Brak!!
Naura menutup kasar pintu kamarnya, kali ini ia tidak bisa membendung emosinya. Dia melepas seluruh perhiasannya dengan kasar, membantingnya ke meja rias, tidak peduli apakah akan hancur atau tidak. "Naura!" Zafir mengikutinya ke kamar, pria itu tidak mengerti mengapa istrinya menjadi sangat marah. Ia membuka pintu cepat dan menutupnya kembali, lalu menatap heran Naura dari ambang pintu. "Apa yang membuatmu menjadi semarah ini?" tanya Zafir, wajahnya menunjukkan perasaan frustasi. Siang tadi mereka sempat hampir berdebat, kemudian malamnya kembali meledak. Pria itu merasa lelah sekarang. Naura menatap tajam suaminya, kemudian menunjuk Zafir dengan jari telunjuknya. "Wanita itu, apa yang--!" "Jangan salahkan Evelyn! Wanita itu tidak bersalah, aku lah yang mengajaknya untuk ikut!" Zafir memotong kalimat penuh amarah Naura, membuat Naura mengerutkan keningnya semakin kesal. "Aku juga tidak bermaksud untuk menyalahkan wanita itu, hanya--!" Saat Naura mencoba kembali bicara, Zafir sekali lagi memotong kalimatnya. "Benar, itu salahku! Aku minta maaf, oke? Sudah cukup, Evelyn menangis ketakutan karenamu!" Zafir menatap Naura dengan tatapan yang berbeda dari biasanya, seolah saat ini dia tidak sedang berdebat dengan pasangannya. Naura yang mendengar kalimat Zafir tertawa, kemudian beralih menunjuk dirinya sendiri. "Lalu, aku?" Zafir menatap Naura semakin bingung. "Kamu? Kenapa?" Naura tersenyum getir, wanita itu menggelengkan kepalanya pelan, dia tidak pernah menduga bahwa suaminya sangat mementingkan wanita lain di hadapannya. "Jika Evelyn menangis karenaku, bagaimana denganku? Suamiku sedang membela wanita lain sekarang, kamu tidak pernah bertanya bagaimana perasaanku saat kamu dan wanita itu muncul di--" "Hei, cukup. Naura, kamu sepertinya kelelahan. Aku tidak mengerti mengapa kamu menjadi seperti ini, terlalu kekanakan. Evelyn tidak punya siapapun di sini dan sekarang dia sedang mengandung, sementara kamu yang sudah memiliki segalanya masih terus menerus menyalahkannya? Terlalu jahat, Naura." Seperti ada petir yang menembus atap kediaman mereka dan menyambarnya, Naura sangat terkejut Zafir menganggapnya sebagai wanita jahat karena Evelyn. Kedua matanya yang semula memancarkan kemarahan berubah menjadi seolah ia tidak berdaya. Naura berbalik memunggungi pria itu, kemudian berkata,"Keluar." Zafir yang melihat ini menghela napas tipis, pria itu melangkah mendekati Naura. Sementara, Naura yang menyadari langkah pria itu segera berbalik menghadap Zafir kembali dan mengambil langkah mundur untuk mencegah Zafir mendekatinya. Zafir yang menyadari hal ini segera menghentikan langkahnya, suasana menjadi jauh lebih rumit sekarang. "Naura?" Zafir menatap Naura, sementara wanita itu membuang tatapannya ke arah lain, berusaha menghindar. "Keluar." Perintah yang sama keluar dari bibir Naura, wanita itu mengepalkan kedua tangannya erat. "Apa ada yang salah dengan kalimatku?" tanya Zafir, pria itu sepertinya mulai merasakan ada sesuatu yang berlebihan darinya sehingga menyinggung Naura. Naura menggeleng, kemudian kembali berbalik memunggungi Zafir. "Keluar!!" Wanita itu sama sekali tidak mengubah atau pun menambah kalimatnya. Sejujurnya, saat ini Naura terasa sangat lemas. Kerongkongannya seolah tercekat, dia tidak bisa bicara terlalu panjang. Mengeluarkan satu kata seperti sebelumnya sudah cukup menguras seluruh energinya. Zafir menyentuh rambutnya dengan frustasi, suara desah emosi pria itu terdengar. Setelah suara langkah kaki terdengar menuju ke luar ruangan dan pintu kembali ditutup rapat, Naura seketika terjatuh ke lantai dengan lemas. Wanita itu mulai menangis, kedua tangannya ia letakkan di atas dada untuk sesekali memukulnya. Ada sesuatu di hatinya yang berkecamuk, seolah seluruh organnya akan meloncat dan meledak keluar. "Bagaimana bisa?" ucap Naura di tengah isak tangisnya, kemudian matanya menatap bingkai besar foto pernikahan mereka yang ada di dalam kamarnya. Keesokan harinya, Naura bangun dengan mata sembab. Wanita itu berusaha sekeras mungkin untuk beraktivitas seperti biasa. Sesekali ia melakukan kesalahan dan disadarkan oleh Kate, kemudian di tengah kesibukannya ini, pintu ruangan kerjanya diketuk. Tanpa menunggu perintah, Kate dengan cepat berjalan ke arah pintu dan membukanya. Kedua mata wanita itu berubah rumit saat melihat sosok Evelyn. Naura melirik ke arah pintu sekilas, kemudian kembali menatap lembar pekerjaanya dan berkata, "Biarkan dia masuk." Evelyn melangkah masuk saat Kate memberinya jalan, raut wajah Evelyn terlihat sedih dan takut. Naura berhenti dari aktivitasnya, kemudian menatap sosok Evelyn yang duduk tepat di hadapannya setelah Kate menyiapkan kursi. "Ada apa?" tanya Naura, kedua matanya menatap dingin Evelyn. Mulai saat ini sudah tidak ada lagi senyum formalitas dan sebagainya, Naura sudah cukup muak dengan tingkah Evelyn dan suaminya. Evelyn menunduk dalam, wanita itu merasa terbebani dengan atmosfer mengintimidasi di sekitar Naura. "Ini... Soal kemarin, aku...." Naura mengerutkan keningnya, apa wanita itu kemari hanya untuk membahas masalah makan malam kemarin? Naura dengan malas mengabaikan wanita itu, kemudian kembali menatap ke arah lembar pekerjaannya sambil berkata,"Tidak perlu dibahas lagi, lupakan." Evelyn mengangkat kepalanya untuk menatap Naura, kemudian tangannya bergerak secara tiba-tiba untuk menggenggam tangan Naura. "Tetapi, karena aku... Kak Naura dan Zafir jadi--" "Berhenti memanggilku dengan sebutan itu, aku adalah orang asing untukmu, begitu juga sebaliknya. Jangan melewati batas, Evelyn." Naura menepis tangan Evelyn sambil membalas panggilan menyebalkannya. Evelyn menarik tangannya cepat, kepalanya kembali tertunduk. Kedua air matanya berkaca-kaca, sosoknya saat ini terlihat sangat rapuh. Siapapun yang melihat adegan ini pasti akan menganggap bahwa Naura menindas Evelyn. "Tetapi... Zafir berkata bahwa kamu tidak keberatan dan... Hubungan kita akan--" Saat Evelyn mencoba kembali membalas, Naura mulai semakin muak dan sekali lagi memotong kalimat wanita itu. "Aku keberatan dan aku tidak mengerti hubungan apa yang kamu maksud. Tetapi... Evelyn, Wajendra adalah keluarga yang memiliki aturan. Kamu tidak bisa sembarangan bergerak hanya karena kamu mau." Naura berusaha untuk tidak mengeluarkan kalimat kasar, Naura hanya berharap Evelyn berpikir dan tahu bagaimana keluarga Wajendra. Evelyn diam-diam mengepalkan kedua tangannya, sepertinya ada bagian kalimat Naura yang benar-benar menyinggung perasaan wanita itu. Naura yang menyadari hal ini merasa acuh, jika dia bersikap lebih lembut dari ini hanya akan membiarkan masalah lain muncul di masa depan. Naura berdiri dari kursinya, menatap Evelyn yang duduk tertunduk."Kate akan mengajarimu bagaimana hidup sebagai seorang 'Wajendra'. Jika besok kamu ingin ikut ke peresmian tambang yang dipenuhi oleh sorotan media, maka belajarlah dengan baik." Kemudian matanya melirik ke arah Kate untuk memberikan kode. Evelyn mengangkat kepalanya, beberapa bulit air mata sudah menghiasi pipi wanita itu. Kepalanya mendongak ke atas, melihat sosok Naura yang dingin, dia diam-diam merasakan ada jarak luar biasa antara dirinya dan Naura. Naura menyadari tatapan aneh Evelyn, namun dia tidak peduli dan beralih berjalan ke arah jendela dan memunggungi wanita itu. "Nona..." Kate mendekat ke arah Evelyn untuk mengajaknya keluar ruangan. Evelyn tidak berbicara apa pun lagi, wanita itu hanya diam dan mengikuti Kate keluar ruangan. Sementara Naura, wanita itu menghela napas gusar sambil memijit keningnya.Peresmian perusahaan tambang semakin dekat, Naura semakin sibuk di ruangan kerjanya, sementara Kate membantu Evelyn untuk belajar bagaimana sikap seseorang yang menjadi bagian dari Wajendra. Di tengah kesibukannya, dering telepon dari atas meja kerjanya berbunyi. Tanpa mengalihkan pandangannya, Naura mengambil gagang telepon dan mendekatkannya ke telinga. "Dengan nyonya Wajendra?" Suara pria yang berat dan jernih terdengar, membuat Naura sedikit mengerutkan keningnya dan berhenti dari aktivitas sibuknya. Hatinya sedikit merasa heran, karena sepertinya orang yang menghubunginya saat ini adalah sosok yang memiliki latar belakang tidak biasa, sebab biasanya ketika menerima panggilan Naura sering mendengar kalimat sapaan dan pembuka yang manis serta bertele-tele."Benar?" jawab Naura, ada sedikit nada bertanya di jawabannya. "Maaf jika saya menghubungi anda secara tiba-tiba, tetapi... ini soal tambang yang besok akan kita buka secara
"Jika seperti itu masalahnya, maka lebih baik menggunakan langkah yang kamu usulkan. Tetapi... Aku sejujurnya sedikit terkejut karena pihak Renjana akan menyerahkan masalah ini pada kita." Zafir duduk di kursi kerjanya, raut wajahnya menunjukkan bahwa ia sedang berpikir serius. Naura mengangguk setuju. "Benar, aku juga berpikir demikian. Aku kira dia akan serakah dan mengisi posisi kosong itu dengan orang-orang dari pihak mereka."Zafir tersenyum tipis. "Itu bagus, berarti kita tidak salah dalam memilih partner bisnis."Naura mengangguk lagi, bibirnya pun ikut tersenyum tipis. Di tengah perbincangan mereka, tiba-tiba Zafir terdiam beberapa saat dan memperhatikan wajah Naura. Saat pandangan mereka bertemu, suasana tiba-tiba menjadi canggung. Zafir terbatuk pelan, kemudian tangan kanannya bergerak menarik laci kerjanya dan mengeluarkan kotak perhiasan kecil berwarna merah. Pria itu kemudian berdiri dan berjalan ke arah Naura."Soal kemari
"Evelyn, hati-hati..." Zafir membantu Evelyn berjalan, wanita itu terlihat sangat lemah dan rapuh. Naura melihat mereka sekilas dari dalam mobil, kemudian mengalihkan pandangannya ke arah laptop iPad yang saat ini ia pegang. Dia mencoba untuk tidak peduli. Tak lama setelahnya, Zafir menyusul ke dalam mobil mereka dan duduk tepat di samping Naura, sementara Evelyn berada di mobil yang berbeda. "Jika kesehatannya benar-benar buruk lebih baik biarkan Evelyn beristirahat di mansion," ucap Naura, kedua matanya masih terpaku pada iPad-nya.Zafir menggeleng pelan. "Wanita itu menolak untuk ditinggal, dan lagi... Terlalu mengkhawatirkan jika dia kita tinggal begitu saja."Naura tersenyum tipis. "Kamu mengkhawatirkannya terlalu berlebihan, Wajendra tidak pernah kekurangan pekerja."Zafir menghela napas tipis. "Anggap saja ini menjadi bagian dari menyenangkan perasaannya agar janin-nya ikut sehat."Naura mengangguk-angguk kecil sambil be
Selama perjalanan menuju tempat peresmian, Naura hanya diam dan sesekali menanggapi perbincangan. Sejujurnya dia tidak memiliki lebih banyak tenaga lagi setelah bertengkar dengan Zafir, namun dia tidak bisa bersikap seenaknya di hadapan media umum. Hanya lirikan yang tidak disengaja, Naura menatap Evelyn dan fokus dengan kalung yang dikenakan wanita itu. Keningnya sedikit terlipat, perasaan marah kembali bergejolak di dalam diri Naura. Bagaimana tidak? Pria itu mengenakan kalung yang sama persis seperti yang ia kenakan? Zafir sungguh membiarkan hal ini terjadi? Pria itu gila! Naura tidak mempermasalahkan kenyataan bahwa Zafir membelikan kalung Evelyn yang serupa dengannya, tetapi... Bagaimana bisa Evelyn menggunakannya juga di acara ini? Kalung yang mereka kenakan bukanlah kalung berlian dengan harga ratusan juta, tetapi menyentuh miliaran dan tidak banyak orang Indonesia yang memilikinya. Jika Evelyn mengenakannya di depan media itu pasti akan sangat menarik perhatian, akan ada
"Zafir... Sudah cukup, kak Naura sudah menangis." Evelyn beranjak dari tempat tidurnya dan melingkarkan tangannya di lengan pria itu, kedua wajahnya yang sangat manis berusaha menenangkan Zafir. Naura menggertakkan giginya, menjijikan. Bagaimana bisa dirinya dikasihani oleh Evelyn?Naura menegakkan posisi berdirinya, dia menghapus air matanya dengan kasar. "Kamu mencintainya?" Kedua mata dingin Naura menatap Evelyn datar. Evelyn terlihat sedikit terkejut dengan pertanyaan Naura, wanita itu segera menundukkan kepalanya dalam dan melingkarkan tangannya lebih kuat di lengan Zafir. "Iya... Aku... Mencintai Zafir." Dia memberi jeda sedikit untuk kemudian menambahkan,"Tetapi bukanlah Zafir juga mencintaiku?" Kepalanya mendongak untuk menatap Zafir.Naura mengepalkan kedua tangannya lebih erat, matanya langsung tertuju pada Zafir. Zafir terlihat rumit sekarang, pria itu menatap Naura dengan tatapan yang tidak biasa, seolah ada beban berat di pundaknya.
Naura terbangun dari tidur kala mendengar ketukan pintu yang terburu-buru. Dengan berat wanita itu beranjak bangkit dan membuka pintu tersebut, terlihat wajah Kate yang sedikit panik. "Nyonya, para wartawan menunggu di lobby utama. Sepertinya kejadian tadi siang cukup membuat media gempar," ucap Kate, membuat Naura yang baru saja terbangun kembali mengingat hal menyakitkan. Naura mendapatkan kembali kesadarannya, kemudian ia berjalan masuk ke dalam kamarnya lagi yang diikuti oleh Kate. Kate terlihat panik, wanita itu bergerak secepat yang ia bisa untuk membantu Naura bersiap. Di tengah kesibukan Kate yang membantu Naura bersiap, Naura menatap kosong bayangannya di cermin sambil bertanya,"Bagaimana dengan Zafir?"Kate berhenti sejenak dari aktivitasnya, kemudian berpikir keras untuk menyiapkan jawaban yang tidak melukai Naura. "Tuan... Tuan berkata lebih baik untuk tidak terlalu menunjukkan perasaan emosional dan berbicara yang tidak perlu di ha
"Aku bercanda," ucap Arjuna setelah sebelumnya membuat Naura terpaku pada sosok pria itu. Melihat raut wajah Naura yang datar, Arjuna mengerutkan keningnya. "Astaga, kau sungguh memiliki masalah dengan suamimu?"Naura yang mendengar ini hanya menghela napas tipis, ternyata pria itu hanya asal menebak. Naura kemudian berjalan melewati Arjuna dan berhenti di dekat pembatas rooftop, kedua matanya memperhatikan hamparan bintang. Arjuna menyusul, pria itu kemudian berdiri tepat di samping Naura. "Kamu bisa membaca bintang?""Panggil aku nyonya Wajendra, tuan Renjana," balas Naura acuh.Arjuna tersenyum tipis. "Mengapa tidak kamu saja yang memanggilku Arjuna?"Naura mengerutkan keningnya kesal untuk menatap Arjuna. "Mengapa anda terus mengganggu saya? Saya tidak pernah memiliki interaksi apa pun dengan anda sebelumnya."Arjuna menaikkan alis kirinya, kemudian memindahkan tatapannya ke arah langit. "Aku mengganggumu? Kamu lah
Arjuna bersandar di dinding marmer gedung yang saat ini mereka jejaki, posisinya berada di area lantai keluarga Wajendra. Setiap kali petugas lewat, mereka terkejut. Tidak ada yang bisa menebak mengapa seorang Arjuna Renjana berdiri bermenit-menit di lantai tersebut. Begitu pintu lift terbuka dan menampilkan sosok Naura yang keluar dengan mata sembab, pria itu mengembalikan postur berdiri dan menatap Naura. "Hei."Suara Arjuna berhasil memecah lamunan Naura, wanita itu menatap terkejut ke arah Arjuna seperti petugas lainnya. Mengapa ada Arjuna di area Wajendra?"Apa yang anda lakukan di sini?" tanya Naura, dia lupa bahwa kondisi wajahnya saat ini sedang sangat sembab. Tidak membalas pertanyaan Naura, Arjuna justru malah bertanya balik. "Apa yang kamu lakukan di sana? Aku menunggu lebih dari lima belas menit di sini seperti orang bodoh."Naura mengerutkan keningnya. "Menunggu saya? Untuk apa?"Arjuna terdiam sejenak sa