Share

Bab 2. Bagaimana Jika Posisi Itu Adalah Dirinya?

Sesampainya di mansion, Naura berjalan masuk menuju ruang kerjanya untuk mengurus pekerjaan-pekerjaan baru yang sudah menunggu. Menjadi istri dari keluarga konglomerat elite sama sekali tidak membuatnya dapat bermalas-malasan menikmati harta.

Di tengah perjalanannya menuju ruang kerja, suara Evelyn dari belakang membuat langkahnya terhenti.

"Nyonya Naura."

Naura menoleh, kedua matanya menatap Evelyn bingung, untuk apa wanita itu memanggilnya? Padahal, Naura berniat menghindari kontak sekecil apa pun dengan wanita ini agar hatinya baik-baik saja.

"Jika nyonya tidak keberatan, bolehkah aku bertanya di mana ruang kerja Zafir?" Suara manis wanita itu menari di telinga Naura, membuat gejolak emosi Naura aktif. Tetapi, sekeras mungkin Naura menekan apa yang saat ini sedang ia rasakan.

"Zafir? Di sana." Tangan kanan Naura menunjuk salah satu pintu ruangan yang berada tidak jauh dari mereka.

Evelyn tersenyum, kemudian kepalanya mengangguk kecil. "Terima kasih banyak, Nyonya!"

Naura dan Kate yang melihat ini sekilas saling lirik dengan heran, mengapa wanita itu bersikap seolah mereka sangat akrab? Bahkan hanya dalam satu malam wanita itu sudah langsung memanggil Zafir dengan namanya.

Evelyn berlenggang pergi setelah mengetahui letak ruang kerja Zafir, Naura hanya diam dan memperhatikan. Jika berjalan sesuai apa yang biasanya terjadi, Evelyn akan ditahan terlebih dahulu sebelum akhirnya diperbolehkan masuk, karena ruang kerja Zafir dan Naura adalah ruangan yang paling disegani.

Namun, di luar dugaan, Evelyn melangkah masuk begitu saja tanpa menunggu persetujuan dari Zafir. Naura yang melihat ini segera memejamkan matanya dan menggeleng singkat, kemudian ia berbalik dan meneruskan langkahnya.

"Ayo, Kate."

Sementara itu di ruangan kerja Zafir, pria itu menyambut Evelyn dengan senyum ramahnya.

"Ada apa?" tanya Zafir. Pria itu berhenti sejenak dari aktivitasnya.

Evelyn berjalan ke arah Zafir tanpa ragu, kemudian berdiri di samping pria itu. "Sepertinya... Nyonya Naura masih belum bisa menerimaku."

Zafir mengerutkan keningnya. "Bagaimana mungkin? Naura sendiri yang memilihmu, dia adalah wanita yang sangat pengertian sehingga tidak akan ada hal buruk yang terjadi. Mungkin belakangan ini dia sedang merasa lelah karena pekerjaan."

Evelyn mengangguk tipis. "Benar, tetapi... Aku masih merasa tidak enak dengan nyonya Naura. Jika aku berada di posisinya, aku pun akan merasakan rasa sakit yang besar. Barusan aku bertemu dengannya, raut wajahnya tidak baik."

Evelyn menceritakan apa yang ia rasakan mengenai interaksinya dengan Naura barusan, wajah cantiknya yang menunjukkan ekspresi muram akan membuat siapapun tersihir agar melakukan apa pun yang membuatnya kembali tersenyum.

"Aku ingin berteman baik dengan nyonya Naura dan menjelaskan bahwa kita bisa hidup baik-baik saja, bahkan setelah anak yang akan aku kandung nanti lahir," ucap Evelyn, kepalanya menunduk dalam.

Zafir yang memperhatikan wajah sedih Evelyn sedikit ikut terenyuh, pria itu berdiri dari kursi kerjanya dan mengusap bahu Evelyn. "Naura bukan wanita jahat, dia adalah nyonya Wajendra yang penuh dengan pengertian. Cepat atau lambat, hubungan kalian pasti akan membaik. Ini baru satu hari sejak perjanjian kita berjalan, wajar baginya untuk membutuhkan waktu sedikit lama agar bisa beradaptasi meskipun ini adalah keputusan kami bersama."

"Lagi pula, kewajibanmu adalah mengandung anakku untuk kami berdua, jadi hindari beban pikiran yang berlebihan," sambung Zafir, pria itu berusaha menenangkan Evelyn yang terlihat sedih karena menganggap Naura membencinya.

Dua minggu berlalu sejak hari itu, kini Naura bahkan sudah terbiasa jika melihat Evelyn berjalan kesana kemari di dalam mansionnya. Malam ini, Naura dan Zafir memutuskan untuk menyantap makan malam bersama.

Zafir masih dengan perhatiannya yang seperti biasa, pria itu selalu memberikan perhatian ekstra kepada Naura meskipun momen seperti Zafir dan Evelyn muncul membuatnya menelan pahit.

"Apa belum ada kabar baik dari Evelyn?" Naura menanyakan hal yang sebenarnya tidak seharusnya dia ungkit di makan malamnya bersama Zafir. Tetapi, jika dibiarkan begitu saja maka tujuan mereka membeli rahim Evelyn akan berlarut-larut tanpa kejelasan.

Zafir mengerutkan keningnya, kemudian menggeleng. "Aku tidak tahu, bukankah laporan harian dokter selalu diberikan padamu?"

Naura meneguk air putih terlebih dahulu sebelum akhirnya menjawab,"Aku... Belum memeriksanya, seharusnya dalam waktu dekat akan muncul kabar baik."

Zafir yang melihat raut wajah istrinya sedikit berubah mendung segera mengelus tangan Naura. "Apa kamu memiliki masalah dengan Evelyn?"

Naura menggeleng. "Tidak, masalahnya hanya ada di dalam diriku sendiri. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."

Zafir mengangguk tipis, kemudian berkata, "Jangan terlalu tegas dengan Evelyn, karena itu secara tidak langsung membebankan pikirannya. Wanita itu polos dan kosong, dia hanya ingin berhubungan baik denganmu. Tidak perlu khawatir, Evelyn tahu bagaimana posisinya."

Naura mengangguk. "Iya, maafkan aku."

"Sejak kapan kamu menerimanya dengan sangat baik seperti ini?" Saat sempat hening beberapa detik, Naura kembali berbicara. Kali ini ia ingin menanyakan sesuatu yang selama ini dia tahan.

Zafir yang mendengar ini tersenyum tanpa sadar, kemudian terkekeh kecil. "Entahlah, mungkin karena wanita itu masih terbilang sangat muda dan polos? Aku merasa lebih santai saat berbicara dengannya."

Seolah ada batu besar yang menimpa hatinya, Naura tetap mengangguk di tengah rasa nyeri hatinya. "Oh, seperti itu...."

"Bisakah kamu memintanya untuk tidak terlalu sering bolak-balik di sekitar ruangan kerjaku? Aku merasa sedikit tidak nyaman karena harus fokus bekerja, sebab ia sesekali mengunjungiku di tengah kesibukan kerja." Naura dengan hati-hati berbicara kepada suaminya mengenai hal ini, entah mengapa dia merasa takut suaminya akan marah jika Naura memberikan jarak antara dirinya dan Evelyn.

Di luar dugaan, Zafir justru tertawa. "Dia juga sering mengunjungimu? Astaga... Benar-benar seperti anak kecil! Aku sering memperingatinya untuk tidak melakukan hal itu, apa lagi sampai melakukannya padamu. Tetapi ternyata dia tidak mendengarkanku, ya?"

Naura sedikit terkejut dengan respon Zafir, matanya menatap keheranan pada suaminya. Apa-apaan itu? Dia berbicara seolah sudah memiliki hubungan yang benar-benar sangat dekat dengan Evelyn.

Naura yang masih terkejut dengan respon Zafir dikagetkan lagi dengan Kate yang tiba-tiba masuk ke ruang makan mereka.

"Tuan! Nyonya!"

Naura dan Zafir dengan cepat menoleh, mereka melupakan topik yang sebelumnya mereka bicarakan.

"Ada apa, Kate?"

"Dokter... Dokter yang memeriksa nona Evelyn!" Kate berusaha bicara di tengah deru napasnya yang tak beraturan.

Mendengar hal ini, Naura dan Zafir dengan cepat berdiri.

"Evelyn? Ada apa dengan--!" Belum selesai Naura bicara, sosok Zafir sudah melesat pergi meninggalkan dirinya.

Naura yang ditinggal begitu saja karena kabar mengenai Evelyn yang belum tentu jelas sedikit merasa marah, namun wanita itu memilih untuk menepisnya dan berjalan cepat menyusul Zafir.

Begitu tiba di kamar Evelyn, Naura melihat adegan berpelukan hangat bak pasangan suami istri sempurna antara suaminya dan Evelyn. Zafir memeluk Evelyn sangat erat, dokter yang menyadari kedatangan Naura bahkan hampir kehilangan napas karena situasi canggung yang ia saksikan.

"Nyonya Naura? Nyonya! Saya berhasil hamil!" Evelyn dengan polosnya berseru ke arah Naura, bibirnya tersenyum sangat bahagia.

Zafir yang menyadari bahwa Naura ada di sini segera melepaskan pelukannya dari Evelyn dan melangkah ke arah istrinya. Wajah pria itu terlihat sangat bahagia.

"Naura, kita akan segera memiliki anak!" ucap Zafir sambil memeluk erat istrinya.

Naura membalas pelukan Zafir dengan tatapan kosong, sepertinya... Di ruangan itu hanya dialah yang memiliki perasaan tidak bahagia. Diam-diam Naura berpikir, bagaimana rasanya jika yang dikabarkan hamil saat ini adalah dirinya, bukan Evelyn?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status