"Evelyn, hati-hati..." Zafir membantu Evelyn berjalan, wanita itu terlihat sangat lemah dan rapuh.
Naura melihat mereka sekilas dari dalam mobil, kemudian mengalihkan pandangannya ke arah laptop iPad yang saat ini ia pegang. Dia mencoba untuk tidak peduli. Tak lama setelahnya, Zafir menyusul ke dalam mobil mereka dan duduk tepat di samping Naura, sementara Evelyn berada di mobil yang berbeda."Jika kesehatannya benar-benar buruk lebih baik biarkan Evelyn beristirahat di mansion," ucap Naura, kedua matanya masih terpaku pada iPad-nya.Zafir menggeleng pelan. "Wanita itu menolak untuk ditinggal, dan lagi... Terlalu mengkhawatirkan jika dia kita tinggal begitu saja."Naura tersenyum tipis. "Kamu mengkhawatirkannya terlalu berlebihan, Wajendra tidak pernah kekurangan pekerja."Zafir menghela napas tipis. "Anggap saja ini menjadi bagian dari menyenangkan perasaannya agar janin-nya ikut sehat."Naura mengangguk-angguk kecil sambil beSelama perjalanan menuju tempat peresmian, Naura hanya diam dan sesekali menanggapi perbincangan. Sejujurnya dia tidak memiliki lebih banyak tenaga lagi setelah bertengkar dengan Zafir, namun dia tidak bisa bersikap seenaknya di hadapan media umum. Hanya lirikan yang tidak disengaja, Naura menatap Evelyn dan fokus dengan kalung yang dikenakan wanita itu. Keningnya sedikit terlipat, perasaan marah kembali bergejolak di dalam diri Naura. Bagaimana tidak? Pria itu mengenakan kalung yang sama persis seperti yang ia kenakan? Zafir sungguh membiarkan hal ini terjadi? Pria itu gila! Naura tidak mempermasalahkan kenyataan bahwa Zafir membelikan kalung Evelyn yang serupa dengannya, tetapi... Bagaimana bisa Evelyn menggunakannya juga di acara ini? Kalung yang mereka kenakan bukanlah kalung berlian dengan harga ratusan juta, tetapi menyentuh miliaran dan tidak banyak orang Indonesia yang memilikinya. Jika Evelyn mengenakannya di depan media itu pasti akan sangat menarik perhatian, akan ada
"Zafir... Sudah cukup, kak Naura sudah menangis." Evelyn beranjak dari tempat tidurnya dan melingkarkan tangannya di lengan pria itu, kedua wajahnya yang sangat manis berusaha menenangkan Zafir. Naura menggertakkan giginya, menjijikan. Bagaimana bisa dirinya dikasihani oleh Evelyn?Naura menegakkan posisi berdirinya, dia menghapus air matanya dengan kasar. "Kamu mencintainya?" Kedua mata dingin Naura menatap Evelyn datar. Evelyn terlihat sedikit terkejut dengan pertanyaan Naura, wanita itu segera menundukkan kepalanya dalam dan melingkarkan tangannya lebih kuat di lengan Zafir. "Iya... Aku... Mencintai Zafir." Dia memberi jeda sedikit untuk kemudian menambahkan,"Tetapi bukanlah Zafir juga mencintaiku?" Kepalanya mendongak untuk menatap Zafir.Naura mengepalkan kedua tangannya lebih erat, matanya langsung tertuju pada Zafir. Zafir terlihat rumit sekarang, pria itu menatap Naura dengan tatapan yang tidak biasa, seolah ada beban berat di pundaknya.
Naura terbangun dari tidur kala mendengar ketukan pintu yang terburu-buru. Dengan berat wanita itu beranjak bangkit dan membuka pintu tersebut, terlihat wajah Kate yang sedikit panik. "Nyonya, para wartawan menunggu di lobby utama. Sepertinya kejadian tadi siang cukup membuat media gempar," ucap Kate, membuat Naura yang baru saja terbangun kembali mengingat hal menyakitkan. Naura mendapatkan kembali kesadarannya, kemudian ia berjalan masuk ke dalam kamarnya lagi yang diikuti oleh Kate. Kate terlihat panik, wanita itu bergerak secepat yang ia bisa untuk membantu Naura bersiap. Di tengah kesibukan Kate yang membantu Naura bersiap, Naura menatap kosong bayangannya di cermin sambil bertanya,"Bagaimana dengan Zafir?"Kate berhenti sejenak dari aktivitasnya, kemudian berpikir keras untuk menyiapkan jawaban yang tidak melukai Naura. "Tuan... Tuan berkata lebih baik untuk tidak terlalu menunjukkan perasaan emosional dan berbicara yang tidak perlu di ha
"Aku bercanda," ucap Arjuna setelah sebelumnya membuat Naura terpaku pada sosok pria itu. Melihat raut wajah Naura yang datar, Arjuna mengerutkan keningnya. "Astaga, kau sungguh memiliki masalah dengan suamimu?"Naura yang mendengar ini hanya menghela napas tipis, ternyata pria itu hanya asal menebak. Naura kemudian berjalan melewati Arjuna dan berhenti di dekat pembatas rooftop, kedua matanya memperhatikan hamparan bintang. Arjuna menyusul, pria itu kemudian berdiri tepat di samping Naura. "Kamu bisa membaca bintang?""Panggil aku nyonya Wajendra, tuan Renjana," balas Naura acuh.Arjuna tersenyum tipis. "Mengapa tidak kamu saja yang memanggilku Arjuna?"Naura mengerutkan keningnya kesal untuk menatap Arjuna. "Mengapa anda terus mengganggu saya? Saya tidak pernah memiliki interaksi apa pun dengan anda sebelumnya."Arjuna menaikkan alis kirinya, kemudian memindahkan tatapannya ke arah langit. "Aku mengganggumu? Kamu lah
Arjuna bersandar di dinding marmer gedung yang saat ini mereka jejaki, posisinya berada di area lantai keluarga Wajendra. Setiap kali petugas lewat, mereka terkejut. Tidak ada yang bisa menebak mengapa seorang Arjuna Renjana berdiri bermenit-menit di lantai tersebut. Begitu pintu lift terbuka dan menampilkan sosok Naura yang keluar dengan mata sembab, pria itu mengembalikan postur berdiri dan menatap Naura. "Hei."Suara Arjuna berhasil memecah lamunan Naura, wanita itu menatap terkejut ke arah Arjuna seperti petugas lainnya. Mengapa ada Arjuna di area Wajendra?"Apa yang anda lakukan di sini?" tanya Naura, dia lupa bahwa kondisi wajahnya saat ini sedang sangat sembab. Tidak membalas pertanyaan Naura, Arjuna justru malah bertanya balik. "Apa yang kamu lakukan di sana? Aku menunggu lebih dari lima belas menit di sini seperti orang bodoh."Naura mengerutkan keningnya. "Menunggu saya? Untuk apa?"Arjuna terdiam sejenak sa
Naura berdiri tepat di samping Zafir, hari ini adalah hari terakhir mereka di Kalimantan dan akan kembali ke Jakarta. Sebelum berangkat ke bandara, seperti biasa dia harus menghadapi lautan wartawan. Arjuna dan Zafir saling berjabat tangan dan tersenyum ke arah kamera, sementara Naura berdiri tidak jauh dari Zafir, wanita itu seperti biasa akan selalu tersenyum di manapun kamera wartawan menyorot. Saat adegan berjabat tangan kedua pria itu usai, Zafir dan Arjuna kembali ke posisi semula, sejajar dengan Naura. Zafir melingkarkan lengannya di pinggang Naura, mereka terlihat sangat mesra. Sementara Arjuna, pria itu hanya fokus menatap kamera. Saat Zafir dan Naura akhirnya akan masuk ke dalam mobil, adegan berjabat tangan terakhir pun dimulai. Zafir dan Arjuna kembali berjabat tangan, kemudian beralih ke Naura. Arjuna menatap wajah wanita itu yang terlihat sangat baik-baik saja, tidak seperti orang yang gemar menangis. Arjuna sedikit mencondongkan
Raut wajah Ronald semakin buruk, rahang pria itu mengeras karena menahan emosi. Naura duduk tegang di sofa, kepalanya tertunduk, wanita itu siap untuk menerima kemarahan kakaknya. "Aku mengetahui kesalahanku, maafkan aku." Nada bicara Naura terdengar pasrah, kedua tangannya diam-diam mengepal erat. Ronald adalah kakak tiri Naura, mereka berdua memiliki ibu yang berbeda. Ronald terkenal dengan sifatnya yang tegas dan keras, persis seperti almarhum ayah mereka. "Apa maafmu akan membuat jutaan surat kabar dan siaran media lainnya lenyap?" balas Ronald cepat, matanya menatap dingin Naura. Naura menarik napas dalam, kemudian mengangkat kepalanya untuk melihat Ronald. Tangan kanannya bergerak untuk ia letakkan di atas dada. "Lalu apa yang harus aku lakukan, kak? Aku bukan hanya bagian dari Tirta, tetapi juga Wajendra.""Lalu kamu mengorbankan keluarga yang telah membesarkanmu untuk menjadi nyonya konglomerat teratas satu Indonesia?" balas Ronald lagi
Naura membuka matanya perlahan, wanita itu pergi ke ruang kerja dan melakukan kegiatan hariannya hingga tertidur setelah kembali dari kamar Evelyn. Hal pertama yang ia lihat adalah dua buah sapu tangan Arjuna, kemudian matanya menyapu ruangan untuk menemukan sosok Kate.Kate masih terlihat fokus di meja kerja wanita itu yang berjarak tidak terlalu jauh dari Naura, saat sadar bahwa majikannya telah bangun, Kate berhenti dari aktivitasnya untuk menatap Naura. "Apa anda ingin diseduhkan teh lagi?" tanya Kate sambil melepas kacamata yang selalu ia gunakan ketika bekerja.Naura menggeleng, kemudian mengambil posisi duduk tegak dan baru menyadari bahwa Kate telah menyelimutinya saat tidak sengaja tertidur. Naura menyingkirkan selimut tersebut dengan lembut dan kembali menatap sapu tangan Arjuna."Bukankah ini sapu tangan tuan Renjana?" tanya Naura, jari-jari tangannya pun bergerak untuk menyentuh sapu tangan tersebut.Kate mengangguk cepat. "B