"Bu, katering masih bisa terima pesanan kan?" Tanya Raina pada Ibu segera setelah sampai ke rumah. Hari ini Radit tidak mengantarkan dirinya pulang, katanya ada keperluan dengan temannya, terpaksa Raina pulang dengan Yasmin sampai di tengah jalan dan melanjutkan perjalanan dengan menggunakan angkutan kota karena Yasmin harus menjemput pacarnya. Hal ini membuat hati Raina bertambah kesal.
"Buat kapan?" Tanya Ibu, sedikit heran, jarang sekali anak gadisnya ini menanyakan masalah usaha kateringnya.
"Ada acara dua minggu lagi Bu. Acara pemilihan CR, tadi aku tawarin katering Ibu buat konsumsinya, lumayan Bu untuk sekitar 100 porsi" jelas Raina.
"Dua minggu lagi?" Tanya Ibu ulang. Raina mengangguk.
"Bisa" jawab Ibu, wajahnya berubah cerah, kateringnya dapat kerjaan lagi, batin ibu senang.
"Tapi senior minta tester masakan Bu" lanjut Raina lagi.
"Boleh, mau kapan?" Balas Ibu. Riana menaikkan bahunya tanda tidak tahu, dia harus menanyakan Tama mengenai hal ini, dan itu adalah hal yang paling tidak Raina sukai.
"Kabari aja Ibu, besok juga bisa" lanjut Ibu lagi, bersemangat.
"Nana harus tanya dulu Bu, tadi baru aja Nana kirim menu via email ke senior" jelas Raina.
"Tanya aja, besok ibu bisa kok," lanjut Ibu lagi, dari tatapan matanya, jelas Ibu bersemangat sekali karena mendapat pelanggan baru, dalam jumlah yang tidak sedikit pula. Raina mengiyakan, dia mengambil ponselnya dan menghubungi Tama.
"Halo Tam, gue baru aja kabari Ibu tentang katering, Ibu gue bilang bisa terima orderan itu, tester juga bisa dikasih besok, boleh minta tolong tanya Teh Devi kapan mau cobain testernya?" Ucap Riana dengan cepat. Dia sangat enggan untuk berlama-lama berbincang dengan manusia kanebo kering yang kaku dan dingin ini.
"Oke, gue tanyain, nanti dikabari" balas Tama, tidak kalah cepat dengan Raina. Sepertinya dia juga enggan berlama-lama ditelpon dengan Raina. Lelaki itu juga langsung menutup sambungan telepon, tanpa ada ucapan pamit, apalagi terimakasih. Bukannya harusnya dia mengucapkan terimakasih karena Raina sudah membantu menyelesaikan masalah konsumsi, batin Raina, bertambah kesal.
"Tsk! Dasar laki kanebo kering, bilang makasih kek!" Umpat Raina kesal. dia menatap layar ponselnya sambil bersungut-sungut.
"Kenapa Na?" Tanya Ibu dengan wajah bingung. Dia heran mengapa anak gadisnya ini malah jadi marah-marah.
"Ini Bu, ketua angkatan Nana, nyebelinnya bukan main," jelas Raina.
"Kamu ini, mudah banget kesal sama orang" balas Ibu, sedikit memberi nasehat agar tidak terlalu sering mengatakan kalau orang itu menyebalkan, salah satu kebiasaan buruk Raina.
"Ih, ibu enggak tahu sih orangnya gimana" balas Raina lagi. Dia masih cemberut.
Dua menit kemudian, sebuah pesan masuk ke ponsel Raina. Gadis itu cepat-cepat melihat ponselnya. Benar saja, dari Tama, sesuai dengan dugaannya.
"Besok bawa testernya ke kamar jaga, jam 3, kita langsung ketemu disana" tulis Tama.
"Oke" balas Raina cepat.
"Bu, besok jam 3, mereka mau coba testernya" Raina langsung memberi tahu ibunya yang masih duduk santai disampingnya.
"Oke, kalau gitu Ibu mau belanja sekarang, kamu mandi terus istirahat gih," balas Ibu, bersemangat.
Raina cukup terkejut mendengar balasan Ibu, biasanya dia akan dimintai tolong untuk mengantar Ibu membeli bahan-bahan kebutuhan kateringnya, tapi Ibu malah menyuruhnya untuk beristiraha, ini sungguh diluar dugaannya.
"Hmmm, tahu begitu, aku sering-sering aja kasih Ibu job buat kateringnya" gumam Raina pada dirinya sendiri. Sesuai perintah Ibunya, gadis itu pergi ke dalam kamar, mandi lalu pergi tidur. Dia harus menyiapkan otak dan hatinya untuk berurusan lagi dan lagi dengan manusia kanebo kering besok siang.
________________
Esok hari, tepat pukul 3 sore, Raina sudah berada didepan kamar jaga. Dia membawa tas kain besar di kedua tangannya. Isinya ada berbagai jenis makanan yang sudah dibuatkan Ibu untuk dicoba oleh senior-seniornya. Ada gurame asam manis, capcay, udang goreng tepung, cumi pada hitam, ayam saus mentega, bistik lidah, beberapa sup untuk makanan pembuka, gado-gado, rujak dan asinan, lalu juga berbagai makanan penutup.
Tama sudah berada disana juga, dia hanya menatap Raina sebentar lalu membukakan pintu kamar jaga setelah mengetuk terlebih dahulu. Kebetulan pintu itu terbuka sedikit.
"Udah ditungguin" jawab Tama. Tidak berekspresi seperti biasa. Raina melangkah dengan wajah datar juga. Tama sama sekali tidak membantu Raina yang dengan susah payah sudah berjalan jauh dengan dua plastik besar yang cukup berat itu.
"Mau gue bantu?" Tanya Tama. Raina tidak menjawab, menurut Raina itu sungguh pertanyaan retoris, bagaimana mungkin dia bertanya mengenai hal itu, sudah jelas-jelas Raina kerepotan dengan tas makanannya.
Di dalam, Devi dan beberapa senior lain sudah menunggu. Raina dan Tama tersenyum dengan hormat. Tama, akhirnya mengambil satu tas yang ada di tangan Raina, gadis itu pun membiarkan saja. Seharusnya dia sudah membantu Raina dari beberapa menit sebelumnya, batin Raina.
"Ini testernya?" Tanya Devi, sedikit terkejut. Dia pikir hanya beberapa jenis makanan saja, tapi ini sungguh banyak sekali.
"Iya Teh, ada beberapa yang di luar paket, kata Ibu saya bisa request kalau adanyajg akang teteh suka" jelas Raina. Dia mengambil tas makanan dari tangan Tama, mengeluarkan kotak-kotak makanan itu, dan membuka tutupnya satu persatu, aroma berbagai makanan mulai memenuhi kamar jaga. Raina mulai menjelaskan makanan itu kepada senior-seniornya. Sebagian besar tidak memperhatikan, mereka sibuk mencicipi satu persatu makanan yang sudah dibuat Ibu dari pagi hari.
"Hmm, ini enak, pilih ini Dev" masing-masing senior, yang Raina tidak mengetahui siapa namanya, mulai memuji dan memilih makanan favorit mereka.
"Ssssttt! Berisik pada deh, coba gue denger dulu ini makanannya apa aja, lu pada ribut mulu!" Balas Devi, mengomeli rekan-rekannya.
"Mohon maaf, maklum residen kebanyakkan anak kos, kurang makan" jelas Devi pada Raina. Wanita itu juga mencoba satu per satu, meresapi rasanya, mirip seperti chef juri sebuah program masakan.
"Duh, kok masakannya enak-enak banget sih" puji Devi. Raina merasa senang. Katering ibunya memang tidak terlalu terkenal, tapi rasa, jelas bisa diadu dengan katering lain yang lebih terkenal.
"Oke gue udah putusin, menu utama ini sama ini, menu sayur ini, makanan pembukanya sup ini, desert nya ini" jawab Devi, menentukan pilihannya. Beberapa orang tampak kecewa dengan piliham Devi, karena makanan yang dia mau tidak terpilih, tapi tampaknya mereka lebih takut kalau Devi marah. Mereka hanya bisa mengeluh dalam hati sambil mencicipi lagi makanan yang mereka suka.
Raina sendiri langsung mencatat pilihan Devi. Dia juga mendiskusikan sebentar masalah paket dan harga tambahan karena ada makanan yang akan diganti.
"Oh iya Teh, kata Ibu nanti ada bonus minuman dan buah potong" jelas Raina lagi.
"Oke, thanks banget, kalian bener-bener membantu sekali" ucap Devi dengan tulus. Tama merasa lega mendengarnya. Yang dia ketahui angkatan Devi adalah angkatan yang cukup sulit "ditaklukkan" oleh junior.
"Sama-sama Teteh" jawab Raina, senang. Hari ini dia berhasil membuat Ibu dan seniornya merasa senang.
"Apa ada lagi Teh yang bisa saya bantu?" Tanya Raina lagi. Devi menggeleng.
"Kalian pulang aja, nanti bekas tempat makanannya kita beresin dulu ya, besok bisa diambil disini, enggak apa-apa kan? Kasian kalau lu harus nunggu lama" pinta Devi.
"Oh, tentu Teh" jawab Raina. Dia dan Tama pamit.
"Gue duluan" balas Raina, berjalan cepat meninggalkan Tama. Dalam hati dia menggerutu.
"Tahu begitu mending enggak usah dateng itu manusia kanebo, enggak ada faedahnya juga, " batin Raina, selalu saja ada kekesalan dalam hatinya bila bertemu Tama.
Di depan kamar jaga Tama hanya bisa memandangi punggung Raina yang semakin lama semakin menjauh. Dia bingung sekali dengan sikap gadis ini, apa ada yang salah dengan dirinya, pikir Tama. Lelaki ini memang tidak mahir menebak isi kepala seseorang.
"Udah pastiin kan makanan bakal sampe jam 2 teng?" Tanya Tama. Pria itu memegang sebuah kertas checklist khasnya di tangan kiri dan pensil di tangan kanan. Sedari tadi Tama sibuk mengecek satu per satu persiapan yang sudah tertulis rapi di kertasnya itu. Raina tidak menjawab, dia hanya mengangguk."Udah kasih tahu alamat jelasnya? Kemarin kan kita salah jalan tuh, lu udah pastikan mereka enggak salah pilih jalan kan? Kalau salah jalan, bakal ribet dan lama, ini paling penting, enggak boleh sampe terlambat datang" Lanjut Tama lagi. Raina kembali mengangguk, mengiyakan. Tentu saja dia sudah memastikan para karyawan katering ibu tahu jalan menuju rumah senior mereka itu. Itu hal pertama yang Raina pastikan, setelah memastikan menu yang mereka pesan."Udah pastikan juga kan tempat untuk makanan prasmanannya? Meja prasmanan lumayan gede, belum lagi side dish-nya juga lumayan banyak kan? Semuanya udah cocok tempatnya? Jangan sampai malah enggak cukup, lu tahu kan,
"Loh, kok kita kesini Yas?" Tanya Raina, terkejut melihat ternyata Yasmin malah mengajak dirinya ke tempat pemilihan CR besok, bukannya mengajak makan. Kalau seperti ini, tentu saja dia akan bertemu si kanebo kering lagi, batin Raina, tidak suka. Yasmin tidak pergi ke tempat yang dia inginkan."Loh, kok malah kaget sih?" Yasmin bertanya balik kepada Raina. Jelas-jelas dia tidak memberikan janji pada Raina."Bukannya kita mau makan?" Tanya Raina, mulai merengut karena merasa sahabatnya ini membohongi dirinya."Emang gue bilang gitu?" Balas Yasmin sambil tertawa. Memang sahabatnya ini mudah sekali tertipu."Enggak sih, tapi.., bukannya pas gue bilang makan, elu iya aja" balas Raina lagi, wajahnya semakin cemberut."Aduh, nona besar.. Kan gue mesti anterin banner ini dulu buat acara besok, masa gue langsung temenin makan, ini lebih penting" jelas Yasmin. Tangannya menunjukkan ke arah gulungan berwarna putih yang dia letakkan d
Tepat pukul 2 siang, makanan dari katering Ibu Raina datang. Seluruh angkatan Raina juga sudah berkumpul, kecuali yang bertugas di bagian transportasi, beberapa senior meminta untuk dijemput. Merepotkan sekali sebenarnya, tapi mau bagaimana lagi, mereka adalah residen paling junior, sama sekali tidak bisa menolak. Raina sudah mulai mengatur tempat bersama Yasmin, Tama dan Radit juga ikut membantu. Saat katering datang, mereka berempat bahkan lebih sibuk. Beruntung, hari ini Tama sangat penurut, tidak ada kegaduhan atau adu pendapat antara Tama dan Raina. Semua berlangsung tenang. "Tumben Tom and Jerry rukun" goda Yasmin pada Raina. "Jelas aja rukun, dia takut gue nekat. Kalau macem-macem, gue tinggalin aja," balas Raina dengan wajah tenang. Dia yakin Tama pasti panik dan kebakaran jenggot kalau dia tinggalkan hari ini. Lelaki itu tidak mungkin mengurus semua kegiatan hari ini sendirian tanpa
Setelah keributan "memperebutkan" Tama saat pembagian surat suara. Kali ini para fans baru Tama itu kembali "ribut" saat mulai mengumpulkan surat suara. "Tama, sini Tama!" Teriak senior perempuan di sudut ruangan. Rekannya ikut bersahut-sahutan memanggil nama Tama. Raina hanya bisa menahan tawanya. Dia melirik wajah Tama sekilas. Wajah lelaki itu masam sekali dan memaksakan senyumnya. Tanpa bertanya pun Raina sudah bisa memprediksi suasana hati Tama. "Yas, lihat tuh!" Bisik Raina, menyenggol lengan Yasmin sambil menunjuk ke arah Tama dan fansnya. "Bantuin Na" balas Yasmin, dia sendiri sedang sibuk mempersiapkan media untuk penghitungan suara nanti, sedangkan Raina sudah selesai membagikan dan mengambil surat suara sedari tadi. "Ogah ah. Pada kepengennya sama si kanebo" balas Ra
"Lama banget sih?" Kalimat itu langsung diucapkan oleh Irna saat melihat sosok Radit datang. Wajah gadis itu cemberut. Dia sudah menunggu kekasihnya itu selama 1 jam lebih. Tentu saja dia kesal setengah mati. Hari ini Irna sudah berdandan cantik demi pergi kencan dengan kekasihnya. Dalam bayangannya hari ini dia akan menghabiskan malam romantis bersama Radit. Tapi, siapa yang bisa menyangka akhirnya lain. Satu jam menunggu dia merasa riasannya bahkan sepertinya sudah luntur, ditambah wajah masam karena kekesalan hatinya. Selamat tinggal kencan romantis, Irna bersyukur kalau hari ini tidak ada pertengkaran. "Maaf ya Sayang. Kan aku udah bilang kalau tadi antar senior dulu" balas Radit. Tersenyum selebar mungkin. Lelaki itu merasa sangat bersalah karena berbohong pada Irna hari ini. Apalagi dia bersama dengan Raina sebelumnya. "Tapi ini udah satu jam aku tung
Di tempat lain, Raina baru saja turun dari angkutan kota. Hari sedikit mendung, langit kota Bandung semakin menggelap. Raina berjalan lebih cepat, takut hujan akan turun sebelum dia sampai di rumah karena dia tidak membawa payung apalagi jas hujan. Sebuah bunyi klakson dari arah samping mengagetkan dirinya. "Astaga!" Pekik Raina, nyaris terpeleset karena saking terkejutnya. Nyaris saja Raina akan mengumpat, mengeluarkan semua sumpah serapah si pengemudi mobil yang membunyikan klakson itu, beruntung pengemudi itu langsung turun, dan membuat Raina tambah terkejut saat melihat sosoknya. "Tama?" Sapa Raina saat menyadari ternyata pengemudi mobil itu adalah Tama. Lelaki itu berjalan mendekati Raina. Seperti biasanya, ekspresinya tetap datar, seolah-olah dia tidak bersalah. "Sori, gue buat kaget ya?" Tanya Tama, nada suaranya dan raut wajahnya terlihat tidak tulus meminta maaf.&nb
Raina baru saja terbangun subuh ini. Dia meregangkan seluruh sendi di tubuhnya. Terasa pegal dan lelah sekali. Seharian bekerja mengurusi acara pemilihan CR, ditambah kehujanan sedikit semalam, membuat tidurnya lelap sekali. Gadis itu mengambil ponselnya yang dia lempar sembarangan semalam. Hari ini dia berencana untuk melihat tempat kos yang letaknya di dekat rumah sakit. Raina sengaja menyewa tempat kos, karena jarak rumahnya dengan rumah sakit tempat dia belajar nanti cukup jauh. Akan sulit bila ada keperluan mendadak nanti. Tiba-tiba ponselnya berbunyi, telepon masuk dari Yasmin. "Halo" sapa Raina cepat. Suaranya masih serak khas orang bangun pagi. "Udah bangun lu? Hari ini jadi kita lihat kos-kosan?" Tanya Yasmin, menyadari Raina yang baru bangun tidur. "Em" balas Raina, matanya masih setengah terpejam. Badannya yang pegal memintanya untuk kembali bangun
"Na, nanti tunggu dulu ya, kita nunggu yang mau bareng liat kos" ucap Yasmin saat mereka sampai di tempat kos yang mereka tuju. Seorang penjaga kos sudah menyambut mereka. "Siapa?" Tanya Raina. Dia tidak tahu kalau Yasmin membuat janji dengan orang lain. Raina pikir hanya mereka berdua. "Tunggu bentar, nanti juga lu tahu sendiri" balas Yasmin. Gadis itu mengetik pesan tulisan di ponselnya"Na, nanti tunggu dulu ya, kita nunggu yang mau bareng liat kos" ucap Yasmin saat mereka sampai di tempat kos yang mereka tuju. Seorang penjaga kos sudah menyambut mereka. "Siapa?" Tanya Raina. Dia tidak tahu kalau Yasmin membuat janji dengan orang lain. Raina pikir hanya mereka berdua. "Tunggu bentar, nanti juga lu tahu sendiri"
"Hmmm, pemandangan yang indah, film yang bagus, makanan yang enak dan teman yang menyenangkan. Ini malam minggu terbaik" celetuk Radit, mengalihkan pandangannya kepada Raina."Eh?" Raina bergumam tanpa sadar. Tapi dia segera menutup mulut nakalnya."Ya, rasanya kita bisa malam mingguan lagi kapan-kapan" balas Radit."Malam mingguan lagi?" Tanya Raina ulang. Jantungnya berdetak cepat. Apa ini berarti Radit mengajaknya berkencan lagi? Ingin rasanya Raina menari saking girangnya."Ya, mungkin lain kali kita bisa nonton lagi.." balas Radit, sedikit menggantungkan kalimatnya. Radit menyadari wajah terkejut dari Raina. Apa gadis ini menjadi sedikit salah mengerti mendengar dia menyebutkan kalimat tadi, pikir Radit."Sekalian mengajak Yasmin, Tama dan teman angkatan kita lainnya" Radit cepat-cepat melanjutkan kalimatnya. Khawatir Raina semakin salah sangka.&nbs
"Akhirnya tenang juga" ucap Raina, menarik napas dalam-dalam sambil menutup mata. Mereka saat ini sedang berada di gedung bioskop dan sedang mengantre memesan tiket nonton. Bioskop memang ramai, tapi tidak berdesakan seperti kafe tempat makan mereka sebelumnya. Raina merasa jauh lebih lega. "Kafe tadi terlalu berisik ya?" tanya Radit, dia baru sadar kalau Raina merasa tidak nyaman sebelumnya, sedikit merasa bersalah karena dia yang memaksa untuk makan disana, padahal jelas-jelas kafe tadi padat pengunjung. "Oh, enggak, hanya. Emm, sedikit penuh saja, kita enggak bisa ngobrol enak" balas Raina langsung, khawatir Radit merasa tidak enak hati. Bukan masalah kafe tadi penuh dan sesak oleh pengunjung, tapi letak masalahnya ada pada Rian dan Mischa. "Masih lama waktu nonton, mau minum kopi? Atau makan makanan kecil lain sebelum nonton?" tawar Radit. Rasa bersalah membuat dia menawari Raina untuk ke tempat lain
"Makan disini enggak apa-apa?" Tanya Radit. Mereka saat ini masuk di sebuah kafe yang berada di dalam mall. Kafe itu memang terlihat padat pengunjung. Wajar saja karena kota Bandung di akhir pekan tidak mungkin tidak ramai. Selain itu, kafe ini juga sedang naik daun di media sosial. Raina sedikit mengernyitkan keningnya, sedikit tidak setuju karena terlalu ramai. Raina tidak terlalu penyuka keramaian. Dia lebih suka suasana yang sepi, karena dia bisa makan dan mengobrol dengan tenang. Apalagi ini kali pertama dia bisa berduaan dengan Radit, Raina ingin suasana yang tenang, tidak riuh seperti ini. "Kalau enggak mau juga enggak apa, kita cari lagi tempat lain" balas Radit setelah melihat wajah enggan dari Raina. "Enggak apa-apa, disini aja Dit" tolak Raina cepat. Dia melirik wajah Radit dan melihat kalau lelaki itu sepertinya ingin sekali makan di tempat ini. Walaupun
Akhir pekan akhirnya datang. Kata orang hari-hari di akhir pekan adalah siksaan untuk orang yang baru saja putus. Radit baru tahu rasanya sekarang. Sabtu ini dia tidak punya janji apapun dengan siapapun. "Hah, membosankan sekali" gumam Radit. Sepanjang pagi dia hanya menyetel televisi dan menonton dengan pikiran kosong. Dia mengambil ponselnya dan mulai melihat-lihat film apa yang sedang diputar minggu ini di bioskop. "Apa ajak jalan anak kosan ya?" Radit mulai menemukan ide di kepalanya saat melihat film action yang terlihat cukup seru sudah tayang mulai minggu ini. Radit segera melihat jadwal jaga, baik Yasmin, Tama maupun Raina tidak ada yang jaga hari ini. Lelaki itu segera keluar dari kamar untuk mencari teman kosnya. Saat baru menuruni tangga, Radit bertemu dengan Raina. Gadis itu berjalan ke arah kulkas yang terletak di dapur kos dengan mata setengah terpejam, rambut berantakan dan dia mas
"Apa Kakak enggak kangen sama aku? Setelah putus Kakak sama sekali enggak pernah hubungi aku," keluh Irna. Dia merasa tidak nyaman dengan perubahan sikap Radit padanya setelah putus. Irna pikir Radit akan mengejar-ngejar dirinya setelah dia meminta putus, tapi kenyataannya justru Radit malah mendiamkan dirinya dan sama sekali tidak pernah menghubungi dirinya. "Aku rasa, kita butuh momen untuk sama-sama sendiri, supaya kita bisa pikirkan bagaimana hubungan kita selama ini" balas Radit. Dia masih sangat menyukai Irna, tapi kembali menjadi kekasih Irna masih sedikit sulit bagi Radit. Lelaki itu masih butuh waktu untuk memikirkan hubungan mereka yang dia rasa mulai tidak sehat. "Aku kangen Kakak" ucap Irna tiba-tiba. Dia merasa harus jujur tentang hal ini. "Rindu?" ucap Radit dalam hati, dia cukup terkejut dengan kejujuran Irna. Detak jantung Radit menjadi cepat saat mendengar ucapan mantan kek
Entah Raina harus bahagia atau justru waspada dengan keadaan yang saat ini dia hadapi, yang pasti selama Radit putus dari kekasihnya, lelaki itu selalu menempel pada Raina, dimana pun dan kapan pun. Tidak terasa sudah dua minggu Radit putus dari Irna. Dalam hati Radit merasa sangat nyaman, tidak ada lagi yang mengatur dengan kejam semua kehidupannya. Dia bisa menjalani kehidupan residensi dengan nyaman. Semakin hari keduanya semakin lengket, dimana ada Raina pasti ada Radit disana. "Na, selesai dari rumah sakit, kita makan dulu ya sebelum pulang ke kos" ajak Radit disela-sela acara ilmiah. "Em" balas Raina langsung mengiyakan tanpa pikir panjang, dia bahkan lupa kalau hari ini orang tuanya datang untuk melihat kamar kosnya. Sudah dua minggu Raina belum juga mengizinkan ayah ibunya untuk datang. "Oke!" balas Raina dengan bersemangat sambil mengacungkan jempolnya. Dia selalu senang setiap diajak makan
(3 menit sebelumnya) "Gue jawab telepon dulu ya, agak berisik disini" ucap Radit, beranjak pergi menuju sudut di luar bioskop. "Gue jawab telepon dulu ya, agak berisik disini" ucap Radit berdiri, dia tidak bisa menjawab telepon Irna di tengah suasana gaduh begini. Pasti kekasihnya itu akan bertambah kesal. "Jangan lama-lama, bentar lagi teaternya mau buka" balas Raina, mengingatkan. Radit mengangguj sambil melambaikan tangannya. "Ada yang mau beli minum?" Tanya Yasmin, Raina langsung mengiyakan. "Gue enggak, enggak seru nonton sambil makan minum, terlalu mengganggu" balas Tama, menggeleng. Dia lebih suka menikmati film tanpa gangguan makan dan minum. Sayang sekali kal
"Oke, Raina ikut juga" ucap Radit. "Oh, oke" balas Yasmin, melirik Raina sambil tersenyum geli. Bukan Yasmin namanya kalau tidak bisa menebak isi kepala sahabatnya yang paling drama itu."Oke, Raina ikut juga" ucap Radit. "Oh, oke" balas Yasmin, melirik Raina sambil tersenyum geli. Bukan Yasmin namanya kalau tidak bisa menebak isi kepala sahabatnya yang paling drama itu. Beberapa detik kemudian Tama terlihat menuruni tangga. Raina yang pertama menyadari, dia langsung melirik kesal ke arah Tama. "Buat apa si kanebo kering itu ikut-ikutan?" Batin Raina dalam hati.
"Tadi sih curhat berantem hebat sama pacarnya" balas Yasmin. "Tadi sih curhat berantem hebat sama pacarnya" balas Yasmin. Yasmin teringat cerita Radit beberapa hari terakhir. Radit cukup nyaman untuk berkeluh kesah dengan Yasmin, mungkin karena Radit tahu Yasmin punya hubungan serius dengan kekasih Yasmin dan gaya berpacaran Yasmin dan kekasihnya dewasa sekali. Radit mengagumi itu, berbeda dengan gaya pacaran dirinya dan Irna. Kekasihnya masih manja, seenaknya dan jauh dari kata dewasa. Setiap hari selalu ada saja bahan untuk bertengkar. Radit kadang merasa lelah sendiri menghadapi sikap kekanakan dari Irna.