Setelah keributan "memperebutkan" Tama saat pembagian surat suara. Kali ini para fans baru Tama itu kembali "ribut" saat mulai mengumpulkan surat suara.
"Tama, sini Tama!" Teriak senior perempuan di sudut ruangan. Rekannya ikut bersahut-sahutan memanggil nama Tama.
Raina hanya bisa menahan tawanya. Dia melirik wajah Tama sekilas. Wajah lelaki itu masam sekali dan memaksakan senyumnya. Tanpa bertanya pun Raina sudah bisa memprediksi suasana hati Tama.
"Yas, lihat tuh!" Bisik Raina, menyenggol lengan Yasmin sambil menunjuk ke arah Tama dan fansnya.
"Bantuin Na" balas Yasmin, dia sendiri sedang sibuk mempersiapkan media untuk penghitungan suara nanti, sedangkan Raina sudah selesai membagikan dan mengambil surat suara sedari tadi.
"Ogah ah. Pada kepengennya sama si kanebo" balas Raina, menunjukkan keengganannya membantu Tama.
"Dasar" balas Yasmin.
"Dit, bantuin Tama tuh, biar cepet kelar, yang ini biar gue yang lanjutkan" lanjut Yasmin, percuma meminta bantuan pada Raina, lebih baik meminta bantuan pada Radit.
"Oke," balas Radit. Beranjak pergi menuju tempat Tama yang sedang "meladeni" para fans barunya.
"Sini teteh kertasnya, kumpulkan di saya aja" ucap Radit sambil tersenyum. Lesung pipinya terlihat jelas saat tersenyum. Beberapa senior perempuan langsung mengabaikan Tama, beralih ke Radit. Dalam sekejap Radit sudah seperti Tama, sibuk mengambil lembaran kertas hasil voting pemilihan.
Raina melirik sebal, dia langsung merasa cemburu melihat Radit membagikan senyuman manisnya pada wanita lain, walaupun itu senior mereka. Tanpa pikir panjang, Raina langsung melangkah menuju ke arah Radit dan membantu lelaki itu.
"Sini sama saya kertasnya Teh" ucap Raina, tersenyum palsu, mengambil cepat kertas-kertas yang masih dipegang beberapa senior.
"Thanks!" Bisik Radit, merasa terselamatkan. Raina tersenyum manis membalas ucapan terimakasih Radit.
Setelah semuanya selesai memilih dan mengumpulkan surat suara, acara penghitungan pun dimulai. Seorang senior bernama Donny dari semester enam sebagai kandidat dengan suara terbanyak, diikuti dengan seorang senior lagi bernama Benny. Kemungkinan kedua orang ini yang akan menjadi Chief Resident dan wakil Chief Resident, nantinya hasil pemilihan hari ini akan diserahkan pada ketua program studi dan akan dipilih siapa yang nantinya menjadi CR untuk satu tahun kedepan.
"Oke, karena udah mau magrib juga, dan penghitungan suara sudah selesai, jadi kini saatnya kita sampai di akhir acara. Sebelumnya gue mau ucapkan terimakasih untuk semua senior dan junior yang sudah mendukung saya selama saya menjadi CR setahun ini, dan saya juga minta maaf kalau selama menjalankan amanat sebagai CR saya banyak kesalahan dan kekurangan. Saya ucapkan juga terimakasih pada adik-adik semester baru, karena mereka kerjanya baik sekali hari ini, tanpa mereka bertujuh acara pemilihan sekaligus gathering hari ini pasti tidak bisa selancar hari ini" ucap Sang Mantan CR, memberikan pidato terakhirnya.
Raina menghembuskan napas lega. Akhirnya tugas mereka satu kelompok di acara hari ini selesai. Walaupun penuh dengan drama dan sedikit bumbu keributan dengan Tama, setidaknya kelompok mereka mendapat pujian dari semua senior.
"Terimakasih ya teman-teman, gue juga minta maaf kalau banyak salah" ucap Tama. Setelah semua senior pulang dan mereka selesai membereskan semuanya, Tama meminta seluruh kelompoknya untuk berkumpul.
"Banyak banget terutama sama gue" gumam Raina pelan, Yasmin yang tidak sengaja mendengar langsung menyenggol lengan sahabatnya itu supaya tidak mulai bertingkah. Raina menurut, dia langsung menutup rapat-rapat mulutnya. Dari pada nanti kena marah Yasmin, pikirnya.
"Emmm, Dit. Gue boleh nebeng pulang?" Tanya Raina saat akan pulang.
"Oh tentu, yuk" ajak Radit, membuat Raina bahagia.
"Na, mau pulang bareng enggak? Gue.." Yasmin tidak menyelesaikan kalimatnya, dia mengurungkan niatnya mengajak Raina pulang bersama karena Raina sudah memberi kode kalau dia akan pulang bersama Radit. Gadis itu memilih untuk mengalah saja. Dia yakin Raina pasti lebih memilih untuk pulang bersama Radit dibanding bersama dengan dirinya.
"Na, thanks ya, kata senior kateringnya enak semua" ucap Tama. Raina hanya mengangguk dengan malas.
"Oke, sama-sama. Yuk For kita balik" balas Raina, seakan menganggap Tama angin lalu. Raina langsung menarik tangan Radit untuk pergi dari hadapan Tama.
"Langsung ke rumah?" Tanya Radit.
"Kemana aja oke" balas Raina. Asal bersama Radit, Raina tidak keberatan untuk diajak kemana pun, bahkan kalau Radit ingin mengelilingi kota Bandung sampai tengah malam pun dia tidak akan protes.
Kedua orang itu pun mulai mengobrol seru. Baik Raina maupun Radit tidak bisa memungkiri kalau mereka sangat cocok satu sama lain. Setiap berdua obrolan mereka selalu menyambung, kadang mereka tidak sadar kalau sudah banyak waktu terlewati tanpa mereka sadari saking enaknya mereka mengobrol.
Dering ponsel Radit menghentikan obrolan mereka.
"Sebentar aku angkat telepon dulu ya" balas Radit. Raina mengangguk.
"Halo? Emm, oke. Ya tunggu sebentar ya" ucap Radit dengan lembut, tapi wajahnya sedikit memucat setelah menerima panggilan itu .
"Kenapa Dit?" Tanya Raina, dia menyadari perubahan roman wajah Radit.
"Na, kayanya aku enggak bisa deh anter sampai rumah. Adiknya Ibu aku yang di Bandung sakit, baru masuk rumah sakit" jawab Radit dengan ragu, sedikit terdengar gugup di nada suaranya.
"Oh, enggak apa-apa Dit. Gue turun di depan sana aja. Nanti tinggal naik angkot dari sana ke rumah gue" balas Raina langsung. Dia pikir Radit pasti panik sekarang, dia tidak boleh menyusahkan lelaki ini dengan memaksa meminta diantarkan ke rumah.
"Beneran enggak apa-apa? Udah malam" balas Radit, sedikit ragu menurunkan Raina di tepi jalan seperti ini.
"Ya ampun, enggak apa. Gue enggak masalah. Nah, tuh ada angkot disana, turun disana aja Dit" pinta Raina lagi. Hatinya senang karena Radit mengkhawatirkan dirinya, bukankah artinya Radit perhatian dan perduli padanya, pikir Raina dalam hati.
Radit menepikan mobilnya di tempat yang Raina minta.
"Hati-hati ya Na" ucap Radit sebelum Raina turun.
"Iya, sampai nanti ya!" Balas Raina, melambaikan tangannya. Gadis itu melompat turun dari mobil Radit dan berlari-lari kecil menuju angkutan kota yang masih berhenti dipinggir jalan, sedang menunggu penumpang.
Setelah memastikan Raina sudah naik ke atas angkutan kota, Radit memajukan mobilnya perlahan. Dia mengambil ponselnya lagi.
"Halo, sayang. Aku baru selesai acara, maaf ya tadi baru anter senior bentar makanya langsung dimatikan." Ucap Radit. Dia berbohong pada Raina dan Irna. Radit bukan menerima telepon dari keluarganya yang mengabarkan tentang pamannya yang masuk rumah sakit, tapi sebenarnya panggilan itu dari Irna, yang sudah menunggu di restoran tempat mereka akan kencan malam ini.
"Oke, aku tunggu disini, jangan lama-lama" balas Irna langsung mematikan panggilan ponselnya.
Radit melirik sekilas ke arah kaca spion. Angkutan kota yang tadi dinaikki Raina belum berangkat.
"Maaf Na" ucap Radit. Hari ini dia berbohong pada gadis baik itu.
------------
Follow IG saya di rizka_author yaa..
Jangan lupa komentarnya ya
"Lama banget sih?" Kalimat itu langsung diucapkan oleh Irna saat melihat sosok Radit datang. Wajah gadis itu cemberut. Dia sudah menunggu kekasihnya itu selama 1 jam lebih. Tentu saja dia kesal setengah mati. Hari ini Irna sudah berdandan cantik demi pergi kencan dengan kekasihnya. Dalam bayangannya hari ini dia akan menghabiskan malam romantis bersama Radit. Tapi, siapa yang bisa menyangka akhirnya lain. Satu jam menunggu dia merasa riasannya bahkan sepertinya sudah luntur, ditambah wajah masam karena kekesalan hatinya. Selamat tinggal kencan romantis, Irna bersyukur kalau hari ini tidak ada pertengkaran. "Maaf ya Sayang. Kan aku udah bilang kalau tadi antar senior dulu" balas Radit. Tersenyum selebar mungkin. Lelaki itu merasa sangat bersalah karena berbohong pada Irna hari ini. Apalagi dia bersama dengan Raina sebelumnya. "Tapi ini udah satu jam aku tung
Di tempat lain, Raina baru saja turun dari angkutan kota. Hari sedikit mendung, langit kota Bandung semakin menggelap. Raina berjalan lebih cepat, takut hujan akan turun sebelum dia sampai di rumah karena dia tidak membawa payung apalagi jas hujan. Sebuah bunyi klakson dari arah samping mengagetkan dirinya. "Astaga!" Pekik Raina, nyaris terpeleset karena saking terkejutnya. Nyaris saja Raina akan mengumpat, mengeluarkan semua sumpah serapah si pengemudi mobil yang membunyikan klakson itu, beruntung pengemudi itu langsung turun, dan membuat Raina tambah terkejut saat melihat sosoknya. "Tama?" Sapa Raina saat menyadari ternyata pengemudi mobil itu adalah Tama. Lelaki itu berjalan mendekati Raina. Seperti biasanya, ekspresinya tetap datar, seolah-olah dia tidak bersalah. "Sori, gue buat kaget ya?" Tanya Tama, nada suaranya dan raut wajahnya terlihat tidak tulus meminta maaf.&nb
Raina baru saja terbangun subuh ini. Dia meregangkan seluruh sendi di tubuhnya. Terasa pegal dan lelah sekali. Seharian bekerja mengurusi acara pemilihan CR, ditambah kehujanan sedikit semalam, membuat tidurnya lelap sekali. Gadis itu mengambil ponselnya yang dia lempar sembarangan semalam. Hari ini dia berencana untuk melihat tempat kos yang letaknya di dekat rumah sakit. Raina sengaja menyewa tempat kos, karena jarak rumahnya dengan rumah sakit tempat dia belajar nanti cukup jauh. Akan sulit bila ada keperluan mendadak nanti. Tiba-tiba ponselnya berbunyi, telepon masuk dari Yasmin. "Halo" sapa Raina cepat. Suaranya masih serak khas orang bangun pagi. "Udah bangun lu? Hari ini jadi kita lihat kos-kosan?" Tanya Yasmin, menyadari Raina yang baru bangun tidur. "Em" balas Raina, matanya masih setengah terpejam. Badannya yang pegal memintanya untuk kembali bangun
"Na, nanti tunggu dulu ya, kita nunggu yang mau bareng liat kos" ucap Yasmin saat mereka sampai di tempat kos yang mereka tuju. Seorang penjaga kos sudah menyambut mereka. "Siapa?" Tanya Raina. Dia tidak tahu kalau Yasmin membuat janji dengan orang lain. Raina pikir hanya mereka berdua. "Tunggu bentar, nanti juga lu tahu sendiri" balas Yasmin. Gadis itu mengetik pesan tulisan di ponselnya"Na, nanti tunggu dulu ya, kita nunggu yang mau bareng liat kos" ucap Yasmin saat mereka sampai di tempat kos yang mereka tuju. Seorang penjaga kos sudah menyambut mereka. "Siapa?" Tanya Raina. Dia tidak tahu kalau Yasmin membuat janji dengan orang lain. Raina pikir hanya mereka berdua. "Tunggu bentar, nanti juga lu tahu sendiri"
"Aku lihat dulu ya, ada kemungkinan aku bareng kosnya sama pacar aku" jawab Radit. Raina tersentak mendengar jawaban Radit. "Pacar? Apa dia salah dengar?" Tanya Raina dalam hati. "Pacar?" Tanya Raina. Rasa bahagia lenyap seketika dari hatinya. "Iya, pacar aku kos sekitar sini juga" jawab Radit. "Oh" jawab Raina pelan. Gadis itu langsung menunduk dalam, merasa bodoh. Bagaimana mungkin pria semanis dan sebaik Radit belum punya kekasih, bodohnya dirinya yang terlalu naif menyangka kalau Radit masih jomblo. Di sisi lain, Yasmin hanya bisa menghela napas berat. Dia tahu apa yang sahabatnya itu rasakan. Ini akan menjadi kenyataan yang Menyakitk
"Katanya lu mau beli makanan, kok malah kesini?" Tanya Raina bingung, yang dia tahu tempat ini untuk berbelanja. "Iya, gue disini buat beli makanan, ada yang salah?" Tanya Tama, justru heran dengan pertanyaan Raina. Memang apa salahnya membeli makanan di swalayan, tanya Tama pada dirinya sendiri. "Gue pikir elu mampir di kafe atau restauran atau food court untuk beli makanan" jawab Raina, menjelaskan maksud dirinya. "Lebih hemat kalau masak" balas Tama dengan tenang. "Masak?!" Raina terkejut sekaligus tertawa geli. Dia tidak sanggup membaya
Sudah seminggu terakhir Raina berusaha keras untuk melupakan Radit dalam hidupnya, tapi tentu saja sulit. Mereka masih tetap bertemu setiap hari, karena sudah mulai banyak tugas untuk junior baru yang harus dikerjakan bersama kelompok. Radit juga tidak mengetahui isi hati Raina, tentu saja lelaki manis itu tetap berlaku sopan dan baik pada Raina, membuat Raina bertambah sulit untuk melupakannya. Minggu ini adalah minggu terakhir liburan Raina. Mulai minggu depan Raina mulai mengikuti kegiatan residensi di rumah sakit. Pagi ini Raina mulai mengemas barang-barangnya untuk pindah ke kamar kosnya. Gadis itu sudah sibuk dari pagi hari. "Mau ibu antar jam berapa?" Tanya Ibu, tiba-tiba berada di depan pintu kamar Raina. "Duh, Ibu. Buat Nana kaget aja." Balas Raina, dia terlalu serius mengemas barang sampai tidak menyadari kehadiran ibu di kamarnya. "Kamu aja kagetan, orang ibu dari tadi berd
"Tsk, gue turun di depan" pinta Raina dengan ketus. "Apaan sih?" Balas Tama, heran dengan permintaan tiba-tiba dari Raina. Pria itu tetap menyetir dengan tenang. "Turunin gue di depan, gue enggak mau lagi menumpang sama elu" balas Raina, sengaja menekankan kata "menumpang" pada kalimatnya. "Enggak mau," jawab Tama, masih tetap tenang. "Turun enggak?! Apa gue harus lompat dari mobil?" Tanya Raina, sengaja mengancam. "Silakan aja, tapi kalau elu kenapa-kenapa gue enggak tanggung jawab ya" balas Tama lagi, masih dengan ekspresi datar saja. Tapi sebenarnya lelaki itu merasa khawatir juga dalam hatinya. "Sial!" Maki Raina dalam hati, dia hanya ingin mengancam Tama pada awalnya, tapi sialnya lelaki itu justru malah terlihat santai dan tenang. Tentu saja Raina tidak berani untuk melompat, dia masih punya akal sehat dan masih sayang dengan nyawanya sendiri. Gadis itu hanya mende
"Hmmm, pemandangan yang indah, film yang bagus, makanan yang enak dan teman yang menyenangkan. Ini malam minggu terbaik" celetuk Radit, mengalihkan pandangannya kepada Raina."Eh?" Raina bergumam tanpa sadar. Tapi dia segera menutup mulut nakalnya."Ya, rasanya kita bisa malam mingguan lagi kapan-kapan" balas Radit."Malam mingguan lagi?" Tanya Raina ulang. Jantungnya berdetak cepat. Apa ini berarti Radit mengajaknya berkencan lagi? Ingin rasanya Raina menari saking girangnya."Ya, mungkin lain kali kita bisa nonton lagi.." balas Radit, sedikit menggantungkan kalimatnya. Radit menyadari wajah terkejut dari Raina. Apa gadis ini menjadi sedikit salah mengerti mendengar dia menyebutkan kalimat tadi, pikir Radit."Sekalian mengajak Yasmin, Tama dan teman angkatan kita lainnya" Radit cepat-cepat melanjutkan kalimatnya. Khawatir Raina semakin salah sangka.&nbs
"Akhirnya tenang juga" ucap Raina, menarik napas dalam-dalam sambil menutup mata. Mereka saat ini sedang berada di gedung bioskop dan sedang mengantre memesan tiket nonton. Bioskop memang ramai, tapi tidak berdesakan seperti kafe tempat makan mereka sebelumnya. Raina merasa jauh lebih lega. "Kafe tadi terlalu berisik ya?" tanya Radit, dia baru sadar kalau Raina merasa tidak nyaman sebelumnya, sedikit merasa bersalah karena dia yang memaksa untuk makan disana, padahal jelas-jelas kafe tadi padat pengunjung. "Oh, enggak, hanya. Emm, sedikit penuh saja, kita enggak bisa ngobrol enak" balas Raina langsung, khawatir Radit merasa tidak enak hati. Bukan masalah kafe tadi penuh dan sesak oleh pengunjung, tapi letak masalahnya ada pada Rian dan Mischa. "Masih lama waktu nonton, mau minum kopi? Atau makan makanan kecil lain sebelum nonton?" tawar Radit. Rasa bersalah membuat dia menawari Raina untuk ke tempat lain
"Makan disini enggak apa-apa?" Tanya Radit. Mereka saat ini masuk di sebuah kafe yang berada di dalam mall. Kafe itu memang terlihat padat pengunjung. Wajar saja karena kota Bandung di akhir pekan tidak mungkin tidak ramai. Selain itu, kafe ini juga sedang naik daun di media sosial. Raina sedikit mengernyitkan keningnya, sedikit tidak setuju karena terlalu ramai. Raina tidak terlalu penyuka keramaian. Dia lebih suka suasana yang sepi, karena dia bisa makan dan mengobrol dengan tenang. Apalagi ini kali pertama dia bisa berduaan dengan Radit, Raina ingin suasana yang tenang, tidak riuh seperti ini. "Kalau enggak mau juga enggak apa, kita cari lagi tempat lain" balas Radit setelah melihat wajah enggan dari Raina. "Enggak apa-apa, disini aja Dit" tolak Raina cepat. Dia melirik wajah Radit dan melihat kalau lelaki itu sepertinya ingin sekali makan di tempat ini. Walaupun
Akhir pekan akhirnya datang. Kata orang hari-hari di akhir pekan adalah siksaan untuk orang yang baru saja putus. Radit baru tahu rasanya sekarang. Sabtu ini dia tidak punya janji apapun dengan siapapun. "Hah, membosankan sekali" gumam Radit. Sepanjang pagi dia hanya menyetel televisi dan menonton dengan pikiran kosong. Dia mengambil ponselnya dan mulai melihat-lihat film apa yang sedang diputar minggu ini di bioskop. "Apa ajak jalan anak kosan ya?" Radit mulai menemukan ide di kepalanya saat melihat film action yang terlihat cukup seru sudah tayang mulai minggu ini. Radit segera melihat jadwal jaga, baik Yasmin, Tama maupun Raina tidak ada yang jaga hari ini. Lelaki itu segera keluar dari kamar untuk mencari teman kosnya. Saat baru menuruni tangga, Radit bertemu dengan Raina. Gadis itu berjalan ke arah kulkas yang terletak di dapur kos dengan mata setengah terpejam, rambut berantakan dan dia mas
"Apa Kakak enggak kangen sama aku? Setelah putus Kakak sama sekali enggak pernah hubungi aku," keluh Irna. Dia merasa tidak nyaman dengan perubahan sikap Radit padanya setelah putus. Irna pikir Radit akan mengejar-ngejar dirinya setelah dia meminta putus, tapi kenyataannya justru Radit malah mendiamkan dirinya dan sama sekali tidak pernah menghubungi dirinya. "Aku rasa, kita butuh momen untuk sama-sama sendiri, supaya kita bisa pikirkan bagaimana hubungan kita selama ini" balas Radit. Dia masih sangat menyukai Irna, tapi kembali menjadi kekasih Irna masih sedikit sulit bagi Radit. Lelaki itu masih butuh waktu untuk memikirkan hubungan mereka yang dia rasa mulai tidak sehat. "Aku kangen Kakak" ucap Irna tiba-tiba. Dia merasa harus jujur tentang hal ini. "Rindu?" ucap Radit dalam hati, dia cukup terkejut dengan kejujuran Irna. Detak jantung Radit menjadi cepat saat mendengar ucapan mantan kek
Entah Raina harus bahagia atau justru waspada dengan keadaan yang saat ini dia hadapi, yang pasti selama Radit putus dari kekasihnya, lelaki itu selalu menempel pada Raina, dimana pun dan kapan pun. Tidak terasa sudah dua minggu Radit putus dari Irna. Dalam hati Radit merasa sangat nyaman, tidak ada lagi yang mengatur dengan kejam semua kehidupannya. Dia bisa menjalani kehidupan residensi dengan nyaman. Semakin hari keduanya semakin lengket, dimana ada Raina pasti ada Radit disana. "Na, selesai dari rumah sakit, kita makan dulu ya sebelum pulang ke kos" ajak Radit disela-sela acara ilmiah. "Em" balas Raina langsung mengiyakan tanpa pikir panjang, dia bahkan lupa kalau hari ini orang tuanya datang untuk melihat kamar kosnya. Sudah dua minggu Raina belum juga mengizinkan ayah ibunya untuk datang. "Oke!" balas Raina dengan bersemangat sambil mengacungkan jempolnya. Dia selalu senang setiap diajak makan
(3 menit sebelumnya) "Gue jawab telepon dulu ya, agak berisik disini" ucap Radit, beranjak pergi menuju sudut di luar bioskop. "Gue jawab telepon dulu ya, agak berisik disini" ucap Radit berdiri, dia tidak bisa menjawab telepon Irna di tengah suasana gaduh begini. Pasti kekasihnya itu akan bertambah kesal. "Jangan lama-lama, bentar lagi teaternya mau buka" balas Raina, mengingatkan. Radit mengangguj sambil melambaikan tangannya. "Ada yang mau beli minum?" Tanya Yasmin, Raina langsung mengiyakan. "Gue enggak, enggak seru nonton sambil makan minum, terlalu mengganggu" balas Tama, menggeleng. Dia lebih suka menikmati film tanpa gangguan makan dan minum. Sayang sekali kal
"Oke, Raina ikut juga" ucap Radit. "Oh, oke" balas Yasmin, melirik Raina sambil tersenyum geli. Bukan Yasmin namanya kalau tidak bisa menebak isi kepala sahabatnya yang paling drama itu."Oke, Raina ikut juga" ucap Radit. "Oh, oke" balas Yasmin, melirik Raina sambil tersenyum geli. Bukan Yasmin namanya kalau tidak bisa menebak isi kepala sahabatnya yang paling drama itu. Beberapa detik kemudian Tama terlihat menuruni tangga. Raina yang pertama menyadari, dia langsung melirik kesal ke arah Tama. "Buat apa si kanebo kering itu ikut-ikutan?" Batin Raina dalam hati.
"Tadi sih curhat berantem hebat sama pacarnya" balas Yasmin. "Tadi sih curhat berantem hebat sama pacarnya" balas Yasmin. Yasmin teringat cerita Radit beberapa hari terakhir. Radit cukup nyaman untuk berkeluh kesah dengan Yasmin, mungkin karena Radit tahu Yasmin punya hubungan serius dengan kekasih Yasmin dan gaya berpacaran Yasmin dan kekasihnya dewasa sekali. Radit mengagumi itu, berbeda dengan gaya pacaran dirinya dan Irna. Kekasihnya masih manja, seenaknya dan jauh dari kata dewasa. Setiap hari selalu ada saja bahan untuk bertengkar. Radit kadang merasa lelah sendiri menghadapi sikap kekanakan dari Irna.