Sesampainya di mansion, Naura berjalan masuk menuju ruang kerjanya untuk mengurus pekerjaan-pekerjaan baru yang sudah menunggu. Menjadi istri dari keluarga konglomerat elite sama sekali tidak membuatnya dapat bermalas-malasan menikmati harta.
Di tengah perjalanannya menuju ruang kerja, suara Evelyn dari belakang membuat langkahnya terhenti. "Nyonya Naura." Naura menoleh, kedua matanya menatap Evelyn bingung, untuk apa wanita itu memanggilnya? Padahal, Naura berniat menghindari kontak sekecil apa pun dengan wanita ini agar hatinya baik-baik saja. "Jika nyonya tidak keberatan, bolehkah aku bertanya di mana ruang kerja Zafir?" Suara manis wanita itu menari di telinga Naura, membuat gejolak emosi Naura aktif. Tetapi, sekeras mungkin Naura menekan apa yang saat ini sedang ia rasakan. "Zafir? Di sana." Tangan kanan Naura menunjuk salah satu pintu ruangan yang berada tidak jauh dari mereka. Evelyn tersenyum, kemudian kepalanya mengangguk kecil. "Terima kasih banyak, Nyonya!" Naura dan Kate yang melihat ini sekilas saling lirik dengan heran, mengapa wanita itu bersikap seolah mereka sangat akrab? Bahkan hanya dalam satu malam wanita itu sudah langsung memanggil Zafir dengan namanya. Evelyn berlenggang pergi setelah mengetahui letak ruang kerja Zafir, Naura hanya diam dan memperhatikan. Jika berjalan sesuai apa yang biasanya terjadi, Evelyn akan ditahan terlebih dahulu sebelum akhirnya diperbolehkan masuk, karena ruang kerja Zafir dan Naura adalah ruangan yang paling disegani. Namun, di luar dugaan, Evelyn melangkah masuk begitu saja tanpa menunggu persetujuan dari Zafir. Naura yang melihat ini segera memejamkan matanya dan menggeleng singkat, kemudian ia berbalik dan meneruskan langkahnya. "Ayo, Kate." Sementara itu di ruangan kerja Zafir, pria itu menyambut Evelyn dengan senyum ramahnya. "Ada apa?" tanya Zafir. Pria itu berhenti sejenak dari aktivitasnya. Evelyn berjalan ke arah Zafir tanpa ragu, kemudian berdiri di samping pria itu. "Sepertinya... Nyonya Naura masih belum bisa menerimaku." Zafir mengerutkan keningnya. "Bagaimana mungkin? Naura sendiri yang memilihmu, dia adalah wanita yang sangat pengertian sehingga tidak akan ada hal buruk yang terjadi. Mungkin belakangan ini dia sedang merasa lelah karena pekerjaan." Evelyn mengangguk tipis. "Benar, tetapi... Aku masih merasa tidak enak dengan nyonya Naura. Jika aku berada di posisinya, aku pun akan merasakan rasa sakit yang besar. Barusan aku bertemu dengannya, raut wajahnya tidak baik." Evelyn menceritakan apa yang ia rasakan mengenai interaksinya dengan Naura barusan, wajah cantiknya yang menunjukkan ekspresi muram akan membuat siapapun tersihir agar melakukan apa pun yang membuatnya kembali tersenyum. "Aku ingin berteman baik dengan nyonya Naura dan menjelaskan bahwa kita bisa hidup baik-baik saja, bahkan setelah anak yang akan aku kandung nanti lahir," ucap Evelyn, kepalanya menunduk dalam. Zafir yang memperhatikan wajah sedih Evelyn sedikit ikut terenyuh, pria itu berdiri dari kursi kerjanya dan mengusap bahu Evelyn. "Naura bukan wanita jahat, dia adalah nyonya Wajendra yang penuh dengan pengertian. Cepat atau lambat, hubungan kalian pasti akan membaik. Ini baru satu hari sejak perjanjian kita berjalan, wajar baginya untuk membutuhkan waktu sedikit lama agar bisa beradaptasi meskipun ini adalah keputusan kami bersama." "Lagi pula, kewajibanmu adalah mengandung anakku untuk kami berdua, jadi hindari beban pikiran yang berlebihan," sambung Zafir, pria itu berusaha menenangkan Evelyn yang terlihat sedih karena menganggap Naura membencinya. Dua minggu berlalu sejak hari itu, kini Naura bahkan sudah terbiasa jika melihat Evelyn berjalan kesana kemari di dalam mansionnya. Malam ini, Naura dan Zafir memutuskan untuk menyantap makan malam bersama. Zafir masih dengan perhatiannya yang seperti biasa, pria itu selalu memberikan perhatian ekstra kepada Naura meskipun momen seperti Zafir dan Evelyn muncul membuatnya menelan pahit. "Apa belum ada kabar baik dari Evelyn?" Naura menanyakan hal yang sebenarnya tidak seharusnya dia ungkit di makan malamnya bersama Zafir. Tetapi, jika dibiarkan begitu saja maka tujuan mereka membeli rahim Evelyn akan berlarut-larut tanpa kejelasan. Zafir mengerutkan keningnya, kemudian menggeleng. "Aku tidak tahu, bukankah laporan harian dokter selalu diberikan padamu?" Naura meneguk air putih terlebih dahulu sebelum akhirnya menjawab,"Aku... Belum memeriksanya, seharusnya dalam waktu dekat akan muncul kabar baik." Zafir yang melihat raut wajah istrinya sedikit berubah mendung segera mengelus tangan Naura. "Apa kamu memiliki masalah dengan Evelyn?" Naura menggeleng. "Tidak, masalahnya hanya ada di dalam diriku sendiri. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan." Zafir mengangguk tipis, kemudian berkata, "Jangan terlalu tegas dengan Evelyn, karena itu secara tidak langsung membebankan pikirannya. Wanita itu polos dan kosong, dia hanya ingin berhubungan baik denganmu. Tidak perlu khawatir, Evelyn tahu bagaimana posisinya." Naura mengangguk. "Iya, maafkan aku." "Sejak kapan kamu menerimanya dengan sangat baik seperti ini?" Saat sempat hening beberapa detik, Naura kembali berbicara. Kali ini ia ingin menanyakan sesuatu yang selama ini dia tahan. Zafir yang mendengar ini tersenyum tanpa sadar, kemudian terkekeh kecil. "Entahlah, mungkin karena wanita itu masih terbilang sangat muda dan polos? Aku merasa lebih santai saat berbicara dengannya." Seolah ada batu besar yang menimpa hatinya, Naura tetap mengangguk di tengah rasa nyeri hatinya. "Oh, seperti itu...." "Bisakah kamu memintanya untuk tidak terlalu sering bolak-balik di sekitar ruangan kerjaku? Aku merasa sedikit tidak nyaman karena harus fokus bekerja, sebab ia sesekali mengunjungiku di tengah kesibukan kerja." Naura dengan hati-hati berbicara kepada suaminya mengenai hal ini, entah mengapa dia merasa takut suaminya akan marah jika Naura memberikan jarak antara dirinya dan Evelyn. Di luar dugaan, Zafir justru tertawa. "Dia juga sering mengunjungimu? Astaga... Benar-benar seperti anak kecil! Aku sering memperingatinya untuk tidak melakukan hal itu, apa lagi sampai melakukannya padamu. Tetapi ternyata dia tidak mendengarkanku, ya?" Naura sedikit terkejut dengan respon Zafir, matanya menatap keheranan pada suaminya. Apa-apaan itu? Dia berbicara seolah sudah memiliki hubungan yang benar-benar sangat dekat dengan Evelyn. Naura yang masih terkejut dengan respon Zafir dikagetkan lagi dengan Kate yang tiba-tiba masuk ke ruang makan mereka. "Tuan! Nyonya!" Naura dan Zafir dengan cepat menoleh, mereka melupakan topik yang sebelumnya mereka bicarakan. "Ada apa, Kate?" "Dokter... Dokter yang memeriksa nona Evelyn!" Kate berusaha bicara di tengah deru napasnya yang tak beraturan. Mendengar hal ini, Naura dan Zafir dengan cepat berdiri. "Evelyn? Ada apa dengan--!" Belum selesai Naura bicara, sosok Zafir sudah melesat pergi meninggalkan dirinya. Naura yang ditinggal begitu saja karena kabar mengenai Evelyn yang belum tentu jelas sedikit merasa marah, namun wanita itu memilih untuk menepisnya dan berjalan cepat menyusul Zafir. Begitu tiba di kamar Evelyn, Naura melihat adegan berpelukan hangat bak pasangan suami istri sempurna antara suaminya dan Evelyn. Zafir memeluk Evelyn sangat erat, dokter yang menyadari kedatangan Naura bahkan hampir kehilangan napas karena situasi canggung yang ia saksikan. "Nyonya Naura? Nyonya! Saya berhasil hamil!" Evelyn dengan polosnya berseru ke arah Naura, bibirnya tersenyum sangat bahagia. Zafir yang menyadari bahwa Naura ada di sini segera melepaskan pelukannya dari Evelyn dan melangkah ke arah istrinya. Wajah pria itu terlihat sangat bahagia. "Naura, kita akan segera memiliki anak!" ucap Zafir sambil memeluk erat istrinya. Naura membalas pelukan Zafir dengan tatapan kosong, sepertinya... Di ruangan itu hanya dialah yang memiliki perasaan tidak bahagia. Diam-diam Naura berpikir, bagaimana rasanya jika yang dikabarkan hamil saat ini adalah dirinya, bukan Evelyn?Naura seperti biasa menghabiskan waktunya di ruang kerja, sejak hari di mana Evelyn dinyatakan positif hamil, Naura sesekali mengirim makanan ataupun minuman yang baik untuk kandungannya. Dia mungkin tidak menyukai situasi ini, namun semua hal akan ia lakukan untuk calon anaknya yang tengah dikandung Evelyn. Dia tidak boleh egois. "Nyonya, nona Evelyn meminta izin untuk masuk." Kate membisikkan hal tersebut ke telinga Naura, membuat Naura mengalihkan tatapannya dari laporan perusahaan. "Apa barang-barang yang ia minta tidak dikirim tepat waktu?" tanya Naura, dia tidak mengerti alasan Evelyn mengunjunginya. Sebab seharusnya Zafir sudah memperingatinya untuk tidak terlalu sering menemui Naura di ruang kerja. Kate menggeleng. "Tidak, semuanya sudah diberikan tepat waktu." Naura menghela napas tipis, kemudian ia mengangguk singkat. "Biarkan dia masuk." Kate dengan cepat berjalan ke arah
"Sepertinya belakangan ini aku justru membuat kak Naura merasa tidak nyaman." Evelyn duduk di atas sofa empuk yang berada di ruang kerja Zafir. Wanita itu hanya menghabiskan waktunya di sekitar Zafir, bahkan setelah Naura keluar dengan ekspresi buruk sebelumnya, Evelyn kembali memasuki ruangan Zafir. Zafir merapikan berkas-berkas yang sebelumnya ia gunakan, kemudian berdiri dari meja kerjanya sambil berkata, "Bagaimana bisa? Naura bahkan tidak keberatan jika kamu menyapanya dengan santai, bukan?" Evelyn menghela napas tipis, mengangguk kecil. "Iya, tapi... Sepertinya kak Naura memang--" "Terlalu cepat untuk menyerah, cepat atau lambat hubungan kalian pasti membaik." Zafir berusaha membangun pikiran positif untuk Evelyn, pria itu berjalan tenang menuju Evelyn dan mengusap kepalanya "Makan malam seperti biasa dengan teratur, aku perlu menjamu tamu penting bersama Naura," sambung Zafir setelah beberapa saat
Brak!! Naura menutup kasar pintu kamarnya, kali ini ia tidak bisa membendung emosinya. Dia melepas seluruh perhiasannya dengan kasar, membantingnya ke meja rias, tidak peduli apakah akan hancur atau tidak. "Naura!" Zafir mengikutinya ke kamar, pria itu tidak mengerti mengapa istrinya menjadi sangat marah. Ia membuka pintu cepat dan menutupnya kembali, lalu menatap heran Naura dari ambang pintu. "Apa yang membuatmu menjadi semarah ini?" tanya Zafir, wajahnya menunjukkan perasaan frustasi. Siang tadi mereka sempat hampir berdebat, kemudian malamnya kembali meledak. Pria itu merasa lelah sekarang. Naura menatap tajam suaminya, kemudian menunjuk Zafir dengan jari telunjuknya. "Wanita itu, apa yang--!" "Jangan salahkan Evelyn! Wanita itu tidak bersalah, aku lah yang mengajaknya untuk ikut!" Zafir memotong kalimat penuh amarah Naura, membuat Naura mengerutkan keningny
Peresmian perusahaan tambang semakin dekat, Naura semakin sibuk di ruangan kerjanya, sementara Kate membantu Evelyn untuk belajar bagaimana sikap seseorang yang menjadi bagian dari Wajendra. Di tengah kesibukannya, dering telepon dari atas meja kerjanya berbunyi. Tanpa mengalihkan pandangannya, Naura mengambil gagang telepon dan mendekatkannya ke telinga. "Dengan nyonya Wajendra?" Suara pria yang berat dan jernih terdengar, membuat Naura sedikit mengerutkan keningnya dan berhenti dari aktivitas sibuknya. Hatinya sedikit merasa heran, karena sepertinya orang yang menghubunginya saat ini adalah sosok yang memiliki latar belakang tidak biasa, sebab biasanya ketika menerima panggilan Naura sering mendengar kalimat sapaan dan pembuka yang manis serta bertele-tele."Benar?" jawab Naura, ada sedikit nada bertanya di jawabannya. "Maaf jika saya menghubungi anda secara tiba-tiba, tetapi... ini soal tambang yang besok akan kita buka secara
"Jika seperti itu masalahnya, maka lebih baik menggunakan langkah yang kamu usulkan. Tetapi... Aku sejujurnya sedikit terkejut karena pihak Renjana akan menyerahkan masalah ini pada kita." Zafir duduk di kursi kerjanya, raut wajahnya menunjukkan bahwa ia sedang berpikir serius. Naura mengangguk setuju. "Benar, aku juga berpikir demikian. Aku kira dia akan serakah dan mengisi posisi kosong itu dengan orang-orang dari pihak mereka."Zafir tersenyum tipis. "Itu bagus, berarti kita tidak salah dalam memilih partner bisnis."Naura mengangguk lagi, bibirnya pun ikut tersenyum tipis. Di tengah perbincangan mereka, tiba-tiba Zafir terdiam beberapa saat dan memperhatikan wajah Naura. Saat pandangan mereka bertemu, suasana tiba-tiba menjadi canggung. Zafir terbatuk pelan, kemudian tangan kanannya bergerak menarik laci kerjanya dan mengeluarkan kotak perhiasan kecil berwarna merah. Pria itu kemudian berdiri dan berjalan ke arah Naura."Soal kemari
"Evelyn, hati-hati..." Zafir membantu Evelyn berjalan, wanita itu terlihat sangat lemah dan rapuh. Naura melihat mereka sekilas dari dalam mobil, kemudian mengalihkan pandangannya ke arah laptop iPad yang saat ini ia pegang. Dia mencoba untuk tidak peduli. Tak lama setelahnya, Zafir menyusul ke dalam mobil mereka dan duduk tepat di samping Naura, sementara Evelyn berada di mobil yang berbeda. "Jika kesehatannya benar-benar buruk lebih baik biarkan Evelyn beristirahat di mansion," ucap Naura, kedua matanya masih terpaku pada iPad-nya.Zafir menggeleng pelan. "Wanita itu menolak untuk ditinggal, dan lagi... Terlalu mengkhawatirkan jika dia kita tinggal begitu saja."Naura tersenyum tipis. "Kamu mengkhawatirkannya terlalu berlebihan, Wajendra tidak pernah kekurangan pekerja."Zafir menghela napas tipis. "Anggap saja ini menjadi bagian dari menyenangkan perasaannya agar janin-nya ikut sehat."Naura mengangguk-angguk kecil sambil be
Selama perjalanan menuju tempat peresmian, Naura hanya diam dan sesekali menanggapi perbincangan. Sejujurnya dia tidak memiliki lebih banyak tenaga lagi setelah bertengkar dengan Zafir, namun dia tidak bisa bersikap seenaknya di hadapan media umum. Hanya lirikan yang tidak disengaja, Naura menatap Evelyn dan fokus dengan kalung yang dikenakan wanita itu. Keningnya sedikit terlipat, perasaan marah kembali bergejolak di dalam diri Naura. Bagaimana tidak? Pria itu mengenakan kalung yang sama persis seperti yang ia kenakan? Zafir sungguh membiarkan hal ini terjadi? Pria itu gila! Naura tidak mempermasalahkan kenyataan bahwa Zafir membelikan kalung Evelyn yang serupa dengannya, tetapi... Bagaimana bisa Evelyn menggunakannya juga di acara ini? Kalung yang mereka kenakan bukanlah kalung berlian dengan harga ratusan juta, tetapi menyentuh miliaran dan tidak banyak orang Indonesia yang memilikinya. Jika Evelyn mengenakannya di depan media itu pasti akan sangat menarik perhatian, akan ada
"Zafir... Sudah cukup, kak Naura sudah menangis." Evelyn beranjak dari tempat tidurnya dan melingkarkan tangannya di lengan pria itu, kedua wajahnya yang sangat manis berusaha menenangkan Zafir. Naura menggertakkan giginya, menjijikan. Bagaimana bisa dirinya dikasihani oleh Evelyn?Naura menegakkan posisi berdirinya, dia menghapus air matanya dengan kasar. "Kamu mencintainya?" Kedua mata dingin Naura menatap Evelyn datar. Evelyn terlihat sedikit terkejut dengan pertanyaan Naura, wanita itu segera menundukkan kepalanya dalam dan melingkarkan tangannya lebih kuat di lengan Zafir. "Iya... Aku... Mencintai Zafir." Dia memberi jeda sedikit untuk kemudian menambahkan,"Tetapi bukanlah Zafir juga mencintaiku?" Kepalanya mendongak untuk menatap Zafir.Naura mengepalkan kedua tangannya lebih erat, matanya langsung tertuju pada Zafir. Zafir terlihat rumit sekarang, pria itu menatap Naura dengan tatapan yang tidak biasa, seolah ada beban berat di pundaknya.