"Sepertinya belakangan ini aku justru membuat kak Naura merasa tidak nyaman." Evelyn duduk di atas sofa empuk yang berada di ruang kerja Zafir. Wanita itu hanya menghabiskan waktunya di sekitar Zafir, bahkan setelah Naura keluar dengan ekspresi buruk sebelumnya, Evelyn kembali memasuki ruangan Zafir.
Zafir merapikan berkas-berkas yang sebelumnya ia gunakan, kemudian berdiri dari meja kerjanya sambil berkata, "Bagaimana bisa? Naura bahkan tidak keberatan jika kamu menyapanya dengan santai, bukan?" Evelyn menghela napas tipis, mengangguk kecil. "Iya, tapi... Sepertinya kak Naura memang--" "Terlalu cepat untuk menyerah, cepat atau lambat hubungan kalian pasti membaik." Zafir berusaha membangun pikiran positif untuk Evelyn, pria itu berjalan tenang menuju Evelyn dan mengusap kepalanya "Makan malam seperti biasa dengan teratur, aku perlu menjamu tamu penting bersama Naura," sambung Zafir setelah beberapa saat hening, kemudian ia melepas tangannya dari usapan lembut tersebut. Evelyn mengerutkan keningnya, diam-diam kedua matanya menyimpan kesedihan. "Sekarang juga?" Zafir mengangguk lembut. "Iya, tapi aku pastikan agar cepat selesai." "Sungguh? Padahal sebelumnya sudah janji sama aku!" Evelyn menggembungkan kedua pipinya yang merah merona alami, membuat Zafir terkekeh begitu melihatnya. Entah sejak kapan, pria itu mulai merasa hubungannya dan Evelyn terasa 'menyenangkan'. Evelyn mendengus sekali, kemudian memasang wajah yang jauh lebih terlihat sedih dari sebelumnya. "Aku akan menunggu di sini sendirian seperti biasa." Mendengar suara tidak bersemangat dari Evelyn sekaligus melihat raut wajah wanita itu yang murung, hati Zafir tanpa sadar tergerak. Pria itu tersenyum tipis dan menyentuh dagu Evelyn untuk melihat wajah manis wanita tersebut. "Baiklah, ayo ikut makan malam bersama. Ingat, kau adalah sepupu Naura. Mau?" ujar Zafir, membuat Evelyn kembali mengembangkan senyumannya dan berdiri, menatap dalam pria tersebut. "Aku mau! Ayo!" Evelyn terkekeh, kemudian melingkarkan tangannya di lengan Zafir. Di luar rencana, Zafir akhirnya membawa Evelyn ke dalam makan malam pentingnya dengan Naura untuk menjamu tamu penting. Sedangkan Naura yang sudah lebih dulu sampai di ruang makan menemani tamu penting mereka perlahan mulai merasa gelisah, pasalnya Zafir tak kunjung datang ke ruang makan. Ketika Naura hampir menyerah dan meminta Kate untuk memanggil Zafir, pintu ruang makan terbuka. Kedua mata Naura sedikit terbuka lebar, jantungnya berdebar kencang karena amarah. Bagaimana tidak? Pria itu membawa Evelyn ke dalam makan malam bisnis mereka! Entah apa yang sedang pria itu pikirkan sekarang, Naura benar-benar marah! Zafir tanpa merasa bersalah berjalan mendekat ke arah tuan Robin, dia adalah salah satu rekan bisnis penting yang berpengaruh pada pembangunan usaha tambang yang akan mereka buka. "Selamat malam, tuan Robin. Aku terlambat karena masih ada sedikit urusan di ruangan, dan... Perkenalkan, dia adalah sepupu dari istriku." Zafir mengatakan itu tanpa keraguan, kemudian ia menggeser tatapannya ke arah Naura dan berkata, "Evelyn menunggumu seorang diri di ruang tamu, aku berpikir untuk mengajaknya pada makan malam kita saat ini." Soroti mata Zafir yang seolah mengatakan bahwa Naura harus mengiyakan kalimatnya membuat kedua telapak tangan Naura yang berada di bawah meja mengepal erat. Wanita itu menoleh ke arah tuan Robin terlebih dahulu, pria itu juga terlihat sedikit kebingungan. Dengan keahlian mutlak yang telah ia asah sejak dulu, Naura kembali tersenyum dan mengangguk sambil menatap Evelyn. "Astaga, sungguh? Kate tidak mengatakan apapun padaku." Lalu Naura menatap tuan Robin lagi. "Izinkan sepupu saya untuk bergabung. Anda tidak akan bosan karena dia adalah anak yang sangat manis!" Tuan Robin mengangguk dan tersenyum, seolah kebingungan pria itu sepertinya sudah terjawab. "Tentu-tentu, bukan masalah! Semakin banyak yang bergabung, maka semakin nikmat suasananya." Meskipun tuan Robin terlihat ramah dan terbuka, Naura tetap dapat merasakan aura canggung yang diam-diam keluar dari pria itu. Meja makan melingkar yang memiliki hidangan berbagai macam makanan mahal khas barat dan timur benar-benar menggugah selera. Zafir duduk tepat di samping tuan Robin, sementara Evelyn berada di tengah-tengah Naura dan Zafir. Saat suasana kembali normal, Naura dan Zafir fokus berdiskusi dengan tuan Robin, Evelyn adalah satu-satunya pihak yang tidak mengerti mengenai topik pembicaraan mereka. Wanita itu hanya mendengarkan sambil menyantap makan malamnya. Di tengah situasi itu, Evelyn hendak memotong daging steak pilihannya. Wanita itu mengerutkan keningnya bingung saat pelayan memberikannya garpu dan pisau, adegan ini disadari oleh tuan Robin. Naura yang juga peka dengan ke mana tuan Robin menatap, dengan cepat ikut memperhatikan Evelyn. Naura menghela napas tipis, sepertinya Evelyn kesulitan menggunakan pisau dan garpunya untuk memakan steak. Sederhana, namun bisa menjadi kejanggalan besar. Bagaimana mungkin sepupu dari seorang nyonya Wajendra tidak bisa menggunakan garpu dan pisau untuk menyantap steak mereka? "Tuan Robin, saya dengar perusahaan tambang yang sebelumnya anda pegang sukses besar dan berhasil membagikan dividen tinggi untuk para investor? Pertama kali mendengar kabar ini saya geleng kepala karena takjub!" Naura berusaha mengalihkan perhatian tuan Robin, kemudian tangan kirinya dari bawah meja diam-diam memberikan kode pada Kate. Kate yang mengerti dengan sigap meminta garpu dan pisau Evelyn sopan, lalu membantu wanita itu memotong daging steak. "Bukankah tangan anda baru saja cedera beberapa hari lalu? Izinkan saya membantu anda untuk memotong steak," ucap Kate, interaksi ini berjalan sukses dan normal. Zafir yang baru menyadari hal ini tidak melakukan apa pun selain menahan tawa, pria itu menganggap Evelyn menggemaskan. Naura yang mengerti setiap raut wajah suaminya pun semakin kesal, malam ini Zafir hampir menghancurkan makan malam bisnis mereka! Setelah Kate memotong steak Evelyn menjadi beberapa bagian kecil, dengan polosnya wanita itu tersenyum dan berkata,"Terima kasih banyak, nona Kate!" Nada yang tidak elegan, itu cukup mengganggu. Meskipun tidak ada yang salah dengan kalimatnya, tetapi sekali lagi, peran Evelyn di sini sebagai sepupu nyonya Wajendra. Sebagai keluarga elite negara, jangankan tertawa dan berbicara, bahkan cara mereka tersenyum juga memiliki ketentuannya sendiri. Jadi, apa yang dilakukan Evelyn tadi adalah kesalahan yang cukup fatal. "Evelyn, tolong perhatikan gaya bicaramu." Naura menegurnya langsung, kemudian menatap tuan Robin kembali. "Maafkan sepupu saya, dia memang sedikit bebas dari yang lainnya, benar-benar ceria." Tuan Robin hanya mengangguk dan tersenyum, sepertinya pria itu mulai merasakan sesuatu yang janggal. Sementara Evelyn, wanita itu menunduk dalam. Dia sejujurnya tidak mengerti kesalahan apa yang telah ia lakukan sehingga Naura memarahinya. Zafir memperhatikan raut lesu Evelyn, sepintas ada perasaan tidak setuju saat Naura bersikap terlalu frontal ke Evelyn di hadapan tuan Robin. Zafir menyodorkan garpu steak milik wanita itu, membuat Evelyn mengangkat kepalanya dan menatap Zafir. Di momen ini, Naura tidak bisa berbuat apa pun selain menahan perasaannya sendiri dan tetap berusaha mengalihkan tuan Robin agar tidak menyadari interaksi aneh mereka. Di luar dugaan Naura, setelah Zafir memberikan garpu tersebut kepada Evelyn, pria itu segera menatap Naura dan berkata, "Malam ini tidak terlalu formal, bukan? Tidak perlu terlalu keras." Kedua mata pria itu memancarkan protes besar kepada Naura. Naura tersenyum melihat ini, sepertinya suaminya sudah gila karena hendak menyerangnya tepat di hadapan tamu penting. Dengan tenang Naura mengangguk. "Benar, tetapi saat ini aku hanya berusaha untuk menghormati tuan Robin sebagai tamu penting." Zafir sedikit terkejut karena Naura membalasnya demikian, dia tidak menyangka bahwa istrinya menunjukkan pertentangan. Pria itu berpikir bahwa Naura terlalu keras dan ketus terhadap Evelyn yang lembut dan hanya ingin berhubungan baik dengannya. Sesuatu yang berlebihan juga menurutnya jika Naura menegur Evelyn secara gamblang di hadapan tamu, sementara ia tahu jelas bahwa Evelyn sama sekali tidak mengerti mengenai sikap dan perilaku yang seharusnya sebagai bagian dari Wajendra. Sementara Naura mulai muak, dia tidak akan membiarkan hal seperti ini berlalu begitu saja. Tindakan Zafir yang membawa Evelyn tanpa berdiskusi sudah sangat berlebihan, Naura tidak mengerti mengapa suaminya bersikap aneh dan selalu membela Evelyn akhir-akhir ini. Entah itu hanya perasaannya atau memang... Ada sesuatu yang tidak sengaja ia lewatkan. Karena hal ini, suasana makan malam itu menjadi canggung. Tuan Robin diam-diam terlihat tidak nyaman, namun dia tidak mungkin secara terang-terangan protes atau mencampuri urusan internal mereka. Begitu makan malam selesai dan melontarkan beberapa kalimat basa-basi, tuan Robin bergegas pergi meninggalkan mansion Wajendra. Saat mobil tuan Robin sepenuhnya hilang dari pandangan, senyum Naura menghilang. Tatapan wanita itu menjadi tajam, kemudian menatap Zafir dan Evelyn. "Memalukan," ucap Naura ketus dengan nada yang rendah. Zafir merasa Naura terlalu berlebihan, pria itu segera menahan lengan Naura sebelum ia benar-benar masuk ke dalam meninggalkan dirinya. "Naura, kamu terlalu berlebihan dengan Evelyn. Ini hanya makan malam," ucap Zafir, raut wajahnya terlihat keberatan. Naura menepis tangan Zafir kasar, kemudian sekilas menatap ke arah Evelyn dan kembali lagi pada pria itu. "Jangan melewati batas, Zafir. Kembalikan akal sehatmu dengan benar." Tanpa menunggu jawaban dari Zafir, Naura dengan cepat meninggalkan pria itu. Zafir mengerutkan keningnya kesal, dia tidak mengerti mengapa Naura berubah menjadi wanita yang tidak tenang seperti ini.Brak!! Naura menutup kasar pintu kamarnya, kali ini ia tidak bisa membendung emosinya. Dia melepas seluruh perhiasannya dengan kasar, membantingnya ke meja rias, tidak peduli apakah akan hancur atau tidak. "Naura!" Zafir mengikutinya ke kamar, pria itu tidak mengerti mengapa istrinya menjadi sangat marah. Ia membuka pintu cepat dan menutupnya kembali, lalu menatap heran Naura dari ambang pintu. "Apa yang membuatmu menjadi semarah ini?" tanya Zafir, wajahnya menunjukkan perasaan frustasi. Siang tadi mereka sempat hampir berdebat, kemudian malamnya kembali meledak. Pria itu merasa lelah sekarang. Naura menatap tajam suaminya, kemudian menunjuk Zafir dengan jari telunjuknya. "Wanita itu, apa yang--!" "Jangan salahkan Evelyn! Wanita itu tidak bersalah, aku lah yang mengajaknya untuk ikut!" Zafir memotong kalimat penuh amarah Naura, membuat Naura mengerutkan keningny
Peresmian perusahaan tambang semakin dekat, Naura semakin sibuk di ruangan kerjanya, sementara Kate membantu Evelyn untuk belajar bagaimana sikap seseorang yang menjadi bagian dari Wajendra. Di tengah kesibukannya, dering telepon dari atas meja kerjanya berbunyi. Tanpa mengalihkan pandangannya, Naura mengambil gagang telepon dan mendekatkannya ke telinga. "Dengan nyonya Wajendra?" Suara pria yang berat dan jernih terdengar, membuat Naura sedikit mengerutkan keningnya dan berhenti dari aktivitas sibuknya. Hatinya sedikit merasa heran, karena sepertinya orang yang menghubunginya saat ini adalah sosok yang memiliki latar belakang tidak biasa, sebab biasanya ketika menerima panggilan Naura sering mendengar kalimat sapaan dan pembuka yang manis serta bertele-tele."Benar?" jawab Naura, ada sedikit nada bertanya di jawabannya. "Maaf jika saya menghubungi anda secara tiba-tiba, tetapi... ini soal tambang yang besok akan kita buka secara
"Jika seperti itu masalahnya, maka lebih baik menggunakan langkah yang kamu usulkan. Tetapi... Aku sejujurnya sedikit terkejut karena pihak Renjana akan menyerahkan masalah ini pada kita." Zafir duduk di kursi kerjanya, raut wajahnya menunjukkan bahwa ia sedang berpikir serius. Naura mengangguk setuju. "Benar, aku juga berpikir demikian. Aku kira dia akan serakah dan mengisi posisi kosong itu dengan orang-orang dari pihak mereka."Zafir tersenyum tipis. "Itu bagus, berarti kita tidak salah dalam memilih partner bisnis."Naura mengangguk lagi, bibirnya pun ikut tersenyum tipis. Di tengah perbincangan mereka, tiba-tiba Zafir terdiam beberapa saat dan memperhatikan wajah Naura. Saat pandangan mereka bertemu, suasana tiba-tiba menjadi canggung. Zafir terbatuk pelan, kemudian tangan kanannya bergerak menarik laci kerjanya dan mengeluarkan kotak perhiasan kecil berwarna merah. Pria itu kemudian berdiri dan berjalan ke arah Naura."Soal kemari
"Evelyn, hati-hati..." Zafir membantu Evelyn berjalan, wanita itu terlihat sangat lemah dan rapuh. Naura melihat mereka sekilas dari dalam mobil, kemudian mengalihkan pandangannya ke arah laptop iPad yang saat ini ia pegang. Dia mencoba untuk tidak peduli. Tak lama setelahnya, Zafir menyusul ke dalam mobil mereka dan duduk tepat di samping Naura, sementara Evelyn berada di mobil yang berbeda. "Jika kesehatannya benar-benar buruk lebih baik biarkan Evelyn beristirahat di mansion," ucap Naura, kedua matanya masih terpaku pada iPad-nya.Zafir menggeleng pelan. "Wanita itu menolak untuk ditinggal, dan lagi... Terlalu mengkhawatirkan jika dia kita tinggal begitu saja."Naura tersenyum tipis. "Kamu mengkhawatirkannya terlalu berlebihan, Wajendra tidak pernah kekurangan pekerja."Zafir menghela napas tipis. "Anggap saja ini menjadi bagian dari menyenangkan perasaannya agar janin-nya ikut sehat."Naura mengangguk-angguk kecil sambil be
Selama perjalanan menuju tempat peresmian, Naura hanya diam dan sesekali menanggapi perbincangan. Sejujurnya dia tidak memiliki lebih banyak tenaga lagi setelah bertengkar dengan Zafir, namun dia tidak bisa bersikap seenaknya di hadapan media umum. Hanya lirikan yang tidak disengaja, Naura menatap Evelyn dan fokus dengan kalung yang dikenakan wanita itu. Keningnya sedikit terlipat, perasaan marah kembali bergejolak di dalam diri Naura. Bagaimana tidak? Pria itu mengenakan kalung yang sama persis seperti yang ia kenakan? Zafir sungguh membiarkan hal ini terjadi? Pria itu gila! Naura tidak mempermasalahkan kenyataan bahwa Zafir membelikan kalung Evelyn yang serupa dengannya, tetapi... Bagaimana bisa Evelyn menggunakannya juga di acara ini? Kalung yang mereka kenakan bukanlah kalung berlian dengan harga ratusan juta, tetapi menyentuh miliaran dan tidak banyak orang Indonesia yang memilikinya. Jika Evelyn mengenakannya di depan media itu pasti akan sangat menarik perhatian, akan ada
"Zafir... Sudah cukup, kak Naura sudah menangis." Evelyn beranjak dari tempat tidurnya dan melingkarkan tangannya di lengan pria itu, kedua wajahnya yang sangat manis berusaha menenangkan Zafir. Naura menggertakkan giginya, menjijikan. Bagaimana bisa dirinya dikasihani oleh Evelyn?Naura menegakkan posisi berdirinya, dia menghapus air matanya dengan kasar. "Kamu mencintainya?" Kedua mata dingin Naura menatap Evelyn datar. Evelyn terlihat sedikit terkejut dengan pertanyaan Naura, wanita itu segera menundukkan kepalanya dalam dan melingkarkan tangannya lebih kuat di lengan Zafir. "Iya... Aku... Mencintai Zafir." Dia memberi jeda sedikit untuk kemudian menambahkan,"Tetapi bukanlah Zafir juga mencintaiku?" Kepalanya mendongak untuk menatap Zafir.Naura mengepalkan kedua tangannya lebih erat, matanya langsung tertuju pada Zafir. Zafir terlihat rumit sekarang, pria itu menatap Naura dengan tatapan yang tidak biasa, seolah ada beban berat di pundaknya.
Naura terbangun dari tidur kala mendengar ketukan pintu yang terburu-buru. Dengan berat wanita itu beranjak bangkit dan membuka pintu tersebut, terlihat wajah Kate yang sedikit panik. "Nyonya, para wartawan menunggu di lobby utama. Sepertinya kejadian tadi siang cukup membuat media gempar," ucap Kate, membuat Naura yang baru saja terbangun kembali mengingat hal menyakitkan. Naura mendapatkan kembali kesadarannya, kemudian ia berjalan masuk ke dalam kamarnya lagi yang diikuti oleh Kate. Kate terlihat panik, wanita itu bergerak secepat yang ia bisa untuk membantu Naura bersiap. Di tengah kesibukan Kate yang membantu Naura bersiap, Naura menatap kosong bayangannya di cermin sambil bertanya,"Bagaimana dengan Zafir?"Kate berhenti sejenak dari aktivitasnya, kemudian berpikir keras untuk menyiapkan jawaban yang tidak melukai Naura. "Tuan... Tuan berkata lebih baik untuk tidak terlalu menunjukkan perasaan emosional dan berbicara yang tidak perlu di ha
"Aku bercanda," ucap Arjuna setelah sebelumnya membuat Naura terpaku pada sosok pria itu. Melihat raut wajah Naura yang datar, Arjuna mengerutkan keningnya. "Astaga, kau sungguh memiliki masalah dengan suamimu?"Naura yang mendengar ini hanya menghela napas tipis, ternyata pria itu hanya asal menebak. Naura kemudian berjalan melewati Arjuna dan berhenti di dekat pembatas rooftop, kedua matanya memperhatikan hamparan bintang. Arjuna menyusul, pria itu kemudian berdiri tepat di samping Naura. "Kamu bisa membaca bintang?""Panggil aku nyonya Wajendra, tuan Renjana," balas Naura acuh.Arjuna tersenyum tipis. "Mengapa tidak kamu saja yang memanggilku Arjuna?"Naura mengerutkan keningnya kesal untuk menatap Arjuna. "Mengapa anda terus mengganggu saya? Saya tidak pernah memiliki interaksi apa pun dengan anda sebelumnya."Arjuna menaikkan alis kirinya, kemudian memindahkan tatapannya ke arah langit. "Aku mengganggumu? Kamu lah