"Loh, kok kita kesini Yas?" Tanya Raina, terkejut melihat ternyata Yasmin malah mengajak dirinya ke tempat pemilihan CR besok, bukannya mengajak makan. Kalau seperti ini, tentu saja dia akan bertemu si kanebo kering lagi, batin Raina, tidak suka. Yasmin tidak pergi ke tempat yang dia inginkan.
"Loh, kok malah kaget sih?" Yasmin bertanya balik kepada Raina. Jelas-jelas dia tidak memberikan janji pada Raina.
"Bukannya kita mau makan?" Tanya Raina, mulai merengut karena merasa sahabatnya ini membohongi dirinya.
"Emang gue bilang gitu?" Balas Yasmin sambil tertawa. Memang sahabatnya ini mudah sekali tertipu.
"Enggak sih, tapi.., bukannya pas gue bilang makan, elu iya aja" balas Raina lagi, wajahnya semakin cemberut.
"Aduh, nona besar.. Kan gue mesti anterin banner ini dulu buat acara besok, masa gue langsung temenin makan, ini lebih penting" jelas Yasmin. Tangannya menunjukkan ke arah gulungan berwarna putih yang dia letakkan di belakang mobilnya.
"Kenapa enggak bilang? Tahu gitu gue enggak ikutan" keluh Raina, merasa dijebak Yasmin. Gadis itu cemberut karena kesal.
"Elu enggak nanya" balas Yasmin dengan santai.
Raina ingin membalas lagi, tapi dia kehilangan kata-katanya, percuma saja berdebat dengan Yasmin, pasti hanya akan membuat hatinya semakin dongkol, batin Raina. Lebih baik dia diam saja. Raina memang tidak akan pernah menang bila melawan Yasmin.
"Ayo, turun, elu enggak mau ikutan masuk?" Tanya Yasmin.
"Males, gue disini aja" tolak Raina. Dia malas sekali bertemu dengan Tama hari ini. Emosinya langsung bergejolak saat bertemu dengan manusia kanebo kering itu.
"Ya udah, tapi gue lama loh ini" ucap Yasmin lagi. Seakan mengingatkan Raina.
"Terserah, gue tunggu disini aja" balas Raina, menolak dengan tegas. Tetap bersikeras dengan keputusannya.
Yasmin tidak memperdulikan protes sahabatnya itu. Dia mematikan mobilnya lalu membuka pintu untuk keluar. Raina terkejut melihat sahabatnya itu malah mematikan mobil, sudah pasti AC mobil juga ikut mati.
"Yas, kok dimatikan sih mobilnya, panas gini" protes Raina.
"Lah, bensin gue udah mau habis gitu plus gue lagi bokek, ya mesti dimatiin mesinnya, lu mau nanti dorong mobil gue sampe pom bensin kalau kehabisan bensin?" balas Yasmin dengan santai.
"Ck!" Decak kesal keluar dari bibir Raina.
"Mau masuk enggak?" Ulang Yasmin lagi.
Raina dengan tegas menggelengkan kepalanya, dia membuka pintu mobil agar tidak terlalu kepanasan. Udara siang ini sedang panas-panasnya. Matahari seolah sedang menunjukkan dirinya tanpa malu-malu. Tentu saja bagi Raina lebih baik dia kepanasan daripada harus bertemu dengan manusia kanebo kering alias Tama.
"Siniin kunci mobil nya, nanti kalau mau masuk gue masuk" pinta Raina sebelum Yasmin pergi ke dalam, menyempatkan untuk merebut kunci mobil dari tangan Yasmin.
Setelah menunggu selama hampir 10 menit, ternyata Raina tidak tahan juga, daerah tempat pemilihan itu termasuk daerah yang tidak terlalu dingin di kota Bandung. Sinar matahari begitu menyengat. Akhirnya Raina memutuskan untuk masuk saja. Peduli setan dengan si kanebo kering, batinnya. Teriknya matahari kota Bandung siang ini mengalahkan gengsinya. Lebih baik bertemu kanebo kering daripada harus berpanas-panasan disini, batin Raina dalam hati.
Raina masuk ke dalam. Disana sudah ada Tama, Yasmin dan ternyata sudah ada Radit disana. Wajah kesal Raina langsung berubah. Mengapa dia lupa kalau Radit pasti ada disini, dasar Raina si bodoh, umpat Raina dalam hati.
"Sial banget si Yasmin, bukannya kasih tahu kalau ada Radit disini" batin Raina dalam hati.
"Hei, Na!" Sapa Radit, kembali memamerkan senyuman manis yang membuat Raina ikut tersenyum. Rasa kesalnya menguap begitu saja seketika setelah melihat senyuman Radit.
"Hai Dit, " balas Raina.
"Akhirnya masuk juga, gue pikir lu bakal seharian di luar" sindir Yasmin, mencibir kesal. Raina ikut mencibir kesal. Sahabatnya ini benar-benar menyebalkan, untuk apa gadis ini menyinggung hal itu, batin Raina.
"Emang mau masuk kok" balas Raina.
"Oh iya, mumpung ada Nana disini, aku sama Tama dari tadi bingung mau letakkin banner ini dimana, soalnya ternyata di daerah sini mau taruh meja juga ya?" Tanya Radit. Sedari tadi mereka bertiga kebingungan letak untuk memasang banner, sementara Tama ternyata tidak terlalu paham dimana saja letak meja prasmanan katering nanti.
"Iya" balas Tama pelan. Dalam hati lelaki itu sedikit lega karena kedatangan Raina, tapi juga sedikit malu, ternyata dia memang tidak bisa bekerja sendirian. Selama ini memang Raina yang mengatur semuanya untuk acara pemilihan CR ini. Tama hanya tahu beres saja tanpa mengetahui prosesnya. Tama juga tidak mengerti dan berakhir dengan kebingungan sendiri seperti sekarang karena tidak ada Raina.
"Sebentar" jawab Raina. Mengalihkan pandangan ke sekeliling sambil berpikir, membayangkan ruangan itu saat meja prasmanan sudah ada.
"Hmmm, pasang disini saja, nanti tempat makannya gue pindah ke sebelah sini" ucap Raina setelah mengelilingi tempat itu beberapa saat.
"Oke juga, banner-nya cukup disini kok" balas Radit, setuju dengan saran Raina.
"Wah, untung ada elu ya, kita bertiga hampir 10 menitan disini kebingungan sendiri kemana harus pasang banner ini" ucap Radit, berterima kasih. Raina tersenyum senang.
"Yuk Tam, bantu gue pasang" ajak Radit. Tama mengiyakan. Beranjak dari duduknya untuk segera membantu Radit memasangkan banner. Siang ini semuanya harus beres. Sementara itu Yasmin dan Raina ikut memeriksa posisi banner itu. Memastikan banner terpasang dengan rapi.
Selesai memasang banner, Tama bergerak mendekati Raina.
"Na, maaf ya" ucap Tama dengan suara pelan. Raina melirik sebentar ke arah Tama. Wajahnya berubah, sedikit cemberut.
"Apa?" Tanya Raina, pura-pura tidak mendengar apa yang Tama katakan sebelumnya. Padahal kalimat itu terdengar jelas di telinganya, Raina hanya ingin mendengar Tama mengatakannya lebih jelas. Suaranya terlalu pelan tadi.
"Maaf, gue salah sebelumnya" ucap Tama lagi, kali ini suaranya lebih jelas.
"Ya" balas Raina pendek, tapi hatinya senang, dia berhasil membuat kanebo kering menyebalkan ini meminta maaf. Hal yang sangat langka didengar oleh telinga Raina.
Di sudut ruangan, Yasmin, yang sedang membereskan peralatan, menyikut lengan Radit, yang juga sedang membantu membereskan perlengkapan. Memberi kode melalu senyumannya.
"Apa?" Tanya Radit, kebingungan, tidak mengerti maksud kode dari Yasmin.
"Tuh!" Bisik Yasmin, memberi kode lagi dengan wajahnya pada Radit.
"Tom and Jerry lagi baikan" lanjut Yasmin. Radit tersenyum sambil mengangguk setuju. Kalimat Yasmin memang benar. Dua temannya itu selalu bertengkar setiap bertemu, mirip pasangan kartun Tom and Jerry.
________
Halo semuanya, up baru lagi ya..
Semoga suka dengan up nya
Ditunggu sekali komentar dan review untuk cerita ini,
Jangan lupa juga untuk follow iG saya di rizka_author
Happy reading
Tepat pukul 2 siang, makanan dari katering Ibu Raina datang. Seluruh angkatan Raina juga sudah berkumpul, kecuali yang bertugas di bagian transportasi, beberapa senior meminta untuk dijemput. Merepotkan sekali sebenarnya, tapi mau bagaimana lagi, mereka adalah residen paling junior, sama sekali tidak bisa menolak. Raina sudah mulai mengatur tempat bersama Yasmin, Tama dan Radit juga ikut membantu. Saat katering datang, mereka berempat bahkan lebih sibuk. Beruntung, hari ini Tama sangat penurut, tidak ada kegaduhan atau adu pendapat antara Tama dan Raina. Semua berlangsung tenang. "Tumben Tom and Jerry rukun" goda Yasmin pada Raina. "Jelas aja rukun, dia takut gue nekat. Kalau macem-macem, gue tinggalin aja," balas Raina dengan wajah tenang. Dia yakin Tama pasti panik dan kebakaran jenggot kalau dia tinggalkan hari ini. Lelaki itu tidak mungkin mengurus semua kegiatan hari ini sendirian tanpa
Setelah keributan "memperebutkan" Tama saat pembagian surat suara. Kali ini para fans baru Tama itu kembali "ribut" saat mulai mengumpulkan surat suara. "Tama, sini Tama!" Teriak senior perempuan di sudut ruangan. Rekannya ikut bersahut-sahutan memanggil nama Tama. Raina hanya bisa menahan tawanya. Dia melirik wajah Tama sekilas. Wajah lelaki itu masam sekali dan memaksakan senyumnya. Tanpa bertanya pun Raina sudah bisa memprediksi suasana hati Tama. "Yas, lihat tuh!" Bisik Raina, menyenggol lengan Yasmin sambil menunjuk ke arah Tama dan fansnya. "Bantuin Na" balas Yasmin, dia sendiri sedang sibuk mempersiapkan media untuk penghitungan suara nanti, sedangkan Raina sudah selesai membagikan dan mengambil surat suara sedari tadi. "Ogah ah. Pada kepengennya sama si kanebo" balas Ra
"Lama banget sih?" Kalimat itu langsung diucapkan oleh Irna saat melihat sosok Radit datang. Wajah gadis itu cemberut. Dia sudah menunggu kekasihnya itu selama 1 jam lebih. Tentu saja dia kesal setengah mati. Hari ini Irna sudah berdandan cantik demi pergi kencan dengan kekasihnya. Dalam bayangannya hari ini dia akan menghabiskan malam romantis bersama Radit. Tapi, siapa yang bisa menyangka akhirnya lain. Satu jam menunggu dia merasa riasannya bahkan sepertinya sudah luntur, ditambah wajah masam karena kekesalan hatinya. Selamat tinggal kencan romantis, Irna bersyukur kalau hari ini tidak ada pertengkaran. "Maaf ya Sayang. Kan aku udah bilang kalau tadi antar senior dulu" balas Radit. Tersenyum selebar mungkin. Lelaki itu merasa sangat bersalah karena berbohong pada Irna hari ini. Apalagi dia bersama dengan Raina sebelumnya. "Tapi ini udah satu jam aku tung
Di tempat lain, Raina baru saja turun dari angkutan kota. Hari sedikit mendung, langit kota Bandung semakin menggelap. Raina berjalan lebih cepat, takut hujan akan turun sebelum dia sampai di rumah karena dia tidak membawa payung apalagi jas hujan. Sebuah bunyi klakson dari arah samping mengagetkan dirinya. "Astaga!" Pekik Raina, nyaris terpeleset karena saking terkejutnya. Nyaris saja Raina akan mengumpat, mengeluarkan semua sumpah serapah si pengemudi mobil yang membunyikan klakson itu, beruntung pengemudi itu langsung turun, dan membuat Raina tambah terkejut saat melihat sosoknya. "Tama?" Sapa Raina saat menyadari ternyata pengemudi mobil itu adalah Tama. Lelaki itu berjalan mendekati Raina. Seperti biasanya, ekspresinya tetap datar, seolah-olah dia tidak bersalah. "Sori, gue buat kaget ya?" Tanya Tama, nada suaranya dan raut wajahnya terlihat tidak tulus meminta maaf.&nb
Raina baru saja terbangun subuh ini. Dia meregangkan seluruh sendi di tubuhnya. Terasa pegal dan lelah sekali. Seharian bekerja mengurusi acara pemilihan CR, ditambah kehujanan sedikit semalam, membuat tidurnya lelap sekali. Gadis itu mengambil ponselnya yang dia lempar sembarangan semalam. Hari ini dia berencana untuk melihat tempat kos yang letaknya di dekat rumah sakit. Raina sengaja menyewa tempat kos, karena jarak rumahnya dengan rumah sakit tempat dia belajar nanti cukup jauh. Akan sulit bila ada keperluan mendadak nanti. Tiba-tiba ponselnya berbunyi, telepon masuk dari Yasmin. "Halo" sapa Raina cepat. Suaranya masih serak khas orang bangun pagi. "Udah bangun lu? Hari ini jadi kita lihat kos-kosan?" Tanya Yasmin, menyadari Raina yang baru bangun tidur. "Em" balas Raina, matanya masih setengah terpejam. Badannya yang pegal memintanya untuk kembali bangun
"Na, nanti tunggu dulu ya, kita nunggu yang mau bareng liat kos" ucap Yasmin saat mereka sampai di tempat kos yang mereka tuju. Seorang penjaga kos sudah menyambut mereka. "Siapa?" Tanya Raina. Dia tidak tahu kalau Yasmin membuat janji dengan orang lain. Raina pikir hanya mereka berdua. "Tunggu bentar, nanti juga lu tahu sendiri" balas Yasmin. Gadis itu mengetik pesan tulisan di ponselnya"Na, nanti tunggu dulu ya, kita nunggu yang mau bareng liat kos" ucap Yasmin saat mereka sampai di tempat kos yang mereka tuju. Seorang penjaga kos sudah menyambut mereka. "Siapa?" Tanya Raina. Dia tidak tahu kalau Yasmin membuat janji dengan orang lain. Raina pikir hanya mereka berdua. "Tunggu bentar, nanti juga lu tahu sendiri"
"Aku lihat dulu ya, ada kemungkinan aku bareng kosnya sama pacar aku" jawab Radit. Raina tersentak mendengar jawaban Radit. "Pacar? Apa dia salah dengar?" Tanya Raina dalam hati. "Pacar?" Tanya Raina. Rasa bahagia lenyap seketika dari hatinya. "Iya, pacar aku kos sekitar sini juga" jawab Radit. "Oh" jawab Raina pelan. Gadis itu langsung menunduk dalam, merasa bodoh. Bagaimana mungkin pria semanis dan sebaik Radit belum punya kekasih, bodohnya dirinya yang terlalu naif menyangka kalau Radit masih jomblo. Di sisi lain, Yasmin hanya bisa menghela napas berat. Dia tahu apa yang sahabatnya itu rasakan. Ini akan menjadi kenyataan yang Menyakitk
"Katanya lu mau beli makanan, kok malah kesini?" Tanya Raina bingung, yang dia tahu tempat ini untuk berbelanja. "Iya, gue disini buat beli makanan, ada yang salah?" Tanya Tama, justru heran dengan pertanyaan Raina. Memang apa salahnya membeli makanan di swalayan, tanya Tama pada dirinya sendiri. "Gue pikir elu mampir di kafe atau restauran atau food court untuk beli makanan" jawab Raina, menjelaskan maksud dirinya. "Lebih hemat kalau masak" balas Tama dengan tenang. "Masak?!" Raina terkejut sekaligus tertawa geli. Dia tidak sanggup membaya
"Hmmm, pemandangan yang indah, film yang bagus, makanan yang enak dan teman yang menyenangkan. Ini malam minggu terbaik" celetuk Radit, mengalihkan pandangannya kepada Raina."Eh?" Raina bergumam tanpa sadar. Tapi dia segera menutup mulut nakalnya."Ya, rasanya kita bisa malam mingguan lagi kapan-kapan" balas Radit."Malam mingguan lagi?" Tanya Raina ulang. Jantungnya berdetak cepat. Apa ini berarti Radit mengajaknya berkencan lagi? Ingin rasanya Raina menari saking girangnya."Ya, mungkin lain kali kita bisa nonton lagi.." balas Radit, sedikit menggantungkan kalimatnya. Radit menyadari wajah terkejut dari Raina. Apa gadis ini menjadi sedikit salah mengerti mendengar dia menyebutkan kalimat tadi, pikir Radit."Sekalian mengajak Yasmin, Tama dan teman angkatan kita lainnya" Radit cepat-cepat melanjutkan kalimatnya. Khawatir Raina semakin salah sangka.&nbs
"Akhirnya tenang juga" ucap Raina, menarik napas dalam-dalam sambil menutup mata. Mereka saat ini sedang berada di gedung bioskop dan sedang mengantre memesan tiket nonton. Bioskop memang ramai, tapi tidak berdesakan seperti kafe tempat makan mereka sebelumnya. Raina merasa jauh lebih lega. "Kafe tadi terlalu berisik ya?" tanya Radit, dia baru sadar kalau Raina merasa tidak nyaman sebelumnya, sedikit merasa bersalah karena dia yang memaksa untuk makan disana, padahal jelas-jelas kafe tadi padat pengunjung. "Oh, enggak, hanya. Emm, sedikit penuh saja, kita enggak bisa ngobrol enak" balas Raina langsung, khawatir Radit merasa tidak enak hati. Bukan masalah kafe tadi penuh dan sesak oleh pengunjung, tapi letak masalahnya ada pada Rian dan Mischa. "Masih lama waktu nonton, mau minum kopi? Atau makan makanan kecil lain sebelum nonton?" tawar Radit. Rasa bersalah membuat dia menawari Raina untuk ke tempat lain
"Makan disini enggak apa-apa?" Tanya Radit. Mereka saat ini masuk di sebuah kafe yang berada di dalam mall. Kafe itu memang terlihat padat pengunjung. Wajar saja karena kota Bandung di akhir pekan tidak mungkin tidak ramai. Selain itu, kafe ini juga sedang naik daun di media sosial. Raina sedikit mengernyitkan keningnya, sedikit tidak setuju karena terlalu ramai. Raina tidak terlalu penyuka keramaian. Dia lebih suka suasana yang sepi, karena dia bisa makan dan mengobrol dengan tenang. Apalagi ini kali pertama dia bisa berduaan dengan Radit, Raina ingin suasana yang tenang, tidak riuh seperti ini. "Kalau enggak mau juga enggak apa, kita cari lagi tempat lain" balas Radit setelah melihat wajah enggan dari Raina. "Enggak apa-apa, disini aja Dit" tolak Raina cepat. Dia melirik wajah Radit dan melihat kalau lelaki itu sepertinya ingin sekali makan di tempat ini. Walaupun
Akhir pekan akhirnya datang. Kata orang hari-hari di akhir pekan adalah siksaan untuk orang yang baru saja putus. Radit baru tahu rasanya sekarang. Sabtu ini dia tidak punya janji apapun dengan siapapun. "Hah, membosankan sekali" gumam Radit. Sepanjang pagi dia hanya menyetel televisi dan menonton dengan pikiran kosong. Dia mengambil ponselnya dan mulai melihat-lihat film apa yang sedang diputar minggu ini di bioskop. "Apa ajak jalan anak kosan ya?" Radit mulai menemukan ide di kepalanya saat melihat film action yang terlihat cukup seru sudah tayang mulai minggu ini. Radit segera melihat jadwal jaga, baik Yasmin, Tama maupun Raina tidak ada yang jaga hari ini. Lelaki itu segera keluar dari kamar untuk mencari teman kosnya. Saat baru menuruni tangga, Radit bertemu dengan Raina. Gadis itu berjalan ke arah kulkas yang terletak di dapur kos dengan mata setengah terpejam, rambut berantakan dan dia mas
"Apa Kakak enggak kangen sama aku? Setelah putus Kakak sama sekali enggak pernah hubungi aku," keluh Irna. Dia merasa tidak nyaman dengan perubahan sikap Radit padanya setelah putus. Irna pikir Radit akan mengejar-ngejar dirinya setelah dia meminta putus, tapi kenyataannya justru Radit malah mendiamkan dirinya dan sama sekali tidak pernah menghubungi dirinya. "Aku rasa, kita butuh momen untuk sama-sama sendiri, supaya kita bisa pikirkan bagaimana hubungan kita selama ini" balas Radit. Dia masih sangat menyukai Irna, tapi kembali menjadi kekasih Irna masih sedikit sulit bagi Radit. Lelaki itu masih butuh waktu untuk memikirkan hubungan mereka yang dia rasa mulai tidak sehat. "Aku kangen Kakak" ucap Irna tiba-tiba. Dia merasa harus jujur tentang hal ini. "Rindu?" ucap Radit dalam hati, dia cukup terkejut dengan kejujuran Irna. Detak jantung Radit menjadi cepat saat mendengar ucapan mantan kek
Entah Raina harus bahagia atau justru waspada dengan keadaan yang saat ini dia hadapi, yang pasti selama Radit putus dari kekasihnya, lelaki itu selalu menempel pada Raina, dimana pun dan kapan pun. Tidak terasa sudah dua minggu Radit putus dari Irna. Dalam hati Radit merasa sangat nyaman, tidak ada lagi yang mengatur dengan kejam semua kehidupannya. Dia bisa menjalani kehidupan residensi dengan nyaman. Semakin hari keduanya semakin lengket, dimana ada Raina pasti ada Radit disana. "Na, selesai dari rumah sakit, kita makan dulu ya sebelum pulang ke kos" ajak Radit disela-sela acara ilmiah. "Em" balas Raina langsung mengiyakan tanpa pikir panjang, dia bahkan lupa kalau hari ini orang tuanya datang untuk melihat kamar kosnya. Sudah dua minggu Raina belum juga mengizinkan ayah ibunya untuk datang. "Oke!" balas Raina dengan bersemangat sambil mengacungkan jempolnya. Dia selalu senang setiap diajak makan
(3 menit sebelumnya) "Gue jawab telepon dulu ya, agak berisik disini" ucap Radit, beranjak pergi menuju sudut di luar bioskop. "Gue jawab telepon dulu ya, agak berisik disini" ucap Radit berdiri, dia tidak bisa menjawab telepon Irna di tengah suasana gaduh begini. Pasti kekasihnya itu akan bertambah kesal. "Jangan lama-lama, bentar lagi teaternya mau buka" balas Raina, mengingatkan. Radit mengangguj sambil melambaikan tangannya. "Ada yang mau beli minum?" Tanya Yasmin, Raina langsung mengiyakan. "Gue enggak, enggak seru nonton sambil makan minum, terlalu mengganggu" balas Tama, menggeleng. Dia lebih suka menikmati film tanpa gangguan makan dan minum. Sayang sekali kal
"Oke, Raina ikut juga" ucap Radit. "Oh, oke" balas Yasmin, melirik Raina sambil tersenyum geli. Bukan Yasmin namanya kalau tidak bisa menebak isi kepala sahabatnya yang paling drama itu."Oke, Raina ikut juga" ucap Radit. "Oh, oke" balas Yasmin, melirik Raina sambil tersenyum geli. Bukan Yasmin namanya kalau tidak bisa menebak isi kepala sahabatnya yang paling drama itu. Beberapa detik kemudian Tama terlihat menuruni tangga. Raina yang pertama menyadari, dia langsung melirik kesal ke arah Tama. "Buat apa si kanebo kering itu ikut-ikutan?" Batin Raina dalam hati.
"Tadi sih curhat berantem hebat sama pacarnya" balas Yasmin. "Tadi sih curhat berantem hebat sama pacarnya" balas Yasmin. Yasmin teringat cerita Radit beberapa hari terakhir. Radit cukup nyaman untuk berkeluh kesah dengan Yasmin, mungkin karena Radit tahu Yasmin punya hubungan serius dengan kekasih Yasmin dan gaya berpacaran Yasmin dan kekasihnya dewasa sekali. Radit mengagumi itu, berbeda dengan gaya pacaran dirinya dan Irna. Kekasihnya masih manja, seenaknya dan jauh dari kata dewasa. Setiap hari selalu ada saja bahan untuk bertengkar. Radit kadang merasa lelah sendiri menghadapi sikap kekanakan dari Irna.