Hari yang sudah dinanti-nanti oleh puluhan peserta ujian masuk spesialis akhirnya tiba, Raina datang sedikit terlambat, tadinya dia ingin berangkat bersama Yasmin, tapi seperti biasa Raina terlambat bangun sehingga Yasmin lebih dulu berangkat.
Sampai di tempat ujian, Raina menyapukan pandangannya ke sekeliling ruangan untuk mencari sosok sahabatnya lalu tiba-tiba seseorang menepuk bahunya dari belakang "Hai, apa kabar?" sapa seseorang dari belakang, dia menyentuh bahu Raina. Gadis itu membalikkan tubuhnya dan mendapati lelaki dengan senyuman termanis menyapanya pagi ini.
"Hai!" sapa Raina membalas dengan senyuman lebar, hatinya senang karena hari ini dia bertemu lagi dengan Radit.
"Siap ujian?" ucap Radit, sambil tersenyum. Awalnya dia merasa canggung karena tidak mengenal seorang pun disini, hatinya lega saat melihat kehadiran Raina. Setidaknya ada yang bisa Radit ajak berbicara selama menunggu waktu ujian.
"Kapan pun juga pastinya ga bakal siap sih," sambut Raina sambil tertawa kecil."
"Yuk masuk, ruangannya udah dibuka" ajak Radit, Raina menjawab dengan anggukan setuju. Mereka berdua masuk dan duduk dibarisan yang sama.
"Na!" panggil Yasmin. Raina mengalihkan pandangannya mencari sosok sahabatnya.
"Lu disini, gue udah tempatin buat elu disana" ucap Yasmin, ternyata Yasmin tadi sudah masuk lebih dahulu sebelum Raina dan Radit masuk.
"Ah, gue keburu duduk disini, gue pikir lu ga ambilin tempat untuk gue" ucap Raina dengan tatapan sedikit bingung. Dia ingin duduk disamping Radit, tapi Yasmin sudah mengambilkan tempat untuknya, tentu Raina tidak ingin membuat Yasmin kecewa kalau dia menolak. Dia melirik ke arah Radit.
"Halo, gue Radit" sapa Radit, dia memperkenalkan dirinya sendiri tanpa dikenalkan oleh Raina. Yasmin menyambut uluran tangan Radit sambil tersenyum kecil.
"Yasmin" balas Yasmin.
"Ah, iya, sampai lupa. Radit, kenalin, ni Yasmin, sahabat aku" ucap Raina, mengenalkan Yasmin kepada Radit.
"Yas, ini Radit, kita psikotes bareng waktu minggu lalu" cerita Raina lagi.
Yasmin meneliti wajah Radit dengan seksama, dia yakin ini lelaki yang membuat Raina begitu bahagia minggu yang lalu. Setelah melihat wajah Radit, Yasmin langsung mengerti mengapa Raina bisa langsung tertarik. Radit bukan lelaki yang sangat tampan, tapi wajahnya terlihat sangat hangat dan ramah, belum lagi kacamata yang menghiasi wajahnya membuat lelaki itu terlihat sangat pintar. Satu hal yang paling menarik dari lelaki ini adalah senyuman manisnya dihiasi dengan lesung pipi dikedua sisi pipi Radit, yang membuat senyuman lelaki itu bertambah manis. Yasmin yakin sekali hal ini pasti yang membuat Raina semakin menyukai Radit, tebak Yasmin dalam hati.
"Duduk disana aja" ucap Radit kepada Raina. Dia sepertinya mengerti kalau Raina pasti merasa tidak enak hati meninggalkan dirinya sendiri.
"Iya, sori ya Dit, aku ikut sama Yasmin ya" balas Raina dengan wajah sedih.
"Kenapa enggak gue aja yang pindah kesini?" ucap Yasmin tiba-tiba, memberi sebuah ide supaya Radit dan Raina tidak kecewa.
"Itu kosong kan?" lanjut Yasmin lagi, menunjukkan sebuah kursi disamping tempat duduk Radit, yang langsung dibalas dengan anggukan semangat dari Radit dan Raina. Sebuah solusi yang sangat tepat dari Yasmin.
"Oke, tempatin ya, gue ambil barang-barang gue dulu" ucap Yasmin lagi. Gadis itu langsung pergi menuju kursi tempat dia sebelumnya dan kembali dengan segera.
Radit sudah bergeser tempat duduk ke tempat yang kosong supaya Yasmin bisa duduk disamping mereka. Raina langsung memeluk lengan sahabatnya itu dengan sayang, sebagai rasa terimakasih karena sudah sangat pengertian dengan dirinya. Yasmin hanya memutar bola matanya dengan wajah malas, dia sudah hapal kelakuan sahabatnya ini kalau mulai suka dengan seseorang, Raina cenderung sering mengorbankan dirinya.
Beberapa menit kemudian, tempat ujian mulai dipenuhi oleh seluruh para peserta ujian, dan ujian pun dimulai. Raina memijat-mijat pelipisnya, kebiasaan Raina setiap habis ujian.
"Kamu kenapa? Sakit kepala?" tanya Radit dengan khawatir. Raina baru akan membuka mulutnya untuk menjawab, tapi Yasmin sudah lebih dahulu memotong.
"Udah biasa itu, anak ini suka gitu kalau abis ujian, enggak usah dipikirin" ucap Yasmin sambil menggerakkan telapak tangan kanannya, seakan menguatkan perkataanya kalau Raina baik-baik saja.
Sementara itu, Raina hanya bisa melirik sebal ke arah Yasmin. Tapi dia tidak berkata apa-apa. Dia memang selalu seperti itu.
"Hehe, iya Dit, enggak kenapa-napa kok" ucap Raina dengan segera kepada Radit, yang dijawab dengan "oh" saja dari Radit, tapi wajah Radit terlihat cemas. Hati Raina langsung bahagia saat melihat sorot cemas dari tatapan mata Radit.
Setelah ujian selesai, Raina keluar paling terakhir, sedangkan Radit dan Yasmin keluar bersamaan lebih dahulu. Mereka berdua menunggu Raina di luar.
"Asalnya darimana?" tanya Yasmin dengan canggung. Dia merasa tidak enak hanya berdiam diri selama beberapa menit dengan Radit. Yasmin terpaksa mulai berbasa-basi.
"Surabaya, kalau Yasmin?" balas Radit sambil tersenyum manis.
"Oh, aku sih sama kaya Nana, dari Bandung" jawab Yasmin pendek. Kembali dibalas senyuman dari Radit. Yasmin kembali meneliti senyuman lelaki dihadapannya, sial, manis sekali, ucapnya dalam hati. Pantas saja sahabatnya sampai kesengsem setengah mati, batin Yasmin lagi.
Kalau saja Yasmin tidak ingat kalau dia punya kekasih hati yang sudah 7 tahun memacarinya, pasti Yasmin bisa ikutan kesengsem sama lelaki ini.
"Di Bandung nge kos?" Yasmin lanjut bertanya. Radit menggelengkan kepala.
"Ayah ibu pindah ke Bandung, menjelang pensiun, Ayah maunya balik ke Bandung, kebetulan nenek kakek sudah tua semua, jadi enggak ada yang urus, saya tinggal di daerah buah batu" jawab Radit lagi.
"Radit tinggal di buah batu?" sebuah suara yang terdengar sangat bahagia muncul di belakang mereka. Raina sudah berada disana. Matanya terlihat berbinar saat mengetahui kalau Radit bertempat tinggal di dekat rumahnya. Rumah Raina juga didaerah buah batu.
"Eh, udah selesai ya. Iya, aku daerah sana, kenapa?" tanya Radit, terkejut melihat Raina yang tiba-tiba datang dan langsung menanyakan tentang tempat tinggalnya.
"Aku juga tinggal daerah sana" ucap Raina dengan senang.
"Beneran? Wah, kalau gitu pulang bareng aku aja" pinta Radit.
"Oh, boleh banget kalau ditawarin" canda Raina.
Mendengar itu, Yasmin ingin protes, karena sebelumnya Raina sudah berjanji akan pulang bersama dengan dirinya, tapi sahabatnya itu seakan lupa akan janjinya itu. Tapi melihat betapa bahagianya Raina saat diajak oleh Radit, Yasmin langsung membatalkan niatnya. Dua tahun ini sahabatnya itu selalu saja sedih, rasanya tidak apa membiarkan mereka hanya berdua saja.
"Gue duluan ya kalo begitu." ucap Yasmin sambil melambaikan tangannya, berpamitan dengan Radit dan Raina.
"Ya udah, yuk!" ajak Radit pada Raina, setelah Yasmin pergi.
"Oke" sambut Raina, berjalan dengan hati berbunga-bunga. Seakan-akan semesta mendukung dirinya bersama Radit hari ini.
"Kamu mau makan dulu ga?" tanya Radit saat mereka berdua sudah di dalam mobil. Hari memang sudah hampir siang, perut mereka berdua pun sudah terasa lapar.
"Boleh" jawab Raina lagi. Dia juga kelaparan.
Tanpa terasa waktu berlalu sangat cepat, mereka makan dan mengobrol sampai hari menjelang sore. Obrolan mereka terhenti saat ibu Raina menelpon. Raina langsung menjawab dan dengan cepat mengatakan kalau dia akan segera pulang.
"Kayanya kita harus pulang deh" ucap Raina, dia tidak mau membuat orang tuanya cemas, karena lagi-lagi Raina lupa mengabari orang tuanya.
"Iya, udah sore ya," balas Radit, dia tidak menyangka waktu terlalu cepat berlalu. Bersama Raina sangat menyenangkan, pikir Radit.
Mereka berdua pun segera pergi. Radit mengantarkan Raina sampai ke depan rumahnya.
"Nana," panggil Radit, mencegah Raina yang sedang membuka pintu. Raina terdiam, alisnya terangkat sedikit karena merasa terkejut. Nana adalah panggilan sayang keluarganya, panggilan itu memang hanya untuk orang-orang tertentu yang memang dekat saja, seperti Yasmin.
"Oh, maaf, aku dengar kamu dipanggil Nana, enggak apa kalau aku panggil Nana?" tanya Radit.
"Emmm.. Tentu" jawab Raina. Entah mengapa wajahnya terasa panas saat mendengar panggilan itu keluar dari mulut Radit.
"Ujian nanti, aku boleh ya jeput kamu, Na?" ucap Radit lagi.
"Jeput?" Raina balik bertanya. Radit mengangguk.
"Apa enggak ngerepotin?" Raina bertanya lagi. Mendadak jantungnya berdebar dua kali lebih cepat.
"Tentu enggak, rumah kita sejalan, lagian, menyenangkan sama kamu" ucap Radit lagi. Kata-kata itu langsung membuat pipi Raina semakin memerah, dia menahan senyumannya sekuat tenaga, tidak ingin Radit mengetahui betapa dia senang mendengarnya.
"Bisa aja, oke, aku tunggu ya" balas Raina, dia segera turun tanpa melihat wajah Radit lagi.
Ponsel Raina berdering saat baru masuk ke dalam kamarnya. Dia buru-buru masuk untuk menghindari omelan ibunya. Ternyata itu dari Yasmin.
"Halo?" sapa Raina.
"Lu dimana?" tanya Yasmin.
"Ini udah dirumah" jawab Raina, dia heran mendengar nada suara Yasmin.
"Na, lu dari mana aja?" tanya Yasmin dengan suara khawatir. Sebelumnya dia ditelpon ibu Raina karena anak gadisnya tak kunjung pulang. Ibu pikir Raina bersama dengan Yasmin.
"Makan siang sama Radit" jawab Raina dengan santai. Yasmin hanya bisa menghela napas dengan kesal. Percuma saja khawatir, pikir Yasmin. Ternyata hanya bersama kecengan barunya.
"Ya udah deh, inget jangan terlalu deket, kan belum pasti dia masih single apa enggak, kalau udah keburu naksir bahaya" pesan Yasmin sebelum mematikan sambungan ponselnya. Raina hanya bisa mencibir, walaupun ada benarnya, tapi omelan Yasmin kadang seperti Ibunya sendiri.
Di luar, Radit masih berada di dalam mobilnya, dia tersenyum. Gadis ini bisa membuat dia lupa waktu, sangat menyenangkan. Tiba-tiba sebuah pesan masuk di ponselnya, dari Irna, pacar Radit.
"Sayang, gimana ujiannya?" Tulis Irna.
"Lancar" tulis Radit. Senyumnya menghilang, seharian bersama Raina membuat Radit lupa pada kekasihnya, Irna.
_______________
Jangan lupa komentar dibawah ya..
Happy reading
Baru sekitar dua detik pesan tulisan Radit sampai, Irna sudah langsung menghubungi kekasihnya itu. "Halo?" Sapa Radit, dia cukup terkejut melihat nama Irna muncul di layar ponselnya. Mengapa tiba-tiba kekasihnya menghubungi dirinya, tanya Radit dalam hati. Entah mengapa Radit merasa bersalah pada kekasih hatinya itu. Seharian ini dia bersama gadis lain, yang baru dia jumpai 2 kali saja, tapi gadis itu seperti sudah Radit kenal bertahun-tahun. Radit bisa langsung akrab. Hatinya pun terasa nyaman berada di dekat Raina. "Ujiannya gimana?" Tanya Irna, mengulangi pertanyaannya yang sudah dia tanya di pesan tulisan tadi. "Enggak masalah Sayang, bisa kok" jawab Radit dengan tenang. "Aku pikir kamu lagi kesel karena ujiannya sulit, makanya sampai enggak kabari aku" ucap Irna, mulai menyindir Radit karena tidak langsung menghubungi diriny
Ponsel Raina berdering selama beberapa menit, sudah entah berapa kali Yasmin mencoba menghubungi Raina. Gadis itu baru saja selesai shift jaga malam pagi ini di klinik 24 jam tempat dia bekerja sementara, dia baru tertidur selama dua jam, tentu saja Raina tidak mendengar ponselnya yang berbunyi terus-menerus. Ibu masuk ke dalam kamar Raina karena sedari tadi mendengar ponsel anaknya berbunyi. Ibu mendapati Raina yang masih tertidur pulas. Dengan hati-hati, wanita paruh baya itu mengambil ponsel yang berada tepat di samping tubuh Raina. Ibu takut membangunkan anaknya itu, wajah Raina jelas kelelahan, siapa yang tidak lelah setelah jaga selama 24 jam. Ibu melihat di layar ponsel, ada nama Yasmin disana. "Na, lu tidur ya? Gue telpon berkali-kali lama bener angkat teleponnya, pasti kebo deh tidurnya" Omelan Yasmin langsung terdengar diujung sana. Ibu hanya tersenyum mendengar omelan sahabat anaknya itu. Memang Yasmin sel
"Naaaa... Nanaaaaaa!!!!!!" Teriak Yasmin saat Raina menjawab teleponnya. Raina masih setengah tertidur, dia spontan menjauhkan ponselnya dari telinganya. Terbangun karena teriakan sahabatnya itu. "Ada apaan sih Yas?" Tanya Raina lagi, matanya masih tertutup. Sementara tangan kanannya sudah bergerak untuk menahan ponselnya tetap berada di telinganya. "Jangan bilang lu baru bangun, lu masih jaga malam kan??? Ah Nanaaa kebangetan banget deh ini bocah!!! Cepetan banguuun!! Kita diminta kumpul satu jam lagi, di kamar jaga residen penyakit dalam, Na!!" Jawab Yasmin cepat. Kepala Raina masih kosong, dia masih terdiam. Otaknya belum berhasil mencerna kalimat Yasmin. "Raina! Cepetan bangun dan segera ke rumah sakit! Kalau enggak kita seangkatan bakal dihukum!!" Teriak Yasmin lagi. "Apa?! Dihukum?!" Batin Raina dalam hati. Raina langsung membuka m
"Untung kalian enggak terlambat, kalau terlambat bisa-bisa kita satu kelompok langsung kena hukuman" ucap lelaki dengan wajah dingin dan datar itu lagi saat melihat kehadiran Radit dan Raina. Lelaki itu melipat kedua tangannya di depan dada dengan wajah angkuh, memberikan tatapan dingin sedingin es batu. Raina membalas dengan tatapan sebal, siapa orang sombong ini, mukanya datar sekali, tanya Raina dalam hati. "Ayo ke kamar jaga, jangan sampai kita yang dicariin" lanjut lelaki dingin itu lagi. Raina masih mengatur napasnya, tiba-tiba dia sudah diminta berjalan lagi. Gadis itu langsung merutuk di dalam hati sambil memandang sengit lelaki itu. Rasanya dia baru berhenti selama beberapa detik saja untuk mengambil napas, tapi lelaki itu seperti tidak mau menunggu lama. Dasar lelaki tidak punya hati, maki Raina lagi. "Siapa sih dia? Baru juga pertama ketemu udah super jutek samabossy bener" b
Hari masih menunjukkan pukul 7 pagi, Raina baru saja turun ke dapur untuk membantu ibu memasak sarapan. Terhitung mulai hari ini dia memutuskan untuk tidak lagi bekerja di klinik manapun. Yasmin sudah memarahi dirinya berulang kali, belum lagi kejadian di hari perdana mereka bertemu senior itu membuat Raina sadar kalau sebagai residen paling junior, dia harus siap sedia setiap saat. Tiba-tiba ponselnya berdenting, ada pesan yang masuk. Raina mengambil ponselnya, semenjak kejadian beberapa hari yang lalu itu, Raina tidak pernah jauh-jauh dari ponselnya. Dia juga mengaktifkan volume paling tinggi supaya bunyi ponselnya selalu terdengar. Pesan itu dari Tama, si ketua angkatan yang sangat menyebalkan itu. Sebelum membuka pesan itu, Raina berdecak karena selalu kesal setiap melihat nama Tama. "Jarkom: Hari ini ketemuan sama ketua panitia pemilihan CR, dikamar jaga jam 3.30. Kita kumpul di kafe dekat kamar jaga jam 3 tepa
Setelah sepanjang pagi membantu ibu, Raina segera bersiap-siap. Siang ini dia memoles wajahnya dengan riasan tipis, memakai dress terbaiknya, menata sedikit rambutnya dan menyemprotkan parfum favoritnya. Dia tidak mau Radit menunggu lama. Saat Raina keluar dari kamar, ibu sampai terheran-heran melihat penampilan anak gadis satu-satunya itu. "Harum banget Na" puji ibu. Sedikit penasaran karena penampilan Riana seperti gadis yang akan berkencan atau pacaran. Tidak seperti penampilan mahasiswa baru yang akan menemui seniornya. Kalau ibu sebelumnya tidak tahu kalau Raina akan pergi untuk menemui seniornya, mungkin ibu sudah menyangka kalau Raina sudah punya pacar baru. Setelah patah hati dulu, Raina memang tidak pernah lagi berdandan seperti siang ini, batin Ibu. "Ketemu senior harus rapi dan harum Bu" balas Raina sengaja berkelit. Dia sudah bisa membaca apa yang ada didalam kepala ibu kandungnya itu. "Oh
Dari tempat duduknya, Tama melirik ke arah Raina dan Radit. Kedua sejoli itu sibuk mengobrol, kadang jelas terdengar suara tawa mereka atau pukulan manja dari Raina ke lengan Radit. Menyebalkan sekali harus menyaksikan pemandangan seperti itu, batin Tama dlam hati. Awalnya Tama tidak mau peduli, tapi ini sudah hampir 10 menit mereka mengacuhkan dirinya, lama kelamaan Tama jadi kesal juga, ditambah teman mereka yang lain juga belum menampakkan batang hidungnya. Dia mulai kesal karena merasa seperti nyamuk atau mungkin juga seperti kambing congek diantara sepasang "sejoli" itu, yang hari ini merasa dunia hanya milik mereka berdua saja. Seolah-olah keduanya adalah sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta. Dunia sekitar tidak ada artinya, hanya mereka berdua saja. "Yang lain pada kemana sih? Jarkom sampai kan?" Ucap Tama, tiba-tiba dengan sengaja. Raina dan Radit berhenti mengobrol. Keduanya mengalihkan perhatian
Raina, Radit dan Yasmin sibuk mengobrol, Septian dan Adrian sibuk memilih makanan di menu, sedangkan Tama hanya bisa melihat semua teman seangkatannya yang akan selalu bersama-sama selama 4 tahun kedepan sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Sementara dia sedang berpikir keras bersama kertas dan pulpen dihadapannya, untuk membagi tugas selama masa residensi, tapi sepertinya semua temannya itu tidak ada yang perduli, batin Tama dalam hati. Belum lagi mereka juga sepertinya tidak ada yang perduli, padahal Mela belum juga datang."Ehem!!" Tama berdehem cukup keras, berusaha mendapatkan perhatian semua rekan-rekannya. Dia berhasil, semuanya berhenti dan mengalihkan perhatiannya."Apa Mela sudah ada kabar?" Tanya Tama. Raina orang pertama yang langsung mencibir saat mendengar pertanyaan dari mulut pria yang baru saja dia beri julukan "kanebo kering"."Biar gue telpon" ucap Raina, langsung mengajukan diri untuk membantu menelpon, setidaknya bukan Tama ya
"Hmmm, pemandangan yang indah, film yang bagus, makanan yang enak dan teman yang menyenangkan. Ini malam minggu terbaik" celetuk Radit, mengalihkan pandangannya kepada Raina."Eh?" Raina bergumam tanpa sadar. Tapi dia segera menutup mulut nakalnya."Ya, rasanya kita bisa malam mingguan lagi kapan-kapan" balas Radit."Malam mingguan lagi?" Tanya Raina ulang. Jantungnya berdetak cepat. Apa ini berarti Radit mengajaknya berkencan lagi? Ingin rasanya Raina menari saking girangnya."Ya, mungkin lain kali kita bisa nonton lagi.." balas Radit, sedikit menggantungkan kalimatnya. Radit menyadari wajah terkejut dari Raina. Apa gadis ini menjadi sedikit salah mengerti mendengar dia menyebutkan kalimat tadi, pikir Radit."Sekalian mengajak Yasmin, Tama dan teman angkatan kita lainnya" Radit cepat-cepat melanjutkan kalimatnya. Khawatir Raina semakin salah sangka.&nbs
"Akhirnya tenang juga" ucap Raina, menarik napas dalam-dalam sambil menutup mata. Mereka saat ini sedang berada di gedung bioskop dan sedang mengantre memesan tiket nonton. Bioskop memang ramai, tapi tidak berdesakan seperti kafe tempat makan mereka sebelumnya. Raina merasa jauh lebih lega. "Kafe tadi terlalu berisik ya?" tanya Radit, dia baru sadar kalau Raina merasa tidak nyaman sebelumnya, sedikit merasa bersalah karena dia yang memaksa untuk makan disana, padahal jelas-jelas kafe tadi padat pengunjung. "Oh, enggak, hanya. Emm, sedikit penuh saja, kita enggak bisa ngobrol enak" balas Raina langsung, khawatir Radit merasa tidak enak hati. Bukan masalah kafe tadi penuh dan sesak oleh pengunjung, tapi letak masalahnya ada pada Rian dan Mischa. "Masih lama waktu nonton, mau minum kopi? Atau makan makanan kecil lain sebelum nonton?" tawar Radit. Rasa bersalah membuat dia menawari Raina untuk ke tempat lain
"Makan disini enggak apa-apa?" Tanya Radit. Mereka saat ini masuk di sebuah kafe yang berada di dalam mall. Kafe itu memang terlihat padat pengunjung. Wajar saja karena kota Bandung di akhir pekan tidak mungkin tidak ramai. Selain itu, kafe ini juga sedang naik daun di media sosial. Raina sedikit mengernyitkan keningnya, sedikit tidak setuju karena terlalu ramai. Raina tidak terlalu penyuka keramaian. Dia lebih suka suasana yang sepi, karena dia bisa makan dan mengobrol dengan tenang. Apalagi ini kali pertama dia bisa berduaan dengan Radit, Raina ingin suasana yang tenang, tidak riuh seperti ini. "Kalau enggak mau juga enggak apa, kita cari lagi tempat lain" balas Radit setelah melihat wajah enggan dari Raina. "Enggak apa-apa, disini aja Dit" tolak Raina cepat. Dia melirik wajah Radit dan melihat kalau lelaki itu sepertinya ingin sekali makan di tempat ini. Walaupun
Akhir pekan akhirnya datang. Kata orang hari-hari di akhir pekan adalah siksaan untuk orang yang baru saja putus. Radit baru tahu rasanya sekarang. Sabtu ini dia tidak punya janji apapun dengan siapapun. "Hah, membosankan sekali" gumam Radit. Sepanjang pagi dia hanya menyetel televisi dan menonton dengan pikiran kosong. Dia mengambil ponselnya dan mulai melihat-lihat film apa yang sedang diputar minggu ini di bioskop. "Apa ajak jalan anak kosan ya?" Radit mulai menemukan ide di kepalanya saat melihat film action yang terlihat cukup seru sudah tayang mulai minggu ini. Radit segera melihat jadwal jaga, baik Yasmin, Tama maupun Raina tidak ada yang jaga hari ini. Lelaki itu segera keluar dari kamar untuk mencari teman kosnya. Saat baru menuruni tangga, Radit bertemu dengan Raina. Gadis itu berjalan ke arah kulkas yang terletak di dapur kos dengan mata setengah terpejam, rambut berantakan dan dia mas
"Apa Kakak enggak kangen sama aku? Setelah putus Kakak sama sekali enggak pernah hubungi aku," keluh Irna. Dia merasa tidak nyaman dengan perubahan sikap Radit padanya setelah putus. Irna pikir Radit akan mengejar-ngejar dirinya setelah dia meminta putus, tapi kenyataannya justru Radit malah mendiamkan dirinya dan sama sekali tidak pernah menghubungi dirinya. "Aku rasa, kita butuh momen untuk sama-sama sendiri, supaya kita bisa pikirkan bagaimana hubungan kita selama ini" balas Radit. Dia masih sangat menyukai Irna, tapi kembali menjadi kekasih Irna masih sedikit sulit bagi Radit. Lelaki itu masih butuh waktu untuk memikirkan hubungan mereka yang dia rasa mulai tidak sehat. "Aku kangen Kakak" ucap Irna tiba-tiba. Dia merasa harus jujur tentang hal ini. "Rindu?" ucap Radit dalam hati, dia cukup terkejut dengan kejujuran Irna. Detak jantung Radit menjadi cepat saat mendengar ucapan mantan kek
Entah Raina harus bahagia atau justru waspada dengan keadaan yang saat ini dia hadapi, yang pasti selama Radit putus dari kekasihnya, lelaki itu selalu menempel pada Raina, dimana pun dan kapan pun. Tidak terasa sudah dua minggu Radit putus dari Irna. Dalam hati Radit merasa sangat nyaman, tidak ada lagi yang mengatur dengan kejam semua kehidupannya. Dia bisa menjalani kehidupan residensi dengan nyaman. Semakin hari keduanya semakin lengket, dimana ada Raina pasti ada Radit disana. "Na, selesai dari rumah sakit, kita makan dulu ya sebelum pulang ke kos" ajak Radit disela-sela acara ilmiah. "Em" balas Raina langsung mengiyakan tanpa pikir panjang, dia bahkan lupa kalau hari ini orang tuanya datang untuk melihat kamar kosnya. Sudah dua minggu Raina belum juga mengizinkan ayah ibunya untuk datang. "Oke!" balas Raina dengan bersemangat sambil mengacungkan jempolnya. Dia selalu senang setiap diajak makan
(3 menit sebelumnya) "Gue jawab telepon dulu ya, agak berisik disini" ucap Radit, beranjak pergi menuju sudut di luar bioskop. "Gue jawab telepon dulu ya, agak berisik disini" ucap Radit berdiri, dia tidak bisa menjawab telepon Irna di tengah suasana gaduh begini. Pasti kekasihnya itu akan bertambah kesal. "Jangan lama-lama, bentar lagi teaternya mau buka" balas Raina, mengingatkan. Radit mengangguj sambil melambaikan tangannya. "Ada yang mau beli minum?" Tanya Yasmin, Raina langsung mengiyakan. "Gue enggak, enggak seru nonton sambil makan minum, terlalu mengganggu" balas Tama, menggeleng. Dia lebih suka menikmati film tanpa gangguan makan dan minum. Sayang sekali kal
"Oke, Raina ikut juga" ucap Radit. "Oh, oke" balas Yasmin, melirik Raina sambil tersenyum geli. Bukan Yasmin namanya kalau tidak bisa menebak isi kepala sahabatnya yang paling drama itu."Oke, Raina ikut juga" ucap Radit. "Oh, oke" balas Yasmin, melirik Raina sambil tersenyum geli. Bukan Yasmin namanya kalau tidak bisa menebak isi kepala sahabatnya yang paling drama itu. Beberapa detik kemudian Tama terlihat menuruni tangga. Raina yang pertama menyadari, dia langsung melirik kesal ke arah Tama. "Buat apa si kanebo kering itu ikut-ikutan?" Batin Raina dalam hati.
"Tadi sih curhat berantem hebat sama pacarnya" balas Yasmin. "Tadi sih curhat berantem hebat sama pacarnya" balas Yasmin. Yasmin teringat cerita Radit beberapa hari terakhir. Radit cukup nyaman untuk berkeluh kesah dengan Yasmin, mungkin karena Radit tahu Yasmin punya hubungan serius dengan kekasih Yasmin dan gaya berpacaran Yasmin dan kekasihnya dewasa sekali. Radit mengagumi itu, berbeda dengan gaya pacaran dirinya dan Irna. Kekasihnya masih manja, seenaknya dan jauh dari kata dewasa. Setiap hari selalu ada saja bahan untuk bertengkar. Radit kadang merasa lelah sendiri menghadapi sikap kekanakan dari Irna.