Share

Bab 3. Bagaimana Dengan Diriku?

Naura seperti biasa menghabiskan waktunya di ruang kerja, sejak hari di mana Evelyn dinyatakan positif hamil, Naura sesekali mengirim makanan ataupun minuman yang baik untuk kandungannya. Dia mungkin tidak menyukai situasi ini, namun semua hal akan ia lakukan untuk calon anaknya yang tengah dikandung Evelyn. Dia tidak boleh egois.

"Nyonya, nona Evelyn meminta izin untuk masuk." Kate membisikkan hal tersebut ke telinga Naura, membuat Naura mengalihkan tatapannya dari laporan perusahaan.

"Apa barang-barang yang ia minta tidak dikirim tepat waktu?" tanya Naura, dia tidak mengerti alasan Evelyn mengunjunginya. Sebab seharusnya Zafir sudah memperingatinya untuk tidak terlalu sering menemui Naura di ruang kerja.

Kate menggeleng. "Tidak, semuanya sudah diberikan tepat waktu."

Naura menghela napas tipis, kemudian ia mengangguk singkat. "Biarkan dia masuk."

Kate dengan cepat berjalan ke arah pintu dan mempersilahkan Evelyn masuk. Evelyn mengenakan dress merah muda, rambut panjangnya terkepang manis menggunakan pita. Wanita itu masuk dengan senyum manisnya.

"Kak Naura, lihat apa yang aku bawa!" Suara Evelyn yang mulai terbiasa Naura dengar kini tidak terlalu mengganggunya lagi. Tetapi, kali ini panggilan yang digunakan wanita itu untuk menyebutnya sangat mengganggu, Naura tidak pernah mengizinkan Evelyn memanggilnya dengan sangat akrab seperti itu.

Beruntung saat ini Naura tidak ada selera untuk mempermasalahkan hal kecil seperti itu, jam kerjanya yang belakangan ini mulai terganggu karena kedatangan Evelyn yang tanpa alasan sudah cukup menguras energinya.

"Apa ada yang ingin kamu sampaikan?" tanya Naura, dia tidak ingin membuang waktu untuk pertemuan yang sia-sia.

Tidak langsung menjawab, Evelyn justru menyodorkan kotak berwarna cokelat untuk Naura, saat dibuka, kotak itu berisi kue cookies cokelat yang masih hangat.

"Kamu yang membuatnya?" Naura menatap kue itu sekilas, kemudian kembali menatap Evelyn.

Evelyn mengangguk. "Iya, benar. Zafir bilang bahwa kak Naura sangat menyukai cookies cokelat."

Naura tersenyum tipis, kemudian menutup kotak itu dan menaruhnya di atas meja, kedua matanya kembali melihat ke kertas laporan perusahaan. "Terima kasih banyak, Evelyn. Jika tidak ada yang-"

"Kak Naura, bolehkah aku meminta sesuatu?" Evelyn menyela kalimat Naura yang ingin mengakhiri pertemuan mereka.

Naura kembali menatap Evelyn, kedua sudut alisnya menyatu. "Apa?"

"Zafir berkata besok lusa anda akan mengunjungi pertemuan besar di Jakarta Barat bersamanya. Tidak bisakah... Aku juga ikut? Aku... Merasa sedikit bosan berada di dalam mansion. Dokter juga bilang bahwa--" Belum selesai Evelyn bicara, Naura sudah memotong kalimatnya cepat.

"Aku akan membicarakannya lagi dengan Zafir, terima kasih banyak cookies-nya, Evelyn." Naura tersenyum simpul, itu adalah senyum pahit yang biasa ia lakukan jika berada di lingkungan yang tidak nyaman.

Evelyn mengedipkan mata bulatnya, wajahnya yang polos kini terlihat sedih. Namun, dia tidak berani untuk berbicara lebih banyak di hadapan Naura, mau tidak mau akhirnya wanita itu melangkah keluar dari ruangan Naura.

Begitu sosok Evelyn lenyap, Naura meremas pulpen yang berada di atas mejanya. Telapak tangan yang ia gunakan mencengkeram pulpen sampai terlihat putih pekat, emosinya benar-benar naik sekarang.

"Dia berani meminta hal seperti itu pasti karena Zafir setuju," ucap Naura, tubuhnya gemetar karena marah.

"Apa sekarang Zafir ingin perlahan mengajaknya muncul ke atas media?" sambung Naura, kemudian ia membanting pulpen tersebut ke atas meja dan mengusap wajahnya kasar.

"Nyonya, sepertinya... Tuan hanya ingin nona Evelyn menikmati suasana luar." Kate berusaha menenangkan majikannya, dia sendiri juga terkejut karena Zafir mengizinkan wanita itu ikut ke pertemuan besar perusahaan yang akan dihadiri oleh berbagai macam wartawan. Belum lagi sebelumnya ia mendengar Evelyn menyebut majikannya dengan sapaan 'kakak', Naura pasti kesal.

Setelah pekerjaannya selesai, Naura segera menemui Zafir di ruang kerjanya. Sesuai dugaannya, Evelyn berada di dalam ruangan pria itu.

Melihat kedatangan Naura dengan raut wajah yang tidak baik-baik saja membuat pria itu meminta Evelyn untuk segera keluar. Wajah Evelyn yang terlihat sedih bercampur takut begitu melihat sosok Naura pun sedikit menunduk. Namun, tak lama wanita itu kembali tersenyum untuk menatap Zafir dengan sangat manis.

"Baiklah... Jangan lupa janjimu untuk bermain denganku malam ini!"

Zafir terkekeh dan hanya mengangguk menanggapi Evelyn, setelah wanita itu keluar mata Zafir kembali jatuh pada Naura.

"Ada apa, sayang? Apa ada sesuatu yang terjadi?" tanya Zafir, keningnya terlipat bingung.

"Ada. Untuk apa kamu ingin membawa wanita itu ke pertemuan besar besok lusa? Wartawan dari berbagai penjuru Indonesia akan tiba di sana untuk menyaksikan peresmian tambang besar." Naura langsung menuju pada inti permasalahan.

Zafir menghela napas, raut wajah pria itu seolah sudah menduga bahwa Naura akan membahas masalah ini. Dengan tenang pria itu berjalan ke arah Naura dan meletakkan kedua tangannya lembut di atas bahu Naura.

"Evelyn saat ini tengah mengandung anak impian kita, Sayang. Dia tidak bisa mendekam terus menerus di dalam mansion, dokter menjelaskan bahwa itu akan mempengaruhi kehamilannya jika ia merasa frustasi. Kamu tentu ingin mengharapkan yang terbaik untuk calon anak kita, bukan?" Bak sihir indah yang menari di telinga Naura, suara Zafir yang lembut selalu membuatnya tak berdaya.

"Namun, bagaimana jika media mulai menangkap sesuatu yang janggal?" Naura menatap sulit suaminya.

Zafir menggeleng pelan. "Tidak, Naura akan menyamar sebagai salah satu asisten barumu, bagaimana?"

Naura menarik napas dalam dan menghembuskannya gusar. "Aku sangat menghindari media, mereka seperti serigala yang mengincar mangsa. Sekecil apa pun aromanya, pasti akan terendus."

Zafir menggeleng lagi, kemudian kembali memeluk Naura. "Hei, tenang... Semua akan baik-baik saja."

Baru saja Naura ingin melepas penatnya, hidung wanita itu mencium aroma Evelyn di tubuh suaminya. Naura ingin meledak marah, namun sekedar berbicara sedikit saja saat ini energinya sudah tidak menyanggupi.

Perlahan, Naura melepas pelukan Zafir dan mengambil langkah mundur dua kali. "Apa dia harus terus menerus berada di sekitarmu?"

Zafir yang mendengar ini kembali mengerutkan keningnya. "Kamu tidak merasa senang dengan kehadiran Evelyn? Bukankah kamu sendiri yang memilihnya?"

Naura mengangguk singkat. "Benar, aku yang memilihnya. Tetapi... Apakah harus seintens itu dia berada si sisimu?"

"Aku tidak memiliki maksud lain, tetapi itu benar. Dia tidak memiliki siapapun di mansion ini, aku hanya mencoba mengusir kesepiannya, itu saja." Zafir berusaha menjelaskan situasi antara dia dan Evelyn.

"Bahkan lebih dari aku?" tanya Naura.

Pertanyaan ini sukses membuat Zafir menggelengkan kepalanya pelan dan menghela napas. "Naura, apa kamu ingin mengajakku berdebat sekarang? Bukankah kehadiran Evelyn adalah keputusan kita bersama?"

Naura menggeleng cepat. "Tidak, tetapi aku hanya--"

"Biarkan Evelyn mengandung anak kita dengan tenang, jangan mengganggunya. Kamu tahu betul bahwa wanita hamil berkali-kali lipat sensitif." Zafir dengan cepat memotong, membuat Naura sedikit membuka matanya karena terkejut.

Astaga, sungguh suaminya mengucapkan hal seperti itu untuk wanita lain? Apa? Dirinya? Mengganggu Evelyn? Justru wanita itu yang terus menerus mengusiknya ke ruang kerja!

"Aku tidak pernah mengusiknya, aku hanya ingin--" Sekali lagi, saat Naura mencoba bicara, Zafir memotongnya cepat.

"Jangan pikir aku tidak tahu. Kamu selalu melempar pandangan dan kalimat ketus pada Evelyn, ayolah sayang... Evelyn hanya ingin berhubungan baik denganmu. Ada apa denganmu? Aku tidak pernah melihat sosokmu yang tidak pengertian seperti ini, seharusnya kita berterima kasih karena dia berhasil mengandung untuk kita." Zafir memijat keningnya pelan, dia merasa Naura sedang dibutakan oleh perasaan cemburu dengan sesuatu yang ia putuskan sendiri.

Naura menelan seluruh rasa sakitnya, kedua matanya mulai sedikit berkaca-kaca. Naura tidak bisa berbicara lebih banyak lagi begitu mendengar Zafir membela Evelyn dengan sangat baik.

Naura mengangguk. "Benar, aku minta maaf. Aku mungkin telah bersikap egois dan terlalu kasar pada Evelyn, seharusnya aku berterima kasih karena dia sedang mengandung anak kita."

Tanpa menunggu jawaban Zafir, Naura berbalik dan meninggalkan ruangan pria itu tanpa mengucapkan kalimat lain. Saat melangkah keluar, Naura melihat sosok Evelyn yang ternyata sedari tadi menguping pembicaraan mereka.

Evelyn dengan cepat menunduk, raut wajahnya terlihat sangat sedih. Naura tidak ingin mengurus wanita itu sekarang, hatinya juga sangat hancur saat ini. Evelyn memiliki Zafir yang bisa menenangkannya saat ini, sedangkan dirinya? Bagaimana dengan dirinya?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status