Hari masih menunjukkan pukul 7 pagi, Raina baru saja turun ke dapur untuk membantu ibu memasak sarapan. Terhitung mulai hari ini dia memutuskan untuk tidak lagi bekerja di klinik manapun. Yasmin sudah memarahi dirinya berulang kali, belum lagi kejadian di hari perdana mereka bertemu senior itu membuat Raina sadar kalau sebagai residen paling junior, dia harus siap sedia setiap saat.
Tiba-tiba ponselnya berdenting, ada pesan yang masuk. Raina mengambil ponselnya, semenjak kejadian beberapa hari yang lalu itu, Raina tidak pernah jauh-jauh dari ponselnya. Dia juga mengaktifkan volume paling tinggi supaya bunyi ponselnya selalu terdengar. Pesan itu dari Tama, si ketua angkatan yang sangat menyebalkan itu. Sebelum membuka pesan itu, Raina berdecak karena selalu kesal setiap melihat nama Tama.
"Jarkom: Hari ini ketemuan sama ketua panitia pemilihan CR, dikamar jaga jam 3.30. Kita kumpul di kafe dekat kamar jaga jam 3 tepat, karena sebelumnya mau ada pembagian pekerjaan untuk kelompok kita. TIDAK BOLEH TELAT" tulis Tama. Lengkap dengan huruf kapita di tiga kata terakhir, menandakan peringatan darinya.
Membaca kembali kalimat terakhir yang dengan sengaja ditulis lelaki dingin itu dengan huruf kapital, membuat Raina mencibir kesal sambil mendengus.
"Bzzz, harus banget ngingetin jangan telat pake tulisan huruf gede semua, kesel. Ini laki emang selalu sukses buat mood pagi hari jadi hancur berantakan" gumam Raina, bicara pada dirinya sendiri. Pesan apapun dari Tama selalu membuat hatinya kesal. Lelaki itu memang selalu sukses merusak harinya. Ada saja hal yang dilakukan Tama untuk merusak mood pagi harinya.
"Kenapa Na?" Tanya Ibu, tidak sengaja mendengar ucapan Raina.
"Enggak apa Bu, ada temen aku di residensi, nyebelinnya ampun deh, ada aja kelakuannya bikin kesel" keluh Raina. Ibu hanya tersenyum saja, seperti biasa, Raina selalu penuh dengan keluhan.
"Belum kenal aja kali, siapa tahu kalau nanti kenal dekat, malah jadi suka" ucap Ibu, sengaja menggoda anak gadisnya yang ajaib ini.
Raina tidak menjawab, dia hanya mencibir sambil melanjutkan pesan Tama untuk dia kirim ke Mela, lanjutan jarkom Raina. Baru saja Raina mengirimkan pesan, ponselnya berdenting lagi. Pesan lain dari Tama.
"Urutan jarkom :
Jarkom 1: Tama - Raina - Mela - Septian - Tama
Jarkom 2: Tama- Yasmin - Radit - Adrian - Tama
Langsung jarkom, satu jam lagi jarkom harus balik ke gue," tulis Tama lagi.
"Ya ampun, rewelnya ini lakik" batin Raina lagi.
"SIAP BOS! LAPOR JARKOM SUDAH SAYA KIRIMKAN KE MELA, LAPORAN SELESAI" Tulis Raina, membalas pesan Tama, dia sengaja menuliskan pesan dengan huruf kapital semua supaya Tama tahu dia kesal membaca pesan Tama sebelumnya.
Setelah selesai menekan tombol "send", Raina tertawa sendiri setelah selesai mengirimkan pesan itu. Dia langsung membayangkan wajah kesal Tama saat membaca pesannya itu. Tama dan dirinya memang sulit sekali untuk akur, entah mengapa.
Ponsel Raina kembali berdentang, ada satu pesan masuk lagi. Kali ini dari Radit.
"Udah dapat jarkom?" Tulis Radit.
"Ya, jarkom dari bos Tama, haha" balas Raina. Lalu Radit memberikan emoticon tertawa. Raina tersenyum membaca pesan Radit.
"Mau berangkat bareng?" Balas Radit lagi.
"Boleh banget" balas Raina cepat. Hatinya langsung berbunga-bunga karena mendapatkan tawaran tidak terduga dari Radit. Raina tersenyum lebar sambil memandangi layar ponselnya.
"Na, kenapa senyum-senyum sendiri?" Tanya Ibu dengan wajah bingung, rasanya baru saja anak gadisnya itu marah-marah, tapi sekarang malah terlihat sangat senang, sungguh aneh, bisa berubah begitu cepat, batin Ibu dalam hati.
"Oh, enggak Bu, ada temen Nana mau jeput Nana nanti siang." Jawab Raina, tapi pandangan matanya tidak lepas dari layar ponselnya. Senyumannya pun masih mengembang dengan sempurna di bibirnya.
"Aku datang sekitar jam 2 ya" tulis Radit lagi.
"Oke" tulis Raina. Dia langsung membantu ibunya membuat sarapan, setelahnya langsung bersiap-siap untuk berangkat.
Raina tidak menyangka sama sekali kalau Radit mau berangkat bersama dengannya. Mood paginya langsung berubah menjadi baik. Dia bahkan sudah melupakan kekesalannya pada Tama.
"Bu, aku siap - siap dulu ya. Ada pertemuan sama senior siang ini" ucap Raina. Dia langsung melangkahkan kakinya menuju kamarnya di lantai atas.
"Eits! Tunggu dulu, kamu kan udah janji sama ibu" tahan Ibu, menarik lengan Raina, memaksa gadis pemarah itu untuk kembali.
"Janji apa sih Bu?" Tanya Raina.
Ibu menghela napas berat. Selain pemarah, suka bersikap seenaknya, dia lupa kalau anaknya ini juga pelupa, batin Ibu dalam hati.
"Bantu ibu lah Ma, kan kemarin kamu janji mau bantuin ibu masak sama siapin masakan buat katering" jelas Ibu.
"Astaga, Nana lupa Bu!" Seru Raina sambil menepuk keningnya.
"Tsk, belum juga umur 30, sudah pelupa parah begitu" balas Ibu.
"Tapi Nana ada janji ketemu senior nih Bu" Raina berusaha mengingkari janjinya dengan alasan bertemu senior.
"Jam?" Tanya Ibu.
"Jam 3 sih, tapi kan Nama harus siap-siap dulu Bu" balas Raina. Jelas dia harus bersiap-siap, hari ini ada Radit yang akan menjemput dirinya, mana mungkin Raina tidak berdandan terlebih dahulu, batinnya.
"Ini masih jam 7, tepati janji kamu. Sana, ayo, bantu Ibu masak sarapan, terus lanjut kupas bawang setelahnya" perintah Ibu, tidak terima dengan alasan Raina.
"Bu.." Raina ingin menolak lagi.
"Ayo, makin cepat kamu buat sarapan dan kupas bawang, makin cepat bisa pergi bertemu senior, kamu enggak mau teman kamu nunggu lama kan?" balas Ibu.
Raina tidak bisa memberikan alasan lagi untuk menolak. Dia segera memulai untuk memasak di dapur. Raina melirik ke sisi kanannya, menatap meja dapur yang berisi tumpukan bawang, mulai dari bawang merah, bawang putih dan bawang bombai. Semua bawang itu menunggu untuk dia kupas. Raina tidak habis pikir, bagaimana mungkin dia membuat janji seperti ini pada ibu, bodoh sekali, batin Raina, bersungut-sungut dalam hati.
Ibu tersenyum melihat anak gadisnya itu memasak dengan wajah cemberut. Anak pertamanya itu memang terkadang harus diberi perintah seperti ini supaya jadi penurut, batin Ibu dalam hati.
___________
Halo.. chapter baru,
Buat teman-teman yang baca cerita ini, saya tunggu komentarnya, terimakasih sebelumnya
Happy reading
Setelah sepanjang pagi membantu ibu, Raina segera bersiap-siap. Siang ini dia memoles wajahnya dengan riasan tipis, memakai dress terbaiknya, menata sedikit rambutnya dan menyemprotkan parfum favoritnya. Dia tidak mau Radit menunggu lama. Saat Raina keluar dari kamar, ibu sampai terheran-heran melihat penampilan anak gadis satu-satunya itu. "Harum banget Na" puji ibu. Sedikit penasaran karena penampilan Riana seperti gadis yang akan berkencan atau pacaran. Tidak seperti penampilan mahasiswa baru yang akan menemui seniornya. Kalau ibu sebelumnya tidak tahu kalau Raina akan pergi untuk menemui seniornya, mungkin ibu sudah menyangka kalau Raina sudah punya pacar baru. Setelah patah hati dulu, Raina memang tidak pernah lagi berdandan seperti siang ini, batin Ibu. "Ketemu senior harus rapi dan harum Bu" balas Raina sengaja berkelit. Dia sudah bisa membaca apa yang ada didalam kepala ibu kandungnya itu. "Oh
Dari tempat duduknya, Tama melirik ke arah Raina dan Radit. Kedua sejoli itu sibuk mengobrol, kadang jelas terdengar suara tawa mereka atau pukulan manja dari Raina ke lengan Radit. Menyebalkan sekali harus menyaksikan pemandangan seperti itu, batin Tama dlam hati. Awalnya Tama tidak mau peduli, tapi ini sudah hampir 10 menit mereka mengacuhkan dirinya, lama kelamaan Tama jadi kesal juga, ditambah teman mereka yang lain juga belum menampakkan batang hidungnya. Dia mulai kesal karena merasa seperti nyamuk atau mungkin juga seperti kambing congek diantara sepasang "sejoli" itu, yang hari ini merasa dunia hanya milik mereka berdua saja. Seolah-olah keduanya adalah sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta. Dunia sekitar tidak ada artinya, hanya mereka berdua saja. "Yang lain pada kemana sih? Jarkom sampai kan?" Ucap Tama, tiba-tiba dengan sengaja. Raina dan Radit berhenti mengobrol. Keduanya mengalihkan perhatian
Raina, Radit dan Yasmin sibuk mengobrol, Septian dan Adrian sibuk memilih makanan di menu, sedangkan Tama hanya bisa melihat semua teman seangkatannya yang akan selalu bersama-sama selama 4 tahun kedepan sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Sementara dia sedang berpikir keras bersama kertas dan pulpen dihadapannya, untuk membagi tugas selama masa residensi, tapi sepertinya semua temannya itu tidak ada yang perduli, batin Tama dalam hati. Belum lagi mereka juga sepertinya tidak ada yang perduli, padahal Mela belum juga datang."Ehem!!" Tama berdehem cukup keras, berusaha mendapatkan perhatian semua rekan-rekannya. Dia berhasil, semuanya berhenti dan mengalihkan perhatiannya."Apa Mela sudah ada kabar?" Tanya Tama. Raina orang pertama yang langsung mencibir saat mendengar pertanyaan dari mulut pria yang baru saja dia beri julukan "kanebo kering"."Biar gue telpon" ucap Raina, langsung mengajukan diri untuk membantu menelpon, setidaknya bukan Tama ya
"Bu, katering masih bisa terima pesanan kan?" Tanya Raina pada Ibu segera setelah sampai ke rumah. Hari ini Radit tidak mengantarkan dirinya pulang, katanya ada keperluan dengan temannya, terpaksa Raina pulang dengan Yasmin sampai di tengah jalan dan melanjutkan perjalanan dengan menggunakan angkutan kota karena Yasmin harus menjemput pacarnya. Hal ini membuat hati Raina bertambah kesal."Buat kapan?" Tanya Ibu, sedikit heran, jarang sekali anak gadisnya ini menanyakan masalah usaha kateringnya."Ada acara dua minggu lagi Bu. Acara pemilihan CR, tadi aku tawarin katering Ibu buat konsumsinya, lumayan Bu untuk sekitar 100 porsi" jelas Raina."Dua minggu lagi?" Tanya Ibu ulang. Raina mengangguk."Bisa" jawab Ibu, wajahnya berubah cerah, kateringnya dapat kerjaan lagi, batin ibu senang."Tapi senior minta tester masakan Bu" lanjut Raina lagi."Boleh, mau kapan?" Balas Ibu. Riana menaikkan bahunya tanda tidak tahu, dia harus me
"Udah pastiin kan makanan bakal sampe jam 2 teng?" Tanya Tama. Pria itu memegang sebuah kertas checklist khasnya di tangan kiri dan pensil di tangan kanan. Sedari tadi Tama sibuk mengecek satu per satu persiapan yang sudah tertulis rapi di kertasnya itu. Raina tidak menjawab, dia hanya mengangguk."Udah kasih tahu alamat jelasnya? Kemarin kan kita salah jalan tuh, lu udah pastikan mereka enggak salah pilih jalan kan? Kalau salah jalan, bakal ribet dan lama, ini paling penting, enggak boleh sampe terlambat datang" Lanjut Tama lagi. Raina kembali mengangguk, mengiyakan. Tentu saja dia sudah memastikan para karyawan katering ibu tahu jalan menuju rumah senior mereka itu. Itu hal pertama yang Raina pastikan, setelah memastikan menu yang mereka pesan."Udah pastikan juga kan tempat untuk makanan prasmanannya? Meja prasmanan lumayan gede, belum lagi side dish-nya juga lumayan banyak kan? Semuanya udah cocok tempatnya? Jangan sampai malah enggak cukup, lu tahu kan,
"Loh, kok kita kesini Yas?" Tanya Raina, terkejut melihat ternyata Yasmin malah mengajak dirinya ke tempat pemilihan CR besok, bukannya mengajak makan. Kalau seperti ini, tentu saja dia akan bertemu si kanebo kering lagi, batin Raina, tidak suka. Yasmin tidak pergi ke tempat yang dia inginkan."Loh, kok malah kaget sih?" Yasmin bertanya balik kepada Raina. Jelas-jelas dia tidak memberikan janji pada Raina."Bukannya kita mau makan?" Tanya Raina, mulai merengut karena merasa sahabatnya ini membohongi dirinya."Emang gue bilang gitu?" Balas Yasmin sambil tertawa. Memang sahabatnya ini mudah sekali tertipu."Enggak sih, tapi.., bukannya pas gue bilang makan, elu iya aja" balas Raina lagi, wajahnya semakin cemberut."Aduh, nona besar.. Kan gue mesti anterin banner ini dulu buat acara besok, masa gue langsung temenin makan, ini lebih penting" jelas Yasmin. Tangannya menunjukkan ke arah gulungan berwarna putih yang dia letakkan d
Tepat pukul 2 siang, makanan dari katering Ibu Raina datang. Seluruh angkatan Raina juga sudah berkumpul, kecuali yang bertugas di bagian transportasi, beberapa senior meminta untuk dijemput. Merepotkan sekali sebenarnya, tapi mau bagaimana lagi, mereka adalah residen paling junior, sama sekali tidak bisa menolak. Raina sudah mulai mengatur tempat bersama Yasmin, Tama dan Radit juga ikut membantu. Saat katering datang, mereka berempat bahkan lebih sibuk. Beruntung, hari ini Tama sangat penurut, tidak ada kegaduhan atau adu pendapat antara Tama dan Raina. Semua berlangsung tenang. "Tumben Tom and Jerry rukun" goda Yasmin pada Raina. "Jelas aja rukun, dia takut gue nekat. Kalau macem-macem, gue tinggalin aja," balas Raina dengan wajah tenang. Dia yakin Tama pasti panik dan kebakaran jenggot kalau dia tinggalkan hari ini. Lelaki itu tidak mungkin mengurus semua kegiatan hari ini sendirian tanpa
Setelah keributan "memperebutkan" Tama saat pembagian surat suara. Kali ini para fans baru Tama itu kembali "ribut" saat mulai mengumpulkan surat suara. "Tama, sini Tama!" Teriak senior perempuan di sudut ruangan. Rekannya ikut bersahut-sahutan memanggil nama Tama. Raina hanya bisa menahan tawanya. Dia melirik wajah Tama sekilas. Wajah lelaki itu masam sekali dan memaksakan senyumnya. Tanpa bertanya pun Raina sudah bisa memprediksi suasana hati Tama. "Yas, lihat tuh!" Bisik Raina, menyenggol lengan Yasmin sambil menunjuk ke arah Tama dan fansnya. "Bantuin Na" balas Yasmin, dia sendiri sedang sibuk mempersiapkan media untuk penghitungan suara nanti, sedangkan Raina sudah selesai membagikan dan mengambil surat suara sedari tadi. "Ogah ah. Pada kepengennya sama si kanebo" balas Ra
"Hmmm, pemandangan yang indah, film yang bagus, makanan yang enak dan teman yang menyenangkan. Ini malam minggu terbaik" celetuk Radit, mengalihkan pandangannya kepada Raina."Eh?" Raina bergumam tanpa sadar. Tapi dia segera menutup mulut nakalnya."Ya, rasanya kita bisa malam mingguan lagi kapan-kapan" balas Radit."Malam mingguan lagi?" Tanya Raina ulang. Jantungnya berdetak cepat. Apa ini berarti Radit mengajaknya berkencan lagi? Ingin rasanya Raina menari saking girangnya."Ya, mungkin lain kali kita bisa nonton lagi.." balas Radit, sedikit menggantungkan kalimatnya. Radit menyadari wajah terkejut dari Raina. Apa gadis ini menjadi sedikit salah mengerti mendengar dia menyebutkan kalimat tadi, pikir Radit."Sekalian mengajak Yasmin, Tama dan teman angkatan kita lainnya" Radit cepat-cepat melanjutkan kalimatnya. Khawatir Raina semakin salah sangka.&nbs
"Akhirnya tenang juga" ucap Raina, menarik napas dalam-dalam sambil menutup mata. Mereka saat ini sedang berada di gedung bioskop dan sedang mengantre memesan tiket nonton. Bioskop memang ramai, tapi tidak berdesakan seperti kafe tempat makan mereka sebelumnya. Raina merasa jauh lebih lega. "Kafe tadi terlalu berisik ya?" tanya Radit, dia baru sadar kalau Raina merasa tidak nyaman sebelumnya, sedikit merasa bersalah karena dia yang memaksa untuk makan disana, padahal jelas-jelas kafe tadi padat pengunjung. "Oh, enggak, hanya. Emm, sedikit penuh saja, kita enggak bisa ngobrol enak" balas Raina langsung, khawatir Radit merasa tidak enak hati. Bukan masalah kafe tadi penuh dan sesak oleh pengunjung, tapi letak masalahnya ada pada Rian dan Mischa. "Masih lama waktu nonton, mau minum kopi? Atau makan makanan kecil lain sebelum nonton?" tawar Radit. Rasa bersalah membuat dia menawari Raina untuk ke tempat lain
"Makan disini enggak apa-apa?" Tanya Radit. Mereka saat ini masuk di sebuah kafe yang berada di dalam mall. Kafe itu memang terlihat padat pengunjung. Wajar saja karena kota Bandung di akhir pekan tidak mungkin tidak ramai. Selain itu, kafe ini juga sedang naik daun di media sosial. Raina sedikit mengernyitkan keningnya, sedikit tidak setuju karena terlalu ramai. Raina tidak terlalu penyuka keramaian. Dia lebih suka suasana yang sepi, karena dia bisa makan dan mengobrol dengan tenang. Apalagi ini kali pertama dia bisa berduaan dengan Radit, Raina ingin suasana yang tenang, tidak riuh seperti ini. "Kalau enggak mau juga enggak apa, kita cari lagi tempat lain" balas Radit setelah melihat wajah enggan dari Raina. "Enggak apa-apa, disini aja Dit" tolak Raina cepat. Dia melirik wajah Radit dan melihat kalau lelaki itu sepertinya ingin sekali makan di tempat ini. Walaupun
Akhir pekan akhirnya datang. Kata orang hari-hari di akhir pekan adalah siksaan untuk orang yang baru saja putus. Radit baru tahu rasanya sekarang. Sabtu ini dia tidak punya janji apapun dengan siapapun. "Hah, membosankan sekali" gumam Radit. Sepanjang pagi dia hanya menyetel televisi dan menonton dengan pikiran kosong. Dia mengambil ponselnya dan mulai melihat-lihat film apa yang sedang diputar minggu ini di bioskop. "Apa ajak jalan anak kosan ya?" Radit mulai menemukan ide di kepalanya saat melihat film action yang terlihat cukup seru sudah tayang mulai minggu ini. Radit segera melihat jadwal jaga, baik Yasmin, Tama maupun Raina tidak ada yang jaga hari ini. Lelaki itu segera keluar dari kamar untuk mencari teman kosnya. Saat baru menuruni tangga, Radit bertemu dengan Raina. Gadis itu berjalan ke arah kulkas yang terletak di dapur kos dengan mata setengah terpejam, rambut berantakan dan dia mas
"Apa Kakak enggak kangen sama aku? Setelah putus Kakak sama sekali enggak pernah hubungi aku," keluh Irna. Dia merasa tidak nyaman dengan perubahan sikap Radit padanya setelah putus. Irna pikir Radit akan mengejar-ngejar dirinya setelah dia meminta putus, tapi kenyataannya justru Radit malah mendiamkan dirinya dan sama sekali tidak pernah menghubungi dirinya. "Aku rasa, kita butuh momen untuk sama-sama sendiri, supaya kita bisa pikirkan bagaimana hubungan kita selama ini" balas Radit. Dia masih sangat menyukai Irna, tapi kembali menjadi kekasih Irna masih sedikit sulit bagi Radit. Lelaki itu masih butuh waktu untuk memikirkan hubungan mereka yang dia rasa mulai tidak sehat. "Aku kangen Kakak" ucap Irna tiba-tiba. Dia merasa harus jujur tentang hal ini. "Rindu?" ucap Radit dalam hati, dia cukup terkejut dengan kejujuran Irna. Detak jantung Radit menjadi cepat saat mendengar ucapan mantan kek
Entah Raina harus bahagia atau justru waspada dengan keadaan yang saat ini dia hadapi, yang pasti selama Radit putus dari kekasihnya, lelaki itu selalu menempel pada Raina, dimana pun dan kapan pun. Tidak terasa sudah dua minggu Radit putus dari Irna. Dalam hati Radit merasa sangat nyaman, tidak ada lagi yang mengatur dengan kejam semua kehidupannya. Dia bisa menjalani kehidupan residensi dengan nyaman. Semakin hari keduanya semakin lengket, dimana ada Raina pasti ada Radit disana. "Na, selesai dari rumah sakit, kita makan dulu ya sebelum pulang ke kos" ajak Radit disela-sela acara ilmiah. "Em" balas Raina langsung mengiyakan tanpa pikir panjang, dia bahkan lupa kalau hari ini orang tuanya datang untuk melihat kamar kosnya. Sudah dua minggu Raina belum juga mengizinkan ayah ibunya untuk datang. "Oke!" balas Raina dengan bersemangat sambil mengacungkan jempolnya. Dia selalu senang setiap diajak makan
(3 menit sebelumnya) "Gue jawab telepon dulu ya, agak berisik disini" ucap Radit, beranjak pergi menuju sudut di luar bioskop. "Gue jawab telepon dulu ya, agak berisik disini" ucap Radit berdiri, dia tidak bisa menjawab telepon Irna di tengah suasana gaduh begini. Pasti kekasihnya itu akan bertambah kesal. "Jangan lama-lama, bentar lagi teaternya mau buka" balas Raina, mengingatkan. Radit mengangguj sambil melambaikan tangannya. "Ada yang mau beli minum?" Tanya Yasmin, Raina langsung mengiyakan. "Gue enggak, enggak seru nonton sambil makan minum, terlalu mengganggu" balas Tama, menggeleng. Dia lebih suka menikmati film tanpa gangguan makan dan minum. Sayang sekali kal
"Oke, Raina ikut juga" ucap Radit. "Oh, oke" balas Yasmin, melirik Raina sambil tersenyum geli. Bukan Yasmin namanya kalau tidak bisa menebak isi kepala sahabatnya yang paling drama itu."Oke, Raina ikut juga" ucap Radit. "Oh, oke" balas Yasmin, melirik Raina sambil tersenyum geli. Bukan Yasmin namanya kalau tidak bisa menebak isi kepala sahabatnya yang paling drama itu. Beberapa detik kemudian Tama terlihat menuruni tangga. Raina yang pertama menyadari, dia langsung melirik kesal ke arah Tama. "Buat apa si kanebo kering itu ikut-ikutan?" Batin Raina dalam hati.
"Tadi sih curhat berantem hebat sama pacarnya" balas Yasmin. "Tadi sih curhat berantem hebat sama pacarnya" balas Yasmin. Yasmin teringat cerita Radit beberapa hari terakhir. Radit cukup nyaman untuk berkeluh kesah dengan Yasmin, mungkin karena Radit tahu Yasmin punya hubungan serius dengan kekasih Yasmin dan gaya berpacaran Yasmin dan kekasihnya dewasa sekali. Radit mengagumi itu, berbeda dengan gaya pacaran dirinya dan Irna. Kekasihnya masih manja, seenaknya dan jauh dari kata dewasa. Setiap hari selalu ada saja bahan untuk bertengkar. Radit kadang merasa lelah sendiri menghadapi sikap kekanakan dari Irna.