Dari tempat duduknya, Tama melirik ke arah Raina dan Radit. Kedua sejoli itu sibuk mengobrol, kadang jelas terdengar suara tawa mereka atau pukulan manja dari Raina ke lengan Radit. Menyebalkan sekali harus menyaksikan pemandangan seperti itu, batin Tama dlam hati.
Awalnya Tama tidak mau peduli, tapi ini sudah hampir 10 menit mereka mengacuhkan dirinya, lama kelamaan Tama jadi kesal juga, ditambah teman mereka yang lain juga belum menampakkan batang hidungnya. Dia mulai kesal karena merasa seperti nyamuk atau mungkin juga seperti kambing congek diantara sepasang "sejoli" itu, yang hari ini merasa dunia hanya milik mereka berdua saja. Seolah-olah keduanya adalah sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta. Dunia sekitar tidak ada artinya, hanya mereka berdua saja.
"Yang lain pada kemana sih? Jarkom sampai kan?" Ucap Tama, tiba-tiba dengan sengaja. Raina dan Radit berhenti mengobrol. Keduanya mengalihkan perhatian mereka pada Tama.
"Yasmin udah di jalan berangkat, kalau Mela rasanya udah deket" jawab Raina.
Sebelum turun dari mobil, Raina sempat menghubungi Yasmin dan Mela sebelum sampai kesini. Raina melirik ke arah jam tangannya, masih ada waktu sekitar 15 menit lagi dari tenggat waktu mereka berkumpul, mengapa lelaki ini sering sekali berlebihan dengan waktu, batinnya. Apa salahnya menunggu sebentar lagi tanpa mengeluh, lelaki ini selalu saja membuat rusak suasana, batin Raina lagi.
"Gue coba tanya Septian sama Adrian ya" ucap Radit, tanpa diminta Radit langsung mengambil ponselnya dan menghubungi dua orang teman mereka yang lain. Radit mengerti Tama sudah merasa gusar. Walau baru bertemu satu kali, Radit sudah mengerti bagaimana sifat Radit.
"Kan udah gue bilang kita cepat datang supaya bisa ngobrol masalah kelompok kita dulu, kenapa malah telah kaya gini" gerutu Tama. Bertambah kesal.
Raina hanya bisa mencibir mendengar gerutu lelaki dihadapannya. Raina memperhatikan wajahnya dan ekspresi kaku lelaki itu, mengingatkan dia pada satu hal, kanebo kering. Ya, cocok sekali panggilan itu untuk lelaki dingin dan kaku seperti Tama, batin Raina.
Tanpa sadar, Raina menjadi tertawa sendiri setelah menyamakan pria muda tampan dan pintar seperti Tama dengan sebuah kanebo kering, tapi memang terasa cocok sekali, pikir Raina berusaha menahan tawanya. Tama dan Radit sama-sama bingung saat mendengar Raina yang tiba-tiba tertawa.
"Eh, sori, baca chat temen gue, lucu" balas Raina cepat sembari menunjuk ke arah ponselnya. Dia pura-pura sedang membaca chat di layar ponselnya.
"Ehem, gue coba hubungi Yasmin ya" lanjut Raina lagi, langsung menghubungi Yasmin, dia tidak tahan menerima pandangan wajah heran dari Radit dan Tama.
"Halo?" Sapa Yasmin, langsung menjawab panggilan Raina dideringan pertama, suaranya terdengar sangat dekat.
"Lu dimana Yas?" Tanya Raina, dia berdiri dari duduknya, menengok ke kanan dan kiri, mencari keberadaan sahabatnya itu.
"Nih, gue udah liat elu, udah sampe gue" balas Yasmin, dia melambaikan tangan ke arah Raina. Di belakang Yasmin sudah ada Septian dan Adrian.
"Nah, tuh udah pada datang" seru Raina sambil membalas lambaian tangan ke arah Yasmin. Tama menengok ke belakang, hampir semua anggota kelompoknya sudah datang, hanya tinggal menunggu Mela saja.
"Untung lu cepet datang" bisik Raina saat Yasmin mengambil tempat duduk disampingnya. Hatinya lega.
"Kenapa emang?" Tanya Yasmin, wajahnya sedikit bingung.
"Tuh, si kanebo kering udah manyun karena takut kalian pada telat" jawab Raina, lagi-lagi dia hampir tertawa saat menyebutkan kalimat "kanebo kering".
"Kanebo kering? Siapa?" Balas Yasmin, bingung. Raina memberi kode dengan kedua alisnya, menunjuk ke arah Tama.
"Siapa lagi yang cocok sama panggilan kanebo kering, si Tama lah" balas Raina, berbisik sambil menahan tawanya.
"Hmmm, dasar" balas Yasmin lagi. Merasa sedikit geli dengan sebutan yang baru dibuat Raina untuk ketua angkatan mereka. Walaupun sedikit kasar, tapi Yasmin juga harus setuju dengan panggilan itu.
"Oke, karena hampir semua ada disini, kita mulai aja" ucap Tama. Raina langsung mengangkat tangan kanannya, menginterupsi kalimat Tama.
"Ya? Ada apa?" Tanya Tama, melirik sambil menaikkan sudut alisnya kearah Raina. Gadis ini lagi, batin Tama.
"Jangan dulu mulai, Mela belum datang" jawab Raina dengan santai. Tama mengernyitkan keningnya. Dia heran mengapa gadis ini menyebalkan sekali. Selalu ada saja ulahnya.
"Iya, saya tahu Mela belum datang, lalu?" Tanya Tama balik, tidak memahami maksud kalimat Raina.
"Mela kan belum datang, dan sekarang masih ada 5 menit lebih dari waktu janjian kita bertemu, bisa buat nunggu Mela, kan? Menurut gue sih daripada lu repot-repot jelasin dua kali pas Mela datang, atau pas lu jelasin Mela malah enggak ngerti karena ketinggalan, lebih baik tunggu dia datang, bakal capek jelasin sampai dua kali, setuju enggak guys?" jelas Raina lagi. Dia malas mendengar lelaki ini mengomel lagi. Raina sengaja meminta dukungan yang lain.
"Gue setuju sih, masih ada lima menit lagi Tam, daripada jelasin dua kali, kalau gue sih ogah" ucap Septian, setuju dengan pendapat Raina.
"Setuju" ucap Yasmin sambil mengangguk.
Beruntung bagi Raina, semua mengangguk dan setuju dengan kalimatnya. Gadis itu tersenyum penuh kemenangan. Dia merasa bangga bisa mengalahkan Tama kali ini.
Tama menghela napas dan menghembuskan napas beberapa kali dengan pelan. Walau sebenarnya dia ingin membantah kalimat gadis menyebalkan di depannya itu, setelah dipikir-pikir, ada benarnya juga, Tama pasti merasa lebih jengkel kalau harus menjelaskan sampai dua kali, apalagi kalau ada yang tidak mengerti, bisa-bisa dia harus menjelaskan lebih dari dua kali. Selain itu, semua orang disini juga tampak setuju dengan pendapat Raina. Tapi tetap saja, bagi Tama, semua kalimat yang keluar dari bibir si gadis keras kepala ini terasa menyebalkan.
"Oke, bener juga" balas Tama. Senyum Raina bertambah lebar, penuh kemenangan setelah Tama berbicara dan setuju pada dirinya.
"Akhirnya, si kanebo kering mau juga setuju dan ngalah" batin Raina dalam hati.
"Oke kalau begitu teman-teman.., daripada nunggu garing, mending kita pesen minuman, pada haus kan guys?" Tanya Raina, melirik ke kanan dan kiri, kembali meminta dukungan rekan-rekannya.
"Setuju!!" Seru semuanya, kecuali Tama. Sang ketua hanya bisa berdecak kesal. Sungguh anggota kelompoknya ini sangat sulit diatur dan sering tidak serius. Sepertinya hanya dia saja yang serius di kelompok ini.
Detik berikutnya mereka lebih sibuk untuk memesan makanan dan minuman. Raina melirik sedikit ke arah Tama, hatinya bahagia setiap melihat Tama terlihat kesal.
__________
Halo, reader One Sided love tersayang
Mohon maaf kalau up lama sekali
Semoga tetap mendukung cerita aku ya
Kalau boleh minta sedikit waktu untuk menulis review dari cerita One Sided Love ya..
Happy reading
Raina, Radit dan Yasmin sibuk mengobrol, Septian dan Adrian sibuk memilih makanan di menu, sedangkan Tama hanya bisa melihat semua teman seangkatannya yang akan selalu bersama-sama selama 4 tahun kedepan sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Sementara dia sedang berpikir keras bersama kertas dan pulpen dihadapannya, untuk membagi tugas selama masa residensi, tapi sepertinya semua temannya itu tidak ada yang perduli, batin Tama dalam hati. Belum lagi mereka juga sepertinya tidak ada yang perduli, padahal Mela belum juga datang."Ehem!!" Tama berdehem cukup keras, berusaha mendapatkan perhatian semua rekan-rekannya. Dia berhasil, semuanya berhenti dan mengalihkan perhatiannya."Apa Mela sudah ada kabar?" Tanya Tama. Raina orang pertama yang langsung mencibir saat mendengar pertanyaan dari mulut pria yang baru saja dia beri julukan "kanebo kering"."Biar gue telpon" ucap Raina, langsung mengajukan diri untuk membantu menelpon, setidaknya bukan Tama ya
"Bu, katering masih bisa terima pesanan kan?" Tanya Raina pada Ibu segera setelah sampai ke rumah. Hari ini Radit tidak mengantarkan dirinya pulang, katanya ada keperluan dengan temannya, terpaksa Raina pulang dengan Yasmin sampai di tengah jalan dan melanjutkan perjalanan dengan menggunakan angkutan kota karena Yasmin harus menjemput pacarnya. Hal ini membuat hati Raina bertambah kesal."Buat kapan?" Tanya Ibu, sedikit heran, jarang sekali anak gadisnya ini menanyakan masalah usaha kateringnya."Ada acara dua minggu lagi Bu. Acara pemilihan CR, tadi aku tawarin katering Ibu buat konsumsinya, lumayan Bu untuk sekitar 100 porsi" jelas Raina."Dua minggu lagi?" Tanya Ibu ulang. Raina mengangguk."Bisa" jawab Ibu, wajahnya berubah cerah, kateringnya dapat kerjaan lagi, batin ibu senang."Tapi senior minta tester masakan Bu" lanjut Raina lagi."Boleh, mau kapan?" Balas Ibu. Riana menaikkan bahunya tanda tidak tahu, dia harus me
"Udah pastiin kan makanan bakal sampe jam 2 teng?" Tanya Tama. Pria itu memegang sebuah kertas checklist khasnya di tangan kiri dan pensil di tangan kanan. Sedari tadi Tama sibuk mengecek satu per satu persiapan yang sudah tertulis rapi di kertasnya itu. Raina tidak menjawab, dia hanya mengangguk."Udah kasih tahu alamat jelasnya? Kemarin kan kita salah jalan tuh, lu udah pastikan mereka enggak salah pilih jalan kan? Kalau salah jalan, bakal ribet dan lama, ini paling penting, enggak boleh sampe terlambat datang" Lanjut Tama lagi. Raina kembali mengangguk, mengiyakan. Tentu saja dia sudah memastikan para karyawan katering ibu tahu jalan menuju rumah senior mereka itu. Itu hal pertama yang Raina pastikan, setelah memastikan menu yang mereka pesan."Udah pastikan juga kan tempat untuk makanan prasmanannya? Meja prasmanan lumayan gede, belum lagi side dish-nya juga lumayan banyak kan? Semuanya udah cocok tempatnya? Jangan sampai malah enggak cukup, lu tahu kan,
"Loh, kok kita kesini Yas?" Tanya Raina, terkejut melihat ternyata Yasmin malah mengajak dirinya ke tempat pemilihan CR besok, bukannya mengajak makan. Kalau seperti ini, tentu saja dia akan bertemu si kanebo kering lagi, batin Raina, tidak suka. Yasmin tidak pergi ke tempat yang dia inginkan."Loh, kok malah kaget sih?" Yasmin bertanya balik kepada Raina. Jelas-jelas dia tidak memberikan janji pada Raina."Bukannya kita mau makan?" Tanya Raina, mulai merengut karena merasa sahabatnya ini membohongi dirinya."Emang gue bilang gitu?" Balas Yasmin sambil tertawa. Memang sahabatnya ini mudah sekali tertipu."Enggak sih, tapi.., bukannya pas gue bilang makan, elu iya aja" balas Raina lagi, wajahnya semakin cemberut."Aduh, nona besar.. Kan gue mesti anterin banner ini dulu buat acara besok, masa gue langsung temenin makan, ini lebih penting" jelas Yasmin. Tangannya menunjukkan ke arah gulungan berwarna putih yang dia letakkan d
Tepat pukul 2 siang, makanan dari katering Ibu Raina datang. Seluruh angkatan Raina juga sudah berkumpul, kecuali yang bertugas di bagian transportasi, beberapa senior meminta untuk dijemput. Merepotkan sekali sebenarnya, tapi mau bagaimana lagi, mereka adalah residen paling junior, sama sekali tidak bisa menolak. Raina sudah mulai mengatur tempat bersama Yasmin, Tama dan Radit juga ikut membantu. Saat katering datang, mereka berempat bahkan lebih sibuk. Beruntung, hari ini Tama sangat penurut, tidak ada kegaduhan atau adu pendapat antara Tama dan Raina. Semua berlangsung tenang. "Tumben Tom and Jerry rukun" goda Yasmin pada Raina. "Jelas aja rukun, dia takut gue nekat. Kalau macem-macem, gue tinggalin aja," balas Raina dengan wajah tenang. Dia yakin Tama pasti panik dan kebakaran jenggot kalau dia tinggalkan hari ini. Lelaki itu tidak mungkin mengurus semua kegiatan hari ini sendirian tanpa
Setelah keributan "memperebutkan" Tama saat pembagian surat suara. Kali ini para fans baru Tama itu kembali "ribut" saat mulai mengumpulkan surat suara. "Tama, sini Tama!" Teriak senior perempuan di sudut ruangan. Rekannya ikut bersahut-sahutan memanggil nama Tama. Raina hanya bisa menahan tawanya. Dia melirik wajah Tama sekilas. Wajah lelaki itu masam sekali dan memaksakan senyumnya. Tanpa bertanya pun Raina sudah bisa memprediksi suasana hati Tama. "Yas, lihat tuh!" Bisik Raina, menyenggol lengan Yasmin sambil menunjuk ke arah Tama dan fansnya. "Bantuin Na" balas Yasmin, dia sendiri sedang sibuk mempersiapkan media untuk penghitungan suara nanti, sedangkan Raina sudah selesai membagikan dan mengambil surat suara sedari tadi. "Ogah ah. Pada kepengennya sama si kanebo" balas Ra
"Lama banget sih?" Kalimat itu langsung diucapkan oleh Irna saat melihat sosok Radit datang. Wajah gadis itu cemberut. Dia sudah menunggu kekasihnya itu selama 1 jam lebih. Tentu saja dia kesal setengah mati. Hari ini Irna sudah berdandan cantik demi pergi kencan dengan kekasihnya. Dalam bayangannya hari ini dia akan menghabiskan malam romantis bersama Radit. Tapi, siapa yang bisa menyangka akhirnya lain. Satu jam menunggu dia merasa riasannya bahkan sepertinya sudah luntur, ditambah wajah masam karena kekesalan hatinya. Selamat tinggal kencan romantis, Irna bersyukur kalau hari ini tidak ada pertengkaran. "Maaf ya Sayang. Kan aku udah bilang kalau tadi antar senior dulu" balas Radit. Tersenyum selebar mungkin. Lelaki itu merasa sangat bersalah karena berbohong pada Irna hari ini. Apalagi dia bersama dengan Raina sebelumnya. "Tapi ini udah satu jam aku tung
Di tempat lain, Raina baru saja turun dari angkutan kota. Hari sedikit mendung, langit kota Bandung semakin menggelap. Raina berjalan lebih cepat, takut hujan akan turun sebelum dia sampai di rumah karena dia tidak membawa payung apalagi jas hujan. Sebuah bunyi klakson dari arah samping mengagetkan dirinya. "Astaga!" Pekik Raina, nyaris terpeleset karena saking terkejutnya. Nyaris saja Raina akan mengumpat, mengeluarkan semua sumpah serapah si pengemudi mobil yang membunyikan klakson itu, beruntung pengemudi itu langsung turun, dan membuat Raina tambah terkejut saat melihat sosoknya. "Tama?" Sapa Raina saat menyadari ternyata pengemudi mobil itu adalah Tama. Lelaki itu berjalan mendekati Raina. Seperti biasanya, ekspresinya tetap datar, seolah-olah dia tidak bersalah. "Sori, gue buat kaget ya?" Tanya Tama, nada suaranya dan raut wajahnya terlihat tidak tulus meminta maaf.&nb
"Hmmm, pemandangan yang indah, film yang bagus, makanan yang enak dan teman yang menyenangkan. Ini malam minggu terbaik" celetuk Radit, mengalihkan pandangannya kepada Raina."Eh?" Raina bergumam tanpa sadar. Tapi dia segera menutup mulut nakalnya."Ya, rasanya kita bisa malam mingguan lagi kapan-kapan" balas Radit."Malam mingguan lagi?" Tanya Raina ulang. Jantungnya berdetak cepat. Apa ini berarti Radit mengajaknya berkencan lagi? Ingin rasanya Raina menari saking girangnya."Ya, mungkin lain kali kita bisa nonton lagi.." balas Radit, sedikit menggantungkan kalimatnya. Radit menyadari wajah terkejut dari Raina. Apa gadis ini menjadi sedikit salah mengerti mendengar dia menyebutkan kalimat tadi, pikir Radit."Sekalian mengajak Yasmin, Tama dan teman angkatan kita lainnya" Radit cepat-cepat melanjutkan kalimatnya. Khawatir Raina semakin salah sangka.&nbs
"Akhirnya tenang juga" ucap Raina, menarik napas dalam-dalam sambil menutup mata. Mereka saat ini sedang berada di gedung bioskop dan sedang mengantre memesan tiket nonton. Bioskop memang ramai, tapi tidak berdesakan seperti kafe tempat makan mereka sebelumnya. Raina merasa jauh lebih lega. "Kafe tadi terlalu berisik ya?" tanya Radit, dia baru sadar kalau Raina merasa tidak nyaman sebelumnya, sedikit merasa bersalah karena dia yang memaksa untuk makan disana, padahal jelas-jelas kafe tadi padat pengunjung. "Oh, enggak, hanya. Emm, sedikit penuh saja, kita enggak bisa ngobrol enak" balas Raina langsung, khawatir Radit merasa tidak enak hati. Bukan masalah kafe tadi penuh dan sesak oleh pengunjung, tapi letak masalahnya ada pada Rian dan Mischa. "Masih lama waktu nonton, mau minum kopi? Atau makan makanan kecil lain sebelum nonton?" tawar Radit. Rasa bersalah membuat dia menawari Raina untuk ke tempat lain
"Makan disini enggak apa-apa?" Tanya Radit. Mereka saat ini masuk di sebuah kafe yang berada di dalam mall. Kafe itu memang terlihat padat pengunjung. Wajar saja karena kota Bandung di akhir pekan tidak mungkin tidak ramai. Selain itu, kafe ini juga sedang naik daun di media sosial. Raina sedikit mengernyitkan keningnya, sedikit tidak setuju karena terlalu ramai. Raina tidak terlalu penyuka keramaian. Dia lebih suka suasana yang sepi, karena dia bisa makan dan mengobrol dengan tenang. Apalagi ini kali pertama dia bisa berduaan dengan Radit, Raina ingin suasana yang tenang, tidak riuh seperti ini. "Kalau enggak mau juga enggak apa, kita cari lagi tempat lain" balas Radit setelah melihat wajah enggan dari Raina. "Enggak apa-apa, disini aja Dit" tolak Raina cepat. Dia melirik wajah Radit dan melihat kalau lelaki itu sepertinya ingin sekali makan di tempat ini. Walaupun
Akhir pekan akhirnya datang. Kata orang hari-hari di akhir pekan adalah siksaan untuk orang yang baru saja putus. Radit baru tahu rasanya sekarang. Sabtu ini dia tidak punya janji apapun dengan siapapun. "Hah, membosankan sekali" gumam Radit. Sepanjang pagi dia hanya menyetel televisi dan menonton dengan pikiran kosong. Dia mengambil ponselnya dan mulai melihat-lihat film apa yang sedang diputar minggu ini di bioskop. "Apa ajak jalan anak kosan ya?" Radit mulai menemukan ide di kepalanya saat melihat film action yang terlihat cukup seru sudah tayang mulai minggu ini. Radit segera melihat jadwal jaga, baik Yasmin, Tama maupun Raina tidak ada yang jaga hari ini. Lelaki itu segera keluar dari kamar untuk mencari teman kosnya. Saat baru menuruni tangga, Radit bertemu dengan Raina. Gadis itu berjalan ke arah kulkas yang terletak di dapur kos dengan mata setengah terpejam, rambut berantakan dan dia mas
"Apa Kakak enggak kangen sama aku? Setelah putus Kakak sama sekali enggak pernah hubungi aku," keluh Irna. Dia merasa tidak nyaman dengan perubahan sikap Radit padanya setelah putus. Irna pikir Radit akan mengejar-ngejar dirinya setelah dia meminta putus, tapi kenyataannya justru Radit malah mendiamkan dirinya dan sama sekali tidak pernah menghubungi dirinya. "Aku rasa, kita butuh momen untuk sama-sama sendiri, supaya kita bisa pikirkan bagaimana hubungan kita selama ini" balas Radit. Dia masih sangat menyukai Irna, tapi kembali menjadi kekasih Irna masih sedikit sulit bagi Radit. Lelaki itu masih butuh waktu untuk memikirkan hubungan mereka yang dia rasa mulai tidak sehat. "Aku kangen Kakak" ucap Irna tiba-tiba. Dia merasa harus jujur tentang hal ini. "Rindu?" ucap Radit dalam hati, dia cukup terkejut dengan kejujuran Irna. Detak jantung Radit menjadi cepat saat mendengar ucapan mantan kek
Entah Raina harus bahagia atau justru waspada dengan keadaan yang saat ini dia hadapi, yang pasti selama Radit putus dari kekasihnya, lelaki itu selalu menempel pada Raina, dimana pun dan kapan pun. Tidak terasa sudah dua minggu Radit putus dari Irna. Dalam hati Radit merasa sangat nyaman, tidak ada lagi yang mengatur dengan kejam semua kehidupannya. Dia bisa menjalani kehidupan residensi dengan nyaman. Semakin hari keduanya semakin lengket, dimana ada Raina pasti ada Radit disana. "Na, selesai dari rumah sakit, kita makan dulu ya sebelum pulang ke kos" ajak Radit disela-sela acara ilmiah. "Em" balas Raina langsung mengiyakan tanpa pikir panjang, dia bahkan lupa kalau hari ini orang tuanya datang untuk melihat kamar kosnya. Sudah dua minggu Raina belum juga mengizinkan ayah ibunya untuk datang. "Oke!" balas Raina dengan bersemangat sambil mengacungkan jempolnya. Dia selalu senang setiap diajak makan
(3 menit sebelumnya) "Gue jawab telepon dulu ya, agak berisik disini" ucap Radit, beranjak pergi menuju sudut di luar bioskop. "Gue jawab telepon dulu ya, agak berisik disini" ucap Radit berdiri, dia tidak bisa menjawab telepon Irna di tengah suasana gaduh begini. Pasti kekasihnya itu akan bertambah kesal. "Jangan lama-lama, bentar lagi teaternya mau buka" balas Raina, mengingatkan. Radit mengangguj sambil melambaikan tangannya. "Ada yang mau beli minum?" Tanya Yasmin, Raina langsung mengiyakan. "Gue enggak, enggak seru nonton sambil makan minum, terlalu mengganggu" balas Tama, menggeleng. Dia lebih suka menikmati film tanpa gangguan makan dan minum. Sayang sekali kal
"Oke, Raina ikut juga" ucap Radit. "Oh, oke" balas Yasmin, melirik Raina sambil tersenyum geli. Bukan Yasmin namanya kalau tidak bisa menebak isi kepala sahabatnya yang paling drama itu."Oke, Raina ikut juga" ucap Radit. "Oh, oke" balas Yasmin, melirik Raina sambil tersenyum geli. Bukan Yasmin namanya kalau tidak bisa menebak isi kepala sahabatnya yang paling drama itu. Beberapa detik kemudian Tama terlihat menuruni tangga. Raina yang pertama menyadari, dia langsung melirik kesal ke arah Tama. "Buat apa si kanebo kering itu ikut-ikutan?" Batin Raina dalam hati.
"Tadi sih curhat berantem hebat sama pacarnya" balas Yasmin. "Tadi sih curhat berantem hebat sama pacarnya" balas Yasmin. Yasmin teringat cerita Radit beberapa hari terakhir. Radit cukup nyaman untuk berkeluh kesah dengan Yasmin, mungkin karena Radit tahu Yasmin punya hubungan serius dengan kekasih Yasmin dan gaya berpacaran Yasmin dan kekasihnya dewasa sekali. Radit mengagumi itu, berbeda dengan gaya pacaran dirinya dan Irna. Kekasihnya masih manja, seenaknya dan jauh dari kata dewasa. Setiap hari selalu ada saja bahan untuk bertengkar. Radit kadang merasa lelah sendiri menghadapi sikap kekanakan dari Irna.