"Naaaa... Nanaaaaaa!!!!!!" Teriak Yasmin saat Raina menjawab teleponnya. Raina masih setengah tertidur, dia spontan menjauhkan ponselnya dari telinganya. Terbangun karena teriakan sahabatnya itu.
"Ada apaan sih Yas?" Tanya Raina lagi, matanya masih tertutup. Sementara tangan kanannya sudah bergerak untuk menahan ponselnya tetap berada di telinganya.
"Jangan bilang lu baru bangun, lu masih jaga malam kan??? Ah Nanaaa kebangetan banget deh ini bocah!!! Cepetan banguuun!! Kita diminta kumpul satu jam lagi, di kamar jaga residen penyakit dalam, Na!!" Jawab Yasmin cepat.
Kepala Raina masih kosong, dia masih terdiam. Otaknya belum berhasil mencerna kalimat Yasmin.
"Raina! Cepetan bangun dan segera ke rumah sakit! Kalau enggak kita seangkatan bakal dihukum!!" Teriak Yasmin lagi.
"Apa?! Dihukum?!" Batin Raina dalam hati.
Raina langsung membuka matanya, dia berlari ke kamar mandi. Jarak rumahnya dan rumah sakit cukup jauh, bisa lebih dari satu jam bila jalanan macet. Gadis itu mencuci mukanya dengan cepat, menyisir rambutnya asal-asalan dan mengambil baju pertama yang dia temukan di lemari pakaiannya, memakai dengan cepat, menyambar dengan asalan tas di meja belajarnya dan langsung berlari menuju pintu depan.
"Ayaaahh!! Nana pinjam mobil!!" Teriak Raina. Tanpa menunggu jawaban Ayahnya, Raina langsung menyambar kunci mobil yang berada di atas meja dan pergi segera.
Ibu dan Ayah hanya bisa menatap linglung tingkah anak gadisnya. Memang ini bukan yang pertama kali bagi mereka melihat tingkah ajaib anak gadisnya itu.
"Apa dia ada janji?" Tanya Ayah pada Ibu. Istrinya hanya menggeleng sambil mengangkat kedua bahunya.
"Enggak ada pesan Yah. Ibu juga enggak tahu." Balas Ibu.
Raina memacu mobilnya dengan kencang. Jalanan memang tidak terlalu padat siang ini, belum waktunya orang pulang kantor. Raina menghubungi kembali Yasmin, dia cemas sekali, hari ini seperti hari pertama mereka satu angkatan memulai hari mereka sebagai residensi, tidak boleh ada yang salah. Raina tidak ingin karena ulahnya, yang masih juga menerima tawaran jaga malam, teman satu angkatannya jadi kena getahnya. Bermasalah di awal sekolah bukan hal yang baik karena hari ini bisa saja jadi penentu nasib Raina selama empat tahun kedepan selama sekolah spesialis nanti. Mengingat itu semua, gadis itu menekan pedal gas nya semakin dalam.
"Yas, kalian dimana? Gue udah jalan nih" ucap Raina.
"Ada di kafe deket kamar jaga penyakit dalam, nanti lu langsung ke sana aja" balas Yasmin. Sebenarnya dia sedikit panik mendengar Raina masih di jalan, tapi Yasmin menjaga nada suaranya tetap terdengar tenang.
"Oke!" Jawab Raina cepat, segera memutuskan sambungan ponselnya dan kembali fokus pada jalan.
Beruntung dia hapal rumah sakit tempat dia akan mulai bersekolah nanti, karena saat koasisten Raina juga di rumah sakit itu. Raina juga hapal tempat-tempat dengan parkiran yang sepi dan jalan pintas. Tidak perlu waktu lama, sekitar kurang dari 30 menit, Raina sudah berada di dalam kafe. Semua teman satu angkatannya sudah berada disana, termasuk Yasmin dan Radit. Senyum Raina langsung mengembang saat melihat pria manis itu, yang juga tersenyum ke arahnya. Hatinya sontak berbunga-bunga.
"Halo semua, perkenalkan saya Raina," sapa Raina, masih tersenyum manis.
"Na, lu gila ya? Itu pake sendal rumah!!" Pekik Yasmin saat melihat kedua kaki Raina dengan sendal bulu warna kuning favoritnya.
"Mampus!!" Balas Raina, menepuk keras kepalanya. Dia panik seketika. Otaknya bekerja keras, mengingat apa ada sepatu ibu yang ayah simpan di mobil, tapi rasanya tidak ada, batinnya, kebingungan.
"Gimana dong Yas??" Tanya Raina balik, semakin panik.
"Sepatu lu ada lebih enggak di mobil?" Raina mendadak memikirkan satu ide di kepalanya. Yasmin sering menyimpan sepatu di mobilnya.
"Gue naik ojek, Neng. Ini sepatu satu-satunya yang gue punya saat ini." Jelas Yasmin sambil menunjuk ke arah kakinya.
"Mampus!" Umpat Raina lagi, benar-benar kebingungan.
Raina putus asa, dia melihat satu persatu teman seangkatannya, berdoa semoga salah satu dari mereka punya sepatu lebih untuk dipinjamkan. Tapi mereka masing-masing menggelengkan kepala. Pertanda tidak ada.
Pemberitahuan untuk kumpul hari ini memang mendadak, sebelumnya mereka memang sudah diminta untuk tinggal dan menetap di Bandung supaya bila ada panggilan berkumpul mendadak, semua bisa hadir dan tidak boleh ada alasan apapun. Kebanyakkan teman perempuannya pergi dengan menggunakan transportasi umum atau ojek seperti Yasmin, atau mereka sudah tinggal di kos sekitar rumah sakit, berjalan ke tempat kos tentu saja menghabiskan waktu, tidak mungkin sempat lagi. Raina menghembuskan napas dengan kasar, dia panik campur bingung.
"Ah aku baru ingat, pakai sepatu adik aku aja, mobil aku parkir enggak jauh kok" ucap Radit tiba-tiba. Radit baru ingat kalau ada sepatu cadangan Rani, adiknya, yang sering ada di mobil.
"Serius??" Tanya Raina, menatap Radit seolah-olah lelaki itu adalah superhero nya hari ini. Gadis itu bersorak kegirangan. Kalau bukan karena masih menjaga martabatnya sebagai perempuan dan juga disini semua teman satu angkatannya sedang berkumpul, Raina pasti sudah memeluk Radit sebagai tanda terimakasih.
"Sepuluh menit, jangan lebih, gue udah janji sama senior jam setengah tiga tepat, angkatan kita bisa ribet kalau hari pertama aja sudah pakai acara telat" ucap seorang lelaki diujung tempat duduk. Lelaki itu menatap Raina dengan malas, wajahnya datar.
"Siapa sih itu orang?" Batin Raina dalam hati. Dia ingin membalas lelaki itu, tapi dia saat ini tidak punya banyak waktu untuk berdebat, batin Raina. Yang penting tidak ada masalah dulu dengan senior, pikir Raina lagi.
"Iya, yuk, cepetan" Radit menarik tangan Raina. Daripada membuang waktu dengan mulai adu pendapat, pikir Radit. Raina mengikuti langkah Radit. Mereka berjalan cepat menuju parkiran mobil Radit.
"Semoga cukup ya" ucap Radit, memberikan sepatu adiknya pada Raina. Gadis itu langsung mencoba sepatu yang Radit berikan.
"Ah, cukup!" Seru Raina dengan senang. Senyuman langsung mengembang di wajahnya.
"Syukurlah" ucap Radit, dia juga ikut panik melihat kejadian hari ini. Masalah Raina berarti masalah satu kelompoknya, dia juga bisa kena getahnya karena masalah ini.
"Terimakasih banyak ya" balas Raina, memberikan senyuman tulus pada pahlawannya hari ini.
"Sama-sama. Udah yuk, nanti kita telat" ajak Radit lagi. Raina mengangguk dan mulai berjalan cepat bersama Radit.
Hari ini Raina menyadari sesuatu, dia bukan hanya mengagumi senyuman Radit, tapi dia mengagumi semua yang ada pada Radit, pahlawannya hari ini. Tanpa bantuan Radit, mungkin hari ini dia sudah akan bermasalah dengan senior dan sudah pasti semua teman seangkatannya juga akan kesal padanya. Belum lagi Yasmin, mungkin sahabatnya itu tidak akan segan-segan menjual kepalanya.
Raina melirik lagi ke arah Radit. Tanpa sengaja lelaki itu pun sedang melirik ke arahnya dan tersenyum, membuat hati Raina menjadi tidak karuan. Radit dan senyumannya membuat hari ini menjadi lebih cerah bagi Raina.
__________
"Untung kalian enggak terlambat, kalau terlambat bisa-bisa kita satu kelompok langsung kena hukuman" ucap lelaki dengan wajah dingin dan datar itu lagi saat melihat kehadiran Radit dan Raina. Lelaki itu melipat kedua tangannya di depan dada dengan wajah angkuh, memberikan tatapan dingin sedingin es batu. Raina membalas dengan tatapan sebal, siapa orang sombong ini, mukanya datar sekali, tanya Raina dalam hati. "Ayo ke kamar jaga, jangan sampai kita yang dicariin" lanjut lelaki dingin itu lagi. Raina masih mengatur napasnya, tiba-tiba dia sudah diminta berjalan lagi. Gadis itu langsung merutuk di dalam hati sambil memandang sengit lelaki itu. Rasanya dia baru berhenti selama beberapa detik saja untuk mengambil napas, tapi lelaki itu seperti tidak mau menunggu lama. Dasar lelaki tidak punya hati, maki Raina lagi. "Siapa sih dia? Baru juga pertama ketemu udah super jutek samabossy bener" b
Hari masih menunjukkan pukul 7 pagi, Raina baru saja turun ke dapur untuk membantu ibu memasak sarapan. Terhitung mulai hari ini dia memutuskan untuk tidak lagi bekerja di klinik manapun. Yasmin sudah memarahi dirinya berulang kali, belum lagi kejadian di hari perdana mereka bertemu senior itu membuat Raina sadar kalau sebagai residen paling junior, dia harus siap sedia setiap saat. Tiba-tiba ponselnya berdenting, ada pesan yang masuk. Raina mengambil ponselnya, semenjak kejadian beberapa hari yang lalu itu, Raina tidak pernah jauh-jauh dari ponselnya. Dia juga mengaktifkan volume paling tinggi supaya bunyi ponselnya selalu terdengar. Pesan itu dari Tama, si ketua angkatan yang sangat menyebalkan itu. Sebelum membuka pesan itu, Raina berdecak karena selalu kesal setiap melihat nama Tama. "Jarkom: Hari ini ketemuan sama ketua panitia pemilihan CR, dikamar jaga jam 3.30. Kita kumpul di kafe dekat kamar jaga jam 3 tepa
Setelah sepanjang pagi membantu ibu, Raina segera bersiap-siap. Siang ini dia memoles wajahnya dengan riasan tipis, memakai dress terbaiknya, menata sedikit rambutnya dan menyemprotkan parfum favoritnya. Dia tidak mau Radit menunggu lama. Saat Raina keluar dari kamar, ibu sampai terheran-heran melihat penampilan anak gadis satu-satunya itu. "Harum banget Na" puji ibu. Sedikit penasaran karena penampilan Riana seperti gadis yang akan berkencan atau pacaran. Tidak seperti penampilan mahasiswa baru yang akan menemui seniornya. Kalau ibu sebelumnya tidak tahu kalau Raina akan pergi untuk menemui seniornya, mungkin ibu sudah menyangka kalau Raina sudah punya pacar baru. Setelah patah hati dulu, Raina memang tidak pernah lagi berdandan seperti siang ini, batin Ibu. "Ketemu senior harus rapi dan harum Bu" balas Raina sengaja berkelit. Dia sudah bisa membaca apa yang ada didalam kepala ibu kandungnya itu. "Oh
Dari tempat duduknya, Tama melirik ke arah Raina dan Radit. Kedua sejoli itu sibuk mengobrol, kadang jelas terdengar suara tawa mereka atau pukulan manja dari Raina ke lengan Radit. Menyebalkan sekali harus menyaksikan pemandangan seperti itu, batin Tama dlam hati. Awalnya Tama tidak mau peduli, tapi ini sudah hampir 10 menit mereka mengacuhkan dirinya, lama kelamaan Tama jadi kesal juga, ditambah teman mereka yang lain juga belum menampakkan batang hidungnya. Dia mulai kesal karena merasa seperti nyamuk atau mungkin juga seperti kambing congek diantara sepasang "sejoli" itu, yang hari ini merasa dunia hanya milik mereka berdua saja. Seolah-olah keduanya adalah sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta. Dunia sekitar tidak ada artinya, hanya mereka berdua saja. "Yang lain pada kemana sih? Jarkom sampai kan?" Ucap Tama, tiba-tiba dengan sengaja. Raina dan Radit berhenti mengobrol. Keduanya mengalihkan perhatian
Raina, Radit dan Yasmin sibuk mengobrol, Septian dan Adrian sibuk memilih makanan di menu, sedangkan Tama hanya bisa melihat semua teman seangkatannya yang akan selalu bersama-sama selama 4 tahun kedepan sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Sementara dia sedang berpikir keras bersama kertas dan pulpen dihadapannya, untuk membagi tugas selama masa residensi, tapi sepertinya semua temannya itu tidak ada yang perduli, batin Tama dalam hati. Belum lagi mereka juga sepertinya tidak ada yang perduli, padahal Mela belum juga datang."Ehem!!" Tama berdehem cukup keras, berusaha mendapatkan perhatian semua rekan-rekannya. Dia berhasil, semuanya berhenti dan mengalihkan perhatiannya."Apa Mela sudah ada kabar?" Tanya Tama. Raina orang pertama yang langsung mencibir saat mendengar pertanyaan dari mulut pria yang baru saja dia beri julukan "kanebo kering"."Biar gue telpon" ucap Raina, langsung mengajukan diri untuk membantu menelpon, setidaknya bukan Tama ya
"Bu, katering masih bisa terima pesanan kan?" Tanya Raina pada Ibu segera setelah sampai ke rumah. Hari ini Radit tidak mengantarkan dirinya pulang, katanya ada keperluan dengan temannya, terpaksa Raina pulang dengan Yasmin sampai di tengah jalan dan melanjutkan perjalanan dengan menggunakan angkutan kota karena Yasmin harus menjemput pacarnya. Hal ini membuat hati Raina bertambah kesal."Buat kapan?" Tanya Ibu, sedikit heran, jarang sekali anak gadisnya ini menanyakan masalah usaha kateringnya."Ada acara dua minggu lagi Bu. Acara pemilihan CR, tadi aku tawarin katering Ibu buat konsumsinya, lumayan Bu untuk sekitar 100 porsi" jelas Raina."Dua minggu lagi?" Tanya Ibu ulang. Raina mengangguk."Bisa" jawab Ibu, wajahnya berubah cerah, kateringnya dapat kerjaan lagi, batin ibu senang."Tapi senior minta tester masakan Bu" lanjut Raina lagi."Boleh, mau kapan?" Balas Ibu. Riana menaikkan bahunya tanda tidak tahu, dia harus me
"Udah pastiin kan makanan bakal sampe jam 2 teng?" Tanya Tama. Pria itu memegang sebuah kertas checklist khasnya di tangan kiri dan pensil di tangan kanan. Sedari tadi Tama sibuk mengecek satu per satu persiapan yang sudah tertulis rapi di kertasnya itu. Raina tidak menjawab, dia hanya mengangguk."Udah kasih tahu alamat jelasnya? Kemarin kan kita salah jalan tuh, lu udah pastikan mereka enggak salah pilih jalan kan? Kalau salah jalan, bakal ribet dan lama, ini paling penting, enggak boleh sampe terlambat datang" Lanjut Tama lagi. Raina kembali mengangguk, mengiyakan. Tentu saja dia sudah memastikan para karyawan katering ibu tahu jalan menuju rumah senior mereka itu. Itu hal pertama yang Raina pastikan, setelah memastikan menu yang mereka pesan."Udah pastikan juga kan tempat untuk makanan prasmanannya? Meja prasmanan lumayan gede, belum lagi side dish-nya juga lumayan banyak kan? Semuanya udah cocok tempatnya? Jangan sampai malah enggak cukup, lu tahu kan,
"Loh, kok kita kesini Yas?" Tanya Raina, terkejut melihat ternyata Yasmin malah mengajak dirinya ke tempat pemilihan CR besok, bukannya mengajak makan. Kalau seperti ini, tentu saja dia akan bertemu si kanebo kering lagi, batin Raina, tidak suka. Yasmin tidak pergi ke tempat yang dia inginkan."Loh, kok malah kaget sih?" Yasmin bertanya balik kepada Raina. Jelas-jelas dia tidak memberikan janji pada Raina."Bukannya kita mau makan?" Tanya Raina, mulai merengut karena merasa sahabatnya ini membohongi dirinya."Emang gue bilang gitu?" Balas Yasmin sambil tertawa. Memang sahabatnya ini mudah sekali tertipu."Enggak sih, tapi.., bukannya pas gue bilang makan, elu iya aja" balas Raina lagi, wajahnya semakin cemberut."Aduh, nona besar.. Kan gue mesti anterin banner ini dulu buat acara besok, masa gue langsung temenin makan, ini lebih penting" jelas Yasmin. Tangannya menunjukkan ke arah gulungan berwarna putih yang dia letakkan d
"Hmmm, pemandangan yang indah, film yang bagus, makanan yang enak dan teman yang menyenangkan. Ini malam minggu terbaik" celetuk Radit, mengalihkan pandangannya kepada Raina."Eh?" Raina bergumam tanpa sadar. Tapi dia segera menutup mulut nakalnya."Ya, rasanya kita bisa malam mingguan lagi kapan-kapan" balas Radit."Malam mingguan lagi?" Tanya Raina ulang. Jantungnya berdetak cepat. Apa ini berarti Radit mengajaknya berkencan lagi? Ingin rasanya Raina menari saking girangnya."Ya, mungkin lain kali kita bisa nonton lagi.." balas Radit, sedikit menggantungkan kalimatnya. Radit menyadari wajah terkejut dari Raina. Apa gadis ini menjadi sedikit salah mengerti mendengar dia menyebutkan kalimat tadi, pikir Radit."Sekalian mengajak Yasmin, Tama dan teman angkatan kita lainnya" Radit cepat-cepat melanjutkan kalimatnya. Khawatir Raina semakin salah sangka.&nbs
"Akhirnya tenang juga" ucap Raina, menarik napas dalam-dalam sambil menutup mata. Mereka saat ini sedang berada di gedung bioskop dan sedang mengantre memesan tiket nonton. Bioskop memang ramai, tapi tidak berdesakan seperti kafe tempat makan mereka sebelumnya. Raina merasa jauh lebih lega. "Kafe tadi terlalu berisik ya?" tanya Radit, dia baru sadar kalau Raina merasa tidak nyaman sebelumnya, sedikit merasa bersalah karena dia yang memaksa untuk makan disana, padahal jelas-jelas kafe tadi padat pengunjung. "Oh, enggak, hanya. Emm, sedikit penuh saja, kita enggak bisa ngobrol enak" balas Raina langsung, khawatir Radit merasa tidak enak hati. Bukan masalah kafe tadi penuh dan sesak oleh pengunjung, tapi letak masalahnya ada pada Rian dan Mischa. "Masih lama waktu nonton, mau minum kopi? Atau makan makanan kecil lain sebelum nonton?" tawar Radit. Rasa bersalah membuat dia menawari Raina untuk ke tempat lain
"Makan disini enggak apa-apa?" Tanya Radit. Mereka saat ini masuk di sebuah kafe yang berada di dalam mall. Kafe itu memang terlihat padat pengunjung. Wajar saja karena kota Bandung di akhir pekan tidak mungkin tidak ramai. Selain itu, kafe ini juga sedang naik daun di media sosial. Raina sedikit mengernyitkan keningnya, sedikit tidak setuju karena terlalu ramai. Raina tidak terlalu penyuka keramaian. Dia lebih suka suasana yang sepi, karena dia bisa makan dan mengobrol dengan tenang. Apalagi ini kali pertama dia bisa berduaan dengan Radit, Raina ingin suasana yang tenang, tidak riuh seperti ini. "Kalau enggak mau juga enggak apa, kita cari lagi tempat lain" balas Radit setelah melihat wajah enggan dari Raina. "Enggak apa-apa, disini aja Dit" tolak Raina cepat. Dia melirik wajah Radit dan melihat kalau lelaki itu sepertinya ingin sekali makan di tempat ini. Walaupun
Akhir pekan akhirnya datang. Kata orang hari-hari di akhir pekan adalah siksaan untuk orang yang baru saja putus. Radit baru tahu rasanya sekarang. Sabtu ini dia tidak punya janji apapun dengan siapapun. "Hah, membosankan sekali" gumam Radit. Sepanjang pagi dia hanya menyetel televisi dan menonton dengan pikiran kosong. Dia mengambil ponselnya dan mulai melihat-lihat film apa yang sedang diputar minggu ini di bioskop. "Apa ajak jalan anak kosan ya?" Radit mulai menemukan ide di kepalanya saat melihat film action yang terlihat cukup seru sudah tayang mulai minggu ini. Radit segera melihat jadwal jaga, baik Yasmin, Tama maupun Raina tidak ada yang jaga hari ini. Lelaki itu segera keluar dari kamar untuk mencari teman kosnya. Saat baru menuruni tangga, Radit bertemu dengan Raina. Gadis itu berjalan ke arah kulkas yang terletak di dapur kos dengan mata setengah terpejam, rambut berantakan dan dia mas
"Apa Kakak enggak kangen sama aku? Setelah putus Kakak sama sekali enggak pernah hubungi aku," keluh Irna. Dia merasa tidak nyaman dengan perubahan sikap Radit padanya setelah putus. Irna pikir Radit akan mengejar-ngejar dirinya setelah dia meminta putus, tapi kenyataannya justru Radit malah mendiamkan dirinya dan sama sekali tidak pernah menghubungi dirinya. "Aku rasa, kita butuh momen untuk sama-sama sendiri, supaya kita bisa pikirkan bagaimana hubungan kita selama ini" balas Radit. Dia masih sangat menyukai Irna, tapi kembali menjadi kekasih Irna masih sedikit sulit bagi Radit. Lelaki itu masih butuh waktu untuk memikirkan hubungan mereka yang dia rasa mulai tidak sehat. "Aku kangen Kakak" ucap Irna tiba-tiba. Dia merasa harus jujur tentang hal ini. "Rindu?" ucap Radit dalam hati, dia cukup terkejut dengan kejujuran Irna. Detak jantung Radit menjadi cepat saat mendengar ucapan mantan kek
Entah Raina harus bahagia atau justru waspada dengan keadaan yang saat ini dia hadapi, yang pasti selama Radit putus dari kekasihnya, lelaki itu selalu menempel pada Raina, dimana pun dan kapan pun. Tidak terasa sudah dua minggu Radit putus dari Irna. Dalam hati Radit merasa sangat nyaman, tidak ada lagi yang mengatur dengan kejam semua kehidupannya. Dia bisa menjalani kehidupan residensi dengan nyaman. Semakin hari keduanya semakin lengket, dimana ada Raina pasti ada Radit disana. "Na, selesai dari rumah sakit, kita makan dulu ya sebelum pulang ke kos" ajak Radit disela-sela acara ilmiah. "Em" balas Raina langsung mengiyakan tanpa pikir panjang, dia bahkan lupa kalau hari ini orang tuanya datang untuk melihat kamar kosnya. Sudah dua minggu Raina belum juga mengizinkan ayah ibunya untuk datang. "Oke!" balas Raina dengan bersemangat sambil mengacungkan jempolnya. Dia selalu senang setiap diajak makan
(3 menit sebelumnya) "Gue jawab telepon dulu ya, agak berisik disini" ucap Radit, beranjak pergi menuju sudut di luar bioskop. "Gue jawab telepon dulu ya, agak berisik disini" ucap Radit berdiri, dia tidak bisa menjawab telepon Irna di tengah suasana gaduh begini. Pasti kekasihnya itu akan bertambah kesal. "Jangan lama-lama, bentar lagi teaternya mau buka" balas Raina, mengingatkan. Radit mengangguj sambil melambaikan tangannya. "Ada yang mau beli minum?" Tanya Yasmin, Raina langsung mengiyakan. "Gue enggak, enggak seru nonton sambil makan minum, terlalu mengganggu" balas Tama, menggeleng. Dia lebih suka menikmati film tanpa gangguan makan dan minum. Sayang sekali kal
"Oke, Raina ikut juga" ucap Radit. "Oh, oke" balas Yasmin, melirik Raina sambil tersenyum geli. Bukan Yasmin namanya kalau tidak bisa menebak isi kepala sahabatnya yang paling drama itu."Oke, Raina ikut juga" ucap Radit. "Oh, oke" balas Yasmin, melirik Raina sambil tersenyum geli. Bukan Yasmin namanya kalau tidak bisa menebak isi kepala sahabatnya yang paling drama itu. Beberapa detik kemudian Tama terlihat menuruni tangga. Raina yang pertama menyadari, dia langsung melirik kesal ke arah Tama. "Buat apa si kanebo kering itu ikut-ikutan?" Batin Raina dalam hati.
"Tadi sih curhat berantem hebat sama pacarnya" balas Yasmin. "Tadi sih curhat berantem hebat sama pacarnya" balas Yasmin. Yasmin teringat cerita Radit beberapa hari terakhir. Radit cukup nyaman untuk berkeluh kesah dengan Yasmin, mungkin karena Radit tahu Yasmin punya hubungan serius dengan kekasih Yasmin dan gaya berpacaran Yasmin dan kekasihnya dewasa sekali. Radit mengagumi itu, berbeda dengan gaya pacaran dirinya dan Irna. Kekasihnya masih manja, seenaknya dan jauh dari kata dewasa. Setiap hari selalu ada saja bahan untuk bertengkar. Radit kadang merasa lelah sendiri menghadapi sikap kekanakan dari Irna.