akhirnya kawin!"Riana bersorak-sorai saat dia datang ke rumahku keesokan harinya. Kami sedang berbaring di atas karpet, tengkurap sambil ngobrol kesana kemari."Hussyy berisik ih. Jangan keras-keras deh kamu, Na."Dia malah ngakak. "Bilang Bos, tolong angkat aku jadi asistennya aja deh. Eh, asistenmu.""Asisten rumah tangga?""Yah, nggak jadi lah." Dia mengubah posisi tubuhnya menjadi telentang. Aku tertawa."Kerja yang bagus, Non. Pasti karirmu bakalan naik.""Hu'um ya. Pak Arfan semuda itu aja sudah dipercaya pegang perusahaan besar. Emang bokapnya kemana?""Bapaknya pensiun dini. Kabarnya sih beliau punya penyakit berat jadi hanya kerja di belakang layar. Penasihat kayaknya.""Oh ya benar. Jadi, aku bakalan dikasih seragam bridesmaid kan? Ungu ya."Hahaha… aku tertawa. "Terserah aku dong. Dan yang jelas aku nggak suka warna ungu." Aku meleletkan lidah. Riana lemas lagi.Tok… tok… tok…"Emi? Dek?!"Suara Bang Arga di depan pintu. Aku bangkit dari karpet dan membuka da
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 37"Emily."Aku tersenyum, bagaimanapun, dia calon Mama mertuaku kan?"Tante, kebetulan lewat? Silahkan mampir Tante."Tante Rose melirik ke teras rumahku, pada pintunya yang masih terbuka. Mungkin berusaha menembus ke kedalaman. Oh, rumahku memang tak semewah rumah keluarga Mas Arfan. Papa dan Mama, meski punya cukup uang untuk membangun rumah yang mewah, menyukai rumah yang sederhana dan bersahaja. Di dalam, fasilitas penunjang hidup disediakan lengkap oleh almarhum Papa. Tapi dari luar, rumah kami terlihat sederhana saja. Tanaman mawar dan bougenville Mama yang lebih mendominasi. Juga sebatang pohon mangga yang baru saja lewat musimnya."Aku hanya ingin tahu, seperti apa rumah gadis yang membuat anakku tergila-gila.""Rumah kami sederhana saja, Tante. Tapi ada surga disini."Dia tertegun sejenak. Aku tersenyum menatapnya."Papa saya sudah meninggal dunia, Mama mengurusi toko kue, saya punya satu kakak lelaki yang tengah meritis karir, dan saya, setelah meng
"Dari sekian banyak peringatan Ibunya Pak Arfan, yang lo inget cuma kemungkinan kalau dia bakalan digaet cewek lain. Fix, ada yang konslet sama otak lo."Riana mengetuk-ngetuk keningku seenaknya. Dia baru saja pulang kerja, masih pakai seragam dan dengan santainya nyelonong masuk rumah, mencium tangan Mama dan kini, seperti penyusup, ikut tiduran di sampingku. "Ya gimana, Mas Arfan itu ganteng maksimal, Na. Dan aku? Masih kayak bocah katanya. Hikss…"Aku pura-pura mau nangis.Riana tertawa. Dia berdiri dan mengibaskan rambut panjangnya."Sini, diajarin dulu cara dandan cantik ala calon kakak ipar."Deg. Dan aku tertegun, seketika terlupa pada masalahku sendiri. Aku menatap Riana sambil menghela nafas, teringat pada seseorang yang yang kini jauh di Bogor sana. Mbak Nurul terus mengabariku, bahwa Winda sudah tiba dan diterima dengan baik disana. Tapi tentu saja masih butuh waktu yang lama untuknya agar pulih seperti semula. Dan apakah dalam rentang waktu itu, cinta Bang Arga akan terki
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 38PoV ARFAN"Erik akan segera pulang ke Indonesia. Dia akan bekerja di perusahaan Papamu. Ingat Arfan, perusahaan itu bukan hanya milikmu."Aku terdiam sejenak, lalu tersenyum."Mama, jangan melewati batasan. Aku tidak melarang Erik bekerja di perusahaan. Tapi tolong pastikan dulu dia bukan lagi tukang buat onar seperti dulu."Wajah Mama merah padam. Aku bergegas naik ke lantai atas tanpa peduli pada teriakannya. Astaga. Dua puluh empat tahun menjadi istri Papa, tidak bisakah Mama bersikap sedikit elegan? Aku hanya takut Papa mendengar dan kesehatannya kembali drop.Dua tahun yang lalu, Papa terpaksa mengirim Erik ke Aussie, setelah melewati perjuangan panjang membebaskan dia dari penjara akibat narkoba dan main perempuan. Dua kesalahan sangat fatal yang pasti akan mencemari nama besar Nada Pratama seandainya orang-orang tahu bahwa si biang onar itu adalah anak Papa, meski hanya anak tiri. Setelah menggelontorkan uang yang tak sedikit jumlahnya, si Bengal itu
Aku ternganga sejenak. Kaget, karena ternyata ada orang yang begitu gemar mencari kesalahan orang lain tanpa menyadari kesalahannya sendiri."Tante sebaiknya berhenti membuat malu diri sendiri. Laura melakukan kejahatan. Dia bahkan seharusnya dihukum lebih lama daripada hanya sekedar sepuluh bulan penjara.""Kamu… Arfan… kamu akan menyesal karena telah menyakiti anakku.""Dan Tante akan menyesal kalau mencoba mengganggu Emily lagi. Aku tahu, Laura melakukan itu atas persetujuan Tante dan kalian dengan sengaja menjadikan Winda sebagai tumbal."Dia terkejut sejenak."Winda? Bagaimana kau tahu…"Aku tersenyum."Aku tahu segalanya. Ingat bahwa aku punya lebih banyak uang dari kalian. Dan uang, bisa melakukan apa saja."Tante Luisa menatapku tak berkedip."Kalau kau pikir hanya aku dan Laura yang akan berusaha sekuat tenaga memisahkan kalian, Arfan. Kau salah."Aku diam saja. Oh, tentu aku sudah tahu apa maksudnya. Mama, Mama lah ancaman terbesar bagiku dan Emily. Oh, tidak bisakah aku mem
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 39Maka malam itu, dengan Bang Arga sebagai waliku, Mas Arfan mengucapkan ijab kabul. Serombongan orang berpakaian rapi yang di bawa, salah satunya adalah penghulu, ternyata adalah para orang kepercayaannya yang lain. Termasuk di antaranya dua orang sepupu yang dia bawa sebagai saksi. Sementara Bang Arga, dengan sigap datang pula ke rumah Pak RT, yang kemudian datang bersama dua orang DKM masjid untuk menjadi saksi dari pihak ku. Tak ada pertanyaan ini dan itu, mungkin besok, gosip entah apa akan tersebar. Biarlah, aku tak peduli. Yang aku tahu, lelaki yang kini duduk di sebelahku ini mencintaiku dengan tulus. Aku, sedikit banyak mengerti maksudnya ketika dia mengatakan bahwa orang tua Laura mengancam akan menggagalkan pernikahan kami."Aku tidak bisa berada dua puluh empat jam di sampingmu, Emi, kecuali kita menikah lebih dulu." Ujarnya tadi. Kami sama sekali tak pernah lagi bersentuhan, meski hanya menggenggam tangan. Sampai ketika para saksi mengucapkan k
Kehadiran orang lain di rumah ini, ternyata tak membuat Mama dan Bang Arga canggung. Mama menjalani aktivitas seperti biasa. Masak banyak makanan enak, yang hanya bisa kulihat bagaimana prosesnya. Tak seperti Mama, aku sama sekali tak bisa masak, apa lagi bikin kue."Belajar masak Emi. Sekaya apapun seorang lelaki, dia akan merasa bahagia memakan masakan hasil racikan tangan istrinya sendiri."Ujar Mama sambil meletakkan piring berisi udang goreng tepung di atas meja, lalu menuang saus merah yang aromanya menggoda selera di atasnya. Aku meringis. Pura-pura sibuk mengaduk teh dan kopi dalam gelas-gelas. Ini hari kedua Mas Arfan disini. Riana belum datang dan Bang Arga biasanya akan keluar dari kamarnya sebentar lagi, sudah berpakaian rapi hendak berangkat ke kantor."Dengar nggak?"Mama menjawil pipiku."Iya, Ma."Mama tidak tahu, aku bahkan masih malu keluar kamar. Rencananya, habis resepsi, barulah aku dan Mas Arfan bulan madu. Ke tempat yang sengaja dia rahasiakan dariku.Setelah me
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 40Mas Arfan bergerak cepat. Dia langsung mengadakan konferensi pers hari itu juga, mengumumkan pernikahan kami. Aku dan Mama serta Bang Arga diharuskan hadir, diperkenalkan sebagai keluarga barunya. Resepsi tetap diadakan sesuai tanggal yang tertera pada undangan terbatas yang hanya akan dihadiri orang-orang terdekat saja. Duduk di meja panjang bersamanya, aku merinding. Menyadari bahwa kini aku bukan lagi Emily yang dulu. Menjadi istri salah satu orang terkaya di kota ini, mungkin segala tingkah lakuku akan disorot, kesalahanku akan dicari-cari. Tapi Mas Arfan menenangkanku."Ini hanya sementara, euforia karena kita baru menikah. Setelah itu, tak ada yang peduli meski kau jalan di mall sendirian. Kecuali mungkin mata-mata lelaki yang akan terpesona pada kecantikan istriku ini."Dia mengusap kepalaku dengan lembut, bahkan sedikitpun tak melepaskan genggaman tangannya. Para wartawan lokal yang memberi pertanyaan, dijawabnya dengan tenang."Emily Cahaya Dinat